BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran, setoran dan sebagainya (Rivai, Andria dan Ferry N. Idroes, 2007). Pengertian Bank menurut pasal 1 undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (Idroes Ferry, 2008). Adapun
pengertian
Bank
menurut
Global
Association
of
Risk
Professionals (GARP) dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR, 2005) Bank adalah suatu lembaga yang telah memperoleh izin untuk melakukan kegiatan utama menerima deposito, memberikan pinjaman, menerima dan menerbitkan cek.
Pengertian Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana dan penyalur kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter serta dinamisator pertumbuhan (Hasibuan 2001). Dari pengertian-pengertian diatas dapat dijelaskan secara luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan.
Aktivitas
perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah didunia perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Menurut Undang-Undang pokok perbankan No. 7 Tahun 1992 dan disempurnakan dengan Undang-Undang perbankan No. 10 Tahun 1998, jenis perbankan terdiri dari : 1. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2.1.2 Risiko Usaha Bank Risiko usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank.
Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang
diperoleh suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan (Idroes Ferry, 2008). Tabel 2.1. Aktivitas Terkait Risiko Versus Hasil
Risiko menurun Hasil meningkat Maksimalkan aktivitas
Risiko tetap
Risiko meningkat
Tingkatkan Aktivitas
Lakukan Aktivitas secara Hati-hati
Hasil tetap
Tingkatkan Aktivitas Lakukan Aktivitas Turunkan secara Hati-hati Aktivitas
Hasil menurun
Lakukan Aktivitas Turunkan secara Hati-hati Aktivitas
Hentikan Aktivitas
Sumber: Manajemen Risiko Perbankan
Risiko usaha yang sering dihadapi bank antara lain sebagai berikut: a. Risiko kredit (credit atau default risk) Merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diperoleh dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. b. Risiko investasi (Investment risk) Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu penurunan nilai portofolio surat-surat berharga, misalnya obligasi dan surat-surat
berharga lainnya yang dimiliki bank. Nilai surat-surat berharga tersebut bergerak berlawanan arah dengan tingkat bunga umum.
Bila tingkat bunga menurun,
harga-harga obligasi atau surat-surat berharga lainnya mengalami kenaikan dan akan menaikkan nilai portofolionya, begitu pula sebaliknya. c. Risiko likuiditas (Liquidity risk) Merupakan risiko yang dihadapi dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh nasabah pada suatu waktu. d. Risiko operasional (Operating risk) Efektifitas system, prosedur, dan pengendalian dalam menjalankan kegiatan operasional yang berpengaruh terhadap kelancaran jalannya operasi usaha dan tingkat pelayanan bank kepada nasabah. e. Risiko penyelewengan (Fraud risk) Risiko penyelewengan atau penggelapan berkaitan dengan kerugiankerugian
yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan, atau moral dan
perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank. f. Risiko fidusia (Fiduciary risk) Risiko fidusia ini akan timbul akibat usaha bank dalam memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha. Secara historis hubungan fidusia mengatur bahwa wali amanat atau trustee dalam hal ini bank, harus melaksanakan kegiatannya secara konsisten disertai dengan kebijakan-kebijakan secara sehat dan rasional.
g. Risiko tingkat bunga (interest rate risk) Risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar surat-surat berharga dan pada saat yang sama, bank membutuhkan likuiditas. h. Risiko solvensi( Solvency risk) Risiko yang disebabkan oleh ruginya beberapa aset yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank. i.
Risiko valuta asing (Foreign currency risk) Risiko ini terutama dihadapi oleh bank-bank devisa yang melakukan
transaksi dalam valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun dari sisi passiva. Perubahan nilai valuta asing terhadap rupiah misalnya dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya dalam valuta asing. j. Risiko persaingan (Competitive risk) Produk-produk yang ditawarkan bank hampir seluruhnya bersifat homogen, sehingga persaingan antar bank lebih berfokus pada kemampuan bank memberikan pelayanan kepada nasabah secara professional dan paling baik. 2.1.3 Pengertian Likuiditas Likuiditas merupakan
salah
satu
indikator
kesehatan
perbankan,
merupakan penentu apakah bank tersebut mampu membayar kembali kewajibankewajiban kepada deposannya.
Secara teoritis, bagi perbankan likuiditas
merupakan "darah" bagi kehidupan.
Apabila bank mengalami kekeringan
likuiditas, maka bank ini tengah dihadapkan pada persoalan serius yang harus segera diselesaikan. Kalau tidak, maka besar kemungkinan bank akan dilikuidasi
karena secara teknis bank dinilai tidak layak beroperasi (Dendawijaya Lukman, 2000). Secara umum, pengertian Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan atau dalam hal ini industri Perbankan, dalam membayar semua kewajibankewajiban jangka pendeknya dengan aset-aset lancar atau likuid yang dimiliki oleh suatu industri tersebut. Secara lebih spesifik, likuiditas adalah kesanggupan bank menyediakan alat-alat lancar seperti Kas, Giro pada bank Indonesia, Giro pada bank lain, penempatan pada bank lain, guna membayar kembali titipan yang telah jatuh tempo dan memberikan pinjaman kepada Masyarakat yang memerlukan. Masalah likuiditas berhubungan dengan masalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dipenuhi. Perusahaan yang memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebut perusahaan yang likuid (Riyanto, 2002). Perusahaan yang tidak likuid mengakibatkan meningkatnya risiko operasional,
yang pada gilirannya dapat mengancam keberlangsungan usaha
perusahaan tersebut. Risiko likuiditas ini dapat dinilai oleh para investor dalam menghitung appropriate risk-adjusted discounted rate.
Hal tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi harga yang diberikan oleh investor terhadap saham perusahaan tersebut (Kasidi, 2010). Beberapa pengertian likuiditas dalam perspektif perbankan dapat dijelaskan sebagai berikut: Josep E.Burns menyatakan likuiditas bank adalah berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan, Oliver
G. Wood,Jr menjelaskan likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan. Dan juga William M. Glavin menyatakan bahwa likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban. 2.1.4 Jenis dan Sumber Alat Likuid Menurut terminologi yang berlaku umum dalam dunia perbankan, dapat disebutkan bahwa jenis-jenis aktiva lancar (likuid) yang dimiliki oleh bank adalah: 1. Kas atau uang tunai (kertas dan logam) yang tersimpan dalam brankas (khasanah) bank bersangkutan. 2. Saldo dana milik bank tersebut yang terdapat pada Bank Sentral (Saldo Giro BI) 3. Tagihan atau deposito pada bank lain, termasuk bank koresponden 4. Chek yang diterima, tetapi masih dalam proses penguangan pada Bank Sentral dan bank korespoden. Dalam dunia perbankan, keempat jenis alat/ harta likuid tersebut sering disebut posisi uang (money position) bank yang bersangkutan pada saat tertentu. Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan tersebut diatas dari berbagai sumber, yaitu : a. Asset bank yang akan segera jatuh tempo Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo dapat dianggap sebagai sumber likuiditas. Oleh karena itu, dalam kondisi
kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila keseluruhan portofolio kreditnya masuk kategori kredit tanpa jatuh tempo ( evergreen). Suratsurat berharga, instrumen pasar uang seperti bank Acceptance, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan sertifikat deposito pada bank lain yang akan segera jatuh tempo, dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas. b. Pasar Uang Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit Worthiness bank tersebut.
Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan
uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan konsistensi perkembangan pendapatan bank, kualitas aset, reputasi kesehatan manajemen, dan kekuatan modal bank. c. Sindikasi kredit Pembentukan sindikasi kredit, selain bertujuan menyiasati legal lending limit (3L) dan menyebarkan risiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan bank-bank lain. Dengan demikian, ketika mengalami kesulitan likuiditas maka bank tersebut dapat menyidikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk mengatasi masalah tersebut. 2.1.5
Cadangan likuiditas Khusunya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat
diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan
likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan giro bank Indonesia pada batas maksimal yang diperbolehkan (Kasidi, 2010). Jika dilakukan klasifikasi jenis alat likuid menurut post pembukuan dalam neraca, alat likuid yang dimasukkan kedalam pos-pos tertentu ini adalah saldo masing-masing jenis alat likuid pada tanggal terakhir pada masa laporan likuiditas.
Dalam hal ini, jenis alat likuid dimasukkan pada pos-pos aktiva,
sedangkan kewajiban-kewajiban kepada pihak ketiga yang harus ditutup dengan alat likuid tersebut dimasukkan pada pos-pos pasiva. Klasifikasi masing-masing pos tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Aktiva Aktiva terdiri dari: 1. Kas, yang dimasukkan kedalam pos ini adalah uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas, uang logam dan commemorative coin yang dikeluarkan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) menurut nilai nominal dan menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia. 2. Bank Indonesia yaitu semua simpanan/tagihan bank bersangkutan dalam Rupiah kepada bank Indonesia, seperti saldo giro bank Indonesia dan lainnya. 3. Surat-surat berharga dan tagihan lainnya dalam klasifikasi tersedia untuk dijual. Yang termasuk golongan ini adalah surat-surat berharga dalam rupiah yang dibeli atau dimiliki oleh bank bersangkutan, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), saham,
obligasi dan bukti tagihan lainnya yang belum diuangkan, termasuk tagihan yang timbul karena akseptasi wesel dan penjualan SBPU. 4. Antar bank aktiva yaitu semua jenis simpanan dan tagihan bank bersangkutan kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) lainnya di Indonesia, seperti Giro, Call Money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, pinjaman yang diberikan, pembiayaan bersama, penyertaan, dana pelunasan obligasi dan lain-lain. Pasiva Passiva terdiri dari: 1. Giro yaitu simpanan-simpanan dalam rupiah oleh pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. 2. Simpanan berjangka yang kurang dari tiga bulan yaitu simpanan dalam bentuk deposito berjangka, deposito asuransi dan deposit on call dalam rupiah pihak ketiga bukan bank, yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu yang disepakati. 3. Tabungan yaitu simpanan dalam rupiah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut
syarat
dan
cara
tertentu,
misalnya
dengan
menggunakan buku tabungan, slip penarikan (bukan cek) dan kartu ATM. 4. Antar bank pasiva yaitu semua jenis kewajiban bank bersangkutan dalam mata uang rupiah kepada bank atau LKBB lainnya, seperti giro, call money, surat berharga, deposit on call, deposito berjangka, pinjaman yang diterima, pembiayaan bersama dan lainnya.
5. Kewajiban lainnya yang segera jatuh tempo yaitu semua kewajiban dalam rupiah yang setiap saat dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar, misalnya kiriman uang. 2.1.6 Risiko likuiditas Secara umum risiko likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (Cash Flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo/waktu, terutama dana jangka pendek.
Apabila bank tidak
mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari, maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risisko likuiditas . Dari sudut aktiva likuiditas, risiko likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (Cash). Dari sudut passiva likuiditas, risiko likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melaui peningkatan portofolio reliabilitas (Idroes Ferry dan Sugiarto, 2006). Risiko likuiditas juga terjadi akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas. Dengan adanya manajemen likuiditas (ALMA) tersebut, semakin disadari betapa pentingnya suatu bank mengelola likuiditas secara baik, terutama untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh
adanya kekurangan dana sehingga dalam memenuhi kewajibannya, bank terpaksa harus mencari dana dengan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga pasar, atau bank terpaksa menjual sebagian asetnya dengan risiko menderita rugi yang relatif besar. Hal tersebut akan memengaruhi pendapatan bank (Idroes Ferry, Sugiarto, 2006). Oleh karena itu bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas. 2.1.7
Kategori Risiko Likuiditas
1. Risiko Likuiditas Pasar/risiko likuiditas asset (asset liquidity risk) Risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting potition
tertentu dengan harga pasar kerena kondisi likuiditas pasar tidak
memadai atau gangguan pasar (market disruption).
Risiko ini timbul adalah
ketika suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada harga pasar, yang terjadi akibat besarnya nilai transaksi relatif terhadap besarnya pasar. Likiuiditas dapat menyebabkan pengaruh yang substansial bagi harga pasar. Suatu pasar yang likuid memiliki sejumlah penggerak pasar dan dukungan dalam suatu volume tinggi dsari suatu bisnis. Likuiditas yang tinggi cenderung akan menaikkan harga (Greuning Hennie Van dan Bratanovic Sonja Brajovic, 2009).
2. Risiko Likuiditas Pendanaan (funding liquidity risk) Sering juga disebut dengan cash flow risk , yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Atau karena ketidakmampuan memenuhi kewajiban jatuh tempo sehingga mengakibatkan likuidasi. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain oleh: a. Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana. b. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana. c. Ketersediaan aset yang siap dikonfersikan menjadi kas. d. Kemampuan menciptakan akses kepasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, dimana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas. 2.1.8 Pengukuran Risiko Likuiditas Pengelolaan risiko likuiditas adalah kemampuan yang berkesinambungan untuk mengakomodasi jatuh tempo dan penarikan kewajiban, serta membiayai pertumbuhan aktiva dan untuk memenuhi kewajiban pada Suku Bunga Pasar yang layak. Risiko Likuiditas Bank timbul dikarenakan dua hal yaitu funding risk dan interest risk. funding risk (risiko pendanaan) terjadi apabila dana bank tidak dapat memenuhi kewajibannya. Hal ini dikarenakan antara lain oleh rush (aktiva dan passiva), atau maturity profile yang tidak diketahui. Interest risk atau risiko
bunga terjadi karena adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam aset maupun kewajiban dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang akan diperoleh (Kasidi, 2010). Risiko likuiditas dilihat dari tiga indikator sebagai berikut: 1. Likuiditas Total Aset ( LTA) Menurut Antariksa (2005) Liquid asset to Total Asset (LTA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aset likuid yang ada daritotal aset yang dimiliki. Menurut Guspiati (2008) rasio LTA mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas, karena jika kas yang tersedia pada sebuah bank terlalu besar, menandakan tidak efesiensinya kondisi bank tersebut. LTA = aset likuid Total Aset 2. Likuiditas Aset Deposit ( LAD) Menurut Guspiati (2008) Liquid Asset to Deposit (LAD) menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para deposan dengan alatalat yang paling likuid yang dimiliki pihak bank. Semakin besar rasio LAD menunjukkan posisi likuiditas membaik yang menandakan rendahnya risiko likuiditas, namun berdampak pada menurunnya tingkat profitabilitas bank. LAD = Aset likuid Deposit 3. Financing Deposit Ratio (FDR) Menurut Gozali (2007) Financing to Deposit Ratio (FDR) mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas karena semakin besar pembiayaan maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik secara otomatis laba juga
mengalami kenaikan. Meningkatnya laba, maka profitabilitas yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA) juga akan meningkat, karena laba merupakan komponen yang membentuk Return on Asset (ROA) (Dewi, 2010). Kebutuhan likuiditas setiap bank berbeda-beda tergantung antara lain pada kekhususan usaha bank, besarnya bank dan sebagainya. Oleh karena itu untuk menilai cukup tidaknya likuiditas suatu bank dengan menggunakan ukuran financing deposito to ratio (FDR), yaitu dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kewajibannya, seperti antisipasi atas pemberian jaminan bank yang pada gilirannya akan menjadi kewajiban pada bank. Apabila hasil pengukuran
jauh berada diatas target dan limit bank tersebut maka dapat
dikatakan bahwa bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah target dan limitnya, maka bank tersebut dapat memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa tingginya biaya pemeliharaan kas yang menganggur (idle money). Dari uraian diatas maka dapat dikatakan Financing Deposit to Ratio (FDE) adalah perbandingan jumlah pembiayaan yang diberikan dengan simpanan masyarakat. FDR=Pembiayaan yang diberikan Dana masyarakat 2.1.9 Fungsi, tujuan dan manfaat pengelolaan likuiditas Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan, bahkan sangat menentukan suatu bank untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif. Tujuan dan manfaat dari pengelolaan likuiditas suatu bank secara garis besar (Kasmir, 2007)
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
Artinya kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu) 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
Artinya jumlah
kewajiaban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah. 4.Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 6.
Sebagai
alat
perencanaan
kedepan,
terutama
yang
berkaitan
dengan perencanaan kas dan utang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar. 9. Menjadikan alat pemicu bagi pihak manajemen untuk meperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan, bahkan sangat menentukan bagi kemampuan suatu bank untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif. 2.1.10 Manajemen risiko likuiditas Likuiditas menggambarkan kemampuan bank untuk mengakomodasi penarikan deposit dan kewajiban lain secara efisien dan untuk menutup peningkatan dana dalam pinjaman serta portofolio investasi. Sebuah bank yang memiliki potensi likuiditas yang memadai ketika ia dapat memperoleh dana yang diperlukan (dengan meningkatkan kewajiban, mengamankan, atau menjual aset) dengan segera dan dengan biaya yang masuk akal. Harga likuiditas adalah fungsi kondisi pasar dan persepsi pasar terhadap risiko institusi peminjam. Dalam pembukaan naskah perundingan pada juni 2008, Basel committee on Bank Supervision menyatakan hal-hal sebagai berikut: a. Likuiditas adalah kemampuan bank untuk mendanai peningkatan aset dan memenuhi kewajiban yang muncul, tanpa mengakibatkan kerugian besar. b. Peranan dasar bank dalam perubahan waktu jatuh tempo dari deposito jangka pendek ke jangka panjang membuat bank rentan terhadap risiko likuiditas, baik yang bersifat institusi spesifik maupun yang memengaruhi pasar secara keseluruhan. c. Setiap transaksi atau komitmen keuangan secara virtual memiliki implikasi terhadap likuiditas bank.
d. Manajemen risiko likuiditas yang efektif dapat memastikan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban arus kas, yang tidak pasti karena kewajiban tersebut dipengaruhi peristiwa-peristiwa eksternal dan perilaku-perilaku agen lainnya. e. Manajemen risiko likuiditas merupakan hal yang paling penting karena baik buruknya manajemen risiko likuiditas di satu institusi dapat memberikan dampak terhadap seluruh system di perbankan. f. Perkembangan pasar keuangan pada dekade sebelumnya telah meningkatkan kompleksitas risiko likuiditas dan manajemennya. Manajemen risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam system perbankan, karena bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat berpengaruh dengan rasio aset dan modal inti. Oleh karena itu, manajemen risiko likuiditas mengatasi likuiditas pasar bukan kepuasan. Implikasi risiko likuiditas tersebut adalah : suatu bank dapat memiliki dana actual, tetapi dana tersebut memadai untuk memenuhi kewajibannya. Risiko likuiditas biasanya dikelola oleh Asset-Liability Manajement Committee (ALCO) bank, yang harus memiliki pemahaman mengenai adanya hubungan antara likuiditas dan pasar lain serta risiko kredit dalam neraca (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009). 2.1.11 Prinsip-prinsip Manajemen dan pengawasan risiko likuiditas yang baik (Basel Committee on Bank Supervision) Manajemen risiko likuiditas menjadi pusat kepercayaan dalam sistem perbankan, karena bank-bank komersial merupakan institusi yang sangat berpengaruh dengan rasio aset dan modal inti. Pentingnya likuiditas melebihi
institusi individu, karena kerugian likuiditas di satu institusi dapat memengaruhi keseluruhan sistem. Berikut prinsip-prinsip manajemen dan pengawasan risiko likuiditas yang baik (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009): 1. Bank bertanggung jawab atas manajemen risiko likuiditas yang baik. 2. Bank harus mengungkapkan toleransi risiko likuiditas dengan tepat untuk strategi bisnis dan perananya dalam system keuangan yang jelas. 3. Manajemen senior harus mengembangkan suatu strategi, kebijakan dan praktik untuk mengelola risiko likuiditas dengan toleransi risiko dan untuk memastikan bahwa bank tersebut mempertahankan likuiditas yang memadai. 4. Bank harus menggabungkan biaya likuiditas, manfaat dan risiko dalam harga produk, ukuran kinerja dan proses persetujuan produk baru untuk semua aktivitas bisnis yang penting (di dalam dan diluar neraca), sehingga mensejajarkan insentif pengambilan risiko dari setiap bisnis dengan pemaparan risiko likuiditasnya untuk bank secara keseluruhan. 5. Bank harus memiliki proses identifikasi, pengukuran, pengawasan dan pemeriksaan risiko likuiditas yang baik. 6. Bank harus mengelola pemaparan risiko likuiditas dan kebutuhan dana secara aktif di dalam dan di seluruh badan hukum, aktivitas-aktivitas bisnis dan mata uang, dengan mempertimbangkan batasan hukum, peraturan dan operasional terhadap transferabilitas likuiditas. 7. Bank
harus
membangun
strategi
pendanaan
yang
diversifikasi efektif dalam sumber dan tujuan pendanaan.
memberikan
8. Bank harus aktif dalam mengatur posisi likuiditas dan risikonya untuk memenuhi pembayaran dan pemenuhan kewajiban tepat waktu dalam kondisi normal dan tertekan sehingga berkontribusi terhadap fungsi system pembayaran dan penyelesaian yang lancar. 9. Bank harus aktif mengelola posisi jaminannya, dengan mebedakan antara aset yang dibebankan dan yang tidak dibebankan. 10. Bank harus melakukan uji tekanan berdasarkan variasi scenario tekanan yang bersifat institusi spesifik dan pasar luas untuk mengidentifikasi sumber-sumber ketegangan likuiditas dan untuk memastikan bahwa risiko yang terjadi tetap berada pada tingkat yang dapat ditolelir. 11. Bank harus memiliki rencana kemungkina pendanaan formal yang secara jelas menentukan srategi untuk mengatasi kerugian likuiditas dalam situasi darurat. 12. Bank harus mempertahankan pengamanan harta lancar yang tidak dibebankan dan berkualitas tinggi untuk disimpan sebagai jaminan terhadap keadaan likuiditas yang tidak aman, termasuk yang melibatkan kerugian atau kerusakan sumber-sumber dana yang aman dan tidak aman. 13. Bank harus memberikan informasi kepada publik secara berkala sehingga pelaku pasar mampu mebuat penilaian mengenai baik atau tidaknya kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas bank tersebut. 14. Para pengawas harus melakukan penilaian yang komprehensif mengenai keseluruhan kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas untuk menentukan apakah mereka memberikan tingkat fleksibilitas yang
cukup terhadap tekanan likuiditas yang diakibatkan oleh peranan bank dalam system keuangan. 15. Para pengawas harus memperbaiki penilaian berkala mereka mengenai kerangka manajemen risiko likuiditas dan posisi likuiditas suatu bank dengan memantau kombinasi laporan internal, laporan prudensial dan informasi pasar. 16. Para pengawas harus terlibat dalam tindakan perbaikan yang efektif dan tepat waktu, yang dilakukan oleh bank untuk mengatasi efisiensi dalam proses-proses manajemen risiko likuiditas atau posisi likuiditas bank tersebut. 17. Para pengawas harus berkomunikasi dengan pengawas dan pihak berwenang lainnya, seperti bank sentral, di dalam luar negeri, untuk memfasilitasi kerjasama yang efektif berkaitan dengan pengawasan dan kesalahan risiko likuiditas. 2.1.12 Kebijakan Manajemen Likuiditas Dalam operasi harian, manajemen likuiditas di capai melalui manajemen aset bank. Dalam istilah menengah, likuiditas juga di tangani melalui manajemen struktur kewajiban bank. Tingkat likuiditas yang di anggap cukup bagi suatu bank bisa saja tidak memadai bagi bank lain. Suatu posisi likuiditas bank tertentu juga dapat bervariasi mulai dari yang memadai hingga tidak memadai berdasarkan kebutuhan dana yang diantisipasi pada setiap waktu.
Penilaian mengenai
kecukupan posisi likuiditas memerlukan analisis persyaratan dana historis bank, posisi likuiditasnya saat ini dan kebutuhan dana di masa mendatang, pilihan-
pilihan yang dimilikinya untuk mengurangi kebutuhan dana atau memperoleh dana tambahan, beserta sumber dananya. Jumlah harta atau aset lancar yang siap dipasarkan harus dimiliki oleh suatu bank bergantung pada stabilitas struktur simpanannya dan potensi pengembangan portofolio pinjaman cepat. Umumnya, jika deposit terdiri dari rekening-rekening kecil yang stabil, maka suatu bank memerlukan likuiditas yang relatif kecil. Posisi likuiditas yang lebih tinggi biasanya diperlukan ketika porsi substansial portofolio pinjaman terdiri dari pinjaman besar jangka panjang, ketika bank memiliki konsentrasi deposit yang cukup tinggi. Kebutuhan akan likuiditas biasanya ditentukan oleh konstruksi tingkat jatuh tempo yang terdiri dari pemasukan dan pengeluaran kas yang diharapkan selama periode waktu tertentu. Perbedaan antara pemasukan dan pengeluaran dalam setiap periode ( yakni kelebihan atau kekurangan dana) memberikan titik awal untuk mengukur keuntungan atau kerugian likuiditas suatu bank setiap waktu (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009). Kerangka manajemen risiko likuiditas memiliki tiga aspek, yaitu: 1. pengukuran dan pengelolaan persyaratan dana bersih 2. akses pasar 3. dan rencana tak terduga. Meramalkan peristiwa yang mungkin terjadi di masa mendatang merupakan bagian yang terpenting dari perencanaan likuiditas dan manajemen risiko.
Analisis persyaratan dana bersih melibatkan konstruksi jenjang dan
perhitungan dana yang lebih kumulatif atau defisit dana pada tanggal-tanggal
tertentu. Bank harus mengestimasikan arus kas yang mereka harapkan secara berkala bukan hanya berfokus pada periode kontraktual selama kas masuk atau keluar. Suatu evaluasi apakah suatu bank cukup lancar atau tidak bergantung pada perilaku arus kas dalam kondisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manajemen risiko likuiditas melibatkan beragam skenario. Skenario going concern ditetapkan sebagai tolok ukur untuk neraca yang berkaitan dengan arus kas selama aliran bisnis normal. Skenario ini biasanya diterapkan pada manajemen penggunaan deposit oleh bank. Skenario kedua berkaitan dengan likuiditas bank dalam situasi krisis ketika bagian signifikan dari kewajibannya tidak dapat diperbaharui kembali atau diganti yang mengaplikasikan kontraksi neraca bank. Skenario ini berkaitan dengan banyaknya peraturan likuiditas yang ada atau ukuran likuiditas pengawas. Skenario ketiga merujuk pada krisis pasar umum, dimana likuiditas berpengaruh pada seluruh system perbankan, atau setidaknya dalam bagian perbankan yang signifikan. Manajemen likuiditas dalam skenario ini dipredikasi pada kualitas kredit, dengan perbedaan signifikan dalam akses dana antar bank. Dari sudut pandang manajemen likuiditas, asumsi implisit yang mungkin muncul adalah bank sentral akan memastikan akses terhadap dana tersebut dalam beberapa bentuk. Malahan, bank sentral telah menanamkan suatu kepentingan dalam mempelajari skenario ini karena kebutuhan akan hal tersebut menciptakan jaminan total likuiditas bagi sektor perbankan, dan cara-cara yang dapat dilakukan
dalam menyebarkan beban masalah likuiditas pada bank-bank besar (Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic, 2009). 2.1.13 Profitabilitas Profit merupakan salah satu tujuan fundamental bisnis perbankan untuk memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian, investor jangka panjang akan berkepentingan dengan analisis profitabilitas, misalnya pemegang saham akan melihat keuntungan yang benarbenar diterima dalam bentuk deviden.
Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dan dapat diukur dalam ratio.
Rasio
profitabilitas merupakan salah satu bagian dari analisa laporan keuangan. Rasio profitabilitas adalah ratio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen perusahaan secara keseluruhan, yang ditunjukkan dengan besarnya laba yang diperoleh dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Profitabilitas menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan tersebut dengan seluruh sumber daya yang dimiliki seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, dan sebagainya untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Ratio profitabilitas dianggap sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena ratio profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risiko. Efisiensi baru dapat diketahui jika profit dibandingkan dengan kekayaan atau modal yang digunakan untuk menghasilkan profit tersebut.
Dengan demikian perusahaan tidak hanya
memperhatikan bagaimana usaha untuk memperbesar profit tetapi yang lebih penting adalah mencari usaha untuk meningkatkan profitabilitasnya (Sartono, 2001). Ada dua ratio yang biasa digunakan dalam mengukur besarnya profitabilitas yaitu sebagai berikut: Return On Assets (ROA) Digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada satu periode tertentu. Ratio ini dapat dihitung dengan cara:
Return On Equity (ROE)
ROA =
πππ‘ πΌπππππ x 100% πππ‘ππ π΄π π ππ‘π
Profitabilitas merupakan dasar dari adanya keterkaitan antara efisiensi operasasional dengan kualitas jasa yang dihasilkan oleh suatu bank. Profitabilitas adalah ukuran spesifik dari performance sebuah bank, dimana ia merupakan tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan nilai dari para pemegang saham, optimalisasi dari berbagai tingkat return, dan meminimalisasi risiko yang ada.
Tujuan analisis profitabilitas sebuah bank adalah untuk
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh suatu bank. ROE menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income. Semakin tinggi return semakin baik, berarti deviden yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga semakin besar.
ROE =
πππ‘ πΌπππππ x 100% πππ‘ππ πΈππ’ππ‘π¦
2.1.14 Hubungan antara Likuiditas dengan Profitabilitas Likuiditas dan profitabilitas merupakan dua faktor yang jika dihubungkan akan saling mempengaruhi.
Beberapa pendapat mengenai hubungan antara
likuiditas dengan profitabilitas yaitu: Edward W. Reed dan Edward K. Gill (1995: 173) menyatakan bahwa profit bank yang dihasilkan tergantung pada kesehatan ekonomi komunitas yang dilayaninya, selain itu juga dengan hasil yang diperoleh dari aset merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan profit. Veitzhal (2007: 719) menyatakan bahwa jika bank mampu menjaga likuiditas maka
kepercayaan
mempercayakan
masyarakat
transaksi
tetap
keuangan
terjaga melalui
sehingga bank
mempertahankan tingkat keuntungan yang optimal.
dan
nasabah bank
tetap dapat
Taswan (2006: 95)
menyatakan bahwa persoalan manajemen adalah persoalan dilematis, kalau bank menghendaki untuk memelihara likuiditas yang tinggi maka profit akan turun, begitu juga sebaliknya jika bank menginginkan memelihara likuiditas yang rendah maka profit akan mengalami kenaikan.
2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
Variabel
Teknik Analisis Data Metode analisis regresi linier dengan uji kelambanan (lag) dan analisis musiman (dummy variabeli)
Hasil Penelitian
Riki Antariksa (2005)
Analisis Pengaruh Risiko Likuiditas terhadap Profitabilitas Perbankan
Variabel Independen yaitu Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR), variabel dependennya adalah ROA dan ROE.
Berger (1995)
Hubungan antara ROE dan capital asset ratio studi kasus bank-bank di AS selama periode 19831992.
Variabel yang digunakan adalah hubungan antara Capital asset ratio dengan ROE.
Metode yang digunakan adalah model analisis Kausalitas Granger.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROE dan capital to assetratio cenderung memiliki hubungan positif.
Gokhan Gunai (1998)
Faktor-faktor risiko apa saja yang mempengaruhi profitabilitas pada bankbank swasta di Turki.
Melihat risiko-risiko yang mempengaruhi profitabilitas pada bank-bank di Turki.
Model linier.
Terdapat risiko likuiditas sebagai salah satu variabel, namun karena terdapat masalah multikolinearitas di antara variabel, maka diajukan model kedua dengan menghilangkan variabel risiko likuiditas. Dengan kata lain,risiko likuidtas walaupun berpengaruh secara signifikan, namun tidak merupaka faktor yang dihitung dalam permodelan.
Europan Central Bank (2002)
Menjelaskan hubungan risiko dan profitabilitas
Risiko dan Profitabilita
Model regresi.
regresi
Hasil penelitiaqn menunjukkan bahwa secara statistik risiko likuiditas yang diwakili aoleh (LTA, LAD dan FDR) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA).
Risiko tingkat suku bunga akibat ketidaksesuaian dalam tanggal penelitian, dapat memanifestasikan risiko dalam pembiayaan kembali (reinvestasi risiko) dan nilai dari risiko pasar. Tapi dengan bertindak sebagai risk-bearing maturity and liquidity transformer, bank juga
dapat memperoleh hasil kembali dan ini karena langsung berhubungan dengan profitabilitas. Memiliki aset yang lebih likuid atau lebih baik yang cocok dengan profil arus kas dari aktiva dan kewajiban akan mengurangi risiko likuiditas, tetapi juga profitabilitas bank. Molyneux (1992)
Hubungan antara tingkat likuiditas dengan profitabilitas
Profitabilitas likuiditas
dan
Model regresi .
Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara likuiditas dan profitabilitas.
2.3 Kerangka Konseptual Profitabilitas adalah hal yang menggambarkan kemampuan setiap perusahaan untuk menghasilkan laba. Performa manajerial dari suatu perusahaan dapat dikatakan baik apabila tingkat profitabilitas perusahaan yang dikelolanya tinggi
atau
maksimal,
dimana
profitabilitas
umumnya
diukur
dengan
membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang menjadi tolok ukur keberhasilan perusahaan seperti jumlah aktiva perusahaan, penjualan dan investasi. Jika kondisi perusahaan dikategorikan menguntungkan maka banyak investor yang akan menanamkan dananya untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan (Rivai, Andria dan Ferry N. Idroes, 2007). Untuk meningkatkan profit perbankan, adalah hal yang sangat sulit melihat
sangat
banyaknya
risiko-risiko
yang
dihadapi.
Risiko
adalah
kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan
kerugian. Risiko tidak cukup di hindari, tapi harus di hadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Risiko dapat datang setiap saat, sehingga untuk itu, agar risiko tidak menghalangi kegiatan perusahaan, harus dikelola secara baik dan benar (Kasidi, 2010). Pada dasarnya suatu perusahaan perbankan tidak akan terlepas dari yang namanya risiko. Ketika sebuah bank menjalankan usahanya seperti melakukan pinjaman, baik itu pinjaman jangka pendek (short term borrowing) ataupun pinjaman jangka panjang (long term borrowing), dilain sisi perusahaan juga harus melakukan pembiayaan baik pembiayaan jangka pendek (short term lending) ataupun pembiayaan jangka panjang (long term lending), dan kedua hal tersebut harus selalu diseimbangkan dengan baik, agar operasional perusahaan berjalan dengan lancar . Adapun risiko yang dihadapi misalnya pinjaman jangka pendek (short term borrowing) yang segera harus dilunasi tentunya dengan menggunakan aset lancar, dimana saat yang bersamaan, perusahaan harus melakukan pembiayaan terkusus pembiayaan jangka pendek (short term lending) yang sama.
yang juga dari aset
Kemana aset tersebut paling banyak digunakan sehingga tidak
menimbulkan banyak risiko, oleh karena itu pihak manajemen harus dengan jeli memikirkan, berapa besar pinjaman dan berapa besar pembiayaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perusahaan. Identifikasi terhadap upaya-upaya manajemen bank didalam melakukan pengawasan terhadap timbulnya risiko-risiko perbankan terkusus risiko likuiditas, sehingga berpengaruh positip terhadap profitabilitas perbankan dapat dinilai
melalui analisis terhadap: Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD), Dan Financial Deposit Ratio (FDR). Ketiga variabel bebas, Likuiditas Total Aset (LTA), Likuiditas Aset Deposit (LAD) dan Financial Deposit Ratio (FDR) masing β masing akan menunjukkan bagaimana pengaruh risiko likuiditas terhadap Return On Asset (ROA) perbankan, dan selanjutnya untuk melihat pengaruh risiko likuiditas terhadap ROA perbankan dengan menggunakan metode distribusi lag (model kelambanan), yaitu apakah ada pengaruh dari kelambanan tersebut terhadap profit perbankan. Dan juga digunakan variabel musiman untuk melihat apakah terdapat pengaruh musiman terhadap ROA bank Mandiri, dan dimusim yang mana variabel bebas lebih signifikan pengaruhnya terhadap variabel terikat melalui analisis dummy. Adapun gambaran keterkaitan antara variabel terikat dengan variabel bebas dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut: LTA
LAD
RETURN ON ASSET (ROA)
FDR
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1.
Terdapat pengaruh Likuiditas Total Aset (LTA) terhadap Return On Aset pada bank mandiri
2.
Terdapat pengaruh Likuiditas Aset Deposit (LAD) terhadap Return On Aset (ROA) pada bank mandiri.
3.
Terdapat pengaruh Financial Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Aset (ROA) pada bank mandiri.
4.
Terdapat pengaruh risiko likuiditas dalam bentuk kelambanan (lag) terhadap profitabilitas bank mandiri.
5.
Terdapat pengaruh musiman pada risiko likuiditas terhadap Profitabilitas bank mandiri .