TUGAS AKHIR – TF 141581
PEMODELAN TEKANAN PADA SUMUR INJEKSI UAP DENGAN METODE BEGGS-BRILL DAN PERANGKAT LUNAK PIPESIM ELDISA KUSUMA PUTRI NRP 2412 100 051 Dosen Pembimbing Totok Ruki Biyanto, Ph.D. Ir. Roekmono, M.T. JURUSAN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
i
FINAL PROJECT – TF 141581
PRESSURE MODELING IN STEAM INJECTION WELL USING BEGGS-BRILL METHOD AND PIPESIM SOFTWARE ELDISA KUSUMA PUTRI NRP 2412 100 051 Supervisor Totok Ruki Biyanto, Ph.D. Ir. Roekmono, M.T. DEPARTMENT OF ENGINEERING PHYSICS Faculty of Industrial Technology Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
ii
PEMODELAN TEKANAN PADA SUMUR INJEKSI UAP DENGAN METODE BEGGS-BRILL DAN PERANGKAT LUNAK PIPESIM Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: : : :
Eldisa Kusuma Putri 2412100051 Teknik Fisika FTI-ITS Totok Ruki Biyanto, Ph.D Ir. Roekmono, M.T.
ABSTRAK Abstrak Pemodelan tekanan pada sumur injeksi uap diperlukan untuk memprediksi gradien tekanan dari kepala sumur hingga kedalaman reservoar. Pemodelan ini dilakukan agar dapat mengetahui profil tekanan dari kepala sumur sampai reservoar sehingga kesuksesan proses thermal recovery sesuai dengan target panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi minyak dapat ditentukan berdasarkan properti uap yang diinjeksikan. Pada tugas akhir ini, dilakukan pemodelan tekanan pada sumur injeksi uap menggunakan metode Beggs-Brill dan divalidasi dengan simulasi sumur injeksi uap pada perangkat lunak PIPESIM. Pada pemodelan dengan metode Beggs-Brill, laju alir uap, kualitas uap, tekanan, dan suhu di kepala sumur digunakan untuk menghitung gradien tekanan pada sumur injeksi uap dengan diameter dalam 3,548 inci dan kedalaman 4.000 ft. Validasi dilakukan dengan mensimulasikan sumur injeksi uap menggunakan perangkat lunak PIPESIM dengan parameter dan variabel injeksi uap yang sama dengan pemodelan. Hasil validasi menunjukkan pemodelan tekanan pada sumur injeksi uap dengan metode Beggs-Brill memiliki nilai rata-rata error sebesar 1,29%. Sehingga metode Beggs-Brill cocok untuk diaplikasikan pada sumur injeksi uap vertikal. Kata Kunci: Sumur injeksi uap, Beggs-Brill, gradien tekanan, PIPESIM
v
PRESSURE MODELING IN STEAM INJECTION WELL USING BEGGS-BRILL METHOD AND PIPESIM SOFTWARE Name NRP Department Supervisor
: : : :
Eldisa Kusuma Putri 2412 100 051 Engineering Physics FTI-ITS Totok Ruki Biyanto, Ph.D Ir. Roekmono, M.T.
ABSTRAK Abstract Pressure modeling in steam injection well is needed to predict pressure gradient from well head to reservoar depth. This modeling is created to determine pressure profile from well head to reservoar so success rate of thermal recovery process based on thermal target needed by reservoar to enhance oil production can be obtained from steam injection properties. In this final undergraduate thesis, pressure modeling utilized Beggs-Brill method and model is validated by steam injection well simulation in PIPESIM software. In this modeling, steam injection rate, steam quality, pressure, and temperature in well head are used to calculate the pressure gradient in steam injection well with 3.548 inch of inner diameter and 4000 feet of depth. Validation process is done by simulating the steam injection well using PIPESIM software with same parameter and variable of steam injection used in modeling process. The result of validation shows that pressure modeling in steam injection well using Beggs-Brill method has 1,29% of mean square error. So that Beggs-Brill method is aplicable for vertical steam injection well. Keywords: Steam injection well, Beggs-Brill, pressure gradient, PIPESIM
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan hikmat-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran dalam menyusun laporan tugas akhir ini. Tidak lupa juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga dan para sahabat. Oleh karena dukungan mereka, penulis mampu menyusun laporan tugas akhir yang berjudul: “PEMODELAN TEKANAN PADA SUMUR INJEKSI UAP DENGAN METODE BEGGS-BRILL DAN PERANGKAT LUNAK PIPESIM” Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi dalam Program Studi S-1 Teknik Fisika FTIITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D. dan Ir. Roekmono, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir ini, yang selalu memberikan semangat dan ide-ide baru. 2. Agus M. Hatta, S.T., M.Si., Ph.D. selaku ketua jurusan Teknik Fisika ITS sekaligus penguji tugas akhir saya. 3. Segenap Bapak/Ibu dosen pengajar di jurusan Teknik Fisika ITS. 4. Segenap keluarga penulis yang telah memberikan dukungan penuh terhadap penyelesaian tugas akhir ini. 5. Rekan-rekan F47 dan warga Teknik Fisika - ITS, yang senantiasa memberikan motivasi dan perhatian. 6. Rekan-rekan dan laboran dari Laboratorium Rekayasa Instrumentasi dan Laboratorium Rekayasa Energi dan Pengkondisian Lingkungan Teknik Fisika - ITS. 7. Teman-teman seperjuangan TA yang telah memotivasi dan memberikan bantuan bantuan dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini. 8. Teman-teman seperkumpulan serta organisasi di luar kampus yang membuat saya semangat untuk terus menyelesaikan tugas akhir ini vi
Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima. Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membacanya.
Surabaya, 7 Januari 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... iv ABSTRAK................................................................................. v ABSTRACT ............................................................................... vi KATA PENGANTAR .............................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 2 1.3. Tujuan .................................................................................. 3 1.4. Lingkup Kerja ...................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................. 5 2.1. Enhanced Oil Recvery (EOR) ............................................. 5 2.2. Thermal Recovery................................................................ 6 2.3. Aliran Multi Fase................................................................. 9 2.4. Persamaan Beggs-Brill ........................................................ 13 2.5. Dimensionless Number ........................................................ 17 2.6. Perangkat Lunak PIPESIM ................................................. 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................... 23 3.1. Pengumpulan Data .............................................................. 24 3.2. Pemodelan Tekanan Fluida pada Sumur Injeksi Uap dengan Persamaan Beggs-Brill ............................................................... 24 3.3. Validasi Pemodelan dengan Simulasi Tekanan Fuida di Sumur Injeksi Uap pada Perangkat Lunak PIPESIM ............................ 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................. 29 4.1. Hasil Pemodelan Tekanan dengan Metode Beggs-Brill ...... 4.2. Validasi Pemodelan Tekanan dengan PIPESIM ................. 30 vii
4.3. Hasil Analisis Sensitvitas terhadap Variabel Mass Flow Rate dan Diameter Aliran ................................................................... 42 BAB V KESIMPULAN ............................................................ 47 5.1. Kesimpulan.......................................................................... 47 5.2. Saran .................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 49 LAMPIRAN .............................................................................. 51
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7.
Proses produksi minyak .................................... 6 Cyclic steamsimulation ..................................... 7 Steam flooding .................................................. 8 In situ combustion ............................................. 9 Pola aliran horizontal dua fase .......................... 10 Pola aliran vertikal dua fase .............................. 11 Pola aliran dengan kualitas uap (a)1%, (b) 4,5 %, (c) >15% ........................................................... 11 Gambar 2.8. Transisi aliran pada pipa vertikal ...................... 12 Gambar 2.9. Perangkat Lunak PIPESIM ............................... 21 Gambar 4.1. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 614,7 psi ................................................ 30 Gambar 4.2. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 634,7 psi ................................................ 31 Gambar 4.3. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 654,7 psi ................................................ 31 Gambar 4.4. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 674,7 psi ................................................ 32 Gambar 4.5. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 694,7 psi ................................................ 32 Gambar 4.6. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 714,7 psi ................................................ 33 Gambar 4.7. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 734,7 psi ................................................ 33 Gambar 4.8. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 754,7 psi ................................................ 34 Gambar 4.9. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 774,7 psi ................................................ 34 Gambar 4.10. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 794,7 psi ................................................ 35 Gambar 4.11. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 614,7 psi ............... 36 Gambar 4.12. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 634,7 psi ............... 36 xi
Gambar 4.13. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 654,7 psi ............... 37 Gambar 4.14. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 674,7 psi ............... 37 Gambar 4.15. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 694,7 psi ............... 38 Gambar 4.16. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 714,7 psi ............... 38 Gambar 4.17. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 734,7 psi ............... 39 Gambar 4.18. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 754,7 psi ............... 39 Gambar 4.19. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 774,7 psi ............... 40 Gambar 4.20. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 794,7 psi ............... 40 Gambar 4.21. Hubungan mass flow rate dengan pressure drop .......................................................................... 43 Gambar 4.22. Hubungan diameter aliran dengan pressure drop .......................................................................... 45
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3.
Persamaan Holdup Berdasarkan Pola Aliran ......... 16 Parameter dan Data Well Inlet ............................... 24 Variasi Tekanan Steam Injection ........................... 25 Daftar Persamaan Properti PVT............................. 25 Validasi Model dengan PIPESIM .......................... 41 Analisis Sensitivitas terhadap Mass Flow Rate ..... 42 Analisis Sensitivitas terhadap Diameter Aliran ..... 44
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Heavy oil adalah minyak mentah dengan API (American Petroleum Institute) gravity yang kurang dari 22,3° dan viscosity yang lebih dari 100 cp (Centipoise). Kandungan heavy oil sampai dengan kategori bitumen (API gravity < 10°, viscosity> 10.000 cp) memiliki jumlah lebih dari 2/3 kandungan minyak mentah yang ada di bumi [1]. Meskipun kandungan heavy oil di dalam bumi memiliki jumlah yang banyak, namun karena karakteristiknya,heavy oil tidak mudah untuk dieksploitasi. Teknologi produksi minyak mentah dengan tekanan alami reservoar hanya sanggup mengambil sekitar 12% - 15% dari cadangan minyak yang ada [2]. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha lebih untuk mengeksploitasi heavy oil yang ada di dalam bumi. Proses eksplorasi minyak mentah terdiri dari tingkatan primary, secondary, dan tertiary. Pada tingkatan tertiary, minyak mentah yang dapat diksplorasi dapat meningkat hingga sekitar 50% - 80% [2]. Usaha peningkatan eksplorasi minyak mentah pada tingkat tertiary ini biasa disebut Enhanced Oil Recovery (EOR).Metode EOR terdiri dari tiga macam yaitu thermal recovery, gas recovery, dan chemical flooding. Salah satu metode EOR yang cocok untuk eksplorasi minyak bumi jenis heavy oil yaitu thermal recovery dengan menginjeksikan uap. Uap diinjeksikan ke dalam reservoar melalui sumur injeksi untuk menurunkan nilai viscosity dari heavy crude oil melalui panas dari uap yang diinjeksikan sehingga dapat terangkat dari batuan dan selanjutnya diserap oleh sumur produksi [3]. Lubang sumur injeksi sengaja dibor hingga kedalaman reservoir, kemudian dinding sumur diperkuat dengan memasang pipa selubung atau casing. Uap dialirkan dari kepala sumur hingga kedalaman reservoar dengan laju volume injeksi, suhu, tekanan, dan kualitas uap tertentu sesuai dengan target panas yang dibutuhkan oleh reservoar. Oleh karena itu, salah satu hal terpenting dalam 1
2 mendesain proses injeksi uap adalah mengestimasi gradien tekanan dalam sumur injeksi sebelum memasuki reservoar. Studi mengenai injeksi uap pada sumur injeksi pertama kali dikembangkan oleh Ramey, yang menurunkan persamaan untuk temperatur fluida sebagai fungsi kedalaman sumur dan waktu injeksi dengan mengkombinasikan model perpindahan panas dan kesetimbangan energi [4]. Kemudian Gu et al. menyarankan pendekatan untuk mengestimasi tekanan uap dan menurunkan persamaan untuk kualitas uap di dalam sumur [5]. Namun gradien tekanan pada sumur injeksi sulit diperkirakan karena aliran fluida pada sumur injeksi adalah aliran multi fase, sehingga berbagai variabel yang mempengaruhinya seperti hold up, pola aliran, geometri aliran, dan sifat fluida masing-masing fase perlu diperhatikan. Beberapa peneliti membuat model empiris dan semi empiris yang dikembangkan pada berbagai geometri aliran untuk mengestimasi gradien tekanan. Salah satunya adalah persamaan Beggs dan Brill. Dalam tugas akhir ini, pemodelan dilakukan menggunakan metode Beggs-Brill dan perangkat lunak PIPESIM yang difokuskan untuk membuat simulasi sumur injeksi uap. Hasil dari pemodelan diharapkan dapat mengestimasi gradien tekanan pada sumur injeksi. 1.2. Rumusan Masalah Proses injeksi uap untuk meningkatkan produksi minyak yang masih tersimpan pada reservoir memerlukan pemodelan terlebih dahulu untuk mengestimasi gradien tekanan pada sumur injeksi uap agar laju alir uap, temperatur, tekanan, dan kualitas uap yang diinjeksikan sesuai dengan target panas yang dibutuhkan oleh reservoar. Dari masalah tersebut didapat rumusan masalah yakni bagaimana memodelkan gradien tekanan pada sumur injeksi sebelum memasuki reservoar.
3 1.3. Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini yaitu: Membuat model gradien tekanan pada sumur injeksi uap dengan metode Beggs-Brill berdasarkan laju volume injeksi, temperature, tekanan, dan kualitas uap yang diinjeksikan. Membuat validasi model dengan simulasi sumur injeksi uap menggunakan perangkat lunak PIPESIM. 1.4. Lingkup Kerja Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: Memodelkan gradien tekanan pada sumur injeksi uap dengan kekasaran dan diameter tertentu menggunakan persamaan Beggs-Brill. Pemodelan yang dilakukan adalah pemodelan tekanan pada sumur injeksi vertikal dan aliran ke bawah. Membuat simulasi sumur injeksi dengan uap menggunakan perangkat lunak PIPESIM.
4
Halaman ini memang dikosongkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Enhanced Oil Recovery (EOR) Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan metode yang digunakan untuk mengeksplorasi minyak dari reservoar setelah metode primer dan sekunder. Metode primer pada umumnya merupakan metode eksplorasi minyak menggunakan energi yang melekat pada reservoar. Metode sekunder pada umumnya merupakan metode eksplorasi minyak menggunakan injeksi air atau water flooding. Maka enhanced oil recovery sering disebut dengan metode tersier, meskipun pada beberapa kasus metode EOR dapat digunakan pada tahap awal. Pada umumnya, metode EOR terdiri dari tiga macam, yaitu thermal recovery, gas recovery, dan chemical flooding. Namun saat ini sedang dikembangkan metode EOR dengan microbial flooding, deep steam, dan gravity mining. Metode thermal recovery antara lain adalah cyclic steam stimulation, steam flooding, dan in situ combustion. Metode gas recovery antara lain adalah cyclic carbon dioxide stimulation, carbon dioxide flooding, dan nitrogen flooding. Metode chemical flooding antara lain adalah polymer flooding, micellar-polymer flooding, dan alkaline flooding. Metode EOR microbial meliputi cyclic microbial recovery dan microbial flooding. Pengaruh EOR terhadap peningkatan produksi minyak mentah akan diilustrasikan pada Gambar 2.1. Metode recovery primer mampu mengeksplorasi minyak mentah hingga 12-15% dari cadangan minyak mentah di dalam bumi. Metode recovery sekunder atau dengan water flooding mampu meningkatkan eksplorasi minyak mentah 15 hingga 20%. Metode EOR mampu menambah peningkatan eksplorasi minyak mentah sebesar 4-11% baik dengan thermal recovery, gas recovery, chemical flooding, maupun proses advance seperti deep steam, microbial, dan gravity mining.
5
6
Gambar 2.1. Proses produksi minyak [6] 2.2 Thermal Recovery Salah satu metode EOR adalah thermal recovery. Energi panas tersebut bisa didapat dari injeksi uap atau dari pembakaran. Metode yang menggunakan injeksi uap antara lain cyclic steam stimulation, steam assisted gravity drainage dan steam flooding. Sedangkan metode yang menggunakan pembakaran adalah in situ combustion. 2.2.1. Cyclic Steam Simulation Metode ini dapat diaplikasikan pada reservoar heavy oil untuk meningkatkan produksi selama fase produksi primer. Metode cyclic steam stimulation membantu energi alami reservoar dengan penipisan minyak sehingga minyak akan lebih mudah bergerak ke sumur produksi. Metode ini juga dapat digunakan untuk prosedur single well. Pada metode EOR ini, uap panas diinjeksikan ke sumur yang telah dibor dan berfungi sebagai sumur injeksi. Sumur tersebut kemudian ditutup untuk mengisolasi uap panas. Setelah beberapa waktu yang cukup untuk mencapai pemanasan optimal,
7 sumur injeksi kemudian dibuka kembali sampai panas yang berada di dalam hilang bersama fluida yang dihasilkan. Siklus ini akan dapat diulang sampai mendapatkan respon yang marjinal karena menurunnya tekanan alami reservoar dan peningkatan produksi air. Pada proses ini, injeksi uap yang berkelanjutan pada umumnya dilakukan untuk melanjutkan pemanasan dan menggantikan penurunan tekanan reservoar sehingga produksi dapat berlanjut. Ketika uap mulai diinjeksikan, beberapa sumur injeksi akan diubah menjadi sumur produksi. Sumur tersebut akan digunakan untuk produksi minyak. Ilustrasi dari metode cyclic steam stimulation ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2.2. Cyclic steamsimulation [6] 2.2.2. Steam Flooding Pada metode steam flooding, uap dengan temperatur tinggi diinjeksikan ke reservoar melalui sumur injeksi. Uap yang kehilangan kalor ke selubung pipa, kemudian terkondensasi menjadi air yang panas dan menyebabkan minyak dalam reservoar berpindah menuju sumur produksi. Dengan metode steam flooding, produksi minyak dapat meningkat karena viskositas minyak menjadi berkurang dan membuatnya lebih
8 mudah untuk bergerak menuju sumur produksi. Ilustrasi dari metode steam flooding ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2.3. Steam flooding [6] 2.2.3. In Situ Combustion Pada metode ini, pembakaran dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak. Proses ini diawali dengan menurunkan pemanas menuju sumur injeksi. Kemudian udara diinjeksikan ke reservoar dan pemanas dioperasikan sampai proses pengapian selesai. Setelah memanaskan sekeliling batuan, pemanas ditarik kembali namun injeksi udara tetap berjalan. Kemudian uap terkondensasi menjadi air yang panas dan membentuk oil bank. Ketika oil bank telah mencapai sumur produksi, minyak, air, dan gas akan dibawa ke permukaan dan dipisahkan. Ilustrasi dari metode in situ combustion ditunjukkan oleh gambar berikut.
9
Gambar 2.4. In situ combustion [6] 2.3. Aliran Multi Fase Aliran multi fase dapat ditemukan pada sistem perpipaan di berbagai bidang industri seperti di industri minyak bumi, pembangkit listrik tenaga panas bumi, pembangkit listrik tenaga nuklir, industri kimia. Aliran fluida pada sumur injeksi termasuk aliran multi fase. Aliran multi fase merupakan aliran fluida yang mengandung lebih dari satu fase. Aliran multi fase merupakan fenomena yang kompleks karena saling ketergantungan dari berbagai variabel yang mempengaruhi pressure drop seperti pola aliran, hold up, geometri aliran, laju aliran tiap fase, dan properti fluida dari tiap fase. Pada aliran multi fase, aliran setiap fase akan berhubungan dengan geometri atau pola aliran. Pola aliran fase gas dan cair pada pipa horizontal akan bertransisi berdasarkan kualitas massa masing-masing fase. Pola aliran slug dapat mengakibatkan kerusakan struktur akibat terjadi perbedaan tekanan yang cukup besar pada aliran tersebut. Aliran slug di pipa horisontal terjadi karena gesekan yang terjadi antara liquid slug dengan penampang
10 dalam pipa bagian atas dan pipa bagian bawah, serta slip antar fase. Gesekan inilah yang menyebabkan fluktuasi perbedaan tekanan lokal (∆P) menjadi semakin besar. Skema pola aliran pada pipa horisontal ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2.5. Pola aliran horizontal dua fase [7] Pada aliran vertikal dua fase dikenal lima pola utama, yaitu aliran bubble, aliran slug, aliran churn, aliran transisi atau annular slug dan aliran disperse. Jika kualitas uap yang diinjeksikan adalah 10% atau lebih maka aliran bubble dan slug tidak terjadi. Aliran transisi atau annular slug terjadi pada perubahan dari fase gas diskontinyu menjadi fase gas yang kontinyu. Pada aliran annular mist, fase gas bersifat kontinyu dan fase cair berada di dalam fase gas dalam bentuk butiran butiran. Skema pola aliran vertikal dua fase ditunjukkan oleh Gambar 2.6.
11
Gambar 2.6. Pola aliran vertikal dua fase [7] Dengan nilai kualitas uap yang rendah, pola aliran akan membentuk aliran bubbly. Pada nilai kualitas uap yang lebih besar aliran akan menghasilkan pola churn-turbulent. Gambar berikut ini menunjukkan fotografi dari aliran vertikal fase gas dan cair pada pipa berdiameter 10,2 cm dan kualitas uap 1%, 4.5% dan lebih dari 15%.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.7. Pola aliran dengan kualitas uap (a)1%, (b) 4,5 %, (c) >15% [8]
12 Kualitas uap yang diinjeksikan pada pipa vertikal akan berubah terhadap kedalaman pipa sehingga mempengaruhi pola aliran yang terbentuk dalam pipa. Gambar berikut ini menunjukkan skema transisi pola aliran yang akan terjadi pada suatu pipa vertikal.
Gambar 2.8. Transisi aliran pada pipa vertical [7]
13
2.4. Persamaan Beggs-Brill Berdasarkan hasil eksperimen, Beggs dan Brill mengajukan persamaan gradien tekanan pada aliran muti fase dengan analisis kesetimbangan energi dan mengasumsikan tidak ada kerja eksternal dari atau terhadap fluida sebagai berikut: dp dZ
∂p ∂Z
∂p ∂Z
∂p ∂Z
( ) = ( )𝑓𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 + ( )𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 + ( )𝑎𝑐𝑐𝑒𝑙𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
2.1.
Pressure drop pada aliran multi fase terjadi karena adanya gesekan atau friction loss, perbedaan elevasi atau perubahan energi potensial, dan akselerasi atau perubahan energi kinetik. Tetapi pada kasus sumur injeksi uap tidak ada penyempitan atau perubahan diameter aliran sehingga analisis energi kinetik atau pressure loss karena akselerasi dapat diabaikan [9]. Friction loss terjadi karena adanya gesekan fluida dengan dinding pipa, sehingga ketika uap mengalir melalui saluran pipa atau tubing injeksi, tekanan berubah menurut panjang pipa atau kedalaman sumur. Friction loss juga sangat tergantung kepada fase fluida. Beggs dan Brill menggunakan analisis pola aliran horisontal yang diteliti oleh Dukler, Baker, Cleveland, Hubbard, dan Wicks pada tahun 1969, yaitu aliran segregated, intermittent dan distributed. Pada aliran vertikal dua fase dikenal empat pola utama, yaitu aliran bubble, aliran slug, aliran transisi atau annular slug dan annular mist. Jika kualitas uap yang diinjeksikan adalah 10% atau lebih maka aliran bubble dan slug tidak terjadi. Aliran transisi atau annular slug terjadi pada perubahan dari fase gas diskontinyu menjadi fase gas yang kontinyu. Pada aliran annular mist, fase gas bersifat kontinyu dan fase cair berada di dalam fase gas dalam bentuk butiran butiran [10]. Pada tubing yang kasar dan laju alir injeksi yang besar, pressure drop yang signifikan bisa terjadi di bagian dasar tubing dan menyebabkan ekspansi dan akselerasi fase uap. Akibat ekspansi uap maka lebih dari satu pola aliran bisa ada di dalam sumur injeksi uap. Pressure drop yang disebabkan karena gesekan dapat didefinisikan pada persamaan berikut:
14 ∂p ∂Z 𝑓𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
( )
=
ftp Gm vm
2.2
2gc d
Elevation loss terjadi karena fluida kehilangan tekanan hidrostatik dan dipengaruhi oleh densitas fluida serta tinggi kolom fluida. Menurut Beggs dan Brill, pressure drop bisa diprediksi hanya jika holdup cairan bisa dihitung dengan akurat. Holdup cairan adalah fraksi volume cairan di dalam suatu elemen dibandingkan terhadap volume keseluruhan elemen. Pada aliran dua fase terjadi kehilangan energi potensial yang tidak bisa diperoleh kembali karena holdup cairan dan massa jenis campuran yang biasanya jauh lebih rendah di bagian ujung aliran. Pada eksperimennya, Beggs dan Brill meneliti pengaruh kemiringan pipa terhadap gradien tekanandan holdup. Holdup pada setiap kemiringan dihitung sebagai sebuah fungsi terhadap holdup aliran horizontal. Pressure drop yang disebabkan oleh elevasi dinyatakan oleh persamaan berikut: ∂p
g
(∂Z)
𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= g [ρL HL + ρg(1 − HL )]sinθ c
2.3.
Pada penelitian ini, aliran yang digunakan adalah aliran pada pipa vertikal ke bawah, sehingga sudut kemiringan θ adalah -900. Maka dengan mensubtitusi persamaan 2.2 dan 2.3 ke dalam persamaan 2.1 total gradien tekanan dinyatakan dalam persamaan berikut: ∂p ∂Z
( )= Dimana: ftp Gm vm gc d g ρL
ftp Gm vm 2gc d
−
g [ρ H gc L L
+ ρg(1 − HL )]
= faktor gesekan dua fase = laju fluks massa campuran = kecepatan campuran = konstanta gravitasi = diameter aliran = percepatan gravitasi = massa jenis cair
2.4.
15 ρg HL θ
= massa jenis gas = fraksi holdup cair = sudut kemiringan dari horizontal
Untuk mendapatkan nilai holdup pada kemiringan tertentu, Beggs dan Brill menormalisasi holdup pada kemiringan θ dengan membandingkan terhadap holdup pada kemiringan 00. Sehingga holdup pada kemiringan θ dapat dinyatakan oleh persamaan berikut: HL (θ) HL (0)
=ψ
2.5.
Dimana: HL (θ) = holdup pada sudut kemiringan θ HL (0) = holdup aliran horizontal ψ = faktor koreksi inklinasi Faktor koreksi inklinasi dapat diprediksi untuk seluruh kondisi aliran dengan persamaan berikut: ψ = 1 + C(sinϕ − 1⁄3 sin3 ϕ)
2.6.
Dimana: ϕ = 1,8θ Pada kasus ini, nilai θ adalah -900 karena aliran vertikal ke bawah. Nilai C dan HL (0) tergantung terhadap pola aliran yang terbentuk sesuai analisis yang digunakan oleh Beggs dan Brill, yaitu segregated, intermittent, dan distributed. Berikut ini merupakan tabel persamaan nilai C untuk aliran ke bawah dan holdup aliran horizontal berdasakan pola aliran:
16
Tabel 2.1 Persamaan Holdup Berdasarkan Pola Aliran Pola Aliran C HL (0) Segregated
Intermittent
Distributed
HL (0) =
HL (0) =
HL (0) =
0,98λ0,4846 NFR
0,0868
0,845λ0,5351 NFR 0,0173 1.065λ0,5824 NFR
0,0609
C = (1 − λ) ln [
C = (1 − λ) ln [
C = (1 − λ) ln [
4,7𝑁𝐿𝑉 0,1244 ] 0,3692 𝜆 𝑁𝐹𝑅 0,5056 4,7𝑁𝐿𝑉 0,1244 𝜆0,3692 𝑁𝐹𝑅 0,5056 4,7𝑁𝐿𝑉 0,1244 𝜆0,3692 𝑁𝐹𝑅 0,5056
]
]
Pola aliran dapat diprediksi dengan melihat perbandingan bilangan Froude atau NFR dan konstanta pembatas L1 dan L2 dengan kriteria sebagai berikut: - Jika NFR < L1 maka pola aliran adalah segregated. - Jika NFR > L1 dan NFR > L2 maka pola aliran adalah distributed. - Jika L1 < NFR < L2 maka pola aliran adalah intermittent. - L1 dan L2 dinyatakan dengan persamaan berikut: L1 = exp(−4,62 − 3,757X − 0,481X 2 − 0,0207X3 )
2.7.
L2 = exp(1,061 − 4,602X − 1,609X 2 − 0,179X 3 + 0,635 × 10−3 𝑋 5 )
2.8.
Dimana: X = ln(λ) 𝑞 λ = input liquid content = 𝐿⁄(𝑞 + 𝑞 ) 𝐿 𝑔 qL = laju volumetrik zat cair (m3/s) qg = laju volumetrik gas (m3/s) Setelah nilai C dan HL(0) ditentukan maka holdup pada sudut kemiringan θ dapat dihitung dengan persamaan berikut: HL (θ) = HL (0){1 + C[sin(1,8θ) − 1⁄3 sin3 (1,8θ)]}
2.9
17 dengan batas HL (0) ≥ 𝜆 dan 0 ≤ HL (θ). Beggs dan Brill menggunakan faktor gesekan dua fase ftp yang dinormalisasi dengan membagi dengan nilai asumsi tanpa slip yang berlaku apabila fluida mengalir pada kecepatan yang sama. Faktor koreksi tanpa slip diperoleh dari diagram Moody atau untuk pipa yang halus diperoleh dari persamaan berikut: 𝑓𝑛𝑠 = [2 log (
𝑁𝑅𝑒𝑦𝑛𝑜𝑙𝑑𝑠
−2
)]
4,5223 𝑙𝑜𝑔 𝑁𝑅𝑒𝑦𝑛𝑜𝑙𝑑𝑠 −3,8215
2.10.
Persamaan untuk faktor gesekan dua fase adalah: 𝑓𝑡𝑝 𝑓𝑛𝑠
= 𝑒𝑠
2.12.
Dimana: ln(𝑦)
𝑆 = −0,0523+3,182 ln(𝑦)−0,8725[ln(𝑦)]2 +0,01853[ln(𝑦)]4 𝑦 = [𝐻
𝜆
2 𝐿 (𝜃)]
2.12. 2.13.
Untuk interval 1< y < 1,2 nilai S dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑆 = ln(2,2𝑦 − 1,2)
2.14.
2.5. Dimensionless Number Dimensionless number adalah sebuah angka yang menunjukan nilai sebuah besaran tanpa dimensi. Dimensionless number digunakan dalam tugas akhir ini untuk mensimulasikan fluida yang terjadi di dunia nyata ke dalam bentuk komputasi di dalam komputer. Beberapa dimensionless number yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah : 2.5.1. Reynold Number Reynold number merupakan bilangan tak berdimensi yang merepresentasikan rasio antara gaya inersia dan gaya viscous.
18 𝑅𝑒 =
𝐼𝑛𝑒𝑟𝑡𝑖𝑎𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒𝑠 𝑉𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒𝑠
2.15.
Reynold number sering digunakan untuk mempelajari analisis dimensi dari masalah dinamika fluida yang ada di dunia nyata. Selain itu, reynold number juga biasa digunakan untuk menentukan perbedaan aliran yang ada: - Laminar flow, terjadi ketika Reynolds number dibawah 2000 - Transition Flow, terjadi ketika Reynolds number diantara 2000 dan 4000 - Turbulent Flow, terjadi ketika Reynold number diatas 4000 Reynold number digunakan sebagai angka berbagai situasi dimana fluida yang bergerak dengan berbagai gaya di permukaan. Definisi ini secara umum termasuk kepasa pengaruh dari density dan viscosity, ditambah velocity dan karakteristik panjang atau karakteristik dimensi [11].
𝑅𝑒 =
𝜌𝑢𝐿 𝜇
=
𝑢𝐿 𝑣
2.16.
Untuk aliran multi fase, persamaan Reynolds number adalah sebagai berikut: 𝑅𝑒 =
[𝜌𝐿 𝜆+𝜌𝑔 (1−𝜆)]𝑣𝑚 𝑑 𝜇𝐿 𝜆+𝜇𝑔 (1−𝜆)
Dimana: Re = Reynold number 𝜌𝐿 = densitas zat cair(kg/m3) 𝜌𝑔 = densitas gas(kg/m3) 𝑣𝑚 =kecepatan campuran(m/s) d = diameter aliran (m) 𝜇𝐿 = viskositas zat cair(kg/(m.s)) 𝜇𝐿 = viskositas gas(kg/(m.s)) 𝜆 = input liquid content
2.17.
19
2.5.2. Froude Number Froude number adalah bilangan tak berdimensi yang mendefinisikan rasio antara inertia aliran dan medan eksternal (pada sebagian besar kasus dikarenakan oleh gravitasi). 𝐹𝑟 =
𝑣𝑚 2 𝑔𝑑
2.18.
Dimana: 𝑣𝑚 = kecepatan campuran (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s2) d = diameter aliran (m) Dalam dinamika fluida, Froude number merepresentasikan pola aliran yang berbeda dari fluida yang mengalir pada permukaan yang terbuka. Froude number adalah pengukuran karakteristik aliran seperti gelombang, interaksi aliran dan kedalaman pada penampang atau di antara batuan. Penyebut merepresentasikan kecepatan gelombang kecil di permukaan air relative terhadap kecepatan air, yang disebut celerity gelombang. Pada aliran kritis, celerity sama dengan kecepatan aliran. Gangguan apapun pada permukaan akan tetap diam. Pada aliran subkritis, aliran dikendalikan dari titik downstream dan informasikan ditransmisikan ke upstream. Kondisi ini menyebabkan efek backwater. Aliran super kritis dikendalikan dari upstream dan gangguan ditransmisikan ke downstream [12]. 2.5.3 Liquid Velocity Number Liquid velocity number merupakan bilangan tak berdimensi yang dinyatakan dengan persamaan berikut: ρ
0,25
NLV = vSL (gσ𝐿 )
Dimana: NLV = liquid velocity number
2.19.
20 vSL
= superficial liquid velocity =
ρ𝐿 g σ
= densitas zat cair = percepatan gravitasi = tegangan permukaan air
𝑞𝐿 ⁄𝐴 𝑝
2.5.4 Gas Velocity Number Gas velocity number merupakan bilangan tak berdimensi yang dinyatakan dengan persamaan berikut: ρ
0,25
Ngv = vsg (gσ𝐿 )
Dimana: Ngv = gas velocity number vSg
= superficial gas velocity =
ρ𝐿 g σ
= densitas zat cair = percepatan gravitasi = tegangan permukaan air
2.20.
qg ⁄A p
2.5.5 Diameter Number Diameter number merupakan bilangan tak berdimensi yang dinyatakan dengan persamaan berikut: ρL g 0,5 ) σ
ND = d (
2.21.
Dimana: ND = diameter number = diameter aliran d ρ𝐿 = densitas zat cair g = percepatan gravitasi σ = tegangan permukaan air 2.6. Perangkat Lunak PIPESIM Perangkat lunak PIPESIM merupakan simulator aliran multi fase yang digunakan untuk desain dan analisis sistem produksi minyak dan gas. Perangkat lunak PIPESIM memungkinkan
21 penggunaannya untuk membangun fasilitas permukaan langsung di atas peta dan secara otomatis mengisi data elevasi flowline, serta melakukan perhitungan pola aliran, hold up cairan, karakter slug, dan pressure drop untuk semua noda sepanjang jalur produksi. Perangkat lunak PIPESIM dapat mendukung field management dan operasi produksi serta mengoptimalkan performansi sumur melalui pemodelan komprehensif dari completion dan sistem artificial lift. Perangkat lunak PIPESIM memiliki kapabilitas untuk simulasi jaringan advance serta cocok untuk analisis dan optimasi produksi yang kompleks dan jaringan injeksi.
Gambar 2.9. Perangkat lunak PIPESIM
22
Halaman ini memang dikosongkan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram alir penelitian tugas akhir ini digambarkan pada Gambar 3.1., penjelasan masing masing langkah dijelaskan pada subbab ini. Mulai
Pengumpulan data: P,T,q,x,d
Pemodelan tekanan fluida pada sumur injeksi uap menggunakan Beggs-Brill
Validasi pemodelan dengan simulasi sumur injeksi uap menggunakan PIPESIM
Error hasil
Tidak
validasi kurang dari 3%
Ya Analisis hasil dan pembahasan
Selesai
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 23
24 3.1. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan untuk menganalisis gradien tekanan pada sumur injeksi uap menggunakan persamaan Beggs-Brill meliputi data laju alir volumetrik di permukaan (q), kualitas uap (x) yang diinjeksikan di kepala sumur, serta parameter lain seperti diameter dalam sumur, kekasaran, dan kedalaman sumur. Nilai parameter dan data well inlet dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Parameter dan Data Well Inlet Parameter Nilai Satuan Diameter dalam pipa (d) 3,548 in Kekasaran 0,001 in Kedalaman pipa (L) 4.000 ft Laju alir di permukaan pipa 1,63 ft3/s (q) Kualitas uap yang 90 % diinjeksikan (x) 3.2. Pemodelan Tekanan Fluida pada Sumur Injeksi Uap dengan Persamaan Beggs-Brill Pemodelan dilakukan dengan menghitung sifat termodinamika uap dan variabel-variabel yang terdapat di dalam persamaan Beggs-Brill untuk memperoleh gradien tekanan. Data yang dikumpulkan akan digunakan sebagai input pada program komputasi, sehingga menghasilkan nilai perkiraan gradien tekanan pada setiap kedalaman titik injeksi yang dituju. Eksperimen akan dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan variasi nilai tekanan injeksi uap pada kepala sumur. Variasi tekanan injeksi uap dapat dilihat pada Tabel 3.2.
25 Tabel 3.2. Variasi Tekanan Injeksi Uap Nilai Tekanan No Eksperimen (psig) 1 600 2 620 3 640 4 660 5 680 6 700 7 720 8 740 9 760 10 780
Nilai Suhu (F) 489 494 497 501 504 507 510 513 516 519
Pada langkah pertama, perhitungan properti injeksi uap pada setiap variasi nilai tekanan dan suhu awal akan dilakukan. Properti uap yang dihitung adalah densitas air (ρL), densitas gas (ρg), viskositas air (μL), dan viskositas gas (μg) menggunakan persamaan Liang et al [13] serta tegangan permukaan air (σ) menggunakan persamaan Lyons [14] seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.3. Daftar Persamaan Properti PVT Properti Injeksi Uap Densitas Cair Densitas Gas Viskositas Cair Viskositas Gas Tegangan Permukaan Air
Persamaan 𝜌𝑤 = 398,942 + 8,288558√5335,9562 − 𝑇 1,45 𝜌𝑔 = 𝐸𝑋𝑃[−5,6294 + 0,14564𝑇 0,8 − 2,1242 × 10−4 𝑇 1,6 − 7,4288 × 10−6 𝑇 2,4 + 4,7323 × 10−8 𝑇 3,2 ] 𝜇𝑤 = 𝐸𝑋𝑃[0,484045 − 3,1115 × 10−2 𝑇 0,95 + 1,3192 × 10−4 𝑇 1,9 − 2,2934 × 10−7 𝑇 2,85 ] 𝜇𝑔 = 0,0085 + 𝐸𝑋𝑃[−7,0661 + 2,1106 × 10−2 𝑇 − 7,2058 × 10−5 𝑇 2 + 1,0111 × 10−7 𝑇 3 ] 𝜎 = −0,095𝑇 + 79,15
26 Kemudian sesuai dengan persamaan 2.4., selain konstanta gravitasi (gc) dan percepatan gravitasi (g) yang diasumsikan bernilai tetap, terdapat tujuh variabel di dalam persamaan BeggsBrill, yaitu faktor gesekan dua fase (ftp), laju fluks massa campuran (Gm), kecepatan campuran (vm), diameter aliran (d), densitas liquid (ρL), densitas gas (ρg), dan fraksi holdup cair (HL). Untuk menghitung nilai fraksi holdup cair, pola aliran (segregated, intermittent, atau distributed) harus diketahui terlebih dahulu dan ditentukan dengan mebandingkan bilangan tak berdimensi Froude Number (NFR) dengan faktor pembatas L1 dan L2. Beggs-Brill menggunakan faktor gesekan dua fase (ftp) yang diperoleh dari nilai asumsi tanpa slip yang ditentukan dengan bilang tak berdimensi Reynold Number (NRE) dan dikoreksi dengan suatu faktor es. Jika ketujuh variabel di dalam persamaan Beggs-Brill telah diketahui, maka pressure drop pada sumur injeksi uap dapat dihitung dan nilai perkiraan gradien tekanan pada sumur injeksi uap dapat diperoleh. 3.3. Validasi Pemodelan dengan Simulasi Tekanan Fluida di Sumur Injeksi Uap pada Perangkat Lunak PIPESIM PIPESIM multiphase flow simulator digunakan untuk mensimulasikan model tekanan fluida pada sumur injeksi uap berdasarkan data input yang sama dengan pemodelan dengan menggunakan persamaan Beggs-Brill. Pemodelan pada PIPESIM dilakukan pertama dengan memasukkan dimensi sumur injeksi yang meliputi inner diameter, casing diameter, dan kedalaman sumur injeksi. Setelah mengatur dimensi dari sumur yang akan disimulasikan, selanjutnya nilai mass flow rate dan variasi tekanan inlet dimasukkan untuk melihat profil tekanan dan temperature pada sumur injeksi. Data yang telah dimasukkan ke dalam PIPESIM kemudian diproses dengan menekan tombol run dimana iterasi akan berjalan dari permukaan sumur hingga kedalaman reservoar. Setiap gradien tekanan hasil pemodelan menggunakan persamaan Beggs-Brill dan gradien tekanan hasil simulasi pada perangkat lunak PIPESIM akan diplot bersama pada sebuah grafik dengan garis 450. Grafik tersebut akan membantu untuk
27 menunjukkan keakuratan korelasi dan juga tren umum untuk under prediction atau over prediction.
28
Halaman ini memang dikosongkan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemodelan Tekanan dengan Metode Beggs-Brill Input disesuaikan berdasarkan data di kepala sumur yang ada pada Tabel 3.1. Pemodelan dilakukan 10 kali dengan nilai tekanan injeksi uap yang berbeda-beda sesuai dengan nilai tekanan pada Tabel 3.2. Pada tekanan injeksi uap sebesar 614,7 psi dan suhu 489 0F, densitas cair, densitas gas, viskositas cair, viskositas gas, dan tegangan permukaan air dihitung menggunakan persamaan pada Tabel 3.3. dengan nilai masingmasing sebesar 49,55 lb/ft3, 1,32 lb/ft3, 2,2 x 10-6 lbf s/ft2, 3,69 x 10-7 lbf s/ft2 dan 32,7. Kecepatan campuran (vm) dihitung berdasarkan nilai laju alir uap di kepala sumur dan kualitas uap terhadap luas permukaan. Nilai kecepatan campuran adalah sebesar 23,74 ft/s. Laju fluks massa campuran (Gm) diperoleh berdasarkan nilai laju alir uap dan densitas terhadap luas permukaan. Nilai laju fluks massa campuran adalah sebesar 1.48 lb/ft. Faktor gesekan dua fase (ftp) dihitung menggunakan persamaan 2.12. dan bernilai 0.093. Sehingga pressure drop karena friction loss dapat dihitung menggunakan persamaan 2.2. sebesar 0.0172 psi/ft. Berdasarkan analisis pola aliran, pola aliran yang terjadi pada sumur injeksi uap dengan tekanan injeksi uap sebesar 614,7 psi, laju volumetrik uap sebesar 1,6294 ft3/s, dan kualitas uap sebesar 90% adalah intermittent. Sehingga holdup untuk pola aliran intermittent dapat dihitung menggunakan persamaan pada Tabel 2.1. dan persamaan 2.9. Nilai holdup adalah sebesar 0,21. Sehingga pressure drop karena elevation loss dapat dihitung menggunakan persamaan 2.3. sebesar -0.0113 psi/ft. Total pressure drop adalah total friction loss dan elevation loss yaitu 0,00582 psi/ft. Maka nilai tekanan pada kedalaman 138 ft adalah 613,9 psi dan nilai tekanan pada kedalaman 4.000 ft adalah 591,41 psi.
29
30 4.2. Validasi Pemodelan Tekanan dengan PIPESIM Pada PIPESIM dilakukan simulasi sumur injeksi uap untuk melihat gradien tekanan dengan parameter dan data well inlet yang sama dengan pemodelan. Simulasi juga dilakukan dengan memvariasikan nilai tekanan pada kepala sumur sesuai dengan nilai variasi tekanan pada pemodelan. Gambar 4.1. hingga Gambar 4.10. adalah kurva gradien tekanan terhadap kedalaman hasil pemodelan menggunakan metode Beggs-Brill dan hasil simulasi menggunakan PIPESIM pada setiap variasi tekanan kepala sumur.
Kedalaman (ft)
Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 570
580
590 600 Tekanan (psi)
610
Gambar 4.1. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 614,7 psi
620
31
Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000
Kedalaman (ft)
3500 3000 2500
2000 1500 1000 500 0 600
610
620 Tekanan (psi)
630
640
Gambar 4.2. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 634,7 psi Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000 Kedalaman (ft)
3500 3000 2500 2000 1500
1000 500 0 630
635
640
645 650 Tekanan (psi)
655
660
Gambar 4.3. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 654,7 psi
32
Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000 Kedalaman (ft)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 650
655
660
665 670 Tekanan (psi)
675
680
Gambar 4.4. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 674,7 psi Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500
Kedalaman (ft)
4000 3500 3000 2500 2000 1500
1000 500 0 670
675
680
685 690 Tekanan (psi)
695
700
Gambar 4.5. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 694,7 psi
33
Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000
Kedalaman (ft)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 690
695
700
705 710 Tekanan (psi)
715
720
Gambar 4.6. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 714,7 psi Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500
Kedalaman (ft)
4000 3500 3000 2500 2000 1500
1000 500 0 710
715
720
725 730 Tekanan (psi)
735
740
Gambar 4.7. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 734,7 psi
34
Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000 Kedalaman (ft)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 730
735
740
745 750 Tekanan (psi)
755
760
Gambar 4.8. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 754,7 psi Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000 Kedalaman (ft)
3500 3000 2500 2000 1500
1000 500 0 750
755
760
765 770 Tekanan (psi)
775
780
Gambar 4.9. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 774,7 psi
35
Tekanan Beggs-Brill Tekanan PIPESIM 4500 4000
Kedalaman (ft)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 770
775
780
785 790 Tekanan (psi)
795
800
Gambar 4.10. Kurva gradien tekanan dengan tekanan kepala sumur 794,7 psi Berdasarkan kurva gradien tekanan, profil tekanan dari kepala sumur hingga kedalaman reservoir menunjukkan penurunan yang menandakan adanya pressure drop. Besarnya pressure drop akan dipengaruhi oleh variabel pada well inlet. Tekanan hasil pemodelan menunjukkan kurva linier. Namun pada tekanan hasil simulasi pada perangkat lunak PIPESIM, kurva tidak linier karena perhitungan tekanan pada PIPESIM mempertimbangkan pengaruh tekanan statik dan heat loss. Untuk validasi, gradien tekanan antara hasil pemodelan menggunakan metode BeggsBrill dan hasil simulasi menggunakan perangkat lunak PIPESIM akan dibandingkan. Hubungan tekanan antara hasil pemodelan dan hasil simulasi menggunakan PIPESIM untuk setiap variasi tekanan di kepala sumur dapat dilihat pada Gambar 4.11. – 4.20.
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
36
620 615 610 605 600 595 590 585 580 575 570
R² = 0.9814
570
580
590 600 610 Tekanan pada PIPESIM (psi)
620
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
Gambar 4.11. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 614,7 psi 640 R² = 0.9689
635
630 625 620 615 610 600
610 620 630 Tekanan pada PIPESIM (psi)
640
Gambar 4.12. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 634,7 psi
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
37
660 R² = 0.9456
655 650 645 640 635 630 630
635
640 645 650 655 Tekanan pada PIPESIM (psi)
660
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
Gambar 4.13. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 654,7 psi
680 R² = 0.8968
675 670 665 660 655 650 650
655
660 665 670 675 Tekanan pada PIPESIM (psi)
680
Gambar 4.14. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 674,7 psi
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
38
700 R² = 0.8557
695 690 685 680 675 670 670
675
680 685 690 695 Tekanan pada PIPESIM (psi)
700
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
Gambar 4.15. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 694,7 psi
720 715
R² = 0.8718
710 705 700 695 690 685 685
690
695 700 705 710 Tekanan pada PIPESIM (psi)
715
720
Gambar 4.16. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 714,7 psi
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
39
740 735
R² = 0.8128
730 725 720 715 710 705 705
710
715 720 725 730 Tekanan pada PIPESIM (psi)
735
740
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
Gambar 4.17. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 734,7 psi
760
755 R² = 0.7758
750 745 740 735 730 730
735
740 745 750 755 Tekanan pada PIPESIM (psi)
760
Gambar 4.18. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 754,7 psi
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
40
780 775 R² = 0.7458
770 765 760 755 750 750
755
760 765 770 775 Tekanan pada PIPESIM (psi)
780
Tekanan pada Beggs-Brill (psi)
Gambar 4.19. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 774,7 psi
800 795 R² = 0.707
790 785 780 775
770 770
775
780 785 790 795 Tekanan pada PIPESIM (psi)
800
Gambar 4.20. Hubungan tekanan Beggs-Brill dan PIPESIM pada tekanan kepala sumur 794,7 psi Pada Gambar 4.11 sampai 4.20, garis hubungan ideal antara hasil pemodelan dan hasil simulasi ditunjukkan oleh garis linear
41 berwarna kuning, sedangkan hasil perhitungan tekanan menyebar di sekitar garis hubungan ideal antara gradien tekanan hasil pemodelan menggunakan metode Beggs-Brill dan gradien tekanan hasil simulasi menggunakan perangkat lunak PIPESIM dengan berbagai variasi penyimpangan atau error dan secara umum dapat dikatakan bahwa error yang diperoleh cukup kecil. Adapun besarnya error antara pemodelan tekanan pada sumur injeksi uap menggunakan metode Beggs-Brill dengan simulasi sumur injeksi uap menggunakan perangkat lunak PIPESIM dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Validasi model dengan PIPESIM No Eksperimen
Tekanan Inlet (psi)
Beggs-Brill Tekanan Outlet (psi)
PIPESIM Tekanan Outlet (psi)
Error (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
614,7 634,7 654,7 674,7 694,7 714,7 734,7 754,7 774,7 794,7
591.42 611.46 631.47 651.49 671.51 691.52 711.54 731.55 751.56 771.56
579.17 606.00 632.43 658.53 680.20 700.80 722.76 742.37 762.70 783.80
2.12 0.90 0.15 1.07 1.28 1.32 1.55 1.46 1.46 1.56
10
Dapat dilihat pada perbandingan Tabel 4.1. bahwa perbedaan tekanan outlet paling besar terjadi saat tekanan inlet bernilai 614,7 psi, dimana tekanan outlet pada metode Beggs-Brill sebesar 591,42 psi dan tekanan outlet pada simulasi PIPESIM sebesar 597,17 psi, sehingga error yang terjadi adalah 12,25 psi atau sebesar 2.12%, hal inilah yang mengindikasikan kepada pembaca apabila ingin menggunakan model Beggs-Brill untuk mengetahui gradien tekanan pada sumur injeksi uap. Dari hasil perbandingan tekanan outlet, nilai rata-rata error untuk sepuluh eksperimen adalah 1,29%. Adanya nilai error ini disebabkan karena mekanisme pada perangkat lunak PIPESIM lebih baik
42 dibandingkan dengan mekanisme pemodelan menggunakan metode Beggs-Brill serta sudah diteliti dan diperhalus sistemnya dengan sangat detil. Selain itu perangkat lunak PIPESIM juga mengintegrasikan berbagai korelasi untuk memperkirakan gradien tekanan pada sumur injeksi uap. Nilai error yang dapat dikatakan cukup kecil dan masih dalam batas toleransi ini menandakan bahwa persamaan yang diuji cukup akurat dalam memperkirakan gradien tekanan pada sumur injeksi uap bila dibandingkan dengan hasil simulasi pada perangkat lunak PIPESIM, sehingga persamaan Beggs-Brill cocok digunakan pada aplikasi sumur injeksi uap vertikal hingga kedalaman 4.000 feet. 4.3. Hasil Analisis Sensitivitas terhadap Variabel Mass Flow Rate dan Diameter Aliran Dari hasil gradien tekanan, analisis sensitivitas terhadap variabel mass flow rate dan diameter aliran dibuat dengan growth dari 10% hingga 100% dengan asumsi bahwa variabel-variabel yang lain bernilai konstan. Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel mass flow rate dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Analisis Sensitivitas terhadap Mass Flow Rate G (%) w (lbm/s) dp/dz (psi/ft) 0 10 -0,00578 10 11 -0,00576 20 12 -0,00567 30 13 -0,00556 40 14 -0,00542 50 15 -0,00523 60 16 -0,00508 70 17 -0,00488 80 18 -0,00466 90 19 -0,0036 100 20 -0,0033 Huruf G yang ada pada kolom paling kiri adalah growth yaitu kenaikan persentase variabel analisis sensitivitas, w adalah mass flow rate yang merupakan variabel analisis sensitivitas, dan dp/dz
43 merupakan pressure drop. Tabel 4.2. menunjukkan kenaikan nilai pressure drop dengan growth mass flow rate 10%, mass flow rate awal 10 lbm/s, dan diuji pada keadaaan tekanan inlet sebesar 614,7 psi. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya mass flow rate, pressure drop akan semakin naik. Kenaikan ini akan lebih terlihat jelas apabila melihat kurva hubungan mass flow rate dengan pressure drop dari persamaan Beggs-Brill pada Gambar 4.21. Mass Flow Rate (lbm/s) 0 0
5
10
15
20
25
dp/dz (psi/ft)
-0.001 -0.002 -0.003 -0.004
y = 3E-05x2 - 0.0007x - 0.0016 R² = 0.965
-0.005 -0.006 -0.007
Gambar 4.21. Hubungan mass flow rate dengan pressure drop Gambar 4.21. menunjukkan bahwa sebaran data mass flow rate memiliki hubungan polynomial orde dua dengan kenaikan pressure drop. Semakin besar kecepatan aliran maka semakin besar pressure drop yang terjadi pada sumur injeksi uap. Pada kurva didapatkan besar sensitivity length adalah 0,00003 lbm/s dan koefisien korelasi antara mass flow rate dengan pressure drop bernilai 0,965 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel mass flow rate berkorelasi kuat dengan pressure drop. Persamaan polynomial yang diperoleh dapat digunakan untuk uji sensitivitas. Berdasarkan hasil pemodelan gradien tekanan, analisis sensitivitas juga dibuat terhadap variabel diameter aliran dengan
44 growth dari 10% sampai 100% dengan asumsi bahwa variabelvariabel lainnya bernilai konstan. Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel diameter aliran dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Analisis Sensitivitas terhadap Diameter Aliran G (%) d(in) dp/dz (psi/ft) 0 3,548 -0.00501 10 3,903 -0.00517 20 4,258 -0.00518 30 4,612 -0.00534 40 4,967 -0.00539 50 5,322 -0.00549 60 5,677 -0.00558 70 6,032 -0.00564 80 6,386 -0.00574 90 6,741 -0.00584 100 7,096 -0.00582 Tabel 4.3. menunjukkan perubahan nilai pressure drop dengan growth diameter aliran sebesar10%, diameter aliran atau dyang menjadi variabel analisis sensitivitas memiliki nilai awal 3,5488 inci dan analisis sensitivitas dilakukan pada keadaan tekanan kepala sumur sebesar 614,7 psi. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya diameter aliran, pressure drop akan menunjukkan penurunan. Perubahan ini akan lebih terlihat jelas apabila melihat kurva hubungan antara diameter aliran dengan pressure drop pada persamaan Beggs-Brill pada Gambar 4.23.
45
Diameter Aliran (in) -0.0048 dp/dz (psi/ft)
-0.005
0
2
4
6
8
-0.0052 -0.0054
y = -0.0002x - 0.0042 R² = 0.9796
-0.0056 -0.0058 -0.006
Gambar 4.22. Hubungan diameter aliran dengan pressure drop Gambar 4.23. menunjukkan bahwa sebaran diameter aliran memiliki hubungan linear dengan perubahan pressure drop. Pada kurva didapatkan sensitivity length sebesar 0.0002 inci dan koefisien korelasi antara diameter alirandengan pressure drop bernilai 0,9796 sehingga dapat disimpulkan bahwa diameter aliran berkorelasi kuat dengan pressure drop Persamaan linear yang diperoleh dapat digunakan untuk uji sensitivitas. Mass flow rate dan diameter aliran memiliki korelasi yang kuat terhadap pressure drop karena mass flow rate berpengaruh terhadap friction loss. Sedangkan perubahan pressure drop terhadap diameter aliran terjadi karena diameter aliran akan mempengaruhi pola aliran yang terbentuk, sehingga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap friction loss dan elevation loss, dimana total pressure drop merupakan penjumlahan dari friction loss dan elevation loss. Mass flow rate merupakan fungsi laju alir uap (q), kualitas uap (x), dan suhu (T), sehingga ketelitian dalam pengukuran variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi besarnya pressure drop.
46
Halaman ini memang dikosongkan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, kesimpulan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut: Pemodelan tekanan pada sumur injeksi uap dengan menggunakan metode Beggs-Brill yang divalidasi dengan simulasi sumur injeksi uap menggunakan perangkat lunak PIPESIM menunjukkan nilai rata-rata error 1,29%. Persamaan Beggs-Brill cocok digunakan pada aplikasi sumur injeksi uap vertikal. Berdasarkan analisis sensitivitas, karakteristik model didapatkan berdasarkan perubahan mass flow rate dan diameter aliran. Hasil dari analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pressure drop pada model Beggs-Brill berkorelasi kuat terhadap mass flow rate dengan koefisien korelasi 0,965 dan berkorelasi kuat terhadap diameter aliran dengan koefisian korelasi 0,979. Ketelitian pengukuran laju alir uap (q), kualitas uap (x), dan suhu (T) di kepala sumur mempengaruhi akurasi hasil perhitungan tekanan. 5.2. Saran Pertimbangan untuk menentukan tekanan pada proses simulasi injeksi uap, dibutuhkan ketelitian dalam pengukuran laju alir, kualitas uap, dan suhu pada kepala sumur. Untuk penelitian berikutnya alangkah baiknya jika pemodelan tekananpada sumur injeksi uap dapat dilakukan pada berbagai nilai kekasaran sumur sehingga dapat diaplikasikan pada keadaan sumur yang lebih beragam. Selain itu, penelitian ini baik jika dilanjutkan untuk mengganti fluida yang di pakai pada Enhanced Oil Recovery dengan CO2, alkaline, polymer, atau surfaktan.
47
48
Halaman ini memang dikosongkan
LAMPIRAN LAMPIRAN A. Gradien Tekanan Hasil Pemodelan Menggunakan Beggs-Brill dan Simulasi pada PIPESIM Tabel A.1 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 614,7 psi Kedalaman Beggs-Brill PIPESIM (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 614,70 614,70 138 612,94 613,90 276 611,25 613,09 414 609,63 612,29 552 608,07 611,49 690 606,45 610,69 828 605,03 609,88 966 603,67 609,08 1103 602,38 608,28 1241 600,50 607,48 1379 598,66 606,67 1517 597,55 605,87 1655 595,81 605,07 1793 594,13 604,27 1931 593,20 603,46 2069 591,63 602,66 2207 590,83 601,86 2345 589,36 601,06 2483 587,94 600,25 2621 587,33 599,45 2759 586,02 598,65 2897 584,77 597,85 3034 584,35 597,04 51
52 Tabel A.1 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 3172 596,24 3310 595,44 3448 594,63 3586 593,83 3724 593,03 3862 592,23 4000 591,42
PIPESIM Tekanan (psi) 583,21 582,91 581,89 580,92 580,82 579,97 579,17
Tabel A.2 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 634,7 psi Kedalaman Beggs-Brill PIPESIM (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 634,70 634,70 138 633,90 633,15 276 633,10 631,66 414 632,30 630,25 552 631,49 628,91 690 630,69 627,50 828 629,89 626,29 966 629,09 625,16 1103 628,29 624,10 1241 627,49 622,42 1379 626,68 620,79 1517 625,88 619,91 1655 625,08 618,39 1793 624,28 616,93 1931 623,48 616,25 2069 622,68 614,90 2207 621,88 614,34
53 Tabel A.2 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 2345 621,07 2483 620,27 2621 619,47 2759 618,67 2897 617,87 3034 617,07 3172 616,26 3310 615,46 3448 614,66 3586 613,86 3724 613,06 3862 612,26 4000 611,46
PIPESIM Tekanan (psi) 613,11 611,92 611,57 610,50 609,49 609,33 608,44 608,42 607,65 606,93 607,13 606,53 606,00
Tabel A.3 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 654,7 psi Kedalaman Beggs-Brill PIPESIM (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 654,70 654,70 138 653,90 653,34 276 653,10 652,05 414 652,30 650,84 552 651,50 649,70 690 650,70 648,50 828 649,89 647,50 966 649,09 646,58 1103 648,29 645,73 1241 647,49 644,24 1379 646,69 642,81
54 Tabel A.3 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 1517 645,89 1655 645,09 1793 644,29 1931 643,49 2069 642,69 2207 641,88 2345 641,08 2483 640,28 2621 639,48 2759 638,68 2897 637,88 3034 637,08 3172 636,28 3310 635,48 3448 634,68 3586 633,88 3724 633,07 3862 632,27 4000 631,47
PIPESIM Tekanan (psi) 642,16 640,85 639,59 639,14 638,00 637,68 636,66 635,69 635,59 634,74 633,95 634,05 633,38 633,63 633,09 632,61 633,08 632,73 632,43
Tabel A.4 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 674,7 psi Kedalaman Beggs-Brill PIPESIM (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 674,70 674,70 138 673,90 673,53 276 673,10 672,43 414 672,30 671,41 552 671,50 670,47
55 Tabel A.4 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 690 670,70 828 669,90 966 669,10 1103 668,30 1241 667,50 1379 666,70 1517 665,90 1655 665,10 1793 664,30 1931 663,50 2069 662,70 2207 661,90 2345 661,10 2483 660,30 2621 659,50 2759 658,70 2897 657,90 3034 657,10 3172 656,30 3310 655,50 3448 654,70 3586 653,90 3724 653,09 3862 652,29 4000 651,49
PIPESIM Tekanan (psi) 669,45 668,66 667,93 667,29 665,99 664,75 664,31 663,18 662,12 661,89 660,95 660,86 660,04 659,28 659,40 658,77 658,19 658,53 658,08 658,58 658,26 658,00 658,72 658,60 658,53
56 Tabel A.5 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 694,7 psi Beggs-Brill PIPESIM Kedalaman (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 694,70 694,70 138 693,90 693,71 276 693,10 692,79 414 692,30 691,96 552 691,50 691,20 690 690,70 690,37 828 689,90 689,76 966 689,10 689,23 1103 688,30 688,79 1241 687,50 687,66 1379 686,70 686,60 1517 685,90 686,36 1655 685,10 685,42 1793 684,30 684,54 1931 683,50 684,52 2069 682,71 683,77 2207 681,91 683,89 2345 681,11 683,26 2483 680,31 682,70 2621 679,51 683,05 2759 678,71 682,61 2897 677,91 682,23 3034 677,11 682,80 3172 676,31 682,55 3310 675,51 683,29 3448 674,71 683,17 3586 673,91 683,12
57 Tabel A.5 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 3724 673,11 3862 672,31 4000 671,51
PIPESIM Tekanan (psi) 684,09 682,12 680,20
Tabel A.6 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 714,7 psi Beggs-Brill PIPESIM Kedalaman (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 714,70 714,70 138 713,90 713,88 276 713,10 713,14 414 712,30 712,48 552 711,50 711,90 690 710,70 711,25 828 709,91 710,83 966 709,11 710,48 1103 708,31 710,22 1241 707,51 709,27 1379 706,71 708,37 1517 705,91 708,33 1655 705,11 707,56 1793 704,31 706,86 1931 703,51 707,04 2069 702,71 706,47 2207 701,91 706,80 2345 701,11 706,35 2483 700,32 705,97 2621 699,52 706,53 2759 698,72 706,28
58 Tabel A.6 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 2897 697,92 3034 697,12 3172 696,32 3310 695,52 3448 694,72 3586 693,92 3724 693,12 3862 692,32 4000 691,52
PIPESIM Tekanan (psi) 706,09 706,88 706,83 707,79 705,77 703,79 704,49 702,62 700,80
Tabel A.7 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 734,7 psi Beggs-Brill PIPESIM Kedalaman (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 734,70 734,70 138 733,90 734,04 276 733,10 733,47 414 732,30 732,98 552 731,51 732,58 690 730,71 732,10 828 729,91 731,85 966 729,11 731,69 1103 728,31 731,60 1241 727,51 730,81 1379 726,71 730,08 1517 725,91 730,23 1655 725,12 729,63 1793 724,32 729,09 1931 723,52 729,46
59 Tabel A.7 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 2069 722,72 2207 721,92 2345 721,12 2483 720,32 2621 719,53 2759 718,73 2897 717,93 3034 717,13 3172 716,33 3310 715,53 3448 714,73 3586 713,93 3724 713,14 3862 712,34 4000 711,54
PIPESIM Tekanan (psi) 729,06 729,59 729,32 729,11 729,88 729,81 729,80 730,57 728,53 729,21 727,28 725,39 726,26 724,48 722,76
Tabel A.8 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 754,7 psi Beggs-Brill PIPESIM Kedalaman (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 754,70 754,70 138 753,90 754,21 276 753,10 753,80 414 752,31 753,47 552 751,51 753,23 690 750,71 752,92 828 749,91 752,84 966 749,11 752,85 1103 748,31 752,94
60 Tabel A.8 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 1241 747,52 1379 746,72 1517 745,92 1655 745,12 1793 744,32 1931 743,52 2069 742,73 2207 741,93 2345 741,13 2483 740,33 2621 739,53 2759 738,74 2897 737,94 3034 737,14 3172 736,34 3310 735,54 3448 734,74 3586 733,95 3724 733,15 3862 732,35 4000 731,55
PIPESIM Tekanan (psi) 752,30 751,73 752,05 751,61 751,23 751,80 751,56 752,28 752,17 752,13 752,98 750,85 748,78 749,46 747,50 748,32 746,48 744,68 745,68 744,00 742,37
61 Tabel A.9 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 774,7 psi Beggs-Brill PIPESIM Kedalaman (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 774,70 774,70 138 773,90 774,36 276 773,10 774,11 414 772,31 773,94 552 771,51 773,86 690 770,71 773,71 828 769,91 773,80 966 769,12 773,97 1103 768,32 774,23 1241 767,52 773,74 1379 766,72 773,32 1517 765,92 773,82 1655 765,13 773,53 1793 764,33 773,31 1931 763,53 774,05 2069 762,73 773,97 2207 761,93 774,87 2345 761,14 773,79 2483 760,34 771,63 2621 759,54 772,27 2759 758,74 770,23 2897 757,95 768,25 3034 757,15 769,06 3172 756,35 767,20 3310 755,55 768,15 3448 754,75 766,40 3586 753,96 764,70
62 Tabel A.9 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 3724 753,16 3862 752,36 4000 751,56
PIPESIM Tekanan (psi) 765,83 764,24 762,70
Tabel A.10 Gradien tekanan pada tekanan kepala sumur 794,7 psi Beggs-Brill PIPESIM Kedalaman (ft) Tekanan (psi) Tekanan (psi) 0 794,70 794,70 138 793,90 794,51 276 793,10 794,41 414 792,31 794,40 552 791,51 794,48 690 790,71 794,47 828 789,91 794,72 966 789,12 795,06 1103 788,32 795,48 1241 787,52 795,13 1379 786,72 794,85 1517 785,92 795,52 1655 785,13 795,38 1793 784,33 795,31 1931 783,53 796,23 2069 782,73 795,14 2207 781,93 795,72 2345 781,14 793,60 2483 780,34 791,54 2621 779,54 792,30 2759 778,74 790,36
63 Tabel A.10 (lanjutan) Kedalaman Beggs-Brill (ft) Tekanan (psi) 2897 777,95 3034 777,15 3172 776,35 3310 775,55 3448 774,75 3586 773,96 3724 773,16 3862 772,36 4000 771,56
PIPESIM Tekanan (psi) 788,48 789,42 787,65 788,74 787,08 785,47 786,75 785,25 783,80
64
Halaman ini memang dikosongkan
DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4] [5]
[6]
[7] [8]
[9]
[10]
[11]
[12]
Meyer, Richard F. and Attansi, Emil D. "Heavy Oil and Natural Bitumen".U.S. Geological Survey, pp. 3. 2003. Green, D. and Willhite, G. "Enhanced Oil Recovery." SPE Textbook Series, vol. 6. 1998. Gunadi, B. "Experimental and Analytical Studies of Cyclic Steam Injection Using Horizontal Wells".Texas A&M University. 1999. Ramey, H. J. "Wellbore Heat Transmission".Journal of Petroleum Technology. 1962. Gu, H., Cheng, L. S., Li, B. K., Shen, F., and Fang, W. C. "Steam Injection for Heavy Oil Recovery: Modeling of Wellbore Heat Efficiency and Analysis of Steam Injection Performance".Energy Conversion Management. 2015. Carrol, Herbert B. "Enhanced Oil Recovery Information".National Institute for Petroleum and Energy Research. 1986. Weisman, J. "Two-Phase Flow Pattern".Handbook of Fluids in Motion, pp. 409-425. 1983. Kytomaa, H.K. "Stability of The Structure in Multicomponent Flows".Ph.D. Thesis California Institute of Technology. 1974. Beggs, H. Dale and Brill, James P. "A Study of TwoPhase Flow in Inclined Pipes".SPE-AIME, pp. 616-617. 1973. Hong, K. C. "Steamflooding Reservoir Management: Thermal Enhanced Oil Recovery".Pennwel Publishing Company. 1994. Avila, K., Moxei, D., Lozar, A., Avila, D., and Barkley, D. "The Onset of Turbulence in Pipe Flow".vol. 333, pp. 192-196. 2011. Richard, K. "Rivers: Form and Process in Alluvial Channels".Blackburn Press, Caldwell. 2004. 49
[13]
[14]
Liang, Z., Miller, M. A., dan Sepehrnoori, K. "New Functional Correlation for Saturated Steam Properties".Society of Petroleum Engineers, Richardson, Texas. 1992. Lyons, W. C. "Standard Handbook of Petroleum & Natural Gas Engineering".Gulf Professional Publishing, Houston, vol. 2. 1996.
50
BIODATA PENULIS
Eldisa Kusuma Putri. Lahir di Cilacap, 23 Desember 1994 dari Ari Dwi Koranto dan Tri Retnaningrum sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwokerto pada tahun 2012 dan diterima di Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Selama studinya, penulis juga terlibat dengan beberapa organisasi. Pada tahun 2014, penulis menjadi asisten Dirjen departemen hubungan luar BEM ITS. Pada tahun 2014 sampai, penulis menjadi asisten Laboratorium Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol Teknik Fisika ITS. Pada bulan Januari 2015, penulis melakukan magang di PT Patra SK LBO Plant Dumai dengan topik "Tuning PID Controller Analysis in A Process System for Maintaining The Stability of Operational Process Unit at PT Patra SK". Dan pada bulan Juni 2015, penulis melakukan kerja praktek di PT Yokogawa Indonesia sebagai system engineer dengan topik "Yokogawa DCS Communication with Subsystem Using Modbus Protocol".