BAB III ANALISIS
Pada bab ini dipaparkan analisis yang dilakukan terhadap pengetahuan dan pemahaman dasar mengenai proses KM. Analisis yang dilakukan adalah terkait dengan pemahaman bahwa KM didasari oleh adanya interaksi sosial, organisasi pembelajar dalam konteks KM, pemahaman KM sebagai suatu sistem, identifikasi kebutuhan serta pendefinisian komponen KMS framework fokus pada manusia pada organisasi pembelajar.
III.1 Interaksi Sosial sebagai Dasar Knowledge Management Bila memperhatikan kembali pemahaman mengenai pengetahuan – dalam Tabel II-1 pada subbab II.1 – khususnya berdasarkan definisi yang disampaikan Standards Australia, dapat dipahami bahwa suatu pengetahuan sangat terkait erat dengan manusia. Hal senada juga disampaikan oleh Bellinger, et al. melalui hierarki DIKW – lihat subbab II.1.1 – bahwa keterkaitan dan perubahan antara data, informasi, knowledge, dan wisdom ditentukan oleh tingkat understanding. Lebih lanjut, dapat diperhatikan bahwa understanding merupakan suatu proses yang hanya dapat terjadi dalam diri manusia. Proses belajar manusia yang dilakukan dalam kesehariannya merupakan proses yang berbasis pada kegiatan sosial, yang kemudian disebut sebagai proses pembelajaran sosial – lihat subbab II.4. Proses pembelajaran sosial merupakan proses yang berdasarkan adanya interaksi antar manusia (interaksi sosial) dalam kehidupan sehariharinya. Lebih lanjut, proses belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan bentuk alami dari proses untuk mengelola pengetahuan [TRI07]. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa interaksi sosial yang dilakukan antar manusia merupakan hal yang mendasari KM. Seperti yang dinyatakan oleh Newman – pada subbab II.2.1 – bahwa untuk mengelola suatu pengetahuan, pengelolaan dilakukan terhadap proses atau perilaku yang terkait dengan pengetahuan, bukan terhadap pengetahuan tersebut secara langsung. Kemudian, pada model SECI milik Nonaka – pada subbab II.2.2 – dipahami bahwa pengetahuan III-1
III-2
sangat terkait dengan manusia dan juga tindakan manusia tersebut terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, interaksi sosial dapat dipahami sebagai tindakan manusia yang ditujukan untuk mengelola pengetahuan. Bila diperhatikan lebih lanjut, interaksi sosial merupakan proses yang tidak hanya menyebarluakan tetapi juga untuk meningkatkan pengetahuan manusia – hal tersebut sesuai dengan definisi pengetahuan yang digunakan. Proses interaksi sosial dilakukan melalui proses tatap muka ataupun komunikasi dalam keseharian manusia. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan serta berkembangnya peradaban manusia, penemuan dan kemajuan teknologi telah memiliki peran dalam interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia. Berikut ini dijelaskan mengenai peran manusia dan teknologi dalam proses interaksi sosial.
III.1.1 Peran Manusia dalam Interaksi Sosial Dalam interaksi sosial, secara sederhana dapat diperhatikan bahwa setiap individu akan berinteraksi dengan individu lain dalam kesehariannya. Lebih lanjut, sebagai makhluk sosial setiap individu dapat melakukan interaksi dengan beberapa individu lainnya dalam suatu konteks tertentu sehingga terbentuk suatu kumpulan individu (komunitas). Dengan demikian, secara umum, dapat diperhatikan bahwa pada setiap interaksi antar individu yang terjadi dalam suatu komunitas akan terjadi proses penyebarluasan (sharing) pengetahuan di dalamnya. Hubungan antara individu dengan komunitas tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar III-1.
Gambar III-1 Hubungan individu dan komunitas dalam sharing pengetahuan.
Berdasarkan hubungan tersebut, dapat diperhatikan peran yang dimiliki oleh setiap individu yang tergabung dalam komunitas, yaitu sebagai pengguna atau sebagai sumber pengetahuan yang dibutuhkan.
III-3
1. Individu sebagai pengguna pengetahuan dapat dilihat dalam tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut; setiap individu akan betindak berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. 2. Individu sebagai sumber pengetahuan dapat diperhatikan pada proses interaksi yang terjadi. Melalui interaksi yang terjadi akan terdapat pertukaran pengetahuan antar individu; pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi pengetahuan baru bagi individu lain. Lebih lanjut, bila diperhatikan juga pada hubungan antara individu dan komunitas, maka berdasarkan proses penyebarluasan pengetahuan yang terjadi, terdapat siklus aliran pengetahuan – dengan mengacu pada GKM (subbab II.2.1) – dengan adanya knowledge sharing antar individu dalam komunitas, knowledge creation dan knowledge retention di dalam diri individu, kemudian disebarluaskannya kembali pengetahuan melalui proses knowledge sharing yang memungkinkan adanya knowledge utilization oleh individu lain dalam komunitas.
III.1.2 Peran Teknologi dalam Interaksi Sosial Perkembangan teknologi informasi kini telah banyak berperan dalam mendukung kegiatan dalam kehidupan manusia. Dengan semakin berkembangnya kehidupan manusia, maka semakin luas pula wilayah interaksi sosial yang dapat dilakukan oleh manusia. Terkait dengan hal tersebut, teknologi berperan sebagai teknologi pendukung (supporting technology), khususnya terkait dengan proses komunikasi. Lebih lanjut, pemberdayaan teknologi tersebut dapat mendorong terjadinya koneksi (connections), komunikasi
(communications),
percakapan
(conversations),
dan
kolaborasi
(collaborations) [SKY07] – Gambar III-2.
Gambar III-2 Tingkatan pemberdayaan teknologi [SKY07].
Dalam pemberdayaan teknologi tersebut, setiap tingkatan atas sangat bergantung pada tingkatan yang berada bawahnya. Terkait dengan penyebarluasan pengetahuan, pada tingkatan terbawah pemberdayaan teknologi dibutuhkan untuk memungkinkan
III-4
terjalinnya koneksi antara sesama manusia ataupun dengan sumber pengetahuan lain sehingga dapat terjadi komunikasi. Kemudian pada tingkatan berikutnya, komunikasi yang baik dapat mendukung terciptanya percakapan sehingga memungkinkan terjadi suatu bentuk kolaborasi dalam proses pembelajaran. Melalui tingkat pemberdayaan teknologi tersebut maka memungkinkan terbentuknya proses kolaborasi, sebagai salah satu bentuk dari interaksi sosial, yang melintasi batas ruang/tempat (place) dan waktu (time). Dalam hal ini, dimungkinkan adanya proses kolaborasi dalam waktu yang bersamaan disebut sebagai proses kolaborasi secara sinkron (synchronous), ataupun sebaliknya yakni pada waktu yang berbeda disebut sebagai proses kolaborasi secara asinkron (asynchronous) serta proses kolaborasi pada tempat yang berbeda-beda (distributed). Pada Tabel III-1 dapat dipahami jenis kolaborasi yang memungkinkan dengan adanya dukungan teknologi informasi, yaitu: a. Kolaborasi synchronous terjadi pada tempat yang sama dan waktu yang sama, misalnya diskusi, forum, meeting rooms, dsb. b. Kolaborasi asynchronous terjadi pada tempat yang sama tetapi pada waktu yang berbeda, misalnya information board, bulletin board system, dsb. c. Kolaborasis distributed synchronous terjadi pada tempat yang berbeda tetapi dalam waktu yang sama, misalnya video conference, instant messenger, dsb. d. Kolaborasi distributed asynchronous terjadi pada tempat yang berbeda dan pada waktu berbeda, misalnya email, voice mail, dsb. Tabel III-1 Jenis proses kolaborasi berdasarkan waktu dan tempat [ABD05]
Place
Time Same
Different
Same
Synchronous
Asynchronous
Different
Distributed Synchronous
Distributed Asynchronous
III.2 Organisasi Pembelajar dalam Konteks Knowledge Management Bila memperhatikan definisi organisasi pembelajar yang disampaikan oleh Garvin – lihat subbab II.4.1 – dan penjelasan KM oleh Holm, Bhatt, dan Tjakraatmadja – lihat subbab II.2 – maka terdapat keterkaitan antara konsep organisasi pembelajar dan konsep pengelolaan pengetahuan. Pemaparan oleh Holm dan Bhatt selaras dengan pemaparan
III-5
oleh Garvin terkait dengan penjelasan aktivitas dalam organisasi pembelajaran, sedangkan pemaparan oleh Tjakraatmadja menjelaskan mengenai tujuan dari KM dalam organisasi pembelajar. Pada dasarnya pemaparan KM oleh Holm dan Bhatt sejalan dengan proses-proses pada aliran pengetahuan dalam GKM, yaitu knowledge creation, retention, sharing, dan utilization – lihat subbab II.2.1. Aktivitas utama organisasi pembelajar milik Garvin dapat dipetakan terhadap proses-proses pada aliran pengetahuan dalam GKM – lihat Tabel III-2 – sehingga dapat dipahami organisasi pembelajar sebagai suatu bentuk organisasi yang mendukung KM di dalamnya. Tabel III-2 Pemetaan antara aktivitas utama organisasi pembelajaran terhadap general knowlege model
No. 1
2
3
4 5
Aktivitas Utama Organisasi Pembelajar (David Garvin) Pemecahan masalah secara sistematis; dengan menggunakan pola pikir sistem (system thinking) dan metode ilmiah dalam mendiagnosa suatu masalah, bekerja berdasarkan fakta yang ada dan juga penggunaan pendekatan statistik dalam mengelola data dan memberikan suatu kesimpulan. Penggunaan ataupun uji coba pendekatanpendekatan (approaches) baru – menjamin terjadinya inovasi, kreativitas, serta suatu dorongan untuk berani mengambil risiko. Pembelajaran terhadap pengalaman atau sejarah – melakukan indentifikasi pengalaman (keberhasilan dan/atau kegagalan) di masa lalu sebagai proses pembelajaran dan perbaikan untuk masa yang akan datang. Pembelajaran terhadap best practices dan pengalaman orang lain. Penyebarluasan pengetahuan secara cepat dan efisien di dalam organisasi – dapat berupa suatu bentuk laporan, tugas dinas, rotasi anggota, pelatihan, dsb.
General Knowledge Model [NEW00] Knowledge creation Knowledge utilization
Knowledge creation Knowledge utilization
Knowledge creation Knowledge retention Knowledge utilization
Knowledge utilization Knowledge transfer
Pemetaan aktivitas organisasi pembelajar terhadap aliran pengetahuan dalam GKM pada Tabel III-2 dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pada aktivitas nomor 1, proses knowledge utilization diperhatikan dalam pemecahan masalah secara sistematis sehingga didapatkan suatu kesimpulan, sebagai hasil dari knowledge creation.
III-6
b. Pada aktivitas nomor 2, penggunaan suatu pendekatan-pendekatan (approaches) merupakan bentuk dari knowledge utilization. Adanya suatu inovasi dan kreativitas menunjukkan terjadinya knowledge creation pada aktivitas organisasi. c. Pada aktivitas nomor 3, suatu pembelajaran dapat dipahami sebagai bentuk knowledge utilization dan knowledge creation, kemudian dilakukan knowledge retention sebagai upaya pembelajaran dan perbaikan di masa yang akan datang. d. Pada aktivitas nomor 4, pembelajaran terhadap best practices ataupun pengalaman orang lain, dipahami sebagai knowledge utilization terhadap pengetahuan yang sudah ada. e. Pada aktivitas nomor 5, penyebarluasan pengetahuan merupakan bentuk dari knowledge transfer. Marquardt [KIN99] menjelaskan bahwa salah satu subsistem yang dapat mendasari organisasi pembelajar adalah proses pembelajaran (learning) – lihat subbab II.4.2. Pada subsistem yang dimaksudkan tersebut, proses pembelajaran dalam organisasi pembelajar dapat diperhatikan sebagai proses yang bertingkat dari proses pembelajaran pada tingkat individu, proses pembelajaran pada tingkat grup sampai dengan proses pembelajaran pada tingkat organisasi. Proses pembelajaran individu secara sederhana merupakan proses belajar yang dilakukan oleh individu dan ditujukan untuk kebutuhan individu itu sendiri, umumnya melalui proses belajar mandiri, wawasan, dan observasi. Pembelajaran grup merupakan proses pembelajaran yang terjadi dalam suatu grup, dapat berupa proses kerja tim, kolaborasi, pelatihan, dsb. Pembelajaran organisasi merupakan proses belajar yang didasari adanya komitmen yang menyeluruh dalam perusahaan untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan produktivitas [KIN99]. Pembelajaran bertingkat – mulai dari tingkat individu, grup, dan organisasi – yang disampaikan oleh Marquardt dapat digambarkan berdasarkan pada model SECI milik Nonaka – Gambar III-3 – dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Proses Socialization. Dapat dipahami bahwa pengetahuan (tasit) terdapat dalam pikiran seorang individu dan umumnya disebarluaskan melalui kontak langsung/tatap muka antar individu. Pada proses socialization ini, individu (i) dalam organisasi saling berinteraksi langsung dan berbagi (sharing) pengetahuan antara satu dengan lainnya. 2. Proses Externalization. Setelah adanya berbagi pengetahuan dalam proses socialization, pengetahuan seorang individu (i) telah disebarluaskan dan mulai
III-7
dipahami oleh berbagai individu yang terkumpul dan membentuk suatu grup (g). Dengan demikian, pengetahuan individu dapat didokumentasikan dan dapat dipelajari serta dipahami sebagai pengetahuan grup. 3. Proses Combination. Pengetahuan (eksplisit) yang telah dimiliki dari berbagai grup (g) dapat dikumpulkan dan digabungkan/diintegrasikan sehingga dapat menjadi sebuah pengetahuan bersama yang dapat mendukung organisasi (o) secara menyeluruh. 4. Proses Internalization. Pengetahuan yang dimiliki kemudian dapat dipelajari oleh individu (i) melalui proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan dalam konteks grup (g) ataupun organisasi (o). Dalam lingkungan pembelajaran organisasi, pengetahuan tasit dapat dipahami sebagai suatu pengetahuan yang masih dimiliki oleh (individu) anggota organisasi dengan berlandaskan pada hasil pembelajaran, suatu pengalaman, dan kepercayaan/keyakinan (beliefs), sedangkan pengetahuan eksplisit dapat dipahami sebagai suatu pengetahuan yang telah divalidasi (validated), diketahui, dan dipahami bersama dalam organisasi tersebut.
Legend i: individual g: group o: organization Gambar III-3 Pembelajaran organisasi dalam Model SECI [GRU05].
Berdasarkan ilustrasi pembelajaran bertingkat tersebut, proses pembelajaran sampai dengan tingkat organisasi dapat dipahami sebagai akumulasi proses pembelajaran individu yang saling berinteraksi dalam organisasi sehingga tercipta proses berbagi pengetahuan antar anggota organisasi yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi. Lebih lanjut perlu dipahami bahwa proses pembelajaran organisasi memiliki karakteristik yang sama dengan proses pembelajaran individu, hanya saja
III-8
berbeda pada tingkat kompleksitasnya; proses pembelajaran organisasi terjadi karena terdapatnya penyampaian dan penerimaan (penyebarluasan) pengetahuan antar anggota organisasi; dan proses pembelajaran organisasi dimotivasi dengan adanya lingkungan pembelajaran yang kondusif [TJA06].
III.3 Knowledge Management sebagai Suatu Sistem Terkait dengan pemahaman terhadap sistem, Alter menjelaskan bahwa sistem adalah sebuah kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tujuan [ALT02, hal.8]. Berdasarkan definisi tersebut, pada prinsipnya terdapat karakteristik suatu sistem yang tertuang pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Komponen merupakan entitas penyusun sebuah sistem; suatu ssistem tidak akan berjalan tanpa adanya komponen tersebut. Komponen dalam sistem dapat berupa benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus. 2. Interaksi antar komponen, merupakan hubungan yang terdapat antara komponen yang satu dan yang lainnya dalam sistem. 3. Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai melalui interaksi antar komponen. 4. Lingkungan dipahami sebagai tempat dan kondisi penerapan/keberadaan sistem tersebut. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa suatu sistem bersifat dedicated (ditujukan) untuk suatu lingkungan tertentu.
III.3.1 Pendefinisian sistem Pada pelaksanaan tugas akhir ini, pemahaman yang digunakan terhadap KM adalah bahwa KM merupakan sebuah konsep yang mencakup proses penciptaan, penyimpanan, penyebarluasan, dan penggunaan pengetahuan. Suatu konsep akan dapat menjadi kenyataan melalui penerapannya ke dalam suatu sistem. Dalam hal ini, sistem penerapan konsep KM disebut sebagai Knowledge Management System (KMS). Definisi KMS yang banyak disampaikan oleh beberapa penulis umumnya sangat terkait erat dengan penerapan teknologi informasi, salah satunya definisi KMS yang disampaikan oleh Alavi dan Leidner, seperti yang dijelaskan pada subbab II.3. Pendefinisian tersebut mengisyaratkan seolah-olah hanya teknologi yang berperan dalam sistem yang ditujukan untuk melakukan pengelolaan terhadap pengetahuan.
III-9
Berdasarkan hal tersebut, dalam tugas akhir ini, KMS dipahami dengan fokus pada manusia pada organisasi pembelajar. Pendekatan tersebut ditujukan untuk memahami KMS dengan lebih ditekankan pada aspek manusia, sehingga diharapkan didapatkan pemahaman KMS yang mencakup aspek manusia dan aspek teknologi di dalamnya. Fokus pada manusia pada organisasi pembelajar didapatkan bahwa pemberdayaan pengetahuan oleh manusia didasarkan adanya interaksi antar manusia, dalam hal ini khususnya terkait dengan suatu lingkungan organisasi pembelajar. Dengan memahami pemaparan sebelumnya dan juga dengan mengadopsi definisi yang telah disampaikan oleh Alavi dan Leidner, pemahaman KMS yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk mendukung dan meningkatkan proses penciptaan, penyimpanan, penyebarluasan, dan penggunaan pengetahuan berdasarkan adanya proses interaksi manusia dan juga penggunaan teknologi di dalamnya. Dalam hal ini, pemahaman dasar mengenai “sistem” pada KMS adalah dengan memperhatikan keterlibatan dan peran manusia serta keterkaitannya dengan teknologi yang digunakan, atau dengan kalimat lain, KMS tidak hanya difokuskan pada aspek teknologi, tetapi juga perlu melibatkan aspek manusia di dalamnya [EIS02, DEL04, WII04, AKH05, GRA06].
III.3.2 Komponen sistem Untuk mendefinisikan komponen KMS fokus pada manusia pada organisasi pembelajar, dilakukan dengan memperhatikan komponen KMS yang telah diusulkan oleh Setiarso pada subbab II.3 dan juga terkait dengan subsistem organisasi pembelajar yang disampaikan oleh Marquardt pada subbab II.4.2. Pendefinisian terhadap komponen KMS fokus pada manusia pada organisasi pembelajar dilakukan dengan mengadopsi usulan komponen-komponen KMS yang disampaikan oleh Setiarso. Terhadap usulan komponen KMS tersebut akan dikaitkan dengan subsistem organisasi pembelajar. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pada pemahaman bahwa konsep mengenai organisasi pembelajar menjadi model lingkungan sistem yang mendukung terlaksananya KM. Adapun pemaparannya adalah sebagai berikut:
III-10
1. Komponen Manusia Pada penjelasan mengenai komponen Manusia yang disampaikan oleh Setiarso lebih ditekankan pada jabatan/pekerjaaan anggota organisasi secara struktural. Jika dikaitkan dengan subsistem organisasi pembelajar milik Marquardt, maka dapat
terkait
dengan
subsistem
Organisasi
dan
Manusia.
Dengan
memperhatikan bahwa KMS merupakan sistem yang berdasarkan adanya interaksi sosial, maka dalam hal ini komponen Manusia dipahami sebagai aktor utama yang berperan dalam sistem. 2. Komponen Proses Pada penjelasan yang disampaikan oleh Setiarso proses dalam KMS merupakan penerapan model SECI milik Nonaka. Terhadap subsistem organisasi pembelajar milik Marquardt, maka subsistem Pembelajaran dan Pengetahuan dapat dikaitkan dengan komponen Proses. Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, digunakan istilah Proses Pengetahuan, dengan mengadopsi aliran pengetahuan pada GKM. 3. Komponen Teknologi Mengenai komponen Teknologi, terdapat keselarasan antara penjelasan oleh Setiarso dan Marquardt yaitu pemberdayaan teknologi untuk mendukung terlaksananya KM. Hal tersebut juga sesuai dengan peran teknologi dalam interaksi sosial – lihat subbab III.1.2. 4. Komponen Isi (Content) Setiarso menekankan mengenai komponen ini terkait dengan penyediaan database dan dokumen yang dibutuhkan oleh anggota (karyawan) organisasi untuk menjalankan tugas. Terkait dengan penjelasan oleh Marquardt, maka komponen Isi menyangkut mengenai sumber daya pengetahuan dalam organisasi. Dalam hal ini, digunakan istilah Artefak Pengetahuan. Keterkaitan dari pemaparan empat komponen di atas dapat digambarkan melalui Tabel III-3 berikut. Tabel III-3 menunjukkan keterkaitan antara usulan komponen KMS oleh Setiarso, subsistem organisasi pembelajar oleh Marquardt, dan komponen KMS yang digunakan dalam konteks tugas akhir ini.
III-11
Tabel III-3 Keterkaitan komponen KMS
Usulan Komponen KMS (B. Setiarso) Komponen Manusia Komponen Proses Komponen Teknologi Komponen Isi (Content)
Subsistem Organisasi Pembelajar (M. Marquardt) Subsistem Organisasi Subsistem Manusia Subsistem Pembelajaran Subsistem Pengetahuan Subsistem Teknologi Subsistem Pengetahuan
Komponen KMS yang digunakan Manusia Proses Pengetahuan Teknologi Artefak Pengetahuan
III.3.3 Interaksi Interaksi antar komponen yang terjadi digambarkan pada Gambar III-4 berikut.
Gambar III-4 Interaksi antar komponen KMS
Pada Gambar III-4 tersebut, digambarkan bahwa Manusia melakukan Proses Pengetahuan untuk menghasilkan Artefak Pengetahuan. Dalam melakukan Proses Pengetahuan, juga dapat digunakan Artefak Pengetahuan yang telah dihasilkan sebelumnya. Penggunaan Teknologi ditujukan untuk mendukung Proses Pengetahuan.
III.3.4 Tujuan Tujuan dari KMS dapat diperhatikan berdasarkan definisi KM yang disampaikan oleh Tjakraatmadja [TJA06] – lihat subbab II.2. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dari definisi yang diberikan tersebut, tujuan dari suatu KMS adalah untuk mendukung manusia dalam melakukan proses KM (penciptaan, penyimpanan, penyebarluasan, dan penggunaan pengetahuan) untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan daya kompetitif yang dimilikinya.
III-12
III.3.5 Lingkungan Berdasarkan pada pemahaman mengenai organisasi pembelajar dalam subbab III.2, dapat diperhatikan bahwa proses pembelajaran sebagai bentuk proses KM dipengaruhi oleh lingkungan (lingkungan pembelajaran). Dengan demikian, lingkungan penerapan sistem dapat mempengaruhi keberhasilan sistem. Dalam hal ini, lingkungan yang dimaksudkan dalam penerapan KMS adalah lingkungan pembelajaran tempat manusia melakukan interaksi sosial sebagai proses pembelajaran.
III.4 Identifikasi Kebutuhan Knowledge Management System Berdasarkan pendefinisian KMS yang terdapat pada subbab III.3, maka KMS yang dalam konteks tugas akhir ini didasarkan pada pemahaman interaksi sosial dan juga konsep organisasi pembelajar. Terkait dengan hal tersebut, dapat dipahami mengenai karakteristik interaksi sosial sebagai proses pembelajaran manusia dan konsep organisasi pembelajar sebagai model lingkungan pembelajaran. Dengan demikian, pemahaman tersebut dapat diidentifikasikan sebagai kriteria kebutuhan (requirement) KMS dengan fokus pada manusia pada organisasi pembelajar. Karakteristik yang diperhatikan dipaparkan sebagai berikut: 1. Aktivitas utama organisasi pembelajar merupakan aktivitas yang ditujukan sebagai KM. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat terlaksana dalam lingkungan yang kondusif untuk melakukan proses belajar dan penyebarluasan pengetahuan – lingkungan pembelajaran. 2. Proses belajar manusia pada dasarnya merupakan proses dalam konteks sosial. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa proses belajar melibatkan dua atau lebih individu yang saling berinteraksi. 3. Dalam proses penciptaan ataupun penyebarluasan pengetahuan melibatkan penggunaan bersama sumber pengetahuan yang dibutuhkan. 4. Penyebarluasan pengetahuan antar individu dapat terlaksana berlandaskan adanya kepercayaan (trust) dan kesamaan perhatian atau minat (common concern). 5. Beragamnya proses pembelajaran, akan mempengaruhi bentuk komunikasi, interaksi, dan kolaborasi antar individu dalam suatu komunitas.
III-13
Dengan memperhatikan pemaparan di atas, maka kebutuhan KMS dengan fokus pada manusia pada organisasi pembelajar dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kebutuhan untuk komunikasi dikarenakan pada dasarnya proses belajar merupakan proses dalam konteks interaksi sosial. Dengan adanya komunikasi yang baik maka memungkinkan terciptanya hubungan yang baik antar individu sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan serta kesamaan tujuan. 2. Kebutuhan proses penyimpanan dan pengaksesan sumber pengetahuan. Suatu pengetahuan perlu untuk disimpan dikarenakan dapat digunakan atau dibutuhkan untuk masa yang akan datang, selain itu suatu pengetahuan yang telah tercipta akan lebih bermanfaat apabila dapat disebarluaskan dan digunakan bersama. 3. Kebutuhan teknologi untuk mendukung proses KM sebagai sarana pendukung (supporting technology) sehingga memungkinkan adanya kemudahan serta proses yang lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini, teknologi dapat ditujukan untuk mendukung khususnya untuk proses komunikasi dan penyimpanan serta penggunaan sumber pengetahuan. Lebih lanjut, berdasarkan kebutuhan yang telah dijelaskan, perlu diperhatikan mengenai system precondition dan system enablers. Kedua hal tersebut menjadi hal-hal yang akan menunjang keberlangsungan dan keberhasilan KMS.
III.4.1 System Preconditions Beberapa prekondisi yang mendasari terselenggaranya proses KM adalah sebagai berikut: 1. Adanya kesamaan perhatian atau minat (common concern) sehingga dapat menumbuhkan kesamaan tujuan. Kesamaan minat dan tujuan antar individu dapat menciptakan suatu lingkungan interaksi individu (komunitas). 2. Adanya sikap saling percaya (trust) satu dengan lainnya yang muncul dari kesamaan tujuan dan minat yang dimiliki. Lebih lanjut kesamaan tujuan tersebut dapat mendorong terbentuknya kerja sama yang efektif. 3. Adanya komunikasi yang baik berlandaskan pada sikap saling percaya sehingga dapat tercipta budaya saling berbagi (sharing) dan pembelajaran yang efektif serta lingkungan pembelajaran yang kondusif.
III-14
III.4.2 System Enablers Enabler pada KMS framework fokus pada manusia pada organisasi pembelajar dapat dipahami sebagai sarana yang akan mendukung pengelolaan pengetahuan. Enablers yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: 1. Sarana komunikasi yang memungkinkan untuk menghubungkan antar individu walaupun berada pada lokasi yang berbeda. Sarana komunikasi dapat dipergunakan untuk berbagai hal, misalnya memungkinkan terjadinya pertukaran informasi ataupun sebagai sarana untuk penyebarluasan pengetahuan. 2. Sarana untuk melakukan proses interaksi antar individu sehingga dapat memungkinkan terciptanya proses pembelajaran ataupun bentuk kolaborasi. Dalam hal ini dapat dipahami adanya pemberdayaan sarana komunikasi yang digunakan tidak hanya sebatas untuk pertukaran informasi tetapi juga sampai pada tahap kerjasama jarak jauh. 3. Sarana untuk penyimpanan dan pengaksesan sumber pengetahuan yang memungkinkan untuk menyimpan suatu pengetahuan dan kemudian dapat diambil kembali ataupun diakses oleh individu lain sebagai sumber pengetahuan yang dibutuhkan. Sarana ini merupakan sarana yang mendukung penyebarluasan (sharing) pengetahuan.
III.5 Pendefinisian Komponen Konseptual Knowledge Management System Framework Perancangan KMS framework dengan fokus pada manusia pada organisasi pembelajar dilakukan berdasarkan kebutuhan yang telah diidentifikasikan sebelumnya pada subbab III.4. Framework dipahami sebagai suatu struktur kognitif yang digunakan untuk mengelola pemikiran mengenai suatu domain tertentu. Dalam framework digambarkan konsep-konsep yang bersinggungan dengan domain dan memberikan arahan mengenai keterkaitan antara konsep-konsep tersebut sehingga dapat memberikan suatu pemahaman dasar mengenai domain yang sedang dibahas [DAV06]. Berdasarkan pemaparan mengenai KMS dengan fokus pada manusia pada organisasi pembelajar, dalam konteks tugas akhir ini perancangan framework ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai keterkaitan konsep KM dan konsep organisasi pembelajar sebagai suatu sistem (KMS) berdasarkan interaksi sosial. Dalam melakukan
III-15
pendefinisian komponen framework, akan didasarkan pada penjelasan pada subbab III.3 dan III.4. Komponen yang terdapat dalam rancangan KMS framework menggambarkan komponen-komponen yang terdapat dalam KMS serta keterkaitan antara komponenkomponen KMS tersebut. Pemaparan mengenai pendefinisian komponen dalam KMS framework adalah sebagai berikut: 1. Manusia Pemahaman mengenai manusia bisa menjadi sangat luas karena manusia merupakan makhluk yang sangat kompleks. Dalam perancangan framework ini, komponen Manusia yang dimaksudkan difokuskan berdasarkan perannya dalam interaksi sosial. Dengan demikian Manusia dipandang sebagai individu dan komunitas dengan memiliki perannya masing-masing. 2. Proses Pengetahuan Proses Pengetahuan merupakan proses yang dilakukan terhadap pengetahuan berdasarkan pada aliran pengetahuan pada GKM – seperti yang telah dipaparkan pada subbab II.2.1. 3. Artefak Pengetahuan Artefak Pengetahuan dipahami sebagai suatu representasi dari pengetahuan yang digunakan untuk ataupun yang dihasilkan pada proses pengetahuan. 4. Teknologi Teknologi dipahami sebagai teknologi yang digunakan untuk mendukung dan membantu proses pengetahuan yang dilakukan oleh manusia. 5. Lingkungan Pembelajaran Lingkungan pembelajaran dipahami sebagai lingkungan tempat penerapan KMS. Dalam hal ini, didasari pada pemahaman bahwa sistem bersifat dedicated, sehingga lingkungan pembelajaran dipahami sebagai lingkungan yang mendasari dan menunjang terlaksananya penerapan KMS.