BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode – metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews2 yang menggunakan prosedur coba – coba (trial and error) dalam menentukan nilai Pe di dalam plot log (Pws – Pe) dengan waktu tutup sumur (Δt); Merill-KazemiGogarty3 yang memperhitungkan gradasi saturasi akibat perbedaan sifat dan karakteristik fluida yang diinjeksikan dan fluida reservoir; LP Bown4 yang juga memperhitungkan gradasi saturasi seperti metode MKG dengan koreksi bahwa storage ratio tidak mempengaruhi kemiringan garis lurus kedua pada plot semilog tekanan dengan waktu.
3.4.
Metode Hazebroek – Rainbow – Matthews Hazebroek – Rainbow – Matthews2 mengemukakan sebuah metode analisa
uji sumur injeksi untuk kondisi falloff dengan memberlakukan asumsi – asumsi : o Pada suatu lapisan horizontal dengan ketebalan yang konstan seperti pada Gambar 3.1, dan volume porinya mengandung minyak, gas, dan air pada saturasi connate (Soi, Sgi dan Swc). Ketika air diinjeksikan pada laju yang konstan, gas dan minyak akan terdesak keluar sampai saturasi gas yang tersisa adalah saturasi gas tersisa, Sgr. Sejumlah minyak yang terdorong disebut displaced oil sampai saturasi minyak tersisa ,Sor.
17
Gambar 3.1. Profil saturasi model HRM.2 o Daerah di dekat sumur injeksi didominasi oleh air yang membentuk water bank dengan bentuk radial dan sumur berada di tengah lingkaran tersebut. Tepat setelah batas antara air dan minyak, terdapat oil bank dengan bentuk radial yang konsentrik (titik pusat lingkaran sama) dengan water bank seperti diilustrasikan pada Gambar 3.2
re
Gambar 3.2 Skema model water bank dan oil bank HRM. 2 o Sedangkan dalam kajiannya, ada dua kasus utama yang dibahas yaitu mobilitas air dan minyak adalah sama (mobility ratio, M=1) dan mobilitas air dan minyak berbeda (M ≠ 1) .
18
3.1.1 Mobilitas air dan minyak sama (M=1) Sifat fluida dianggap tak termampatkan (incompressible) kecuali pada saat awal injeksi2. Persamaan distribusi tekanan pada reservoir dengan fluida yang tak termampatkan adalah (3.1) Jari – jari muka batas luar fluida dapat dicari dengan asumsi bahwa volume pori yang tadinya terisi oleh gas, terdesak oleh minyak yang terdesak oleh air yang diinjeksikan pada suatu waktu t, yaitu
(3.2)
Kemudian untuk tidak membingungkan dengan adanya tanda negatif pada laju injeksi (qi), Persamaan 3.1 disusun ulang menjadi (3.3) dengan qi dalam tanda positif. Kemudian apabila sumur ditutup selama waktu tc, jari – jari batas luar minyak membesar sampai sama dengan yang dicari dengan Persamaan 3.2 dan mengganti t = tc. Sehingga tekanan di formasi memenuhi persamaan distribusi (3.4) Setelah penutupan sumur injeksi, fluida yang mengalir ke dalam formasi hanyalah air yang ada di dalam tubing atau casing dan dalam laju yang mengecil. Jumlah air ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlah fluida yang ada di dalam formasi. Meskipun jari – jari batas luar air yang diinjeksikan membesar akibat adanya ekspansi air yang termampatkan, besar ekspansi ini dianggap kecil dan sesuai dengan asumsi fluida yang tak termampatkan atau sedikit termampatkan
19
(slightly compressible). Akibat dari hal ini, maka jari – jari batas luar fluida dianggap tetap setelah dilakukan penutupan sumur injeksi, dan besar tekanan alir dasar sumur setelah pendistribusian tekanan sudah stabil, adalah sebagai berikut (3.5) dengan nilai re tetap. Untuk menjaga laju alir qi konstan, diperlukan analisa terhadap tekanan di permukaan. Sesaat setelah sumur ditutup, ada dua kemungkinan perubahan pada tekanan di permukaan, yaitu
a. Tekanan di permukaan menurun secara perlahan dan seluruh lubang sumur tetap dipenuhi oleh air. Aliran fluida ke dalam formasi (afterflow) hanya disebabkan ekspansi air termampatkan karena penurunan tekanan. Karena jumlahnya sangat kecil, dianggap tidak terjadi afterflow. Hal seperti ini biasanya terjadi pada reservoir yang mempunyai tekanan tinggi. b. Tekanan dipermukaan langsung turun menjadi nol pada waktu yang singkat setelah sumur ditutup dan tinggi kolom air di dalam lubang sumur langsung turun. Jumlah air yang masuk ke dalam formasi (afterflow) sama dengan jumlah pengurangan ketinggian permukaan air dari ujung atas lubang sumur sampai ketinggian permukaan air terakhir. Jumlah aliran akibat ekspansi air dapat dianggap tidak ada karena jumlahnya kecil dibandingkan dengan perubahan ketinggian permukaan air.
Apabila tekanan permukaan pada saat adanya aliran afterflow adalah Ph dan tekanan alir dasar sumur Pwf, maka tekanan alir dasar sumur sesaat setelah sumur ditutup Untuk kasus A (tidak terjadi afterflow) (3.6)
20
Untuk kasus B (terjadi afterflow) (3.7) Apabila Persamaan 3.6 dan 3.7 diturunkan terhadap waktu, maka
(3.8)
di mana, untuk kasus A (3.9) dengan (Pwf – Ph) dianggap sama dengan tekanan hidrostatik , ρgzo.2 Untuk kasus B (3.10) Sehingga tekanan dasar sumur dan tekanan reservoir (pada saat r = rw) dapat dihubungkan dengan (3.11) Persamaan 3.4 sampai 3.11 ini kemudian dicari solusinya, di dapat (3.12) Persamaan di atas dapat didekati dengan persamaan (3.13)
Untuk kebutuhan praktis, suku pertama dari deret eksponensial Persamaan 3.13 sudah cukup memberikan hasil nilai permeabilitas dan faktor skin. Dengan membandingkan suku pertama dari deret eksponensial Persamaan 3.12 dan 3.13, didapat hubungan
21
(3.14) yang dapat direduksi menjadi (3.15) Dengan mendapatkan nilai kh ini, maka dengan menggunakan Persamaan 3.3 yang dimodifikasi dalam satuan lapangan, diperoleh (3.16) dengan
(3.17)
Sedangkan nilai C1, C2 dan C3 untuk kasus A (3.18) (3.19) (3.20) Untuk kasus B (3.21) (3.22) (3.23) Untuk kedua kasus, (3.24)
22
Nilai f(θ) didapat dari Gambar 3.32 dan tekanan dasar sumur dan tekanan permukaan harus diambil pada saat sumur ditutup (tc).
Gambar 3.3 Kurva f(θ)2 Pada kasus A dan beberapa kasus B, nilai C1, C2 , C3 dan θ biasanya kecil sehingga f(θ) dapat diambil pada f(0) = 181. Hal ini berarti menghilangkan efek afterflow. Sehingga Persamaan 3.15 dapat ditulis menjadi (3.25)
3.1.2 Mobilitas Air dan Minyak berbeda (M ≠ 1) Untuk kasus mobilitas air dan minyak yang berbeda, dibatasi bahwa afterflow tidak terjadi dan fluida yang ada adalah tak termampatkan atau sedikit termampatkan. Hal ini untuk memudahkan pencarian solusi. Apabila hal ini terpenuhi, maka tekanan di daerah water bank, P1, dan tekanan di daerah oil bank, P2, pada saat injeksi adalah sebagai berikut2
23
(3.26) (3.27) dengan (3.28) (3.29)
Selanjutnya untuk menganalisa tekanan setelah dilakukan penutupan sumur, fluida dapat dianggap termampatkan (compressible). Tekanan dianggap memenuhi Persamaan 3.4 dan jari – jari batas luar, re, konstan setelah dilakukan penutupan, sehingga2
(3.30) Seperti halnya pada kasus terdahulu, untuk kebutuhan praktis, suku pertama dari deret eksponensial Persamaan 3.30 sudah cukup memberikan hasil nilai permeabilitas dan faktor skin. Sehingga didapatkan2 (3.31) (3.32) Sedangkan dalam satuan lapangan, (3.33) (3.34) dengan (3.35)
24
Untuk mencari nilai F, didapat dengan menggunakan Gambar 3.4, 3.5 dan 3.6 dengan nilai (3.36) (3.37) dimana sebelum fill-up, (3.38) Nilai C1, C2 , dan C3 tidak digunakan karena asumsi tidak adanya afterflow. Akan tetapi, dapat juga dihitung dulu nilai C1 untuk memeriksa apakah metode yang di atas dapat dilakukan atau tidak. Disarankan, metode untuk M ≠ 1 ini dilakukan apabila, C1 ≤ 1. Faktor skin dapat dihitung dengan memodifikasi Persamaan 3.26 dalam satuan lapangan menjadi2 (3.39) Berikut ini adalah gambar – gambar yang digunakan untuk menentukan nilai F sebagai fungsi mobility ratio (M) dengan parameter Ro dan perbandingan kompresibilitas minyak dan air (γ). Perbandingan kompresibilitas minyak dan air (γ) di sini hanya untuk γ = 1, γ = 2 dan γ = 4. Untuk nilai γ yang lain, dapat menggunakan teknik interpolasi maupun ekstrapolasi.
25
Gambar 3.4, Kurva untuk menentukan nilai F sebagai fungsi mobility ratio (M) dengan parameter Ro untuk reservoir dengan γ = 1.2
26
Gambar 3.5, Kurva untuk menentukan nilai F sebagai fungsi mobility ratio (M) dengan parameter Ro untuk reservoir dengan γ = 2.2
27
Gambar 3.6, Kurva untuk menentukan nilai F sebagai fungsi mobility ratio (M) dengan parameter Ro untuk reservoir dengan γ = 4.2
28
3.5.
Metode Merrill – Kazemi – Gogarty Merrill – Kazemi – Gogarty3, menyatakan bahwa uji sumur falloff dapat
digunakan untuk beberapa tujuan dengan memanfaatkan perbedaan sifat dan karakteristik fluida yang diinjeksikan, serta fluida reservoir yang menimbulkan ketidakkontinyuan saturasi antara daerah yang didominasi fluida yang diinjeksikan dan daerah yang didominasi fluida reservoir. Sebagai contoh sistem ini adalah reservoir yang sedang di injeksi air, reservoir gas yang dilakukan pembakaran in-situ dan reservoir yang dilakukan injeksi gas untuk penyimpanan gas, pengaturan tekanan dan sebagainya. Fungsi uji sumur falloff biasanya dipakai untuk mendeteksi jarak radius muka batas air - minyak, dan juga untuk menentukan sifat reservoir baik yang berada di zona yang dibelakang maupun zona yang di depan batas tersebut. Kemiringan (slope) dari segmen garis lurus pertama pada plot semilog tekanan dan waktu, biasanya digunakan untuk menentukan mobilitas zona pertama. Akan tetapi, kemiringan ini bisa jadi terpengaruhi oleh adanya fenomena wellbore storage. Sedangkan kemiringan dari segmen di luar daerah pertama, biasanya digunakan untuk menentukan sifat zona yang lain. Garis lurus ini sebetulnya fungsi dari mobility dan specific storage dari kedua fluida (yang diinjeksikan dan fluida resevoir). Oleh karena itu, seharusnya kemiringan ini tidak dapat digunakan secara langsung untuk menghitung mobility fluida yang diinjeksikan. Waktu penyimpangan dari segmen garis lurus pertama, Δtf1*, bisa jadi dipengaruhi oleh muka batas air - minyak. Dengan menganggap waktu penyimpangan tak berdimensi, ΔtDf1*, adalah konstan pada beberapa reservoir, jarak muka batas ini ditentukan dengan (3.40)
29
Akan tetapi, pada kenyataannya ΔtDf1* tidak konstan dan merupakan fungsi dari mobility ratio dan specific storage ratio. Oleh karena itu, asumsi konstan tadi dapat memberikan kesalahan hasil yang mengakibatkan kesalahan interpretasinya.
3.2.1 Model Sistem Model dari sistem akibat adanya perbedaan sifat fluida injeksi dan fluida reservoir adalah seperti pada Gambar 3.7
Gambar 3.7 Model sistem3
Pada Gambar 3.7 di atas, zona 1 adalah daerah yang didominasi oleh fluida yang dinjeksikan, berbentuk radial dengan jari – jari rf1. Sedangkan daerah yang didominasi oleh fluida reservoir yang terdesak oleh fluida yang diinjeksikan, dalam hal ini minyak adalah zone 2 dengan jari – jari rf2. Zone 3 adalah daerah dimana sifat reservoirnya masih asli, belum terpengaruh oleh adanya injeksi. Radius terluar, re, tergantung dari lokasi dan pola sumur yang berpengaruh pada injeksi. Untuk banyak kasus, seperti reservoir yang terisi penuh oleh cairan ataupun sistem injeksi gas ataupun reservoir tiga zona yang jari – jari zona 2, rf2,
30
jauh lebih besar dibandingkan dengan jari – jari zona 1, rf1, zona 2 dan zona 3 adalah sama, sehingga dapat disederhanakan menjadi reservoir dengan dua zona saja.
3.2.2 Reservoir dengan Dua Zona Reservoir tiga zona dapat disederhanakan menjadi reservoir dua zona apabila serupa dengan yang disebutkan di atas. Gambar 3.8, 3.9 dan 3.10 adalah plot tekanan tak berdimensi dan waktu tak berdimensi dari uji sumur falloff dengan sifat fluida yang berbeda – beda sesuai dengan yang ada di dalam gambar – gambar tersebut.
Gambar 3.8 Tekanan falloff hasil simulasi untuk sistem dua zona, mobility ratio lebih besar dari satu3
31
Gambar 3.9 Tekanan falloff hasil simulasi untuk sistem dua zona, mobility ratio sama dengan satu3
Gambar 3.10 Tekanan falloff hasil simulasi untuk sistem dua zona, mobility ratio lebih kecil dari satu3
32
Pada gambar – gambar tersebut, dibagi menjadi empat segmen yaitu segmen A yang menggambarkan bagian waktu dimana data tekanan sangat dipengaruhi oleh wellbore storage. Segmen B menggambarkan bagian waktu dimana terjadi transien tekanan mengalir secara radial pada zona 1 ( zona yang didominasi fluida penginjeksi ). Kemiringan pada segmen ini dapat digunakan untuk menentukan sifat reservoir pada zona 1. Segmen C adalah bagian waktu di mana transien tekanan mengalami transisi dari zona 1 ke zona 2. Segmen D adalah di mana transien tekanan dipengaruhi oleh sifat – sifat dari kedua zona dan juga adanya efek batas. Gambar 3.11 dan 3.12 adalah plot yang menggambarkan efek dari mobility ratio dan specific storage ratio terhadap perbandingan kemiringan (slope) pada segmen D dengan kemiringan pada segmen A. Mobility ratio (M) didefinisikan sebagai berikut (3.41) dan specific storage ratio (3.42) dengan notasi 1 adalah milik dari fluida yang diinjeksikan, sedangkan notasi 2 adalah sifat dari fluida yang didesak.
33
Gambar 3.11 Efek mobility ratio dan storage ratio pada slope ratio3
Gambar 3.12 Crossplot dari Gambar 3.113
34
Dengan ketergantungan slope ratio (m2/m1) terhadap mobility ratio dan specific storage ratio, maka titik pertemuan antara kedua garis kemiringan tersebut, ΔtDfx, juga dipengaruhi oleh kedua efek tersebut. Gambar 3.13 menggambarkan ΔtDfx, sebagai fungsi slope ratio dengan specific storage ratio menjadi parameternya.
Gambar 3.13. Korelasi untuk menentukan dimensionless intersection time3
Efek mobility ratio (M) direfleksikan oleh penyebaran data, oleh karena itu, parameter yang digunakan adalah specific storage ratio. Untuk slope ratio yang lebih kecil dari satu, maka data berada dalam satu daerah dimana specific storage ratio tidak mempunyai pengaruh. Contoh sistem specific storage ratio lebih kecil dari satu adalah injeksi air pada reservoir dengan kompresibilitas minyaknya tinggi. Sedangkan contoh dari sistem yang mempunyai specific storage ratio di atas satu adalah injeksi gas ataupun injeksi air untuk minyak dengan kompresibilitas yang rendah.
35
Dengan memodifikasi Persamaan 3.40, yaitu mengganti Δtf1* dengan Δtfx, dan ΔtDf1* dengan ΔtDfx menjadi
(3.43)
kita dapat menentukan jari – jari muka batas zone 1, apabila kita memiliki data specific storage (φ Ct)1. Prosedur yang dipakai adalah a. Dari data plot semilog tekanan falloff, didapatkan kemiringan m1, kemiringan m2 dan dapat dicari slope ratio (m2/m1). Juga bisa didapatkan
Δtfx, merupakan titik pertemuan dua garis lurus. Untuk mencari mobility ratio 1, λ1, dengan menggunakan persamaan (3.44) dengan qi adalah laju injeksi, Bi adalah faktor volume formasi fluida yang B
diinjeksikan, dan h adalah ketebalan lapisan b. Perkirakan specific storage (φ Ct)2 dan hitung specific storage ratio [(φ Ct)2 /(φ Ct)1] c. Baca waktu deviasi tak berdimensi, ΔtDfx, dari Gambar 3.13 d. Dengan Persamaan 3.44, jari – jari muka batas zone 1 dapat kita tentukan. Apabila kita tidak memiliki data specific storage (φ Ct)1, maka prosedurnya akan dijelaskan nanti.
3.2.3 Wellbore Storage (Afterflow) Seperti yang sudah dijelaskan pada Gambar 3.8, 3.9 dan 3.10, pada segmen A, kemiringan dari plot semilog tersebut dipengaruhi oleh adanya wellbore storage. Wellbore storage ini menurut Kazemi et.al6, dapat menutupi
36
segmen garis lurus ini bahkan sampai ketika titik deviasi (jarak batas zona 1) tercapai. Ini dapat terjadi apabila perubahan ketinggian permukaan fluida yang diinjeksi pada lubang sumur turun drastis dari ketinggian semula (ujung atas lubang sumur). Apabila hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan kemiringan yang di dapat lebih besar dari kemiringan yang di dapat apabila efek wellbore storage tidak ada. Untuk mengatasi hal itu, perlu diturunkan nilai wellbore storage maksimum supaya efek ini tidak merusak hasil analisa. Menurut Ramey7, waktu tak berdimensi yang dicapai ketika efek wellbore storage dapat diabaikan adalah (3.45) dengan waktu tutup sumur tak berdimensi, ΔtD
(3.46) dan konstanta wellbore storage tak berdimensi, CD (3.47) Menurut Merrill – Kazemi – Gogarty, sebaiknya efek wellbore storage dapat dihilangkan pada minimal satu skala log sebelum pengaruh batas fluida terasa. Dengan mendefiniskan waktu tak berdimensi untuk mencapai sampai efek batas fluida terasa, ΔtD*, dapat ditulis (3.48) (3.49) sehingga (3.50)
37
atau dapat juga ditulis (3.51) Nilai C ini sebagai nilai wellbore storage maksimum yang diijinkan sehingga tidak mengganggu kemiringan segmen B (m1) 3.2.4 Metode untuk Memperkirakan Saturasi Air Uji sumur falloff pada beberapa sistem dilakukan dengan prosedur coba – coba (trial and error) untuk menentukan sifat reservoir zona 1 dan zona 2 juga letak ketidakkontinyuan, rf1. Untuk injeksi air, lokasi batas air dan minyak dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung dari data yang ada, yaitu
a. Persamaan material balance (3.52)
b. Persamaan intersection time (3.53)
Untuk sebagian besar pemakaian, hanya variabel mobilitas fluida yang diinjeksikan, λ1, dan waktu titik persimpangan garis kemiringan, Δtfx, yang dapat ditentukan langsung dari analisa plot semilog. Variabel – variabel yang lain, Sw, Ct, ΔtDfx, dan Swc dapat ditentukan dengan cara yang tidak langsung. Persamaan – persamaan yang dipakai adalah (3.54) (3.55) (3.56)
38
dengan mensubtitusikan Persamaan 3.56 ke dalam Persamaan 3.54, (3.57) dengan prosedur sebagai berikut : a. Untuk Swc diketahui a.1. Dari data plot semilog tekanan falloff, didapatkan kemiringan 1 (m1), kemiringan 2 (m2) dan dapat dicari slope ratio (m2/m1). Juga bisa didapatkan Δtfx, merupakan titik pertemuan dua garis kemiringan. Untuk mencari mobility ratio 1, λ1, dengan menggunakan persamaan (3.58) a.2. Asumsikan nilai saturasi air (Sw) pada zona 1 dan hitung specific storage ratio [(φ Ct)2 /(φ Ct)2] dengan Persamaan 3.56. Sw pada zona 2 adalah Swc a.3. Baca waktu deviasi tak berdimensi, ΔtDfx, dari Gambar 3.13 a.4. Hitung nilai E dengan Persamaan 3.55 dan nilai Sw dengan Persamaan 3.57 a.5. Ulangi langkah a.2, a.3 dan a.4 sampai selisih antara Sw yang dihitung dengan Sw asumsi adalah 0 (Sw asumsi = Sw dihitung) b. Untuk Swc tidak diketahui Untuk Swc tidak diketahui, maka dilakukan coba – coba dua kali (double trial and error), yaitu b.1. Asumsikan suatu nilai Swc, dan lakukan perhitungan seperti pada bagian a. b.2. Apabila nilai Sw asumsi dan Sw dihitung belum sama, ganti nilai Swc. b.3. Ulangi langkah b.2 dan b.3 sampai nilai Sw asumsi sama dengan Sw dihitung
39
3.2.5 Catatan dari Walter Dowdle8 Prosedur coba – coba (trial and error) untuk menentukan saturasi air dapat disederhanakan sehingga Persamaan 3.54, 3.55 dan 3.57 tidak diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara a. Asumsikan nilai Sw b. Hitung Sw – Swc c. Hitung nilai Ct dengan Persamaan 3.56 d. Hitung rf1 dengan Persamaan 3.52 e. Hitung rf1 dengan Persamaan 3.53 f. Plotkan kedua rf1 (hasil d dan e ) sebagai fungsi saturasi, titik potong kedua kurva adalah saturasi air pada daerah tepat dibelakang batas air dan minyak seperti pada Gambar 3.14 g.
Gambar 3.14. Plot jarak batas (rf) dengan Persamaan 3.52 dan 3.53 3
40
3.6.
Metode L.P. Brown L.P. Brown4 mengemukakan sebuah metode analisa uji sumur injeksi
dengan mempertanyakan masalah – masalah yang sering ditujukan pada studi composite reservoir ini antara lain : a. Seberapa besar zona yang dipengaruhi oleh fluida yang diinjeksikan supaya memberikan analisa secara grafis dan mendapatkan perkiraan yang akurat tentang parameter pada zona tersebut. b. Seberapa lama dan kapan terjadinya periode transisi pada data tekanan antara yang menggambarkan daerah yang terinvasi dengan daerah yang parameternya masih asli. c. Apa pengaruh wellbore storage dan faktor skin terhadap respon transien tekanan pada composite reservoir.
3.3.1 Model Sistem Reservoir seperti pada Gambar 3.15 di bawah, menggambarkan suatu sumur injeksi pada tahapan pertama proyek secondary atau tertiary recovery.
Gambar 3.15 Model Sistem L.P Brown4
41
3.3.2
Diskusi Pada studi yang dilakukan L.P Brown ini, memformulasikan ulang model
yang diajukan oleh Satman etc dengan model basis pada properti pada daerah reservoir yang asli. Pada daerah tak terinvasi, parameter – parameter batuan maupun fluidanya sama dengan parameter – parameter batuan dan fluida reservoir asli. Sedangkan pada daerah terinvasi, parameter – parameter batuan dan atau fluidanya dapat berbeda dengan parameter – parameter batuan dan fluida reservoir asli. Sensitivitas yang dilakukan dalam studi ini adalah set parameter seperti viskositas, saturasi dan kompresibilitas fluida pada daerah terinvasi dibuat sama dengan pada fluida reservoir asli. Sedangkan parameter permeabilitas, porositas dan kompresibilitas batuannya dibuat berbeda untuk mensimulasikan sebuah sumur produksi yang rusak ataupun adanya perbaikan. Juga dilakukan set parameter fluida dan batuan daerah terinvasi dibuat berbeda dengan daerah tak terinvasi untuk mensimulasikan sumur injeksi dalam suatu proyek secondary atau tertiary recovery. Studi ini dilakukan untuk memprediksi respon tekanan sumur pada composite reservoir yang diproduksikan pada suatu laju produksi. Sedangkan untuk uji sumur buildup dapat dibangun dengan menggunakan prinsip superposisi. Solusi tekanan sumur tak berdimensi dalam ruang Laplace seperti Persamaan 3.59
(3.59) Dengan
42
Inversi ke dalam PDW ruang nyata dapat dilakukan dengan algoritma Stehfest dan dapat diplotkan sebagai fungsi tD dengan variasi nilai S, CD, rD, λ dan η. Dalam studi ini, plot yang dibentuk bukan log PDW vs log tD seperti pada umumnya, tetapi diajukan metode grafis yang menggunakan plot antara kemiringan (slope) PDW yang diturunkan terhadap log tD dengan log tD, dengan transformasi sebagai berikut (3.60) Contoh dari plot ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.16 sampai Gambar 3.20
Gambar 3.16 Contoh plot (dPD/d log tD) vs log tD4
43
Gambar 3.17 Contoh plot (dPD/d log tD) vs log tD4
Gambar 3.18 Contoh plot (dPD/d log tD) vs log tD4
44
Gambar 3.19. Contoh plot (dPD/d log tD) vs log tD4
Gambar 3.20 Contoh plot (dPD/d log tD) vs log tD4
45
Plot – plot ini menunjukkan bahwa faktor skin hanya menambah selisih tekanan yang konstan pada tekanan tak berdimensi, dan tidak mengubah bentuk kurva seperti dihubungkan dengan Persamaan 3.61 (3.61) Diharapkan hubungan tersebut dapat dipakai juga dalam composite reservoir. Beberapa hal yang dapat diambil dari studi ini :
a.
Pada waktu – waktu awal, nilai (dPD/d log tD) adalah (ln 10/2 λ). Hal ini menggambarkan garis lurus pertama pada plot semilog yang mempunyai kemiringan (ln 10/2 )
b.
Pada waktu – waktu akhir, nilai (dPD/d log tD) adalah (ln 10/2). Hal ini menggambarkan garis lurus kedua pada plot semilog yang mempunyai kemiringan (ln 10/2 )
c.
Lama (durasi) periode transisi adalah paling sedikit sekitar 2 skala log. Hal ini terjadi pada saat storage ratio ((φ Ct)1/(φ Ct)2) reservoir adalah satu.
d.
Untuk reservoir dengan storage ratio kurang dari satu, kemiringan plot PDW vs log tD pada akhir transisi adalah lebih kecil dari kemiringan garis lurus semilog terakhir
e.
Untuk reservoir dengan storage ratio lebih dari satu, kemiringan plot PDW vs log tD pada akhir transisi adalah lebih besar dari kemiringan garis lurus semilog terakhir
f.
Untuk reservoir dengan storage ratio sama dengan satu, kemiringan plot PDW vs log tD pada akhir transisi adalah lebih besar dari kemiringan garis lurus semilog terakhir jika mobility ratio (M) kurang dari satu, dan lebih kecil dari kemiringan garis lurus semilog terakhir jika mobility ratio (M) lebih dari satu
Gambar 3.21 menunjukkan bahwa kemiringan terakhir selalu memberikan harga (ln 10/2) meskipun dengan harga storage ratio yang berbeda – beda. Hal ini memberikan koreksi terhadap kesimpulan yang didapat oleh MKG
46
Gambar 3.21 Contoh plot (dPD/d log tD) vs log tD dengan storage ratio yang berbeda - beda 4
3.3.3
Aplikasi untuk analisa uji sumur Dengan definisi tekanan tak berdimensi dan waktu tak berdimensi sebagai
berikut (3.62) (3.63) maka (3.64) dengan nilai (dP/d log t) adalah kemiringan dari plot semilog yang didapat pada uji sumur yang biasa dikenal sebagai “m”, sehingga (3.65)
47
Pada garis lurus pertama nilai (dPD/d log tD) adalah (ln 10/2), sehingga kemiringan data pada daerah terinvasi (m1)
atau (3.66) Pada garis lurus terakhir nilai (dPD/d log tD) adalah (ln 10/2), sehingga kemiringan data pada daerah tak terinvasi (m2) (3.67) Persamaan – persamaan ini menggambarkan aproksimasi pada waktu akhir solusi line source reservoir dan digunakan untuk membangun persamaan – persamaan yang digunakan untuk analisa secara grafis respon tekanan sumur pada composite reservoir sebagai berikut
(3.68) (3.69) (3.70) (3.71)
3.3.4
Kesimpulan Studi L.P Brown a. Model composite reservoir secara semi analitik telah diajukan dan dibuktikan dapat digunakan b. Model tersebut, dengan tanpa wellbore storage, pada plot semilog data tekanan muncul sebagai dua garis lurus, menggambarkan mobilitas daerah terinvasi dan daerah tak terinvasi c. Storage ratio reservoir hanya mempengaruhi terjadinya dan bentuk periode transisi antara dua garis lurus semilog dan tidak mempengaruhi kemiringan garis semilog tersebut
48
d. Daerah transisi mempunyai karakter bentuk yang bergantung pada mobility ratio (M) dan storage ratio dari kedua daerah e. Persamaan untuk analisa composite reservoir telah dibangun dan sudah diverifikasi menggunakan data sintetik f. Composite reservoir dengan daerah terinvasi sejauh 10 – 20 ft dapat dianalisa dengan metode ini g. Wellbore storage mengakibatkan kesulitan mendapatkan keakuratan analisa dan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan metode – metode yang ada untuk mendapatkan keakuratan yang lebih.
49