Bab III
INTERAKSI GALAKSI
III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat berupa galaksi dengan galaksi, galaksi dengan satelit galaksi, galaksi dengan awan gas, dan masih banyak kemungkinan yang lain. Untuk kasus yang terjadi pada galaksi (misal pada dua buah galaksi), proses interaksi akan memberikan pengaruh kepada kedua galaksi yang berinterkasi tersebut. Besarnya pengaruh yang ditimbulkan satu sama lain dipengaruhi oleh beberapa parameter, salah satunya adalah massa galaksi. Galaksi dengan massa lebih besar akan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap galaksi dengan massa yang lebih kecil. Meskipun demikian, massa galaksi bukanlah satu-satunya parameter yang berperan dalam proses interaksi. Pada intinya, saat suatu galaksi berinteraksi, baik itu dengan sesama galaksi maupun dengan obyek lain, galaksi tersebut akan mengalami gangguan yang berpotensi mengubah kestabilan sistem galaksi secara keseluruhan. Untuk lebih memberikan penjelasan mengenai interaksi galaksi, kita dapat meninjau proses dinamik yang terjadi saat interaksi berlangsung.
III.1.1 Dynamical Friction Dynamical friction pertama kali diperkenalkan oleh Chandrasekhar pada tahun 1943. Ilustrasi dynamical friction secara sederhana adalah yang terjadi pada sebuah obyek masif yang bergerak dalam ruang tak berhingga dan homogen dimana di dalamnya terdapat obyek-obyek dengan massa rendah. Pada kasus ini akan terjadi interaksi gravitasi antara obyek masif ini dengan obyek-obyek bermassa rendah tersebut. Saat interaksi gravitasi terjadi, obyek yang lebih masif akan menarik obyek-obyek bermassa rendah tersebut. Tarikan ini akan
30
menyebabkan laju dari obyek masif yang bergerak dalam ruang tak berhingga tersebut menjadi teredam, dalam hal ini akan melambat. Kasus dynamical friction terjadi pada bermacam-macam benda langit seperti pada bintang, gugus bintang, maupun pada galaksi. Meskipun terjadi pada obyek yang berbeda-beda, proses dynamical friction yang terjadi tidaklah berbeda. Pada intinya, dynamical friction menyebabkan perlambatan yang disebabkan oleh tarikan gravitasi. Dynamical friction dan hubungannya dengan galaksi terjadi saat ada peristiwa mendekatnya sebuah obyek, baik galaksi maupun obyek lain, menuju ke sebuah galaksi yang lain seperti yang ditunjukkan pada gambar III.1. Peristiwa mendekatnya dua buah obyek ini disebut dengan encounter. Ketika encounter terjadi, sebagian dari energi yang digunakan untuk gerak mendekat (gerakan maju) dipindahkan menjadi gerakan komponen-komponen di dalam obyek yang mendekat itu sendiri. Setelah nantinya salah satu obyek tersebut melewati obyek yang lain dan saling menjauh maka gerakan maju yang terjadi akan menjadi lebih lambat. Ilustrasi gambar di bawah ini menampilkan proses encounter yang terjadi antara dua buah obyek langit, dalam hal ini sebagai contoh adalah galaksi dengan galaksi.
Gambar III.1 Sebuah galaksi dengan massa M yang bergerak dengan kecepatan V sedang melintas dekat sebuah bintang dengan massa m yang berada di galaksi lain yang berjarak b dari lintasan galaksi dengan massa M – Sparke & Gallagher, 2000.
Skema di atas menunjukkan proses encounter yang terjadi di antara dua galaksi. Saat galaksi dengan massa M melintas dekat dengan bintang dengan massa m, perubahan kecepatan, baik dalam arah sejajar maupun arah tegak lurus,
31
akan terjadi. Perubahan kecepatan pada arah tegak lurus yang dialami oleh galaksi bermassa M adalah:
∆V⊥ =
2Gm . bV
(III.1)
Agar pada saat proses encounter terjadi galaksi bermassa M dan bintang bermassa m tak bergerak mendekat secara signifikan satu sama lain, maka nilai b yang merupakan jarak antara lintasan galaksi bermassa M dengan bintang bermassa m haruslah jauh lebih besar dari ukuran galaksi bermassa M (core radius rc << b) dan V, nilai kecepatan melintas galaksi bermassa M, haruslah cepat pula. Maka nilai b haruslah:
b >>
2G ( M + m) ≡ 2rs , V2
(III.2)
dimana saat M = m, rs disebut sebagai strong encounter radius. Bintang bermassa m pada galaksi kedua haruslah mendapat momentum yang sama besar namun arahnya berlawanan sehingga energi kinetik total pada arah tegak lurus adalah:
2
2
M 2Gm m 2GM 2G 2 mM ( M + m) ∆KE⊥ = . + = b 2V 2 2 bV 2 bV
(III.3)
Obyek dengan massa yang lebih rendah akan memperoleh sebagian besar dari energi kinetik yang dihasilkan ini. Energi ini hanya dapat dihasilkan dari gerak maju oleh benda dengan massa M yang nantinya akan menghasilkan perubahan kecepatan yang sejajar arah gerak benda bermassa M dengan nilai ∆V||. Jauh sebelum dan setelah encounter terjadi, energi potensial bernilai kecil, maka kita dapat menyamakan energi kinetik untuk memperoleh persamaan:
2
M 2 M mM V = ∆KE ⊥ + (V + ∆V|| ) 2 + ∆V|| . 2 2 2m
(III.4)
32
Namun, bila ∆V|| << V, nilai ∆V||2 dapat diabaikan untuk memperoleh nilai perlambatan yang terjadi pada obyek bermassa M oleh:
− ∆V|| ≈
∆KE ⊥ 2G 2 m( M + m) . = MV b 2V 3
(III.5)
Dari persamaan di atas diperoleh bahwa semakin besar nilai M, maka energi kinetik yang ditransfer kepada obyek bermassa m akan semakin membesar sebanding dengan nilai M2 sehingga gerak maju galaksi bermassa M akan mengalami perlambatan secara lebih cepat. Semakin cepat galaksi bermassa M melintas, akan semakin kecil pula waktu yang diperlukan untuk melakukan transfer energi ke obyek dengan massa m. Hal ini membuat perlambatan juga akan semakin kecil. Pada interaksi yang terjadi antara dua buah galaksi, galaksi dengan massa yang lebih besar (galaksi M), akan memberikan pengaruh kepada galaksi yang dilewatinya. Meskipun pada awalnya galaksi bermassa M hanya memberikan pengaruh pada salah satu komponen galaksi yang dilewatinya, yaitu bintang yang berada paling dekat dengan lintasan galaksi M, sebenarnya galaksi M ini memberikan pengaruh yang dirasakan bintang-bintang lain yang berada di galaksi yang dilaluinya itu. Saat pertama kali galaksi bermassa M berinteraksi dengan galaksi yang dilaluinya, galaksi bermassa M ini hanya akan mempengaruhi salah satu bintang dari galaksi yang dilaluinya. Saat bintang pada galaksi yang dilaluinya ini terganggu, maka bintang-bintang lain juga akan mengalami gangguan sehingga potensial pada galaksi yang dilalui pun akan terganggu. Dengan kata lain bila salah satu bintang anggota galaksi terganggu maka akan menimbulkan gangguan pada galaksi tersebut secara keseluruhan. Bila galaksi bermassa M melintasi sebuah galaksi lain yang memiliki n buah bintang bermassa m per parsec kubik (m / pc3), maka untuk memperoleh perlambatan kita dapat melakukan integrasi untuk semua bintang yang terdapat pada galaksi yang dilalui tersebut:
33
−
bmax dV 2G 2 m( M + m) 4π G 2 ( M + m) = ∫ nV 2 = π bdb nm ln Λ , bmin dt b 2V 3 V2
(III.6)
dimana Λ = bmax / bmin . Nilai bmin didefinisikan sebagai strong encounter radius rs dan bmax didefinisikan sebagai jarak dimana kerapatan bintang-bintang menjadi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kerapatan bintang-bintang pada galaksi bermassa M. Perlambatan yang didefinisikan oleh persamaan di atas disebut dynamical friction karena bersifat mengerem gerakan apapun yang relatif terhadap bintang-bintang latar belakang. Semakin lambat galaksi melaju, akan semakin lambat pula perlambatan yang terjadi. High-speed encounter antara dua buah galaksi akan menghasilkan energi yang lebih sedikit dibanding yang diperoleh dari gerakan majunya dibanding bila encounter terjadi pada kecepatan yang relatif rendah. Hal ini berlaku bila kita mengabaikan gerakan acak bintang-bintang bermassa m dibandingkan dengan gerakan maju galaksi bermassa M. Jika gerak acak bintangbintang tersebut tak diabaikan, maka tarikan akan berkurang. Bila dispersi kecepatan bintang-bintang pada galaksi kedua jauh lebih besar dibanding nilai V, maka kita akan memperoleh dV / dt ∞ V . Bintang-bintang yang mendapatkan energi cukup besar akan dapat terlepas dari gravitasi galaksi induknya sehingga akan terlepas dari galaksi induknya. Perumusan mengenai perlambatan yang terjadi dapat diaplikasikan pada kasus satelit galaksi yang mengorbit kepada galaksi induk yang massanya lebih besar. Semakin lama, orbit satelit galaksi ini akan meluruh membentuk spiral ke arah dalam hingga membuat jarak antara kedua galaksi akan semakin dekat. Frictional force tak bergantung kepada massa galaksi tetapi bergantung kepada rapat massa galaksi. Semakin masif satelit galaksi, akan semakin cepat pula mengalami perlambatan dibanding satelit galaksi yang kurang masif. Contohnya adalah Large Magellanic Cloud (LMC) yang sangat mungkin akan bergabung dengan galaksi Bimasakti dalam waktu beberapa gigayears.
34
III.1.2 Tidal Interaction Pada contoh kasus di atas, perlambatan yang terjadi selama proses dynamical friction akan menyebabkan peluruhan orbit galaksi yang melintas (galaksi bermassa M) menjadi bergerak membelok secara spiral ke arah dalam. Hal ini membuat jaraknya semakin dekat dengan galaksi pasangannya. Saat orbit galaksi bermassa M membelok secara spiral ke arah dalam, akan timbul suatu efek pasang surut di antara kedua galaksi yang berinteraksi, disebut dengan tidal interaction. Tidal interaction berpengaruh kepada komponen yang menyusun kedua galaksi yang mengalami tidal interaction dimana komponen-komponen penyusun galaksi akan saling merenggang (menjauh) sehingga menimbulkan ruang yang lebih besar dalam galaksi tersebut
(dalam kasus galaksi, ruang
tersebut adalah ruang antar bintang). Tidal interaction dapat ditinjau pada galaksi yang melakukan encounter. Pada saat encounter antara dua buah galaksi terjadi, galaksi yang didekati (selanjutnya akan disebut sebagai galaksi target) akan terpengaruh oleh galaksi yang melewatinya (meskipun sejatinya kedua buah galaksi akan saling mempengaruhi). Sebuah galaksi dengan massa M yang diasumsikan berupa point source (bukan extended source) yang mendekati galaksi target akan melakukan interaksi gravitasional dengan galaksi targetnya dimana kedua buah galaksi memiliki jarak D dan galaksi target memiliki radius r dan diameter d (ditunjukkan oleh gambar III.2). Tidal force sendiri diekspresikan dengan persamaan: Ftide ≈ GMd / D3.
(III.7)
Tidal force ini akan berkurang dengan sangat signifikan bila jarak antara kedua obyek yang berinteraksi semakin besar. Sedangkan formulasi untuk potensial bila galaksi pasangan berada pada bidang yang sama dan diasumsikan distribusi massanya spherical adalah: V = -GM (r2 + D2 -2rD cosθ)-1/2.
(III.8)
35
Secara logika, bagian dari galaksi target yang jaraknya lebih dekat dengan galaksi bermassa M mendapatkan pengaruh yang lebih besar dibanding bagian galaksi target yang lain. Tetapi kenyataannya, nantinya bagian dari galaksi target yang terkena dampak paling besar dari galaksi M juga akan mempengaruhi bagian galaksi target lainnya.
Gambar III.2 Skema dari prinsip tidal interaction antara dua buah galaksi selama encounter terjadi – Combes, Boissé, Mazure, Blanchard, 2001.
Kedua buah galaksi (baik galaksi target ataupun galaksi bermassa M) tidaklah diam tetapi bergerak terhadap pusat gravitasi dari keduanya. Tiap partikel bereaksi terhadapnya oleh gaya inersia pada kerangka acuan galaksi. Hal ini menyebabkan galaksi akan memiliki gaya f0. Selain itu, partikel-partikel di titik P akan mengalami gaya terhadap galaksi M sebesar fP. Dari pernyataan-pernyataan ini, maka tidal force dapat diekspresikan sebagai Ftide = f P − fO , sehingga potensial untuk mendefinisikan tidal force yang terjadi pada tiap titik di galaksi target dapat dituliskan sebagai:
36
Vtot (r ,θ ) = −
GM GM + 2 r cos θ + C . 1/ 2 (r + D − 2rD cos θ ) D 2
2
(III.9)
Suku pertama dari persamaan (III.9) menggambarkan potensial yang berhubungan dengan fP sedangkan suku kedua menggambarkan potensial yang berhubungan dengan f0 dan suku ketiga merupakan konstanta yang muncul karena proses integrasi. Bila persamaan (III.9) diekspansi sampai dengan orde ke-2 dalam r / D, maka potensialnya akan menjadi:
GM r 3r 2 r2 + + + + ... + 2 r cos θ 1 cos θ cos 2 θ 2 2 4D 4D D D r3 GM r 2 1 3 cos 2 =C− + + θ O 3 . D D2 4 4 D
Vtot (r ,θ ) = −
GM D
(III.10)
Persamaan (III.8) memunculkan bentuk cos 2θ yang menggantikan bentuk cos θ. Hal ini menunjukkan bentuk bisymetrical, dimana θ adalah azimuth dari bidang galaksi. Adapun dampak dari tidal effect adalah munculnya dua kutub gangguan yang menjelaskan pembentukan dari dua buah lengan spiral pada galaksi target. Gangguan potensial ini memiliki kebergantungan azimuthal yang sama dengan bar tetapi memiliki kebergantungan yang berbeda dalam hal radial (ditunjukkan oleh gambar III.3). Potensial dari bar akan menurun dengan suatu nilai yang pasti dimulai dari radius tertentu, rmax, sampai dengan bagian tepian galaksi dimana potensial yang diakibatkan tidal force tidak berhenti meningkat dalam r2 (ditunjukkan oleh gambar III.4) Kedua kutub gangguan berotasi dengan kecepatan sudut Ωp.
37
Gambar III.3 Perbandingan antara potensial bar dan tidal interaction dengan galaksi pasangan bermassa M. Kebergantungan azimuth akan sama sepanjang bar berada lurus paralel dengan sumbu yang menyatukan kedua buah galaksi yang berinteraksi – Combes, Boissé, Mazure, Blanchard, 2001.
Gambar III.4 Perbandingan antara potensial bar dan tidal interaction. Kebergantungan radial akan berbeda pada jarak yang besar dari bagian pusat galaksi, dimana penagruh dari bar akan melemah, sedangkan pengaruh dari galaksi pasangan akan meningkat. (µ adalah rasio massa dari galaksi pasangan) – Combes, Boissé, Mazure, Blanchard, 2001.
38
Pada kenyataannya, galaksi-galaksi di alam semesta memiliki inklinasi satu terhadap yang lain yang ditunjukkan pada gambar III.5 (meskipun mungkin ada juga yang terletak pada bidang yang sama). Hal ini akan membuat galaksigalaksi yang melakukan encounter kemungkinan akan mendapat pengaruh yang berbeda dimana memungkinkan terjadinya gerakan vertikal. Pada kasus galaksi pasangan memiliki bidang orbit dengan sudut inklinasi i terhadap bidang galaksi target, partikel-partkiel yang terletak di galaksi target yang berjarak r dari pusat galaksi akan mengalami gaya vertikal terhadap bidang galaksi sebesar:
Fz = D sin iGM ( D 2 + r 2 − 2rD cos θ cos i ) −3/ 2 − D −3 3 GM r sin 2i cos θ . = 2 D2 D
(III.11)
Gambar III.5 Tidal force yang tegak lurus terhadap bidang galaksi dimana bidang orbit galaksi pasangan bermassa M memiliki sudut inklinasi i (sudut antara xOy dan yOm) terhadap bidang galaksi target – Combes, Boissé, Mazure, Blanchard, 2001.
Sin i menunjukkan proyeksi partikel-partikel pada galaksi pasangan yang memiliki sudut inklinasi terhadap bidang orbit galaksi target. Hal inilah yang
39
disebut sebagai gaya vertikal yang dihitung pada saat galaksi pasangan berada pada titik tertinggi dari bidang galaksi target. Tidal force akan dihasilkan sebagai nilai dari GMr / D 3 (seperti pada bidang galaksi) dan kebergantungannya tak lagi bisymetrical. Pada galaksi spiral atau S0, gerak vertikal ini akan dapat menambah ketebalan bagian piringan galaksi. Meskipun suatu galaksi berinteraksi, galaksi tersebut nantinya tetap akan berada pada keadaan yang setimbang sesuai dengan Teorema Virial. Saat suatu galaksi tunggal (yang belum mengalami interaksi) berada pada keadaan setimbang didekati
oleh
galaksi
lain
sehingga
memungkinkan
terjadi
interaksi,
kesetimbangannya akan terganggu. Meskipun demikian , nantinya galaksi tersebut akan menciptakan suatu keadaan kesetimbangan yang baru sehingga galaksi tersebut tetap akan berada pada keadaan yang setimbang (tervirialisasi). Dalam keadaan tervirialisasi, haruslah dipenuhi bahwa pε 0 = −2κε 0 dimana κε 0 adalah energi kinetik pada salah satu galaksi sebelum encounter terjadi dan pε0 adalah energi potensial. Maka energi dalam ε 0 haruslah bernilai:
ε 0 = κε 0 + pε 0 = −κε 0 .
(III.12)
Adanya dynamical friction meningkatkan energi pada gerak acak bintang sehingga berdampak pada perubahan energi dalam galaksi sesuai dengan ∆κε . Keterikatan gravitasi dalam galaksi akan menurun sehingga galaksi akan mengembang. Lalu jauh setelah encounter terjadi, galaksi akan kembali berada pada keadaan setimbang (tervirialisasi) dan energi kinetiknya akan berkurang dari energi kinetik sebelumnya, menjadi:
κε1 = −(ε 0 + ∆κε ) = κε 0 − ∆κε .
(III.13)
Hal ini membuat bintang-bintang yang memperoleh energi paling banyak akan terlepas dari gravitasi galaksi dan bergerak keluar galaksi. Sedangkan bintangbintang yang memperoleh sedikit energi akan tetap berada dalam galaksi namun
40
menjadi tak terikat secara kuat dan akan bertindak sebagai bagian luar dari galaksi. Bila dua buah galaksi disky saling melewati satu sama lain dengan kecepatan yang tinggi (700-1200 km/s) yang merupakan tipikal kecepatan galaksi pada gugus galaksi yang rapat, galaksi-galaksi tersebut dapat dikatakan mustahil untuk saling melambatkan gerakan galaksi pasangannya dan menjadi satu galaksi yang terikat. Kedua galaksi akan tetap bergerak masing-masing dan akan menjauh setelah proses encounter terjadi. Namun peristiwa ini dapat membuat komponen disk kedua buah galaksi berbeda bentuknya dibanding saat sebelum interaksi, dapat menimbulkan pola lengan spiral atau mungkin bar yang tak terdapat sebelumnya. Proses dinamik di atas menjelaskan bahwa galaksi yang saling melewati satu sama lain akan lebih berada dalam keadaan yang lebih mungkin terganggu bila mereka saling melewati dengan kecepatan yang relatif lambat (tidak lebih besar dari dispersi kecepatan bintang-bintang yang ada di dalamnya). Bila orientasi disk galaksi yang berinteraksi berada pada keadaan yang sejajar satu sama lain dan galaksi-galaksi tersebut berotasi pada arah yang sama, kita akan dapat melihat pengaruh yang kuat. Di sisi galaksi yang dekat dengan gangguan, rotasi dari disk akan menghilangkan banyak gerak relatif dari sistem dua buah galaksi ini. Hal ini akan membuat bintang-bintang dan gas akan memerlukan waktu yang lama untuk dekat dengan daerah gangguan. Bintang-bintang dan gas ini menerima momentum sudut dan energi yang akan memaksa bintang-bintang dan gas ini untuk membentuk orbit yang baru. Bila dua buah galaksi disky mendekat, orbit yang baru ini menarik materi keluar sampai pada jarak yang sangat jauh. Bila encounter telah mengalirkan cukup energi dari gerakan orbital galaksi-galaksi untuk membuat mereka terikat satu sama lain, galaksi-galaksi ini nantinya kemungkinan akan melakukan merge. Gambar III.6 berikut ini adalah salah satu simulasi komputer bagaimana terjadinya proses merging galaksi.
41
Gambar III.6 Skema merging galaksi dari simulasi komputer pasangan galaksi NGC 4676. Gambar kiri adalah gerakan galaksi-galaksi pada bidang orbit awalnya. Gambar tengah adalah gambar bila dipandang sepanjang garis pandang. Gambar kanan menunjukkan kecepatan radial (Vr) partikel-partikel pada tiap deklinasi – Sparke & Gallagher, 2000.
Gambar III.6 di atas menunjukkan proses merging yang sedang terjadi dimana tampak materi-materi yang terlempar keluar badan disk galaksi, disebut dengan tidal tails. Materi-materi yang terlempar keluar ini tak akan jatuh kembali ke dalam galaksi induknya, setidaknya dalam waktu beberapa gigayears. Proses dinamik inilah (dynamical friction dan tidal interaction) yang merupakan beberapa sebab mengapa galaksi-galaksi memiliki bentuk yang aneh.
42
Salah satu keanehan yang ditimbulkan adalah tidal tails ini. Pada galaksi tunggal yang tak mengalamai interaksi, tak ditemukan profil seperti ini.
III.2 Potensial pada Galaksi yang Mengalami Interaksi Berdasarkan Nilai r / D Pada hakekatnya, galaksi merupakan sebuah sistem yang stabil (berada dalam keadaan tervirialisasi). Dapat dikatakan bahwa galaksi tunggal, yang menjalani tahapan evolusinya tanpa dipengaruhi galaksi lain, akan dapat terus berada pada keadaan yang stabil. Namun kenyataannya di alam semesta banyak galaksi yang mengalami interaksi dengan obyek lain (misal: galaksi). Proses interaksi ini akan mengganggu kestabilan yang telah dibangun oleh galaksi. Dengan kata lain proses interaksi akan menyebabkan gangguan pada galaksi yang saling berinteraksi. Bila ada sebuah galaksi dengan massa M (diasumsikan sebagai point mass) bergerak mendekat terhadap galaksi target (yang diasumsikan terbentuk dari partikel-partikel yang tersebar dari pusat galaksi) seperti yang dideskripsikan oleh gambar III.2 dan berjarak D satu sama lain, maka di setiap titik seharusnya akan terjadi gangguan yang menyebabkan berubahnya nilai potensial di setiap titik. Perubahan nilai potensial ini berkorelasi dengan beberapa besaran, antara lain nilai θ yang merupakan azimuth dari bidang galaksi dan nilai r yang merupakan jarak partikel dari pusat galaksi target. Persamaan (III.10) yang diperoleh dari persamaan (III.9) menjelaskan bagaimana hubungan antara potensial dengan sudut θ dan radius r. Hubungan yang diberikan oleh persamaan (III.9) adalah:
Vtot (r ,θ ) = −
GM GM + 2 r cos θ + C . 1/ 2 (r + D − 2rD cos θ ) D 2
2
(III.9)
Dimana bila persamaan (III.9) diekspansikan sampai pada orde ke-2, potensial akan dihasilkan persamaan (III.10):
43
GM GM r 3r 2 r2 + + ... + 2 r cos θ cos 2 θ 1 + cos θ + 2 2 4D 4D D D D r3 GM r 2 1 3 cos 2 =C− + + θ O 3 . D D2 4 4 D
Vtot (r ,θ ) = −
(III.10)
Persamaan (III.10) memiliki komponen 2θ yang menunjukkan pola bisymetrical seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. D dan M adalah besaran jarak dan massa dimana nilainya konstan sehingga dari persamaan (III.10), kita akan memperoleh nilai potensial V sebagai fungsi dari r dan θ. Nilai r yang mempengaruhi V dapat pula dituliskan dalam bentuk r / D. Oleh karena V hanya bergantung kepada nilai r / D dan θ, maka kita dapat memplot grafik antara V terhadap r / D dan V terhadap θ. Mengacu kepada tugas akhir Andika Putra Pratama (2007) tentang analisis kurva potensial galaksi yang berinteraksi, diperoleh contoh kurva potensial galaksi yang tertuang dalam kurva potensial galaksi terhadap r / D dimana nilai r / D berubah pada rentang r / D = 0.01 – 0.1 dan 0.1 – 1 dimana nilai θ berubah-ubah mulai dari 0 – 2 π rad dengan nilai π = 3.14.
Plot Kurva Potensial V Terhadap θ dengan Variasi r / D Persamaan III.10 yang menunjukkan potensial memiliki beberapa besaran yang nilainya konstan, yaitu G, M, dan D. Oleh karena itu kita dapat menyederhanakan perumusan potensial saat kita ingin memperoleh kurva potensial antara V terhadap θ. Perumusan potensial untuk ekspansi sampai dengan orde ke-2 akan menjadi:
V (θ ) =
r2 1 3 + cos 2θ . 2 D 4 4
(III.14)
Dengan penyederhanaan ini kita akan memperoleh kurva potensial V terhadap θ dengan variasi nilai r / D. Kurva potensial V terhadap θ dengan variasi r / D antara 0.01 – 0.1 ditunjukkan oleh gambar III.7 sebagai berikut:
44
-3
Potensial V (Teta)
10
Potensial V Terhadap Sudut Teta
x 10
r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D =
5
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
0
-5
0
1
2
3
4 Sudut Teta
5
6
7
8
Gambar III.7 Kurva potensial V terhadap θ (dalam radian) dengan variasi nilai r / D = 0.01 – 0.1 sampai dengan orde ke-2 – Pratama, 2007.
Tabel III.1 Tabel nilai maksimum dan minimum V terhadap θ (dalam radian) dengan variasi nilai r / D = 0.01 – 0.1 sampai dengan orde ke-2 – Pratama, 2007. R/D 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
Vmax 0.0001 0.0004 0.0009 0.0016 0.0025
Vmin -0,00005 -0.0002 -0.00045 -0.0008 -0.00125
r/D 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
Vmax 0.0036 0.0049 0.0064 0.0081 0.01
Vmin -0.0018 -0.00245 -0.0032 -0.00405 -0,005
Sedangkan untuk kurva potensial V terhadap θ dengan variasi nilai r / D antara 0.1 – 1 ditunjukkan dengan gambar III.8 sebagai berikut:
45
Potensial V Terhadap Sudut Teta 1 r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D = r/D =
Potensial V
0.5
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
0
-0.5
0
1
2
3
4 Sudut Teta
5
6
7
8
Gambar III.8 Kurva potensial V terhadap θ (dalam radian) dengan variasi nilai r / D = 0.1 – 1 sampai dengan orde ke-2 – Pratama, 2007.
Tabel III.2 Tabel nilai maksimum dan minimum V terhadap θ (dalam radian) dengan variasi nilai r/D = 0.1 – 1 sampai dengan orde ke-2 – Pratama, 2007. R/D 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Vmax 0.01 0.04 0.09 0.16 0.25
Vmin -0.005 -0.02 -0.045 -0.08 -0.125
r/D 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Vmax 0.36 0.49 0.64 0.81 1
Vmin -0.18 -0.245 -0.32 -0.405 -0.5
Dua kurva potensial di atas (gambar III.7 dan gambar III.8) diperoleh dari persamaan potensial sampai pada ekspansi orde ke-2. Nilai 2θ membuat potensial akan maksimum pada saat θ = 0 dan θ = π dan akan minimum saat θ = π / 2 dan θ = 3π / 2, bagaimanapun nilai r / D yang diberikan. Dari tabel III.1 dan III.2 dapat dilihat nilai potensial maksimum dan minimum dimana semakin tinggi nilai r / D, akan semakin tinggi pula nilai potensial maksimum yang dihasilkan dan semakin rendah pula nilai potensial minimum. Kurva potensial di atas menunjukkan potensial yang dihasilkan dengan variasi nilai r / D dan θ bila persamaan (III.9) diekspansikan sampai dengan orde ke-2.
46