BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBINAAN MENTAL AGAMA ISLAM dan USIA MENOPAUSE
2.1. Pembinaan Mental Agama Islam 2.1.1. Pengertian Pembinaan Mental Agama Untuk mengetahui tentang maksud atau pengertian dari pembinaan mental agama, maka perlu penulis uraikan yaitu: “Pembinaan adalah segala usaha, ikhtiar dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah”. (Helmy , 1973: 35), “yang dipelihara secara dinamis”. (Su’udi, 1983: 1). Dari pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembinaan itu suatu usaha atau kegiatan yang berencana dan dinamis untuk meningkatkan ke arah sesuatu terhadap seseorang atau kelompok agar lebih baik dan terarah. Kata “mental” adalah merupakan suatu istilah yang popular di kalangan para ahli ilmu jiwa (psikologi), psikoterapi dan kesehatan mental, yang digunakan untuk melukiskan suatu unsur kejiwaan dalam kepribadian seseorang. Tentang mental dalam hal ini ada dua definisi yang dapat penulis munculkan, yaitu: “Mental adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan yang dalam keseluruhannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu
20
21
hal yang menekankan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya”. (Dardjat, 1982: 38-39), “atau secara singkat mental adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin mens, mentis, yang artinya jiwa, nyawa, sukma, roh atau semangat. (Kartini Kartono dan Jenny Andari, 1989: 3). Dengan ini maka mental merupakan benda abstrak yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar yang hanya dapat diketahui dari gejalagejala tingkah laku lahiriyah seseorang. Sedangkan kata “agama”
adalah suatu peraturan yang
ditetapkan Allah SWT (Rozak, 1971: 62). Agama yang dimaksud dalam pembinaan adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang berisi ajaranajaran dan peraturan-peraturan yang dibawa demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat bagi pengikutnya. Untuk itu pengertian dari “mental agama Islam” adalah sesuatu yang berhubungan dengan keadaan mental spiritual atau jiwa seseorang yang mencerminkan suatu sikap, perbuatan atau tingkah laku yang selaras dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Jadi pengertian “pembinaan mental agama Islam” adalah suatu usaha atau kegiatan berupa nasehat-nasehat tentang ajaran agama kepada seseorangatau kelompok orang untuk membentuk, memelihara dan meningkatkan kondisi mental spiritual yang dengan kesadarannya sendiri bersedia dan mampu mengamalkan ajaran agama dalam
22
kehidupan sehari-hari sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip Islam. 2.1.2. Dasar Pembinaan Mental Agama Dasar hukum pembinaan mental agama adalah acuan bagi para pelaksana dan pendukung pembinaan mental agama. Dan dasar hukum pembinaan mental agama Islam pada dasarnya sama dengan dasar hukum dakwah, sebab sesungguhnya tujuan pokok dakwah adalah untuk membina mental seseorang ke arah sesuai dengan ajaran agama (Daradjat, 1982: 68). Karena pembinaan mental agama pada dasarnya merupakan bentuk upaya dakwah, maka dasarnya adalah al-Qur'an dan alHadits. Di antara ayat al-Qur'an yang dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan pembinaan mental agama Islam terhadap seseorang atau orang lain, di antaranya dalam surat Ali Imran ayat 104 :
ﻥﻬﻮ ﻨﻳﻭ ﻑ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﻭ ﹶﻥ ﺑِﺎﹾﻟﻣﺮ ﻳ ﹾﺄﻭ ﻴ ِﺮﺨ ﻮ ﹶﻥ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟﺪﻋ ﻳ ﻣ ﹲﺔ ﻢ ﹸﺃ ﻨ ﹸﻜﻦ ِﻣ ﺘ ﹸﻜﻭﹾﻟ ﻮ ﹶﻥﻤ ﹾﻔِﻠﺤ ﻢ ﺍﹾﻟ ﻫ ﻚ ﻭﺃﹸﻭﹶﻟِﺌ ﻨ ﹶﻜ ِﺮﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﻤ َ “Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron: 104). (Depag RI, 1995: 93). Kemudian di antara hadits nabi yang dapat dijadikan dasar pelaksanaan pembinaan mental agama adalah :
23
ﺎِﻧ ِﻪ ﹶﻓِﺎ ﹾﻥﻊ ﹶﻓِﺒِﻠﺴ ﺘ ِﻄﺴ ﻳ ﻢ ﻴ ِﺪ ِﻩ ﹶﻓِﺄ ﹾﻥ ﹶﻟ ِﺑﺮﻩ ﻐﻴ ﺍ ﹶﻓ ﹾﻠﻴﻨ ﹶﻜﺮﻣ ﻢ ﻨ ﹸﻜﺭﺃﹶﻯ ِﻣ ﻦ ﻣ (ﺎ ِﻥ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢﻳﻤ ﹾﺍ ِﻻﻌﻒ ﺿ ﻚ ﹶﺍ ﻭ ﹶﺫِﻟ ﻊ ﹶﻓِﺒ ﹶﻘ ﹾﻠِﺒ ِﻪ ﺘ ِﻄﺴ ﻳ ﻢ ﹶﻟ “Barangsiapa di antara kamu berbuat kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan tangannya (tindakan), kalau tidak mampu dengan maka dengan lidahnya (ucapan), kalau tidak mampu juga dengan hatinya. Dan yang terakhir ini menunjukkan iman yang paling lemah” (Muslim, t.th.: 69) Dari ayat dan hadits di atas mengandung pengertian bahwa merupakan
suatu
kewajiban
bagi
sesama
muslim
untuk
memberikan pembinaan, bimbingan atau pengajaran tentang ajaran Islam kepada semua umat dalam hal ini termasuk ibu-ibu usia menopause. Pembinaan, bimbingan atau pengajaran ini sangat penting untuk ibu-ibu usia menopause agar mereka mampu mencerminkan suatu sikap, perbuatan atau tingkah laku selaras dan sesuai dengan ajaran agama Islam. 2.1.3. Tujuan Pembinaan Mental Agama Tujuan merupakan perubahan dan perkembangan dari diri manusia yang ingin diusahakan oleh suatu proses dalam pembinaan. Tujuan pembinaan mental adalah untuk menim,bulkan kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam (Arifin, 1977 : 14-15) Pendapat lain menyatakan tujuan pembinaan mental agama Islam adalah untuk mengusahakan kesehatan mental seseorang atau masyarakat sesuai dengan akhlak luhur serta menjauhkan manusia dari segala bentuk frustasi, kejahiliaan daan kebekuan pikiran (Habib, 1982: 132). Dengan tertanamnya nilai-
24
nilai Islam setiap pribadi di dalam masyarakat kesehatan mental ibuibu usia menopause akan senantiasa terjaga. Kesehatan mental
yang dimaksud adalah terhindarnya
seseorang dalam hal ini ibu-ibu usia menopause dari gejala-gejala penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri dengan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup. (Musbikin, 2005 : 23). Berdasarkan beberapa rumusan di atas, maka tujuan pembinaan mental agama Islam adalah memberikan bimbingan, tuntunan atau nasehat tentang agama Islam kepada seseorang agar mereka mendapatkan nilai-nilai tuntunan atau memiliki sumber pegangan
keagamaannya
sendiri,
mereka
mampu
dan
meningkatkandalam pengamalan ajaran-ajaran agama Islam secara nyata sehingga terbentuklah dalam diri pribadi seseorang itu akan selaras dan sesuai dengan ajaran Islam. 2.1.4. Materi dalam Pembinaan Mental Agama a. Materi pembinaan mental agama Kunci pembinaan terletak pada jiwanya seseorang yang merupakan pengendali watak kepribadiannya. Jiwalah yang harus dibina dan dididik agar menjadi tentram, yang nyata dalam watak dan kepribadiannya, yang tenang, terbina dan terdidik.
25
Pembinaan jiwa (mental) harus dilandasi dengan nilainilai yang mutlak (pasti) yang tidak berubah-rubah oleh perkembangan masa dan keadaan. Nilai-nilai yang mutlak dan berubah oleh perkembangan masa dan keadaan itu adalah agama Islam. Adapun materi pembinaan mental agama dapat diklasifikasikan menjadi 3 hal pokok, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Untuk mengerti dan memperjelas masalah tersebut maka akan penulis uraikan satu persatu. 1). Aqidah Aqidah atau keimanan dalam Islam merupakan hakikat yang meresap ke dalam hati dan akal, bukan sekedar semboyan yang diucapkan. Maka barang siapa mengaku dirinya muslim, terlebih dahulu harus tumbuh dalam dirinya keimanan terhadap Allah SWT dengan segala ketentuan-Nya. Materi aqidah sangat pokok disampaikan, karena aqidah merupakan masalah fundamental dalam Islam dan juga merupakan fundamental bagi setiap muslim yang berupa tauhid dan keimanan (Hamdani, 1984: 24). Aqidah juga merupakan rukun iman yang menjadi dasar dan memberi arah bagi hidup dan kehidupan manusia, karena keimanan seseorang tidak bersifat tetap (berubahrubah) hal ini dapat dilihat dari hadits nabi yang berbunyi:
26
ﻨﻘﹸﺺﻳ ﻭ ﻳﺪﻳ ِﺰ ﺎﻥﹸﻳﻤْﹶﺍ ِﻻ “Iman itu dapat bertambah dan dapat berkurang” (Bahreisj, t.th.: 1). Dengan adanya keimanan seseorang itu berubah-rubah maka untuk meningkatkannya perlu adanya pembinaan yang dinamis agar keimanan mareka tidak statis atau bahkan turun tetap mengalami perbaikan (meningkat terus menerus). Kedudukan aqidah haruslah sesuatu yang pertama ada pada setiap peribadi muslim. Oleh karena itu, pembinaan aqidah ini merupakan yang terpenting dengan tidak melupakan
pembinaan
mengenai
aspek-aspek
lainnya
(Rozak, 1989: 35). 2). Syari’ah Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturanperaturan atau hukum Allah SWT guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Perwujudan dari adanya hubungan antara Tuhannya adalah dengan komunikasi qalbu melalui ibadah shalat, zikir dan lain-lainnya, karena penelitian ini mengenai ibadah yang berupa bimbingan shalat, zikir dan bacaan-bacaan
27
surat
dalam
al-Qur'an,
maka
penulis
menerangkan
pengertian shlat, zikir dan membaca al-Qur'an. Pengertian shalat secara bahasa adalah do’a (Rozak, 1971: 178). Shalat diartikan sebagai do’a karena sebagian besar dari ucapan-ucapan dalam bacaan shalat mengandung do’a, yaitu do’a untuk memohon hidayah, petunjuk agar perjalanan hidup sejahtera dan bahagia di dunia dan akhirat (Rozak, 1971: 180). Bacaan yang ada dalam shalat adalah ucapan-ucapan yang bersangkut paut dengan iman kepada Allah SWT dan diwajibkannya, sehingga manusia yang shalatnya baik adalah manusia yang tinggi kadar imannya. Dasar didirikannya shalat dalam firman Allah SWT surat an-Nisa’ ayat 103:
ﺎﺎﺑﻦ ِﻛﺘ ﻴﺆ ِﻣِﻨ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟﻤ ﺖ ﻧﻼ ﹶﺓ ﻛﹶﺎ ﺼﹶ ﻼ ﹶﺓ ِﺍﻥﱠ ﺍﻟ ﺼﹶ ﻮﺍﺍﻟﻴﻤﹶﻓﹶﺎِﻗ (103 :ﺎ)ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻮﺗ ﻮﹸﻗ ﻣ “Dirikanlah shalat itu (sebagimana biasa), sesungguhnya shalat itu diwajibkan untuk melakukannya pada waktunya atas sekalian orang mukmin” (Depag RI, 1995: 138). Dengan demikian jelaslah shalat merupakan pokok dari iman kepada Allah SWT yang mesti dilakukan dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, untuk itu sebagai umat Islam hendaklah terbiasa dalam melakukan shalat, karena shalat
28
merupakan standar dari semua amal ibadah kepada Allah SWT. Selain bimbingan shalat, adapula bimbingan zikir dan membaca al-Qur'an. Secara bahasa zikir berasal dari bahasa Arab yang artinya mengingat atau menyadari. Menurut ilmu jiwa, mengingat atau menyadari adalah pekerjaan jiwa yang berhubungan dengan tingkah laku manusia sehari-hari. Jadi yang dimaksud di sini adalah ingatan kembali kepada Tuhan sebagai hasil dari pngalaman yang dicapai oleh panca indra. Zikir adalah suatu rangka dari rangkaian iman, sehingga orang-orang yang benar beriman pada Allah SWT tidaklah mempermudah dan melengahkan zikir dan orang tersebut selalu ingat pada keagungan dan kekuasaan Allah SWT alam segala tindakannya, seperti dalam al-Qur'an surat ar-Ra’d ayat 28 :
ﻦ ﻤِﺌ ﺗ ﹾﻄ ﷲ ِ ﷲ ﹶﺍ ﹶﻻ ِﺑ ِﺬ ﹾﻛ ِﺮ ﺍ ِ ﻢ ِﺑ ِﺬ ﹾﻛ ِﺮ ﺍ ﻬ ﺑﻮ ﻦ ﹸﻗﹸﻠ ﻤِﺌ ﺗ ﹾﻄﻭ ﻮﺍﻣﻨ ﻦ ﹶﺍ ﻳﹶﺍﻟﱠ ِﺬ ﺏ ِ ﻮ ﺍﹾﻟﻘﹸﻠﹸ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram” (Depag RI, 1995: 373). Do’a dan membaca al-Qur'an merupakan rangkaian dari arti zikir. Dengan demikian maka tujuan utama
29
pembinaan atau bimbingan ditujukan pada para ibu-ibu usia menopause dengan tujuan agar mereka tetap dan selalu ingat pada Allah yang Maha segalanya, yang telah memberi nikmat sampai tidak dapat menghitung berapa banyaknya. Sehingga dengan zikir dan berdo’a itulah perwujudan dari syukur di samping harus melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya. Sedangkan merupakan
membaca
firman
Allah
ayat-ayat SWT
yang
al-Qur'an
yang
sangat
besar
manfaatnya, di samping sebagai penerangan dan petunjuk hati, juga siapapun yang membacanya dengan baik dan benar di sertai dengan niat dan ibadah, ia akan mendapat pahala juga kelak akan mendapatkan sesuatu dari Allah SWT sekaligus menjadi syafaat baginya. Tujuan memberikan bimbingan agama berupa zikir adalah untuk memberi bekal dan diharapkan agar para ibuibu usia menopause tersebut senantiasa ingat kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya dalam segala hal. 3). Akhlak Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa arab. Akhlak bentuk jama’ dari kata “khuluq”, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at (Ali,
30
1998: 346). Akhlak dalam Islam merupakan nilai-nilai baik dan buruk yang harus dipedomani oleh setiap muslim. Masalah akhlak dalam aktivitas untuk pembinaan merupakan pelengkap yaitu untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak berfungsi sebagai pelengkap bukan berarti masalah akhlak kurang penting. Akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan
dan
keislaman.
Namun
demikian
akhlak
merupakan pendidikan jiwa agar bersih dari sifat-sifat tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji. Akhlak menjadi sendi utama untuk mempertahankan hidup yang sesuai dengan prinsip-prinsip ke-Tuhanan. Oleh karena itu, jika nilai-nilai akhlak merosot maka merosotlah nilai-nilai kemanusiaan pada diri manusia. Dengan demikian pembinaan mengenai akhlak ini bersifat fundamental dan sangat menentukan terhadap perbaikan kondisi kehidupan manusia. Dengan berakhlak baik dan sesuai dengan ajaran Islam, maka hidup akan tenang dan tentram, damai, bahagia dan sejahtera. Adanya pembinaan akhlak terhadap setiap manusia agar manusia memahami Islam secara utuh, sehingga pemahaman mereka terhadap Islam tidak sempit.
31
Setelah mereka memahami Islam secara benar, maka sebagai konsekuensinya adalah mereka akan menjadikan Islam sebagai satu-satunya orientasi nilai budi baik yang berkenaan dengan keyakinan maupun yang berkenan dengan ucapan dan perbuatan yang akan selalu dan sesuai dengan ajaran Islam. Ketiga materi di atas merupakan materi pokok dalam pembinaan mental agama dalam Islam. Sebenarnya masih banyak materi lain yang ada di dalamnya. Namun demikian ketiga materi pokok tersebut sudah merupakan cerminan dari materi tentang pembinaan mental yang laiUsia Menopause.
2.2. Usia Menopause 2.2.1. Pengertian Menopause Menopause diartikan berhenti datang bulan, kemampuan untuk mendapatkan anak berakhir (Daradjat, 1977: 15). Menurut Mappiare (1983: 208), pengertian menopause adalah perhentian fungsi menstruasi yang berlangsung selama periode klimakterium pada wanita, yang meliputi perubahan emosional yang bersamaan terjadinya. Pendapat lain mengatakan bahwa menopause adalah the involutional meriod of the reproductive sexual sistem dan ia berpendapat juga bahwa menopause adalah same times distinguished
32
from the climacteric, the former as the time when minstruation ceases, and the latter as the period of the cessatation of ovulation. (Ellis, 1967 : 268). Berdasarkan
pengertian
menopause
di
atas,
dapatlah
disimpulkan bahwa menopause adalah berhentinya haid meliputi perubahan emosional yang bersamaan terjadinya. Sedangkan menurut Kartono (1992: 318) pada masa menopause banyak terjadi perubahan dalam fungsi-fungsi psikis dan fisik. Terjadinya menopause sebenarnya adalah adanya perubahan pada proses bekerjanya kelenjar endoktrinon, yaitu kelenjar yang mengeluarkan hormon estrogen, yakni hormon wanita (Hawari, 1996: 368). Seorang wanita mengalami menarche (menstruasi pertama), maka hal itu menandakan bahwa kelenjar-kelenjar seksual mulai berfungsi. Produksi hormon estrogen oleh organ ovarium itu di bawah pengaruh oleh kelenjar pituitaria yang terletak di batang otak, yang menghasilkan hormonnya sendiri yang disebut gonadotropin (Hawari, 1996: 368-369). Pengaruh hormon estrogen dapat dilihat pada perkembangan seksual tubuh, yang menampakkan bahwa seseorang itu adalah wanita, misalnya kulit halus, suara lembut, perkembangan kulit, pertumbuhan payudara (Sadli, 1991: 18). Hormon estrogen tidak hanya mempengaruhi perkembangan fisik bagi seorang wanita, tetapi juga secara mental, bagaimana seorang wanita berperilaku, bersikap,
33
berperasaan dan berfikir (Hawari, 1996: 368). Pada masa menjelang menopause hormon estrogen yang dihasilkan semakin turun sampai masa menopause tiba. Masa menopause adalah suatu fakta yang tidak terhindarkan dalam kehidupan wanita usia setengah baya. Dan datangnya menopause untuk setiap wanita tidaklah sama, rata-rata masa menopause wanita sekitar usia 40 tahun sampai 50 tahun, dan ada pula yang lebih dari 50 tahun. Walaupun demikian ada juga wanita yang mencapai menopause beberapa tahun lebih awal dan ada pula yang lebih lambat. Terjadinya perbedaan tentang masa menopause menurut Mappiare (1983: 208) dipengaruhi oleh faktor: keturunan, kondisi kesehatan secara menyeluruh dan faktor iklim. Sedangkan menurut Yatim (2001: 51-53), faktor yang menjadi perbedaan memasuki menopause adalah kondisi kejiwaan dan pekerjaan, sosialekonomi, merokok, penggunaan obat-obat berencana (KB). 2.2.2. Problematika Usia Menopause a. Gejala-gejala Menopause Masa menopause adalah sesuatu yang normal dan wajar yang dialami oleh setiap wanita. Masa menopause ini merupakan fakta kehidupan yang harus dialami oleh setiap wanita sehingga masa menopause ini pada wanita adalah tahap yang menimbulkan masalah. Hal ini mungkin tidak untuk semua wanita tetapi setidak-
34
tidaknya bagi sebagian besar dari mereka yang sedang memasuki tahap tersebut. Masa menopause menurut Dautsch, tokoh psikologi dari aliran psiko analisa merupakan kejadian yang paling penting dan yang paling banyak menimbulkan masalah-masalah bagi wanita (Doutsch, dikutip Sadli, 1991: 28). Dikatakan pula wanita usia-usia setengah baya menyesali dan menangisi kehilangan mereka atas atas aktivitas reproduksinya (Sadli, 1991: 28-31). Hal senada diungkapkan oleh Cherry yang diungkapkan Jatman (2000: 87), menopause merupakan tahun-tahun khusus bagi wanita untuk menghadapinya, wanita menjadi sering dicekam rasa takut, misalnya takut menjadi tua, takut kehilangan kecantikan, takut menghadapi kehidupan tanpa kepuasan seksual lagi. Gambaran di atas menggambarkan bahwa menopause adalah suatu fakta yang tidak terhindarkan dalam kehidupan wanita usia setengah baya. Pada masa menopause ini akan muncul gangguan psikis seperti kecemasan dan ketakutan, ketidakstabilan emosi. Dari sekian banyak persoalan yang ada, lebih lanjut akan berbicara mengenai gejala-gejala yang muncul pada masa menopause yang pada akhirnya menjadi problem dalam kehidupan wanita. Secara umum, gejala-gejala yang muncul pada masa menopause dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala secara psikis dan
35
gejala secara fisik. Pada gejala-gejala fisik atau jasmani dapat diperhitungkan terlebih dahulu dan dapat ditunjukkan secara pasti, serta dialami oleh semua wanita. Sedangkan gejala psikis banyak sekali tergantung kepaada kejiwaan dan pengalaman hidup masingmasing. Ada wanita yang sangat menderita olehnya, sebaliknya ada yang tidak merasakannya sama sekali, dan ada pula yang merasakannya tetapi tidak berat, sehingga tidak memerlukan perawatan dokter atau ahli jiwa. 1). Gejala jasmani (fisik) Untuk lebih memahami tentang gejala-gejala fisik atau jasmani ketika memasuki usia menopause, berikut ini akan penulis paparkan beberapa pendapat mengenai hal tersebut. Dahlan (1978: 60) menjelaskan bahwa gejala-gejala fisik yang muncul memasuki masa menopause antara lain : a). Menstruasi tidak teratur, artinya tidak datang tiap-tiap bulan seperti biasanya, tetapi kadang-kadang datang dan kadangkadang tidak datang bulan, atau jarak antara dua haid tidak menentu. b). Kadang terjadi gangguan-gangguan kelainan, umpamanya rasa badan tidak enak, kepala terasa pusing-pusing, keringat banyak dan berlebih-lebihan atau sakit kepala, syaraf dan lain sebagainya.
36
c). Kadang-kadang terjadi rasa lesu, tidak dapat tidur, badan terasa panas dingin dan sebagainya. Menurut Hawari (1996: 369), gejala fisik yang terjadi pada seseorang wanita yang sedang memasuki alam menopause antara lain : a). Perasaannya sebagai wanita relatif berubah menjadi merasa sebagai pria. b). Payudara mulai mengendor, jaringan lemak pada daerah perut, paha pinggul dan bokong mulai menyusut. c). Demikian pula halnya dengan kulit dan rambut dirasakan mulai mongering dan kendur. d). Tubuh terasa panas (hot flashes), hal ini dikarenakan pada masa menopause pembuluh-pembuluh darah di bawah kulit melebar, keadaan ini sebagai pertanda perubahan kehidupan tadi (change of life), di mana yang bersangkutan merasa lebih tua. Selain pendapat di atas, ada pendapat lain yaitu menurut Yatim (2001: 64-66) yang membagi gejala fisik menjadi : a). Gejala-gejala pad syaraf negatif antara lain : -
Banyak tidur
-
Rasa letih berkepanjangan
-
Malas yang berlebihan, dan
-
Mungkin
timbul
gerakan-gerakan
kesadaran dan tidak terkontrol.
otot
yang
diluar
37
b). Perubahan dalam keseimbangan air dan mineral, antara lain : -
Perut membangkak
-
Berat badan meningkat
-
Bengkak air (oedem) di beberapa tempat di sertai jumlah air seni sedikit dari biasa.
c). Gangguan motorik -
Perubahan dalam koordinasi pembicaraan maupun gerakan.
-
Merasa pusing tujuh keliling (vertigo)
-
Gemetar (tremor)
-
Merasa kesemutan, dan
-
Baal diujung jadri tangan dan kaki.
d). Gejala-gejala persyarafan otonom, antara lain : -
Mual
-
Sering mencret
-
Banyak keringat
-
Mengeluh berdebar-debar. Gejala-gejala jasmani atau fisik yang mungkin menyertai
datangnya masa menopause seperti disebut di atas sesungguhnya tidak terlalu banyak pengaruhnya dalam kehidupan. Seandainya wanita itu dapat menerima keadaan itu sebagai hal yang wajar, karena demikianlah fitrah manusia yang harus dilalui oleh setiap wanita pada umur tersebut. gejala-gejala yang disebut di atas tidaklah sama persis dialami oleh semua wanita, ada yang
38
merasakan beberapa macam dari gejala-gejala di atas, adapula yang kurang merasakannya, hal itu tergantung kepada keadaan jiwa wanita itu (Daradjat, 1977: 19). Dari pemaparan di atas dapat diambil benang merahnya bahwa perubahan jasmani, alat-alat dan organ dalam tubuh, kelenjar-kelenjar dan hormon yang terjadi pada wanita dalam masa menopause sesungguhnya tidak terlalu berat, bahkan kurang terasa jika wanita itu dapat menerimanya dengan tenang, wajar dan pengertian. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa faktor kejiwaan yang menyebabkan perbedaan di atas yang berarti selanjutnya bahwa timbulnya gangguan atau gejala-gejala negatif pada masa menopause itu adalah karena faktor kejiwaan wanita tersebut. 2). Gejala kejiwaan (psikis) Sehubungan adanya gejala-gejala fisik yang muncul ketika masa menopause, maka terjadi pula pergeseran dalam kehidupan psikis pribadi yang bersangkutan. Menurut Kartono (1992: 318) pergeseran dan perubahan fisik ini mengakibatkan timbulnya satu krisis dan memanifestasikan diri dalam simtom-simtom psikologis, antara lain : depresi, mudah tersinggung dan mudah juga marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomnia dan lain-lain. Menurut Daradjat (1977: 23), menyebutkan di antara gejalagejala kejiwaan yang biasa terjadi pad masa menopause itu adalah keadaan jiwa yang gelisah, cemas, goncang dan tidak stabil.
39
Sedangkan menurut Pakasi (1996: 14) gejala psikis yang muncul seperti rasa takut, rasa tertekan, mudah marah atau sedih, dan sering gugup. Persoalan kejiwaan seperti disebutkan di atas, tidaklah selamanya berat dan serius seperti itu. Masing-masing wanita mempunyai keadaan sendiri, ada yang melaluinya dengan enak dan wajar saja, tidak ada kesukaran dan persoalan, hidupnya tetap bahagia dan tentram, aktivitasnya berjalan lancar, rumah tangganya aman dan tenang. Akan tetapi memang ada wanita yang sangat menderita olehnya, sehingga hidupnya yang dulu tenang bahagia, telah berubah menjadi goncang dan sengsara, akibat emosinya yang tidak terkendalikan, maka berat atau tidaknya akibat negatif dari masa menopause menurut Hawari (1996: 370) tergantung pada faktor kepribadian seseorang. Sedangkan menurut Daradjat (1977: 24) faktor berat tidaknya akibat negatif masa menopause dan keyakinannya terhadap agama. Apabila wanita itu mengalami kehidupan yang tenang dan bahagia dalam perkawinannya sampai masa menopause itu, kehidupan seksuilnya cukup memuaskan dan mempunyai anak, maka masa menopause akan dilaluinya dengan tenang dan tidak banyak persoalan serta kurang terasa kegoncangan emosionilnya. Menurut
Daradjat
(1977:
25)
kecenderungan
gejala-gejala
kejiwaan yang menyertai masa menopause lebih banyak, lebih
40
berat dan sukar bagi wanita yang dalam berkeluarga dia tidak bahagia,
kehidupan
seksuilnya
tidak
memuaskan,
tidak
menciptakan keturunan dan tidak menikah. Keyakinan beragama dan ketekunan menjalankan ibadah juga menjadi ukuran dengan berat-ringannya tekanan gejala menopause bagi wanita yang tidak beragama atau kurang percaya kepada Tuhan akan mengalami kegoncangan jiwa dan kecemasan karena berkurang dan menurunnya segala kekuatan jasmani dan seksuil. Pendapat lain menyatakan bahwa berat tidaknya keluhan seseorang wanita dalam masa menopause sangat dipengaruhi oleh sosio-kultural dan status ekonomi seseorang (Yatim, 2001: 60). Pengaruh sosio-kultural menurut Pakasi (1996: 15) sangat mempengaruhi wanita untuk dapat atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan fase menopause dan status ekonomi seseorang mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Apabila faktor di atas cukup baik akan mengurangi beban fisiologis dan psikologis. b. Menopause dalam kehidupan Setelah mengetahui berbagai gejala jasmani dan psikis atau kejiwaan yang mungkin terjadi pad wanita dalam masa menopause, maka ada baiknya kita ketahui pula pengaruh yang dapat terjadi dalam hidupnya antara lain yaitu:
41
1). Menopause dan psikososial Perubahan biologis yang dialami wanita atau yang disebut juga dengan menopause ini mempunyai nilai yang cukup penting. Kondisi menopause bukan hanya meliputi keadaan jasmaniah, tetapi juga dengan sendirinya meliputi perubahan sosial yang menyertainya (Jatman, 2000: 81). Karena kondisi biologis yang berubah, maka terjadi juga perubahan gaya hidup dan peran yang diambil. Perubahan gaya hidup dan peran ini kemudian membawa pada peran konsep diri. Konsep diri pada wanita setengah baya tersebut mewarnai perilaku dan tentu saja juga penilaian ligkungan terhadapnya. Sering ada penilaian, bahwa semakin tua wanita semakin cerewet dan suka mencampuri urusan orang lain. Di dalam perubahan konsep diri tersebut, sebenarnya ada yang lebih penting adalah pengaruh dari arti simbolik dari datangnya menopause tersebut. kebanyakan wanita merasa ia tidak lagi cantik, ia tidak lagi menarik, ia bukan apa-apa, karena anakanak sudah tidak membutuhkannya lagi, ia sudah tidak mampu lagi mengikat suami dan pada kenyataannya suami lebih menerima istri apa adanya dan memberi kebebasan. Menurut Jatman (2000: 31) keadaan
ini
seringkali
menimbulkan
sikap
apatis,
tidak
bersemangat, rasa tidak berguna dan kesepian, dan keadaan ini disebut dengan istilah “sindrom sangkar kosong”. Mereka merasa
42
kehilangan peranan inti dan mungkin mengalami depresi. Hal tersebut disebabkan oleh : -
Tidak mempunyai peranan penting dan tidak memperoleh peranan pengganti
-
Mempunyai kepribadian yang “over protective”
-
Tidak mempunyai kegiatan di luar rumah (Jatman: 2000: 31).
2). Menopause dan keadaan berbahaya Di antara wanita-wanita ada yang mengalami suatu keadaan jiwa yang dapat dikatakan berbahaya, di mana kelakuan dan sikapnya berubah ke arah yang kurang dapat diterima oleh masyarakat, karena cara-caranya melalui masa menopause seperti apa yang dilakukan oleh gadis-gadis remaja. Apa yang dilakukan oleh wanita pada masa menopause ini disebut “dangerous age” (Daradjat, 1977: 30). Hal senada diungkapkan oleh Kartono (1992: 327) ada di antara wanita cara-cara melalui masa menopause dengan ikut-ikutan melakukan perbuatan yang kurang terhormat; misalnya melakukan relaksasi seks bebas dengan alasan yang sama seperti motif, gadis pra puber atau pubertas yang tengah salah langkah. Wanita yang mengalami umur berbahaya ini biasanya bertingkah laku dan berpakaian seperti gadis remaja yang baru tumbuh, kelincahan dan keramahtamahannya yang berlebihan terhadap laki-laki, caranya berpakaian dan berhias sering
43
menyolok, jauh lebih muda dari umurnya sendiri. Sehingga sikap, tingkah laku dan caranya berpakaian seolah-olah ia mengejar dan memburu waktu dan kesempatan untuk bersenang-senang sebelum kesempatan itu hilang dan berlalu. Wanita yang mengalami perasaan berbahaya ini seringkali tidak dimengerti oleh wanita itu sendiri, dia merasa bahwa tindakannya adalah wajar (Daradjat, 1977: 31). c. Menopause dan aktivitas sehari-hari Di samping sekian banyak wanita yang mengalami penderitaan, kecemasan dan gangguan kejiwaan dalam menghadapi masa menopause, masih banyak yang dapat mempertahankan ketenangan dan kebahagiaan rumah tangganya. Cara menghadapi masa menopause dengan jalan menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan sosial dan agama (Daradjat, 1977: 37). Lebih lanjut diungkapkan oleh Ibrahim (2002: 149) bahwa ada wanita lain yang menemukan cara menghadapi masa menopause yakni dengan memperkuat benteng agama. Pada situasi ini, wanita memperlihatkan perhatian pada masalah-masalah nasib, keabadian dan kehidupan setelah kematian. Dan juga untuk menghadapi masa menopause yaitu dengan aktivitas yang bersifat tomboy (Ibrahim, 2002: 152). Demikianlah masa menopause menjadi batas pemisah antara dua masa penting dari kehidupan wanita, yaitu masa berhias serta mempercantik diri dan masa beribadah dan beristighfar. Ada sebagian
44
wanita yang menghadapi masa menopause dengan kelakuan dan sikap yang kurang dapat diterima di masyarakat. dan sebaliknya, ada sebagian wanita menghadapi masa menopause dengan melakukan aktivitas yang bersifat positif yaitu dengan kegiatan-kegiatan sosial an agama. Aktivitas sosial seperti aktif dalam pemeliharaan dan penyantunan anak yatim, aktif dalam membantu orang miskin dan terlantar. Sedangkan aktivitas agama seperti aktif dalam menjalankan berbagai kewajiban dan ibadah, aktif dalam mendatangi ahli agama untuk mendapatkan bimbingan, nasehat dan penyuluhan rohani.
2.3. Hubungan Pembinaan Mental Agama dengan Usia Menopause Pembinaan mental agama mrupakan usaha atau upaya untuk mengarahkan seseorang atau sekelompok orang dalam mengatasi problema kehidupan secara keagamaan. Agama memberi berbagai pedoman dan petunjuk agar ketentraman jiwa tercapai. Agama juga memberikan ketenangan bagi jiwa, sehingga tidak akan mudah goyah walaupun banyak kesukaran yang dihadapinya ia dapat berdo’a, mengeluh dan berdialog langsung dengan Tuhan. (Darajat, 1976: 119). Mengingat perkembangan mental keagamaan pada seseorang terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungannya yang berbeda-beda maka semakin banyak pengalaman yang bersifat keagamaan akan semakin tebal dan tegar sikap, tindakan dan caranya menghadapi kehidupan akan selalu sesuai dengan ajaran agama dan begitu juga sebaliknya semakin sedikit pengalaman yang bersifat agama akan
45
semakin sulit dalam menghadapi persoalan kehidupan, salah satunya adalah menghadapi usia menopause. Usia menopause merupakan tahapa yang tidak terhindarkan dalam kehidupan wanita setengah baya dan pada masa itu akan muncul gangguan baik secara fisik maupun secara psikis yang dilatar belakangi oleh manopause. Gangguan secara psikis diantaranya seperti kecemasan , ketidak setabilan emosi dan lain-lain. Meskipun demikia wanita yang mengalami masa menopause itu mempunyai tingkat kecemasan yang berbeda. (Jatman, 2000: 88). Untuk mengatasi dan membina keadaan yang demikian maka perlu adanya suatu tempat yang memberikan nasehat, bimbingan, dan pendidikan yaitu
berupa pembinaan mental agama dengan kegiatan yang berbentuk
pengajian, bimbingan baik secara individu maupun kelompok. pelaksanaan pembinaan mental agama ini haruslah dilaksanakan setiap saat sebagai upaya pembekalan pribadi. Jika pembinaan mental agama itu diberikan oleh secara spontan, maka unsur-unsur yang dimasukkan dalam pribadi itu dipahami secara sepotong-potong yang berdampak pada aplikasi dan implikasi perbuatan menurut kemauan egonya tanpa dibatasi atau dikendalikan dengan nilai-nilai agama. Darajat berpendapat bahwa pendidikan moral yang paling baik adalah kepribadian agama, maka bimbingan agama perlu dilaksanakan sejak usia anak-anak, remaja sampai dewasa melalui pendidikan formal maupun informal. (Darajat, 1982: 119).
46
Jadi keterangan diatas menjelaskan bahwa agama adalah dasar dari seluruh aspek kehidupan. Bekal agama yang kuat akan mampu menolong dalam mengatasi kemelut persoalan yang ada, serta menjadi filter batas perilaku yang ditimbulkan oleh gejolak emosionil. Akhirnya agama merupakan satu kebutuhan psikis yang harus dipenuhi dalam kehidupan ini. Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa antara pembinaan mental agama dan usia menopause mempunyai hubungan yang sangat erat. Usia menopause merupakan tahap yang membawa masalah sehingga sanat membutuhkan pembbinaan mental agama. Sedangkan pembinaan agama itu sebagai alat untuk membantu agar wanita yang memasuki usia menopause mampu melewati fase ini dengan tetap terjaga ketentraman jiwanya dan tetap bergairah dalam menjalani kehidupan serta dapat membimbing dirinya meliputi : tingkah laku, sikap dan gerak gerik kehidupannya akan sesuai dengan ajaran agama Islam.