BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan Syariah 2.1.1. Pengertian pembiayaan Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,
tabungan dan deposito dan menyalurkan
kembali
masyarakat
dana
tersebut
kepada
yang
membutuhkan
dana.
Pengalokasian dana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan.
Pengalokasian dana dapat
diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan.
Pengalokasian dana dapat pula dilakukan dengan membelikan
bebagai aset yang dianggap menguntungkan bank. Tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan pinjaman pada nasabah atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank operasionalnya berdasarkan prinsip syariah,
yang menjalankan prinsip bukan pembiayaan yang lazim
dilakukan oleh lembaga pembiayaan non bank. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut Undang-undang Pokok Perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian pembiayaan dapat didefinisikan sebagai berikut: Pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
Universitas Sumatera Utara
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 2.1.2. Sistem dan Sistem Pembiayaan Syariah Menurut Abdul Halim, sistem adalah suatu kegiatan yang telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang. Sedangkan zaki baridwan, mengutip beberapa pendapat antara lain: a. Sitephen A. Mascope dan Mark G Simkin berpendapat sebagai berikut: Suatu sistem adalah suatu entity (kesatuan) yang terdiri dari yang saling berhubungan (disebut subsistem) yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. b. W. Gerold Cole berpendapat sebagai berikut: Suatu sistem adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling barhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan. c. Robert G. Murdick, bersama kawan-kawan berpendapat sebagai berikut: Suatu sistem adalah suatu kumpulan elemen-elemen yang dijadikan satu untuk tujuan umum. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem terdiri dari sub-sub atau bagian yang saling terintekrasi untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat memberikan definisi tersendiri dari pengertian sistem pembiayaan. Sistem pembiayaan adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang berhubungan dengan proses penyediaan uang atau tagihan, berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak-pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Menurut Antonio (2001), pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaan, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan. a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kuaitas atau mutu hasil produksi. b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal atau capita goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan konsumtif
produktif Modal kerja
investasi
Sumber: Antonio, 2001.
Gambar 2.1. Jenis-Jenis Pembiayaan Menurut Laksmana (2009), jenis-jenis pembiayaan baik di perbankan konvensional maupun di perbankan syariah terbagi menurut tiga macam dilihat dari pembiayaan, yaitu: 1. Pembiayaan dilihat dari segi tujuan a. Pembiayaan konsumtif : pembiayaan yang diberikan untuk tujuan konsumtif yang hanya dinikmati pemohon. b. Pembiayaan produktif : pembiayaan yang dimanfaatkan untuk kegiatan produksi yang menghasilkan suatu barang dan jasa. c. Pembiayaan perdagangan : pembiayaan yang diberikan untuk pembelian barang sebagai persediaan untuk dijual kembali. 2. Pembiayaan dilihat dari dua jangka waktu a. Pembiayaan jangka pendek : pembiayaan dengan jangka waktu maksimal satu tahun. b. Pembiayaan jangka menengah : pembiayaan degan jangka waktu antara 1-3 tahun.
Universitas Sumatera Utara
c. Pembiayaan jangka panjang : pembiayaan dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun. 3. Pembiayaan dilihat dari tiga penggunaannya a. Pembiayaan modal kerja b. Pembiayaan investasi c. Pembiayaan multiguna 2.1.3. Produk-Produk Sistem Syariah Dalam lembaga keuangan syariah hubungan antara lembaga dan nasabahnya atau anggota, bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan (partnership) antara penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba lembaga tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk pemegang saham, tetapi juga berpengaruh pada bagi hasil yang diberikan kepada nasabah atau anggota penyimpan dana.
Seperti mana dalam perbankan konvensional,
perbankan
syariah juga mempunyai banyak produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Berbagai jenis perbankan syariah ini mempunyai kelebihan dan keutamaan masing-masing sehingga nasabah dapat memilih dan menggunakan produk yang dianggap paling sesuai atau paling menguntungkan sesuai dengan maksud dan tujuan nasabah. Berbagai produk dan jasa yang ditawarkan dalam perbankan syariah dapat digolongkan kepada tiga kelompok produk, yaitu: 1. Produk Penghimpun Dana Seperti pada perbankan konvensional, dana masyarakat yang dihimpun perbankan syariah dapat berbentuk tabungan,
deposito dan giro.
Aktifitas
Universitas Sumatera Utara
penghimpun dana ini dilakukan dengan prinsip wadi’ah dan mudharabah. Prinsip wadi’ah dilakukan untuk produk berbentuk giro sedangkan prinsip mudharabah diterapkan untuk produk berbentuk tabungan dan deposito. Jika wadi’ah tersebut berbentuk wadi’ah amanah,
pada prinsipnya
simpanan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak bank walaupun ia bertanggung jawab terhadap keutuhan simpanan tersebut.
Sebaliknya jika
wadi’ah tersebut jika berbentuk wadi’ah amanah, maka pihak bank dapat memanfaatkan simpanan tersebut dan tetap terhadap keutuhan simpanan tersebut. Jika sekiranya pihak bank tetap menyalurkan dana ini, maka ketentuan umum dalam prinsip wadi’ah adalah keuntungan atau kerugian yang terjadi milik perbankan. Sedangkan mpemilik dana tidak dijanjikan sebarang imbalan dan tidak pula menanggung sebarang resiko yang terjadi. Namun demikian, jika sekiranya pihak bank menyalurkan dana tersebut dan ternyata memperoleh keuntungan, maka pihak memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai insentif agar masyarakat tertarik untuk menyimpan dananya pada perbankan syariah dengan syarat hal ini tidak dijanjikan dari awal. Lain halnya dengan prinsip mudharabah.
Pemilik modal dianggap
sebagai shahibul maal sementara pihak perbankan sebagai pihak pengelola atau mudharib. Prinsip ini, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut misalnya untuk kegiatan jual beli dengan memberitahukan margin keuntungan tertentu (mudharabah) atau untuk kegiatan sewa (ijarah). Dalam prinsip mudharabah ini, ada dua jenis kewenangan yang dapat dipilih oleh pemilik modal atau penyimpan untuk memberikan kepada pihak bank
Universitas Sumatera Utara
yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Mudharabah
mutlaaqah artinya bank dapat menggunakan dana yang dihimpun itu secara bebas atau luas karena tidak ada batasan yang ditetapkan oleh pemilik modal atau penyimpan sehingga bank dapat menggunakannya dalam berbagai kegiatan yang diyakini menguntungkan.
Sedangkan mudharabah muqayyadah artinya pihak
pemilik modal atau penyimpan menetapkan syarat-syarat tertentu dalam penggunaan dana simpanannya misalnya hanya untuk kalangan tertentu saja atau bisnis tertentu. 2. Produk Penyaluran Dana Dana yang telah berhasil dihimpun oleh perbankan syariah kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat atau unit defisit untuk dimanfaatkan secara produktif. Penyaluran dana ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan syarat-syarat yang telah disepakati dengan para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan yang layak.
Pihak
perbankan syariah dapat
menyaluran dana yang terhimpun melalui salah satu kategori atau konsep penyaluran yang sesuai dengan syariah. Secara garis besarnya, produk penyaluran dana dalam perbankan syariah dikategorikan dalam empat konsep pembiayaan: 1. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang paling utama dalam perbankan syariah yang telah disepakati para ulama (Ascarya & Yumanita, 2005). Pembiayaan ini dapat mudharabah dan musyarakah. Pembiayaan dalam perbankan syariah berlandaskan pada satu
Universitas Sumatera Utara
prinsip dimana tidak ada bagian keuntungan yang dapat dinikmati pihak tertentu jika puhak yang berkaitan tidak ikut ambil bagian dalm menanggung sesuatu resiko yang mungkin tgerjadi. 2. Pembiayaan bagi hasil dalam syariah dapat dilakukan dalam bentuk: a. Pembiayaan musyarakah Pembiayaan ini merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha dimana masing-masing pihak memberi kontribusi sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwajud. Dalam proyek musyarakah ini yang harus diketahui oleh pihak-pihak yang bekerja sama.
Misalnya, pihak lain hanya boleh ikut dalam proyek
musyarakah setelah ada persetujuan dari semua pihak yang terlibat. Bigitu pula jika ada pihak lain yang ingin meminjam modal dari proyek musyarakah maka pinjaman ini baru boleh diberikan jika semua pihak setuju. Selain dari pada itu pemilik modal dianggap berhenti dari kerja sama musyarakah jika ia mengundurkan diri, menjadi tidak cakap hukum dan meninggal dunia. Namun begitu, pemilik modal dapat mengalihkan pertanyaannya kepada orang lain atau posisinya digantikan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Bank Syariah Parsial Finansial
LABA
Proyek/usaha
Bagi hasil Laba berdasarkan Kontribusi
Nasabah Parsial: Nilai
Sumber: Irsyad Lubis, 114.
Gambar 2.2 Skema Al-Musyarakah b. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah berasal dari kata dharb yang bermakna memukul atau berjalan. Memukul atau berjalan dalam hal ini di artikan sebagai proses sedangkan memukul (melangkahkan) kakinya dalam menjalankan usaha untuk mencapai keuntungan. Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal (shahibul maal) dan pihak lain menjadi pengelola modal (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari hasil kerja sama ini kemudian dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak tetapi seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal selagi kerugian yang terjadi itu bukan disebabkan ulah kelalaian mudharib. Jika terjadi kerugian, maka pemilik modal akan menderita kehilangan sebagian atau mungkin seluruh modalnya sedangkan pihak mudharib akan mengalami kerugian dari segipengorbanan
Universitas Sumatera Utara
tenaga, pikiran,
waktu,
harga diri dan sebagainya.
Akan tetapi jika
kerugian tersebut terjadi karena akibat kelalaian atau kecurangan pihak mudharib, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. PROFITSHARING AGREEMENT (Perjanjian Bagi
BANK
SKILL
COSTUMER
CAPITAL
PROJECT (Proyek atau Usaha)
Nisbah a%
PROFIT SHARIG (Bagi Hasil)
CAPITAL
Nisbah b%
Main Capital Talking
Sumber : Isyad lubis, 115.
Gambar 2.3 Skema Pembiayaan Mudharabah c. Al-muzara’ah Bagi hasil dengan konsep Al-muzara’ah merupakan kerja sama pengelolaan pertanian antara pemiik lahan dengan penggarap.
Dalam perbankan
diaplikasikan dalam bidang plantation atas dasar bagi hasil dimana pemilik lahan menyediakan lahan,
benih dan pupuk sedangkan penggarap
menyediakan keahlian, tenaga dan waktu. Konsep hasil muzara’ah ini
Universitas Sumatera Utara
sering juga diidentikkan dengan mukharabah namun antara kedua istilah ini terdapat sedikit perbedaan dimana dalam sistem muzara’ah benih tanaman disediakan oleh pemilik lahan sedangkan dalam sistem mukharabah benih tanaman sisediakan oleh penggarap.
Konsep muzara’ah ini banyak
dilakukan oleh masyarakat pada masa Rasulullah SAW bahkan beberapa sahabat nabi. d. Al- Musaqah Pembiayaan bagi hasil dengan sistem musaqah ini merupakan bentuk yang lebih sederhana dari sistem muzara’ah karena keterlibatan penggarap lebih sedikit.
Dalam sistem musaqah ini penggarap hanya bertugas dan
bertanggung jawab untuk penyiram dan memelihara lahan pertanian tersebut atas jasa ini ia dapat bagian hasil rasio tertentu. Diriwayatkan bahwa sistem ini telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dengan menjadikan penduduk kawasan khaibar sebagai penggarap dan pemelihara dengan sistem musaqah. 3. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah) Ijarah dapat diartikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu kepada pemilik barang dan jasa tersebut. Dalam pembiayaan ijarah ini pembiayaan yang terjadi adalah hak guna atau manfaat (bukan kepemilikan) dari pemilik barang atau jasa kepada pihak penyewa. Dalam sistem ijarah, metode pembayaran sewa dapat dilakukan dengan dua metode yaitu, pertama, ijarah dengan metode pembayaran seewa berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
kinerja barang dan kedua, dengan metode tidak berdasarkan kinerja barang sewaan. 4. Pembiayaan dengan prinsip jual beli Pembiayaan dengan prinsip jual beli ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pembiayaan murabahah, pembiayaan istishna atau pembiayaan salam. Perbedaan ketiga pembiayaan ini dapat dilihat dari bentuk pembayaran yang dilakukan dan juga waktu penyerahan kepada nasabah. Dalam prinsip pembiayaan jual beli ada perpindahan kepemilikan barang atau benda kepada pemilik baru. Ketiga, bentuk pembiayaan jual beli ini mempunyai kelebihan masing-masing dan nasabah dapat memilih salah satu bentuk yang paling sesuai atau yang paling menguntungkan. a. Pembiayaan murabahah Pembiayaan murabahah adalah salah satu bentuk transaksi dimana pihak bank membeli barang dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah secara angsuran dengan memberitahukan jumlah keuntungan yang diambilnya.
Dalam transaksi ini pihak bank harus secara terbuka
memberitahukan kepada nasabah berapa harga margin keuntungan yang diambilnya. Selain itu, baik harga jual maupun jangka waktu pembayaran harus dinyatakan dalam akad jual beli yang disepakati dan tidak boleh berubah selama tempoh akad jual beli tersebut. Dalam transaksi seperti ini dibenarkan membebankan biaya tidak langsung kepada nasabah jika yang dimaksud tidak menambah nilai barang atau biaya tersebut tidak berkaitan dengan hal-hal yang bermanfaat sesuai dengan syari’at.
Dari segi
Universitas Sumatera Utara
penyerahan barang, barang yang dibeli nasabah secara angsuran tersebut harus diserahkan setelah akad dibuat sehingga dapat dimanfaatkan atau dioperasikan nasabah. b. Pembiayaan istishna Pembiayaan istishna dapat didefinisikan sebagai akad jual beli dalam bentuk pesanan pembuatan barang tertentu dan dengan pesyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli dengan pembuat atau penjual. c. Pembiayaan salam Pembiayaan salam ini pembayaran dilakukan secara tunai tetapi barang yang dibeli belum ada. Dalam hal ini barang yang dibeli akan diserahkan penjual pada waktu yang akan datang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam transaksi ini, pembeli adalah pihak bank sedangkan nasabah dianggap sebagai penjual. Dalam transaksi salam ini harus dengan jelas dan tegas disebutkan spesifikasi barang yang di beli, penyerahan dan sebagainya sehingga berbeda dengan jual beli ijon. 5. Pembiayaan dengan akad pelengkap Pembiayaan dengan akad pelengkap merupakan akad yang tergolong sebagai akad-akad tabarru’. Artinya akad atau perjanjian ini bukan transaksi bisnis yang mencari keuntungan karena akad ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam bebuat kebaikan. Dalam akad tabarru’ seperti: a. Rahn (gadai) Rahn adalah gadai yang dilakukan nasabah kepada pihak yang bertujuan untuk memberikan kepastian pembayaran kembali kepada pihak bank atas
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan yang dilakukannya. Barang gadaian dalam hal ini harus milik nasabah sendiri dengan ukuran dan sifat yang jelas. Barang gadaian ini akan dikuasi oleh pihak bank tetapi pihak bank tidak dibenarkan mengambil manfaat dari barang gadaian tersebut. b. Qard (pinjaman) Qard adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pihak perbankan syariah kepada nasabahnya. c. Wakalah Wakalah merupakan tindakan memberi mandat atau kuasa kepada pihak lain untuk melakukan satu pekerjaan atau jasa, maka kedua belah pihak harus cakap hukum. Dalam hal ini, nasabah bisa memberikan kuasa kepada satu bank atau lebih jika dianggap sesuai dan memungkinkan. d. Kafalah (garansi) Kafalah dapat diartikan sebagai jaminan yang diberikan oleh pihak penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung. e. Hiwalah Hiwalah bermakna pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain (pihak kitiga) yang kemudian berkewajiban melunasi utang tersebut kepada pihak pertama.
Universitas Sumatera Utara
3. Produk jasa a. Ijarah (sewa) Salah satu bentuk produk jasa yang diberikan oleh perbankan syariah yang tergolong sebagai ijarah atau sewa adalah penyewaan kotak simpan yang dapat dimanfaatkan nasabah untuk menyimpan barang-barang berharga. b. Sharf (jual beli valuta asing) Produk jasa perbankan syariah lainnya adalah sharf yakni jual beli valuta asing baink yang tergolong hard currency maupun weak currency. Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan jasa ini bahwa mata uang yang diperjual belikan tersebut merupakan mata uang yang berbeda dan harus dilakukan pada waktu yang sama. Jasa ini tentunya hanya ada pada bank-bank yang telah tergolong sebagai bank devisa. 2.1.4. Efektivitas Pembiayaan Pembiayaan adalah istilah dalam syariah untuk lembaga keuangan syariah baik itu mikro maupun makro untuk menyalurkan dananya. Dalam penulisan ini penulis akan lebih sering menuliskan pembiayaan dari pada penyaluran dana. Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif (Arsyad, 2008). Sedangkan, menurut Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan dapat bernilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjam, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi,
Universitas Sumatera Utara
pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan atau agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah atau calon nasabah. Dalam efektivitas pembiayaan dilihat dari: 1. Prosedur pembiayaannya, yaitu: a. Mekanisme pengajuan pembiayaan b. Mekanisme penyaluran pembiayaan c. Mekanisme pengembalian pembiayaan 2. Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah yaitu: a. Peningkatan pendapatan b. Peningkatan keuntungan Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk modal atau tambahan modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur pembiayaan tergolong mudah, pembiayaan yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan usaha nasabah. Analisis keefektivan pembiayaan ini dilakukan untuk menilai sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan oleh bank syariah. 2.2. Bank syariah 2.2.1. Pengertian Bank syariah Bank syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam yang mempunyai sifat khusus yakni bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (tidak pasti), berprinsip pada keadilan dan hanya membiayaai kegiatan usaha yang halal.
Selain itu juga
didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam
Universitas Sumatera Utara
dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta menonjolkan aspek keadilan dalam
berinteraksi,
investasi
yang
beretika,
mengedepankan
nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam berinteraksi keuangan. Dalam pelaksanaan tujuan bank syariah adalah tercapainya kesejahteraan sosial yang baik. Dalam menjalankan kegiatan operasional, bank syariah harus mematuhi prinsip ayariah serta fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk jasa keuangan syariah,serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah Indonesia. Prinsip syariah yang dimaksud adalah anturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Salah satu kegiatan operasional perbakan syariah adalah memberikan pembiayan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah memberikan pengertian mengenai pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah yaitu penyediaan dan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muttahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang qard, dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah atau unit usaha syariah dan
Universitas Sumatera Utara
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau fasilitas dana untuk mengambilkan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Dari segi pembiayaaan ini bank syariah digunakan oleh masyarakat sebagai lembaga keuangan yang merupakan alternatif yang tidak dapat diberikan oleh bank konvensional. Tabel 2.1 Karakteristik Esensial Yang Membedakan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional: Perbankan konvensional • • • • • • • •
Perbankan syariah
Beriorentasi kepada kepentingan • pribadi. Senantiasa bersifat bebas nilai • (materialistis). Uang dianggap sebagai barang • komoditi. Investasi yang dilakukan relatif luas karena termasuk kegiatan yang halal dan yang haram. Hubungan dengan nasabah bernentuk kreditor-kreditor. Dalam operasinya menggunakan perangkat/sistem bunga. Aktivitasnya hanya beriorentasi untuk mencapai keuntungan saja.
• • • •
Tidak memiliki dewan pengawas • syariah sehingga penghimpunan dan penyaluran dana tidak berdasarkan fatwa.
Beriorentasi pada kepentingan publik. Dalam pelayanan, tidak bebas nilai (berdasarkan prinsip Islam). Uang dianggap sebagai alat tukar saja dan tidak meganggapnya sebagai alat komoditi. investasi yang dilakukan relatif terbatas karena hanya pada kegiatan yang halal saja. Hubungan dengan nasabah berbentuk kemitraan. Dalam operasinya menggunakan sistem bagi hasil, jual beli atau sewa. Aktivitasnya tidak hanya berorientasi untuk mencapai keuntungan saja tetapi juga untuk mencapai falah. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah.
Sumber : (Irsyad Lubis:109)
Dalam salah satu buku yang dituliskan oleh Bank Indoniesia dijelaskan mengenai peran utama bank syariah,
yaitu sebagai badan usaha maka bank
Universitas Sumatera Utara
syariah mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai manajer investasi, investor dan penyedia jasa. Bila sebagai manajer investasi, bank syariah melakukan penghimpunan dana dari para investor atau nasabahnya dengan prinsip wadi’ahyad dhamanah, mudharabah atau ijarah. Jika sebagai investor, bank syariah melakukan penyaluran dana melalui kegiatan investasi dengan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa. Sedangkan jika sebagai penyedia jas perbankan, bank syariah juga menyediakan jasa keuangan, jasa non keuangan dalam bentuk wadi’ahyad amanah dan mudharabah muqayyadah. Dalam hal ini bank syariah mempunyai fungsi sebagai pengelola dana sosial untuk penghimpunan dana penyaluran zakat, infak dan sadaqah serta penyaluran qardhul hasan. 2.2.2. Konsep Dasar Bank Syariah Dalam dunia perbankan yang diutamakan adalah kepercayaan dari masayarakat. Terutama perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya mengutamakan keadilan untuk semua pihak. Kelembagaan usaha yang menjalankan usaha syariah harus memperhatikan sebagai berikut; 1. Menjauhkan diri dari kemungkinan a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka satu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvesional. b. Menghindari penggunaan sistem peresentase biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis utang atau simpanan tersebut hanya karena perjalanan waktu.
Universitas Sumatera Utara
c. Menghindari sistem perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya (barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah dengan uang rupiah yang masih berlaku) dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas utang yang bukan prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada bank konvensional. 2. Menerapkan Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual Beli Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2) : 275 dan surat An-Nisa (4) : 29 yang intinya: Allah SWT, telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi Islami harus selau dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksi didasari oleh adanya pertukaran uang dengan barang atau jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ada barang atau jasa dulu baru ada uang”, sehingga akan mendorong peroduksi barang atau jasa, mendorong kelancaran arus barang atau jasa,
agar adapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit,
spekulasi dan infilasi. Berdasarkan pelaksanakan dari mprinsip-prinsip diatas, bank syariah mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha lain yang mengandung unsur tipuan,
Universitas Sumatera Utara
dimana jenis-janis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam,
juga telah
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat. 2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi,
dengan jalan
memeratakan pendapatan melalui kegiatan investasi agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan yang membutuhkan dana. 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif,
menuju terciptanya kemandirian
berusaha (berwira usaha) 4. Untuk menjaga kesetabilan ekonomi moneter pemerintah. Dengan
aktivitas-
aktivitas bank Islam yang diharapkan mampu menghindarkan persaingan infilasi akibat penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya bank dan menanggulangi kemandirian lembaga keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri. 5. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank Islam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerjadan program pengembangan usaha bersama.
Universitas Sumatera Utara
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank konvensional yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama dibidang kegiatan bisnis dan prekonomiannya. 2.2.3. Peranan Bank Syariah Dalam Kemajuan Sektor Usaha Kecil Perbankan dalam kehidupan suatu negara merupakan salah satu agen pembangunan. Hal ini dikarenakan adanya fungsi utama dari perbankan sebagai lembaga intermediasi, yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanna kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan.
Adanya hal ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dana bagi negara dan masyarakat guna menunjang jalannya proses pembangunan terutama sektor usaha kecil dan menengah.
Pada saat krisis
ekonomi pun ternyata sektor ini mampu tetap bertahan, artinya sektor UKM mempunyai keunggulan dan sangat potensial untuk lebih dikembangkan lagi melalui suatu kebijakan yang tepat dan dukungan dari lembaga yang tepat. Namun tidak dapat dipungkiri terutama sektor usaha kecil menemukan kendala pada segi permodalan, dimana terkadang dalam memperoleh modal dari bank mengalami kesulitan. Salah satu hal yang menyebabkan adanya hal ini adalah suku bunga kredit yang tinggi dan diperlukannya jaminan kebendaan yang sulit dipenuhi oleh mereka. Untuk membantu menenggulangi permasalahan yang dihadapi oleh sektor usaha kecil maka pasca Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan adanya pembangunan yang semarak terhadap perbankan syariah maka diharapkan
Universitas Sumatera Utara
dapat lebih membantu perkembangan sektor usaha kecil dan menengah ini. Telah disebutkan diatas bahwa kelangsungan suatu kegiatan usaha perlu didukung oleh permodalan dan sumber daya manusia yang memadai. Setiap perbankan syariah yang ada hendaknya mampu secara cermat mengetahui kebutuhan nyata yang ada pada sektor yang bersangkutan.
Hal ini penting karena karakteristik produk
pembiayaan yang ada pada perbankan syariah bervariasi dan masing-masing hanya menjawab pada kebutuhan tertentu, sebagai contoh kebutuhan masyarakat yang membutuhkan adanya barang modal sebagai sarana dalam proses usaha, pelayanan yang diberikan oleh pihak bank syariah berupa pemberian pembiayaan berdasarkan akad jual beli. Nasabah yang melakukan pinjaman dapat memberikan jaminan dapat berupa kelayakan usaha, jaminan tambahan serta piutang. Jadi jaminan itu tidak harus berupa barang yang dibeli oleh bank untuk nasabah.
Dalam praktek
nasabah yang tidak mempunyai jaminan apapun dapat menerima pembiayaan dari bank syariah.
Pembiayaan ini disebut visible non bankable,
dalam hal ini
nasabah tidak perlu membayar margin. Uang yang diberikan oleh bank berasal dari keuntungan bank. Pengaturan dan Pengawasan terhadap bank-bank syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia meliputi: 1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian perizinan oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
Universitas Sumatera Utara
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian atas kepemilikan dan kepengurusan bank, dan pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. 2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate) yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyengkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat. 3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control) yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan bank melalui pengawasan langsung (onsite supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan khusus, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk mementau tingkat kepatuhan bank terhadap pereturan yang berlaku serta untuk mengetahui
apakah
terdapat
praktik-praktik
yang
tidak
sehat
yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat
pemantauan seperti laporan berkala yang
disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan imformasi lainnya. Dalam pelaksanaanya apabila diperlukan di BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lslam untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan. 4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction) yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-
Universitas Sumatera Utara
undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat. 2.3. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) 2.3.1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Dalam pasal 1 Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memberikan pengertian mengenai usaha kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau atau Usaha Besar yang memiliki kriteria Usaha Kecil. Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang pengusaha kecil, usaha kecil adaalah kegiatan ekonomi rakyat yang bersekala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hal penjualan tahunan serta kepemilikan bagaimana diatur dalm undang-undang ini. Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut keputusan Menteri Keuangan No. 40/ KMK.06/ 2003 tanggal 29 januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pertahun. Usaha mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,00.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha perorangan yang memiliki aset meksimal Rp.50.000.000,00 dan omset maksimal Rp.300.000.000,00. Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 per tahun. Bank Indonesia, usaha mikro adalah usaha yang dilakukan orang miskin atau hampir miskin yang merupakan milik keluarga dengan sumber daya lokal dan menggunakan teknologi sederhana. Dalam usaha mikro mendapatkan kredit mikro hingga 50 juta rupiah. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset hingga 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan dengan omset 1 milliar rupiah dan menerima kredit melai 50 juta rupiah hingga 500 juta rupiah. 2.3.2. Kriteria Usaha Mikro dan Kecil Adapun yang menjadi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan pada undang-undang No.9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 3. Milik Warga Negara indonesia
Universitas Sumatera Utara
4. Berdiri sediri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. 5. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum. Adapun kriteria Usaha Kecil yang dijelaskan dalam pasal 6 undangundang ini adalah berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Ciri-ciri Usaha Kecil antara lain adalah: 1. Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah. 2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak bepindah-pindah. 3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana. 4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 5. Sumber daya manusianya memiliki pengalaman dalam berwira usaha 6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.
Universitas Sumatera Utara
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning Contoh Usaha Kecil sendiri antara lain: a. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja. b. Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya. c. Pengrajin industri dan makanan dan minuman, kayu dan rotan, industri alatalat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan. d. Peternakan ayam, itik, dan perikanan. e. Koperasi berskala kecil. Adapun Kriteria Usaha Mikro menerut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 pasal 6 yaitu sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Adapun Ciri-ciri Usaha Mikro adalah: 1. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti. 2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat. 3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun dan tidak memishkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha/ 4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wira usaha yang memadai.
Universitas Sumatera Utara
5. Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah. 6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudh akses kelembaga keuangan non bank. 7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPW. Contoh Usaha Mikro antara lain: a. Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan, dan pembudidaya. b. Industri minuman dan makanan, industri pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat c. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang dipasar d. Peternakan yam, itik dan perikanan. e. Usaha jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, objek dan penjahit. 2.3.4. Peran Usaha Mikro dalam Perekonomian Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMK selalu di gambarkan sebagai sektor yang mempunyai perenan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modren. UMK memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian (Kuncoro, 2010 : 187-188), yaitu: 1. UMK banyak menyerap tenaga kerja dan dominan dalam jumlah unit usaha. Dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja, menggunakan sumber daya alam lokal.
sehingga insentif dalam
Akhirnya menimbulkan dampak
Universitas Sumatera Utara
positif seperti pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di pedesaan. 2. UMK berkontribusi terhadap penerimaan eksport, walaupun jurnalnya masih jauh dari usaha besar. 3. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida, yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar antara pemain kecil dan besar dalam ekonomika Indonesia. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan UKM. 2.3.5.
Kelemahan dan UMK di Indonesia Dalam proses perkembangan UMK (Usaha Mikro Kecil) di Indonesia,
terdapat beberapa kelemahan yang membuat daya saing UMK menjadi kurang progresif, yaitu disebabkan hal-hal (Hubeis, 2009 : 2). 1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 2. Keterbatasan keuangan. 3. Ketidak mampuan aspek pasar. 4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidak mampuan menguasai imformasi 6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar).
Universitas Sumatera Utara
7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar. 9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas. 2.3.6.
Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dalam era desantralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat
didaerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat.
Kebijakan dan strategi yang
dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja,
kesejahteraan dan peningkatan standar hidup
masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK,
pemerintah dan
masyarakat setempat. Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam (Kuncoro, 2010 : 197) : 1. Aspek manajerial, yang meliputi : peningkatan produktivitas/omset/tingkat utilisasi/tingkat
hunian,
meningkatkan
kemampuan
pemasaran
dan
pengembangan sumber daya manusia. 2. Aspek permodalan, yang meliputi : bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% ari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit.
Universitas Sumatera Utara
3. Mengembangkan kredit kemitraan dengan uasaha besar baik lewat sistem Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forwad lingkage), keterkaitan hilirhulu (backwarg linkage), modal ventura ataupun sub kontrak. 4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KONPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kemajuan). Lembaga keunangan mempunyai fungsi sabagai lembaga perantara atau “intermediasi” dalam aktivitas susaatu prekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktivitas ekonomi disini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hamya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan termasuk usaha produktif yang dilakukan UMK. 2.3.7.
Kondisi Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari
keuangan Usaha Mikro Kecil (UMK). Peranan UMK terutama semenjak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada saat ini sangat bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan,
tujuan pendirian,
budaya masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal dalam bentuk Bank terdiri dari BKD, Bank Perkeriditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit, sementara LKM non Bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) dan Koperasi (KSP & KUD). Adapun LKM informal terdiri dari berbagai Kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM & LSM),
Baitul Maal Wat Tanwil (BMT),
Lembaga Produktif
Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa- Simpan pinjam (UED-SP), dan bentuk kelompok lainnya (Thohari, 2002 : 4). Dengan mendasarkan fakta bahwa sebagian besar ekonomi rakyat adalah Usaha Skala Mikro dan Kecil (UMK) maka sistem pembiayaan mikro yang digerakkan oleh LKM merupakan kebutuhan dan pilihan pembiayaan bagi pelaku ekonomi rakyat. Belajar dari pengalaman dan ketangguhan sistem pembiayaan mikro,
maka dapat diidentifikasi beberapa nilai kunci.
Pertama, sistem
pembiayaan tumbuh diatas nilai kemandirian. Kedua, sistem keuangan mikro menempatkan
aspek
sosial-kultural
sebagai
pilarnya,
disamping
juga
pertimbangan komersial. Ketiga, dilihat dari segi proses penumbuhan, sering sistem pembiayaan mikro pada mula sebagai instrumen pembangunan pedesaan atau wilayah (http:/bachtiar-bachtiarfadhli.blogsport.com/). Maka dapat dikatakan dalam perkembangannya LKM informal lebih mengenal dikalangan pelaku UMK karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwasan dalam pencarian kredit. Hal ini merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini yang kemudian disebut lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro baik informal, semi formal, maupun informal adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah (Krisnamurthi, 2002). Lebaga keuangan mikro mempunyai karakter khusus yang sesuai dengan konstitusinya (Chotim dan Handayani : 2001), seperti) : 1. Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman. 2. Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah. 3. Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana. Secara garis besar LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan non bank, berikut ini: 1. Bank: •
BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI
•
BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan serta Peraturan Perbankan oleh BI.
Universitas Sumatera Utara
2. Non bank: •
keluarga LKM nonbank yang besar (LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan BK3D)
•
keluarga LKM nonbank yang keil,dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil (MBT,KSP)
•
berbagai program keuangan mikro, NGO, dan asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara