BAB III DISTRIBUTED GENERATION 3.1
Distributed Generation (DG) Distributed Generation seringkali disebut juga dengan on-site generation,
dispersed generation, embedded generation, decentralized generation, atau distributed eneryi. Secara mendasar, DG menghasilkan energi listrik dari beberapa sumber energi yang berkapasitas kecil dan dihubungkan langsung pada jaringan distribusi.
3.2
Sejarah Perkembangan DG Beberapa publikasi yang ada sekarang tentang Distributed Generation
menunjukkan bahwa DG merupakan suatu fenomena baru dan berkembang secara signifikan hampir di seluruh dunia. Namun, analisis dari Lembaga Energy Information
Administration
di
Amerika
Serikat
menunjukkan
bahwa
implementasi DG telah berkembang secara drastis pada akhir tahun 1980-an dan pertengahan tahun 1990-an. Sebenarnya, perkembangan DG dalam tahap awal telah dimulai ketika DG digunakan sebagai co-generator. Penggunaan co-generator dimulai pada masa tahun 1960-an dan banyak dikembangkan pada lokasi-lokasi industri dengan memanfaatkan panas dari gas buang kondensor (output thermal dari alat pemanas berdaya besar). Pasar untuk DG terus berkembang. Unit- uni DG terus diuji pada konsumen-konsumen perumahan, industri dan sebagainya sebagai salah satu sumber energi listrik yang mereka butuhkan. Di sisi lain, keuntungan dari DG
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan potensi yang besar. Dengan perubahan struktur energi listrik yang terus berkembang, saat ini DG telah dimanfaatkan sebagai pembangkitan siaga yang memberi keuntungan pada sistem tenaga listrik sebagai sumber energi pada beban puncak, kehilangan daya pada sistem dan meningkatkan kualitas daya para konsumen. Beberapa perkembangan terus dilakukan dan membuat DG tidak hanya mungkin dilakukan tetapi suatu potensi yang diharapkan. Perkembangan DG di masa sekarang didukung oleh dua isu utama dalam sistem tenagan listrik pada masa sekarang yaitu : 1. Perubahan kebijakan energi listrik di seluruh dunia dari sistem monopoli menjadi sistem yang lebih kompetitif terkhusus pada sektor pembangkit yang memungkinkan keragaman dalam kepemilikan aset pembangkit sehingga akan adanya persaingan yang mendorong harga energi listrik menjadi lebih murah. 2.
Kebijakan lingkungan yang berkelanjutan yang mengharapkan DG dapat membantu mengurangi gas emisi terutama emisi karbon. Pemanfaatan energi DG harus mendorong pengurangan emisi karbon karena umumnya teknologi DG memiliki emisi karbon yang rendah bahkan ada yang emisi karbonnya nol seperti photovoltaic (sel surya) .
3.3
Defenisi Distributed Generation CIGRE telah mendefinisikan Distributed Generation sebagai semua unit
pembangkit dengan kapasitas maksimal berkisar sampai 50 MW dan dipasangkan ke jaringan distribusi. IEEE mendefinisikan Distributed Generation sebagai pembangkitan yang menghasilkan energi dalam kapasitas yang lebih kecil
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan pusat-pusat pembangkit konvensional dan dapat dipasangkan hampir pada setiap titik sistem tenaga listrik. IEA (2002) mendefinisikan Distributed Generation sebagai unit-unit yang menghasilkan energi pada sisi konsumen atau dalam jaringan distribusi lokal. Semua definisi di atas menunjukkan bahwa pembangkitan dengan skala kecil yang dihubungkan ke jaringan distribusi dapat dianggap sebagai bagian dari DG. Selain itu, pembangkitan yang dipasangkan dekat dengan sisi beban atau konsumen juga dapat dikatakan sebagai Distributed Generation.
3.4
Teknologi DG di Indonesia
3.4.1
Sejarah Perkembangan Perkembangan teknologi DG di Indonesia telah berkembang sejak lama
seiring dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 “Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Energi” yang mengijinkan pembelian terhadap kelebihan energi listrik (excess power). Teknologi DG yang banyak digunakan pada masa itu adalah teknologi cogeneration. Bahkan menurut data penelitian Energy and Electricity (EERDC), kapasitas terpasang teknologi cogeneration telah mencapai 834 MW pada tahun 1997. Perkembangan teknologi DG terus berkembang dengan memfaatkan pembangkit listrik skala kecil (mikrohidro) yang dikelola oleh pihak PLN atau swasta (Independent Power Producer). Sejak tahun 2002, teknologi DG di Indonesia dikenal sebagai “Pembangkit Listrik Skala Kecil Tersebar” seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2002.
Universitas Sumatera Utara
Melalui PP Nomor 31/2009, Pemerintah juga mendorong penggunaan sumber energi baru, terbarukan dan energi primer yang yang lebih efisien untuk pembangkit tenaga listrik, dan diberikan kesempatan bagi Pembangkit Skala Kecil Swasta dan Koperasi (PSKSK) untuk menjual tenaga listriknya kepada PLN. Harga jual tenaga listrik dari PSKSK adalah harga pada titik interkoneksi dengan Sistem PLN dan harga jual ini disesuaikan setiap tahunnya berdasarkan perhitungan biaya marginal Sistem PLN. Harga Pembelian (HP) tenaga listrik yang dimaksud adalah HP = Harga energi/kwh x F ……………………….. (3.1) dimana nilai F ditentukan oleh daerah pembelian tenaga listrik oleh PT. PLN yang didasarkan sebagai berikut : a. Zona 1, Wilayah Jawa dan Bali, F = 1 b. Zona 2, Wilayah Suamtera dan Sulawesi, F = 1.2 c. Zona 3, Wilayah Kalimantan, NTB dan NTT, F = 1.3 d. Zona 4, Wilayah Maluku dan Papua, F = 1.5
Tabel 3.1 Harga Jual Energi Listrik Pembangkit Skala Kecil Tersebar menurut PP No. 31/2009
Harga
Titik Interkoneksi
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Zona 4
Rp 656/kwh
Tegangan Menengah
1
1.2
1.3
1.5
Rp 1.004/kwh
Tegangan Rendah
1
1.2
1.3
1.5
Energi/Kwh
Universitas Sumatera Utara
Dewasa ini, skema pemanfaatan teknologi DG di Indonesia dibagi atas 2, yaitu : 1. Skema IPP (Independent Power Producer) Skema ini berisi perjanjian dimana teknologi DG harus mengirim tenaga listriknya ke sistem PLN secara kontiniu (24 jam). Skema ini biasanya memiliki kontrak dalam jangka waktu yang lama (minimal 15 tahun) dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan atas kesepakatan bersama. 2. Skema Pembelian Excess Power (Kelebihan Tenaga Listrik) Skema ini berisi perjanjian dimana teknologi DG mengirim kelebihan tenaga listriknya ke sistem PLN pada waktu-waktu tertentu (biasanya pada Waktu Beban Puncak). Skema ini biasanya memiliki kontrak jangka pendek (1 tahun) dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan atas kesepakatan bersama.
3.4.2
Aplikasi Teknologi DG Pemanfaatan teknologi DG yang telah banyak dikembangkan di Indonesia
adalah teknologi pembangkitan mikrohidro walaupun dewasa ini yang cukup signifikan adalah pembelian kelebihan energi listrik (excess power) dari pihak industri-industri besar (PLTU). Berikut ini adalah tabe yang menunjukkan aplikasi tekonologi DG berupa pembangkitan mikrohidro yang telah terkoneksi pada jaringan distribusi di daerah Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Pemanfaatan Pembangkitan Mikrohidro yang terinterkoneksi pada Jaringan Tegangan Menengah 20 KV di Sumatera Utara Nama Pembangkitan
Lokasi
Titik
Kapasitas
Tegangan
Interkoneksi
( MW)
(KV)
PLTMH Batang Gadis I
Madina
20 KV
0.45
0.4
PLTMH Batang Gadis II
Madina
20 KV
0.45
0.4
PLTMH Tonduhan I
Simalungun
20 KV
0.45
0.4
PLTMH Tonduhan II
Simalungun
20 KV
0.45
0.4
PLTMH Kombih I
Pakpak
20 KV
1.5
0.4
PLTMH Kombih II
Pakpak
20 KV
1.5
0.4
PLTMH Boho
Samosir
20 KV
0.2
0.4
PLTMH Aek Raisan I
Tap. Utara
20 KV
0.75
0.4
PLTMH Aek Raisan II
Tap. Utara
20 KV
0.75
0.4
PLTMH Aek Sibundong
Tap. Utara
20 KV
0.75
0.4
PLTMH Aek Silang
Humbahas
20 KV
0.75
0.4
3.5
Teknologi DG yang Dapat Dikembangkan di Indonesia Beberapa jenis teknologi DG yang dapat dikembangkan di Indonesia
adalah mikrohidro, bahan bakar nabati, biomassa, energi angin, tenaga surya, energi hybrid (angin dan surya), pasang surut, dan panas bumi.
3.5.1
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah pembangkit
listrik skala kecil yang menggunakan energi air sebagai penggeraknya, misalnya saluran irigasi, sungai atau air terjun dengan cara memanfaatkan tinggi terjunnya
Universitas Sumatera Utara
(head) dan jumlah debit airnya. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sebagai sumberdaya penghasil listrik memiliki kapasitas aliran maupun ketinggian tertentu. Semakin besar kapasisitas aliran maupun ketinggiannya maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit tenaga mikrohidro bekerja dengan cara memanfaatkan semaksimal mungkin energi potensial air. Energi ini secara perlahan diubah menjadi energi kinetik saat melalui nosel yang ditembakkan untuk memutar sudusudu turbin. Energi mekanis dari putaran turbin akhirnya diubah menjadi energi listrik melalui putaran generator. Sketsa sederhana dari sebuah pembangkit tenaga mikrohidro ditunjukkan oleh Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Bagan Sederhana Pembangkit Tenaga Mikrohidro
Karena besar tenaga air yang tersedia dari suatu sumber air bergantung pada tinggi jatuh dan debit air, maka total energi yang tersedia dari suatu reservoir air merupakan energi potensial air. Dengan demikian poensi daya air yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia berdasarkan energi potensial dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut : PG = ρ . g . Q . Hg.................................................. (3.2) dimana :
PG = potensi daya (kW)
ρ = massa jenis (kg/m3) Q = debit aliran air (m3/s) Hg = head kotor (m) g = percepatan gravitasi (9,81 m/det2) Potensi daya listrik yang dapat dibangkitkan adalah : P = ρ . g . Q . He . Eff ............................................. (3.3) dimana :
P = daya listrik yang keluar dari generator (kW) He = head efektif (m) Eff = efisiensi
3.5.2
Teknologi Bahan Bakar Nabati Biofuel adalah bahan bakar yang diproduksi dari sumber-sumber hayati,
disebut juga BBN. Secara umum biofuel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis bahan bakar, yaitu biodiesel, bioethanol, dan biooil. Pengelompokan ini dapat dikatakan merujuk pada jenis-jenis BBM konvensional dari sumber energi tak terbarukan yang ingin digantikan dengan biofuel. Biodiesel dimaksudkan sebagai pengganti solar (high-speed diesel) dan minyak diesel industri (industrial dieseloil). Bioethanol yaitu etanol yang dihasilkan dari biomassa dimaksudkan sebagai bahan bakar pengganti bensin. Sedangkan biooil dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan minyak bakar (marine fuel-oil).
Universitas Sumatera Utara
Mengingat adanya keragaman bahan baku (sisi hulu) dan keragaman bentuk akhir bahan bakar serta segmentasi penggunaannya, bagian terpenting yang harus dilakukan dalam studi kelayakan teknis bahan bakar nabati adalah screening rute produksi. Dalam melakukan identifikasi dan screening rute produksi, kajian dilakukan dari mulai tahapan penanaman, pengolahan bahan baku, pemroduksian, penggunaan, hingga dampaknya terhadap lingkungan. Tujuan dari screening ini adalah memilih rute produksi yang paling layak secara tekno-ekonomis.
Gambar 3.2 Ilustrasi Konversi Rute Konversi BBN Identifikasi dan screening rute produksi untuk oil processing plant dan biodiesel plant lebih ditekankan pada upaya untuk menyusun rute konversi produksi bahan bakar hayati khususnya pure plant oil dan biodiesel. Gambar 3.2 menunjukkan ilustrasi awal rute konversi untuk sintesa bahan bakar nabati.
Universitas Sumatera Utara
Biodiesel adalah suatu sumber daya yang dapat diperbaharui berasal dari minyak nabati, penggunaanya untuk menggantikan solar dari minyak bumi yang merupakan bahan bakar yang dominan untuk mesin diesel. Pertumbuhan penggunaan biodiesel tumbuh dengan cepat terutama dalam bidang transportasi. Disamping itu biodisel dapat juga digunakan sebagai bahan bakar untuk generator. Manfaat utama dari biodiesel adalah mengurangi emisi udara yang berbahaya bagi lingkungan dalam pengoperasian pembangkit energi listrik. Keuntungan dan kerugian pembangkit listrik yang mengunakan minyak nabati antara lain : a. Keuntungan: 1. Ketersediaan bahan baku memadai seperti: kelapa sawit, jarak, singkong, jagung, dan tebu untuk bioethanol dan biodiesel. 2. Bisa diandalkan sebagai pengganti solar dan bensin. b. Kekurangan: 1. Jalur konversi yang panjang untuk menghasilkan energi listrik. 2. Membutuhkan Tenaga Ahli untuk proses konversi dari bahan baku menjadi biodiesel dan bioethanol. 3. Sebahagian besar bahan bakunya berasal dari bahan pangan. 4. Meningkatkan beban lingkungan karena adanya perkebunan mono kultur sehingga dapat mengurangi produktifitas tanah dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Universitas Sumatera Utara
3.5.3
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Biomassa adalah sebutan yang diberikan untuk material yang tersisa dari
tanaman atau hewan seperti kayu dari hutan, material sisa pertanian serta Iimbah organik manusia dan hewan. Energi yang terkandung dalam biomassa berasal dari matahari. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara di transformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Ketika biomassa dibakar, energi akan terlepas, umumnya dalam bentuk panas. Karbon pada biomassa bereaksi dengan oksigen di udara sehingga membentuk karbondioksida. Apabila dibakar sempurna, jumlah karbondioksida yang dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari udara ketika tanaman tersebut tumbuh. Oleh karena itu kecepatan regenerasi biomassa merupakan salah satu hal terpenting yang menentukan layak tidaknya untuk dimanfaatkan.
Gambar 3.3 Skema Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Biomassa Tipe direct-fired
Universitas Sumatera Utara
Secara umum keuntungan dan kerugian pembangkit listrik biomasa yaitu : a. Keuntungan : 1.
Sumber energi yang murah dan memanfaatkan limbah tanaman seperti kayu dari hutan, material sisa pertanian serta Iimbah organik manusia dan hewan.
2.
Dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti batubara.
b. Kerugian : 1.
Lokasi
ketersediaan
biomasa
tersebar
sehingga
susah
dilakukan
pengumpulan dalam jumlah yang banyak. 2.
3.5.4
Kontiniutas ketersediaan biomasa tidak terjamin.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Energi matahari merupakan sumber energi penting sejak dahulu kala,
dimulai cara memanfaatkan yang primitif sampai teknologi photovoltaic. Matahari melepas 95% energinya sebagai cahaya yang bisa dilihat dan sebaian lagi sebagai yang tidak terlihat seperti sinar infra-red dan ultra-violet. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potensi energi surya rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.4 Skema Pembangkit Listrik Tenaga Surya Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan energi panas matahari antara lain : a. Kelebihan : 1.
Energi panas matahari merupakan energi yang tersedia hampir diseluruh bagian permukaan bumi dan tidak habis (renewable energy).
2.
Penggunaan energi panas matahari tidak menghasilkan polutan dan emisi yang berbahaya baik bagi manusia maupun lingkungan.
b. Kerugian : 1.
Sistem pemanas air dan pembangkit listrik tenaga surya tidak efektif digunakan pada daerah memiliki cuaca berawan untuk waktu yang lama.
2.
Pada musim dingin, pipa-pipa pada sistem pemanas ini akan pecah karena air di dalamnya membeku.
3.
Membutuhkan lahan yang sangat luas yang seharusnya digunakan untuk pertanian, perumahan, dan kegiatan ekonomi lainya. Hal ini karena rapat energi matahari sangat rendah.
Universitas Sumatera Utara
4.
Sistem hanya bisa digunakan pada saat matahari bersinar dan tidak bisa digunakan ketika malam hari atau pada saat cuaca berawan.
3.5.5
Pembangkit Listrik Tenaga Angin Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi
energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Energi kinetik dari angin ditangkap melalui turbin angin (kincir angin) yang diubah menjadi energi mekanis dan selanjutnya dikonversikan menjadi energi listrik melalui generator listrik.
Gambar 3.5 Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan dan kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin antara lain: a. Kelebihan : 1.
Teknologi yang ramah Lingkungan (environmental friendly) dan tidak rumit.
2.
Mudah dalam pengoperasianya dan tidak memerlukan perawatan khusus.
b. Kekurangn : 1.
Butuh biaya yang cukup besar untuk investasi awal.
2.
Lokasinya tertentu, didaerah yang kecepatan angin cukup untuk memutar baling-baling.
3.
3.5.6
Kecepatan angin yang fluktuatif tergantung pada musim.
Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Gerakan naik dan turun air laut yang luas menunjukkan adanya sumber
tenaga yang tidak terbatas. Jika beberapa bagian dari tenaga yang besar sekali ini dialihkan ke tenaga listrik, tentu akan menjadi sumber penting bagi tenaga air. Gambaran utama siklus air pasang adalah perbedaan naiknya permukaan air pada waktu air pasang dan pada waktu air surut. Jika perbedaan tinggi ini dimanfaatkan guna mengoperasikan turbin, tenaga air pasang itu dapat dialihkan pada tenaga listrik. Pada dasarnya, hal ini tidak terlalu sukar karena air pada waktu pasang, berada pada tingkatan yang tinggi dan dapat disalurkan ke dalam kolam untuk disimpan pada tingkatan tinggi di situ. Air tersebut juga dapat dialirkan kembali ke laut waktu air surut melalui turbin-turbin, yang berarti memproduksi tenaga. Karena tingkatan permukaan air di kolam tinggi dan permukaan laut rendah,
Universitas Sumatera Utara
terdapatlah perbedaan perbandingan tinggi air, yang dapat digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin.
Gambar 3.6 Skema Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut
3.5.7
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Energi panas bumi adalah energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi.
Energi ini dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, sebagai salah satu bentuk dari energi terbarukan. Air panas alam bila bercampur dengan udara karena terjadi fraktur atau retakan maka selain air panas akan keluar juga uap panas (steam). Air panas dan steam inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. Agar panas bumi (geothermal) tersebut bisa dikonversi menjadi energi listrik tentu diperlukan pembangkit (power plants). Pembangkit yang digunakan untuk mengonversi fluida geothermal menjadi tenaga listrik secara umum mempunyai komponen yang sama dengan power plants lain yang bukan
Universitas Sumatera Utara
berbasis geothermal, yaitu terdiri dari generator, turbin sebagai penggerak generator, heat exchanger, chiller, pompa, dan sebagainya.
3.6
Pemasangan (Interkoneksi) DG Secara garis besar, interkoneksi pada DG terbagi atas tiga komponen, yaitu
3.6.1
Sumber Energi Utama (Prime Energy Source) Hal ini menunjuk pada teknologi DG sebagai sumber energi seperti energi
surya, angin, mikrohidro, pasang surut dan biomassa. Setiap teknologi DG memiliki karakter yang berbeda-beda dala menghasilkan energi, misalnya tipikal energi yang dihasilkan oleh PV dan fuel cell berupa direct current atau wind turbin yang tipikal energinya berupa energi mekanis (dihasilkan dari putaran pada turbin).
SISI PEMBANGKITAN GRID CONNECTION (20 KV) DG
Trafo Step-Up Beban local
Gambar 3.7 Interkoneksi DG 3.6.2
Power Converter Power converter dalam interkoneksi, berfungsi untuk mengubah energi
dari sumber energi utama (prime energy resources) menjadi energi dengan level
Universitas Sumatera Utara
frekuensi tertentu (50Hz - 60Hz). Secara garis besar, ada 3 kategori power converter yang digunakan dalam interkoneksi, yaitu : 1. Generator sinkron 2. Generator induksi 3. Static power converter Generator sinkron dan generator induksi mengkonversi putaran energi mekanis ke dalam tenaga listrik dan sering disebut dengan routing power converter. Static power converter (biasa dikenal dengan inverter) tersusun atas solid-device seperti transistor. Pada inverter, transistor mengkonversi energi dari sumber menjadi energi dengan frekuensi 50-60Hz dengan switching (switch onoff). Teknologi DG yang dijual di pasaran, kebanyakan telah diintegrasikan dengan power converter masing-masing. Misalnya fuel cell yang telah diintegrasikan dengan inverter. Power converter memiliki efek yang besar terhadap DG pada sistem distribusi. Oleh sebab itu dibutuhkan peralatan interkoneksi untuk menjamin keamanan dan kestabilan operasi. Generator sinkron, generator induksi dan inverter memberikan respon yang sangat berbeda terhadap variasi kondisi dari sistem tenaga.
3.6.3
Sistem Interface dan peralatan proteksi Peralatan ini ditempatkan sebagai penghubung antara terminal output dari
power converter dan jaringan primer. Komponen interkoneksi ini biasanya terdiri atas step-up transformer, metering kadang ditambahkan controller dan relay proteksi. Dalam komponen ini terkadang terdapat communication link untuk mengontrol kondisi pada sistem.
Universitas Sumatera Utara
3.7
Keuntungan Distributed Generation Dalam banyak penelitian, DG dapat beradaptasi dengan perubahan
ekonomi dalam cara yang fleksibel karena ukurannnya yang kecil dan konstruksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan pusat-pusat pembangkit konvensional. Menurut IEA, penilaian ekonomi atas nilai fleksibiltas DG sangat memungkinkan dan layak (2002). Sebagian besar DG memang sangat fleksibel dalam beberapa hal seperti operasi, ukuran, dan kemajuan teknologi. Selain itu, DG dapat meningkatkan keandalan sistem tenaga listrik. Dalam pemasangannya di jaringan distribusi, DG ditempatkan dekat dengan daerah beban dan beberapa keuntungan dalam pemakaian DG : 1. DG memberi keandalan yang lebih tinggi dalam pemanfaatan daya 2. DG sebagai sumer energi lokal dapat membantu untuk penghematan daya listrik pada jaringan transmisi dan distribusi. 3. Dibandingkan dengan power plants, DG memiliki efesiensi yang lebih tinggi dalam penyaluran daya. Selain itu, bila dikoneksikan pada jaringan, DG dapat meningkatkan efesiensi sistem karena DG membantu mengurangi rugi-rugi pada sistem. 4. Dalam memproduksi energi listrik, DG bersifat ramah lingkungan. Emisi yang dihasilkan dari produksi energi listrik oleh DG tergolong rendah, bahkan mendekati nol.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMANFAATAN DG PADA JARINGAN DISTRIBUSI
4.1
Pendahuluan Pemanfaatan DG yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini berupa
pembangkit listrik tenaga minihidro (100 Kw -1000 Kw) yaitu PLTMH Aek Silang yang berlokasi di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. PLTMH Aek Silang ini sendiri langsung diinterkoneksikan pada salah satu penyulang dari Gardu Induk Tele yaitu Penyulang Gelas.
4.2
Sistem Gardu Induk Tele Untuk mengetahui pemanfaatan PLTMH Aek Silang sebagai DG maka
perlu dipahami dahulu konfigurasi jaringan distribusi pada sistem gardu induk Tele. Sumber daya GI Tele disuplai oleh dua sumber yaitu GI Tarutung dan GI Sidikalang dengan tegangan 150 KV. Adapun tujuan penggunaan dua suplai ini yaitu kontinuitas pelayanan tenaga listrik dapat terjaga. Maksudnya, apabila salah satu suplai dari GI mengalami gangguan atau maintenance maka dapat disuplai oleh GI yang lain. Dari bus 150 KV, tenaga listrik disalurkan ke transformator daya untuk diturunkan tegangannya dari tegangan transmisi 150 KV menjadi tegangan distribusi 20 KV. Pada sistem GI Tele terdapat 1 buah transformator daya tiga fasa, 150/20 KV, dengan daya 10 MVA. Tenaga listrik dari transformator daya akan disalurkan kepada keempat penyulang (feeder) yang dilayani oleh GI Tele. Keempat penyulang tersebut adalah penyulang Piring, penyulang Gelas,
Universitas Sumatera Utara
penyulang Sendok dan penyulang Garpu. Selain itu, daya juga disalurkan untuk pemakaian sendiri (PS) GI Tele melalui transformator daya 200 KVA.
4.2.1
Penyulang Gelas pada GI 150/20 KV Tele Penyulang Gelas pada GI Tele merupakan bagian dari sistem distribusi
yang menyalurkan tenaga listriknya ke beban yaitu Saluran Tegangan Menengah (SUTM) 20 KV dengan konfigurasi tipe radial. Dari gambar single line diagram Gardu Induk Tele terlihat bahwa penyulang Gelas ini merupakan salah satu penyulang yang mendapat suplai daya dari Transformator Tenaga 150/20 KV GI Tele yang berkapasitas 10 MVA. Penyulang-penyulang 20 KV tersebut merupakan jaringan tegangan menengah yang terbuat dari jenis kawat terbuka ACSR (Alumunium Conductor Steel Reinforced) sehingga rentan gangguan oleh alam (hujan, petir, angin, pohon) dan juga manusia. TRANSMIS 150 KV GI Incoming
BUS PENYULANG 20 KV
Penyulang Piring
Trafo Daya 10 MVA Pemakaian Sendiri (PS)
CB Incoming Penyulang
Penyulang Sendok Penyulang Gelas
Penyulang Garpu
PLTMH Boho
PLTMH Aek Silang PLTMH Aek Sibundong
Gambar 4.1 Single Line Diagram Gardu Induk 150/20 KV Tele
Universitas Sumatera Utara
4.2.2
Interkoneksi PLTMH Aek Silang pada Penyulang Gelas Selain mendapat catu daya dari sistem gardu induk Tele, penyulang Gelas
pun mendapat catu daya tambahan dari 2 sumber pembangkitan yang langsung diinterkoneksikan pada tegangan 20 KV. Aritnya, kedua pembangkitan tersebut dioperasikan secara paralel untuk memenuhi kebutuhan daya di sepanjang saluran distribusi penyulang Gelas. Kedua sumber pembangkitan tersebut berupa pembangkit listrik tenaga minihidro, yaitu PLTMH Aek Silang dan PLTMH Aek Sibundong. Kedua pembangkit listrik minihidro (100KW-1000KW) ini mencatu daya masing-masing sebesar 750 KW. Interkoneksi PLTMH Aek Silang pada penyulang Gelas harus memenuhi syarat sinkronisasi pada sistem 20 KV mengingat PLTMH Aek Silang secara langsung dipasang pada jaringan distribusi 20 KV. Syarat sinkronisasi tersebut adalah : 1. Output tegangan sistem PLTMH Aek Silang harus sama dengan tegangan distribusi yaitu 20 KV 2. Frekwensi sistem juga harus sama yaitu 50 Hz. 3. Pada saat sinkronisasi, urutan fasa tegangan sistem PLTMH Aek Silang harus sama dengan urutan fasa pada saluran penyulang Gelas. 4. Fasa antara sistem PLTMH Aek Silang harus sama dengan fasa saluran penyulang Gelas. Gambar 4.2 berikut ini akan menunjukkan bagaimana sistem PLTMH Aek Silang disinkronisasikan terhadap saluran penyulang Gelas.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Proses sinkronisasi antara PLTMH Aek Silang dengan penyulang Gelas dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Garduk Induk Tele mengirimkan tegangan ke Penyulang Gelas dengan kondisi dimana PMT GI dan PMT Gelas 1 dalam posisi ON 2. Tegangan akan sampai ke PLTMH Aek Silang, tetapi PMT Gelas 2 masih harus dalam kondisi OFF. 3. Pada saat bersamaan PLTMH Aek Silang dioperasikan dan siap sinkron/paralel dimana PMT Aek Silang dalam keadaan ON. 4. Aktifkan Synchronouscope, kemudian PMT Gelas 2 segera di-ON-kan setelah synchronouscope menujukkan keadaan sinkron antara kondisi penyulang dan keluaran generator PLTMH Aek Silang. Penyulang Gelas
BUSBAR SINKRONISA
PMT SYNCHRONOUSCOPE
PMT
PLTMH AEK SILANG Gambar 4.3 Busbar Sinkronisasi
4.3
Pemanfaatan PLTMH Aek Silang sebagai Catu Daya Cadangan Salah satu pemanfaatan penting PLTMH Aek Silang pada penyulang
Gelas adalah menyediakan sumber energi ketika terjadi kehilangan daya karena gangguan peralatan (transformator daya dan peralatan proteksinya) atau
Universitas Sumatera Utara
pemadaman meluas pada grid. Dalam studi ini, penulis mengkaji pemanfaatan PLTMH Aek Silang sebagai sumber daya (power source) dalam menyuplai daya terhadap penyulang Gelas ketika diperkirakan terjadinya kegagalan suplai daya dari busbar 20 KV.
4.3.1
Data Teknis pada Penyulang Gelas Daerah pelayanan
: Dolok Sanggul
Panjang Penyulang
: ± 30 Km
Output PLTMH Aek Silang : 750 KW Tabel 4.1 Gardu Induk Tele
Trafo Daya (MVA) 20
Data Beban pada Penyulang Gelas Tahun 2011 Feeder
Daerah Pelayanan
Gelas
Dolok Sanggul
Beban pada Bulan (Amp) Mei Jun Jul Ags Sept 125
130
127
132
130
Data di atas akan dibuat sebagai acuan dalam menganalisis pemanfaatan PLTMH Aek Silang sebagai DG.
4.3.2
Perhitungan Beban pada Penyulang Gelas Untuk menghitung catu daya yang disuplai oleh penyulang Gelas, maka
kita harus menghitung besar beban yang ada pada penyulang Gelas. Dengan memperkirakan bahwa penyulang Gelas mencatu daya beban terpusat yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan maka dapat kita pergunakan persamaan di berikut ini, : P (Kw) = IL x
3 x VL-L x Cos φ ................. (4.1)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data teknis di atas, kita akan menghitung beban yang dipikul oleh penyulang Gelas. Dalam hal ini, penulis mengambil data pembebanan terbesar yaitu pada bulan Agustus sebesar 132 Ampere. Tegangan (VL-L)
= 20 KV
Cos φ
= 0.85 (asumsi)
IL
= 132 Ampere
Maka daya beban penyulang Gelas adalah : P (Kw) = IN x
3 x VL-L x Cos φ
= 132 x 1.73 x 20 x 0.85 = 3882.1 Kw = 3.9 MW 4.3.3
Analisis Data Menurut penulis, besarnya daya beban pada penyulang Gelas (3.9 MW)
merupakan hal yang memungkinkan karena : 1. Penyulang Gelas merupakan catu daya bagi sebuah daerah yang luas dan sedang berkembang yaitu Dolok Sanggul (ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan) 2. Panjang penyulang yang berkisar 30 km menunjukkan luasnya daerah pelayanan penyulang Gelas. Berdasarkan hal tersebut, kontinuitas pelayanan energi listrik menjadi hal yang sangat penting. Dengan perkiraan adanya kegagalan catu daya dari sistem GI Tele, maka keberadaan PLTMH menjadi sesuatu yang berharga. Walaupun hanya dengan produksi daya sekitar 750 KW, PLTMH Aek Silang dapat memberi kegunaan sebagai catu daya cadangan (backup power source) bagi beban-beban
Universitas Sumatera Utara
penting yang menuntut kontinuitas pelayanan 100 % seperti rumah sakit dan areaarea publik.
BUSBAR 20 Kota Dolo Sanggul
Rumah Sakit dan Area Publik
Penyulang Gelas
PLTMH AEK SILANG ( 750 KW )
Gambar 4.4
4.4
PLTMH Aek Silang Mencatu Daya Penyulang Gelas
Pemanfaatan PLTMH Aek Silang dalam Meningkatkan Kualitas Daya Kualitas daya menjadi salah satu hal penting dalam penyaluran energi
listrik sampai kepada konsumen. PLTMH Aek Silang pada penyulang Gelas dapat meningkatkan kualitas daya di sepanjang saluran penyulang Gelas. Hal tersebut dapat kita analisis sebagai berikut. Dalam analisis berikut ini, penulis akan membandingkan kualitas daya ketika penyulang Gelas mendapat suplai dari GI Tele dan ketika penyulang Gelas mendapat suplai dari GI Tele dan PLTMH Aek Silang.
4.4.1
Data- Data yang diperlukan Panjang Penyulang
: ± 30 Km
Output PLTMH Aek Silang : 750 KW
Universitas Sumatera Utara
Jenis Penyulang
= AAAC 150 mm2
Daya beban Penyulang : ± 3.9 MW Dalam menganalisisnya, penulis juga menggunakan Tabel 4.2, yaitu untuk dapat menentukan besarnya impedansi saluran penyulang. Tabel 4.2
Konstanta Jaringan / SPLN 64 Tahun 1965
Luas Penampang (mm2) Impedansi (Ohm/Kms)
KHA (A)
XLPE 240
0.098 + j0.133
553
AAAC 240
0.1344 + j0.3158
585
AAAC 150
0.2162 + j0.3305
425
AAAC 70
0.4608 + j0.3572
210
AAAC 50
0.6452 + j0.3678
155
Berdasarkan tabel diatas maka dapat ditentukan impedansi saluran penyulang Gelas, yaitu (0.2162 + j0.3305) Ohm/kms.
4.4.2
Penyulang Gelas disuplai GI Tele dan PLTMH Aek Silang
Perhitungan Jatuh Tegangan pada Titik Akhir penyulang BUSBAR 20 KV
I Line Penyulang Gelas
Beban 3.9 MW
PLTMH AEK SILANG ( 750 KW )
Gambar 4.5 Catu Daya beban penuh hanya dari GI Tele
Universitas Sumatera Utara
Besar Arus saluran: IL
= 132 A (berdasar Tabel 4.1)
Impedansi total di sepanjang penyulang Gelas R total = R x L = 0.2162 x 30 = 6.486 Ohm X total = Z x L = 0.3305 x 30 = 9.915 Ohm Jatuh tegangan sirkit akhir penyulang Gelas pada saat beban puncak dapat dirumuskan sebagai berikut : V = 3 x I ( R cos φ + X sin φ ) L .......................... (4.2) Maka jatuh tegangan pada sirkit akhir penyulang Gelas : V = 1.73 x 132 ( (6.486 x 0.85) + (9.915 x 0.53) ) = 2.45 kV Perhitungan Rugi-Rugi di Sepanjang Saluran Perhitungan besar rugi-rugi daya aktif Untuk menghitung rugi-rugi daya aktif di sepanjang saluran dapat dirumuskan sebagai berikut : P = 3 Ifasa x R2 total .....…………………….. (4.3) Maka rugi-rugi daya aktif di sepanjang saluran penyulang Gelas sampai pada sirkit akhir penyulang adalah P = 3 x 132 x (6.486) 2 = 16.659 Kw
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan besar rugi-rugi daya reaktif Untuk menghitung rugi-rugi daya aktif di sepanjang saluran dapat dirumuskan sebagai berikut : P = 3 x Ifasa x X 2 total …………………….... (4.4) Maka rugi-rugi daya aktif di sepanjang saluran penyulang Gelas sampai pada sirkit akhir penyulang adalah P = 3 x 132 x (9.915) 2 = 38.929 KVar
4.4.3
Penyulang Gelas disuplai GI Tele Pada saat kondisi penyulang Gelas hanya disuplai oleh GI Tele, maka
suplai daya akan bertambah 0.75 MW (PLTMH Aek Silang tidak menyuplai daya pada sistem) sehingga beban yang akan disuplai GI adalah
Pdisuplai oleh GI = Ppenyulang + Poutput PLTMH Aek Silang = 3.9 MW + 0.75 MW = 4.65 MW
Maka pada perhitungan selanjutnya kita akan mendasarkan beban yang disuplai oleh GI Tele sebesar 4.65 MW.
Universitas Sumatera Utara
BUSBAR 20
I penyulang Penyulang Gelas
Beban 4.65 MW
PLTMH AEK SILANG ( 750 KW )
Gambar 4.6 Catu Daya beban Penuh Disuplai oleh GI Tele dan PLTMH Aek Silang
Perhitungan Jatuh Tegangan pada Titik Akhir Penyulang Besar Arus beban penyulang : IL
= P(Kw) /
3 x VL-L x Cos φ
= 4.65 MW / 1.73 x 20 x 0.85 = 158.1 A
Impedansi total untuk beban sebesar 4.65 MW tidak berubah di sepanjang penyulang Gelas. R total = 6.486 Ohm X total = 9.915 Ohm
Maka jatuh tegangan pada sirkit akhir penyulang Gelas dengan beban 3.95 MW : V = 3 x I ( R cos φ + X sin φ ) L V = 1.73 x 158.1 ( (6.486 x 0.85) + (9.915 x 0.53) ) = 2.945 kV
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan Rugi-Rugi di Sepanjang Saluran (Beban = 4.65 MW) Perhitungan besar rugi-rugi daya aktif Maka rugi-rugi daya aktif di sepanjang saluran penyulang Gelas sampai pada sirkit akhir penyulang adalah P = 3 x Ifasa x R 2 total P = 3 x 158.1 x (6.486) 2 = 19.952 Kw
Perhitungan besar rugi-rugi daya reaktif Maka rugi-rugi daya aktif di sepanjang saluran penyulang Gelas sampai pada sirkit akhir penyulang adalah P = 3 x Ifasa x X 2 total P = 3 x 158.1 x (9.915) 2 = 46.627 KVar Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan perbedaan kualitas daya akibat pemasangan PLTMH Aek Silang pada Penyulang Gelas Tabel 4.2
Perbedaan Kualitas Daya Akibat Pemasangan PLMTH Aek Silang Kualitas Daya Sebelum adanya Setelah adanya Pemasangan PLTMH Pemasangan PLTMH Arus beban (Ifasa) 158.1 A 132 A Jatuh Tegangan
2.95 kV
2.45 kV
Rugi –Rugi Daya Aktif
19.952 kW
16.659 kW
Rugi –Rugi Daya Reaktif
46.627 kVar
38.929 kVar
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil data dan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemanfaatan PLTMH Aek Silang sebagai salah satu aplikasi DG adalah sebagai sumber daya cadangan (backup power source) pada penyulang Gelas. 2. Interkoneksi PLTMH Aek Silang pada penyulang Gelas dapat memperbaiki jatuh tegangan pada titik akhir penyulang sekitar 1.3 KV, mengurangi rugi-rugi aktif saluran sekitar 27.89 KW dan rugi-rugi daya reaktif sekitar 9.38 Kvar. Maka dapat dikatakan kualitas daya pada titik akhir penyulang Gelas akan lebih baik.
5.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan adalah 1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengikutsertakan PLTMH Aek Sibundong dalam setiap analisis mengingat PLTMH tersebut juga diinterkoneksikan pada penyulang Gelas. 2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji keterandalan sistem proteksi penyulang akibat interkoneksi PLTMH Aek Silang.
Universitas Sumatera Utara