BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HEREDITAS, LINGKUNGAN DAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Hereditas dan Lingkungan Persoalan pembawaan pada dasarnya bukan persoalan yang mudah dan memerlukan penjelasan dan uraian yang cukup panjang. Para ahli pendidikan, ahli biologi, ahli psikologi dan ahli bidang lainnya memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung kepada pembawaan ataukah lingkungan? Dengan kata lain, dalam perkembangan anak muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan (pembawaan) atau pengaruh lingkungan. 1. Hereditas a. Pengertian Keturunan (Pembawaan) Keturunan memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir ke dunia membawa berbagai warisan yang berasal dari kedua orang tuanya (bapak-ibu) atau kakek dan neneknya. Warisan (keturunan atau pembawaan) tersebut yang terpenting, antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit.1 Turunan yang dibawa anak sejak dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai dengan hukum Mendel yang dicetuskan oleh Gregor Mendel (1857) setelah mengadakan percobaan mengawinkan berbagai macam tanaman di kebunnya, antara lain sebagai berikut:
1
Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 98.
16
43 1) Apabila bunga ros merah dikawinkan dengan putih, hasil bunganya ros yang berwarna merah jambu. 2) Apabila turunan tersebut (berwarna merah jambu) dikawinkan pada sesamanya (sama-sama berwarna merah jambu), maka hasilnya sebagai berikut: a) 50 % berwarna merah jambu b) 25 % berwarna merah c) 25 % berwarna putih Hukum di atas diyakini berlaku juga bagi manusia. Angka prosentase tersebut mengandung arti warisan yang diterima anak tidak selamanya berasal dari kedua orang tuanya, tetapi dapat juga dari nenek moyang atau kakeknya. Misalnya seorang anak memiliki sifat pemarah. Itu tidak dimiliki oleh ibu dan bapaknya, tetapi dari kakeknya.2 b. Teori Keturunan Teori yang mendukung tentang pengaruh keturunan adalah teori nativisme. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utamanya adalah Arthur Scopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran nativisme konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Mengapa demikian, karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan, bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut pesimisme paedogagis. Aliran nativisme hingga saat ini masih berpengaruh di kalangan beberapa ahli, tetapi tidak semutlak dulu. Di antara ahli yang dipandang
2
Ibid., hlm. 99.
43 sebagai nativisme adalah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli linguistik yang sangat terkenal saat itu. Chomsky menganggap, bahwa perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata
oleh
proses
belajar,
tetapi
juga
adalah biological
predisposition (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.3 2. Lingkungan a. Pengertian Lingkungan Lingkungan
sangat
berperan
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan faunanya.4 Menurut Sutari Imam Barnadib, bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada dikeliling individu.5 Menurut Zuhairini, bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak.6 Dengan demikian, lingkungan adalah tempat di sekitar anak, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. b. Teori tentang Lingkungan Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme (empiricism) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli 3
Ibid., hlm. 108. Ibid., hlm. 105. 5 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), hlm. 40. 6 Zuhairini, op. cit., hlm. 173. 4
43 aliran ini adalah The School of British Empiricism (aliran empirisme Inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama environmentalisme
(aliran
lingkungan)
dan
psikologi
bernama
environmental psychology (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru. Doktrin aliran empirisme yang amat masyur adalah tabula rasa sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pada pengalaman, lingkungan, dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisme (bukan empirisisme) mengganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya. Faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan para siswa yang mereka lahirkan. Sifat orang tua (parental trail) yang dimaksudkan ialah gaya khas dalam bersikap, memandang, memikirkan, dan memperlakukan anak. Contoh: kelahiran bayi yang tidak dihendaki (misalnya akibat pergaulan bebas) akan menimbulkan sikap dan perlakukan orang tua yang bersifat menolak (parental rejection). Sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan anak. Perilaku memanjakan anak secara berlebihan ini, menurut hasil penelitian Chazen, ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan perilaku dan ketidakmampuan sosial anak di kemudian hari.7
7
Ahmad Fauzi, op. cit., hlm. 108-109.
43 B. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan sebagai usaha membina dan membangun pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung suatu proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan dan pertumbuhan.8 Ada tiga istilah yang dianggap memiliki arti yang dekat dan tepat dengan makna pendidikan. Ketiga istilah itu adalah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga istilah ini dalam bahasa Arab mengacu pada kata pendidikan. a. Tarbiyah ()ﺗﺮﺑﻴﺔ Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, merumuskan definisi pendidikan dari kata tarbiyah ()ﺗﺮﺑﻴﺔ. Menurut pendapatnya, kalau tarbiyah berasal dari tiga kata. Pertama, kata rabba – yarbu ( ﻳﺮﺑﻮا- )رﺑﺎyang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, rabba –yurabba, yang berarti menjadi besar atau tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba – yarubba yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara.9 Lafadz rabba merupakan bentuk kata kerja dari masdar tarbiyah yang menurut Abdurrahman an-Nahlawi mengandung pengertian bahwa pendidikan (Tarbiyah) terdiri atas empat unsur sebagai berikut : 1) Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. 2) Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacammacam. 3) Mengarahkan fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya.
8
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 11. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 29. 9
43 4) Proses ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.10 Naquib al-Atas berpendapat bahwasanya kata tarbiyah ()ﺗﺮﺑﻴﺔ secara semantik tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi dapat dipakai kepada spesies lain seperti mineral, tanaman dan hewan.11 Menurut Zakiyah Darajad, kata kerja rabb yang berarti mendidik sudah dipergunakan sejak zaman nabi Muhammad saw., seperti di dalam al-Qur’an dan Hadits. Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga untuk “Tuhan”, mungkin karena juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara dan mencipta.12 Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata tersebut di antaranya adalah :
(24: )ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ.ﺍﻴﺮ ﺻ ِﻐ ﺎﻧِﻰﺑﻴﺭ ﺎﺎ ﹶﻛﻤﻬﻤ ﻤ ﺣ ﺭ ﺏ ﺍ ﺭ Wahai Tuhanku sayangilah keduanya (orang tuaku) sebagaimana mereka telah mengasihaniku (mendidikku) sejak kecil. (Q.S. al-Isra’ : 24)
(18 : )ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ.ﻦ ﻴ ﻙ ِﺳِﻨ ِﺮﻤﻦ ﻋ ﺎ ِﻣﻴﻨ ﺖ ِﻓ ﻭﹶﻟِﺒ ﹾﺜ ﺍﻴﺪ ﻭِﻟ ﺎﻴﻨ ﻚ ِﻓ ﺑﺮ ﻢ ﻧ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﺍﹶﻟ Berkata (Fir’aun kepada nabi Musa), bukanlah kami telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. (Q.S. asy-Syu’ara : 18)13 Dengan demikian kata tarbiyah mempunyai arti yang luas dan bermacam-macam penggunaannya, dan dapat diartikan menjadi makna “pendidikan, pengembangan, pemeliharaan dan penciptaan” yang semua ini menuju dalam rangka kesempurnaan sesuatu dengan kedudukannya.
10
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. Herry Noer Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 32 11 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), hlm. 2. 12 Zakiah Darajad, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 25-26. 13 Soenarjo dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 428, 574.
43 b. Ta’lim Lafadz ‘allama merupakan bentuk kata kerja dari masdar ta’lim yang berarti mengajar. Kata ta’lim dengan kata kerja’allama juga sudah digunakan pada zaman nabi baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. Kata ‘allama memberi pengertian sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberitahuan pengetahuan.14 Menurut Sholeh Abdul Aziz mendefinisikan makna ta’lim adalah sebagai berikut:
ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺍﻹﳚﺎﰉ ﺍﱃ،ﺍﻣﺎ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻓﻴﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﻧﻘﻞ ﺍﳌﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﻣﻦ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺍﱃ ﺍﳌﺘﻌﻠﻢ 15
.ﺍﳌﻌﻠﻢ
ﺍﻟﺬﻯ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻥ ﻳﺘﻘﺒﻞ ﻣﺎ ﻳﻠﻘﻴﻪ،ﺍﳌﺘﻌﻠﻢ ﺍﳌﺘﻠﻘﻰ
Artinya: “Ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid, pengajar yang kooperatif kepada anak didik yang seharusnya menerima apa yang disampaikan oleh seorang guru”. Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang pengertiannya terkait dengan pendidikan Islam yang mengandung kata-kata tersebut di antaranya adalah:
(31 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.ﺎﺂ َﺀ ﹸﻛ ﱠﻠﻬﺳﻤ ﻡ ﹾﺍ َﻷ ﺩ ﻢ ﺃ ﻋ ﱠﻠ ﻭ Allah telah mengajarkan kepada semuanya”. (Q.S. al-Baqarah : 31)
kamu
(Adam)
nama-nama
(16 : )ﺍﻟﻨﻤﻞ.ﻴ ِﺮ ﻖ ﺍﻟ ﱠﻄ ﻨ ِﻄﺎ ﻣﻤﻨ ﻋ ِﻠ ﺱ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻳﺎﹶﺍ Berkata (Sulaiman) : Wahai manusia telah diajarkan kepada kami pengertian bunyi burung”. (Q.S. an-Naml : 16) 16
14
Zakiah Darajad dkk., ... op. cit., hlm. 26 Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Majid, At-Tarbiyah wat-Thuruqut Tadris, Juz I, (Mesir: Darul Ma’arif, t.th.), hlm. 59. 16 Soenarjo dkk., ... op. cit., hlm. 14, 595. 15
43 Dari pengertian makna tersebut menggambarkan bahwa ta’lim dalam kerangka pendidikan tidak saja menjangkau wilayah intelektual, melainkan juga persoalan sikap moral dan perbuatan dari hasil proses belajar yang dijalaninya sesuai dengan pengetahuan dalam rangka kehidupannya. c. Ta’dib Salah satu konsep kunci utama yang merujuk kepada hakekat dari inti makna pendidikan adalah istilah ta’dib yang berasal dari kata adab. Istilah adab dianggap mewakili makna utama pendidikan Islam. Istilah ini menurut Naquib al-Attas sangat penting dalam rangka memberi arti pendidikan Islam. Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat hubungannya dengan kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual ruhaniah, dan juga adab meliputi kehidupan material dan spiritual. Maka penekanan adab mencakup amal dan ilmu sehingga mengkombinasikan ilmu dan amal serta adab secara harmonis, ketiganya sebagai pendidikan. Pendidikan dalam kenyataannya adalah ta’dib karena adab sebagaimana didefinisikan mencakup ilmu dan amal sekaligus.17 Adapun kata ta’dib dapat dilihat dalam pernyataan Aisyah dalam hadits sebagai berikut :
)ﺭﻭﺍﻩ.ﻚ ﻣ ﻚ ﺍﹸ ﺘ ﺑﺩ ﺖ ﹶﺃ ﻧﻭﹶﺃ ﻪ ﻣ ﹸﺍﺘﻪ ﺑﺩ ﹶﺃ: ﺴﺔﹸ ﺎِﺋﺖ ﻋ ﺎ ٍﺩ ﻗﹶﺎﹶﻟﻋﺒ ﻦ ﺑ ﻤﺪ ﺤ ﺎ ﻣﺪﹶﺛﻨ ﺣ 18
(ﻣﺴﻠﻢ
Artinya : “Muhammad ibnu Abbad telah menceritakan kepada kita, bahwa Aisyah berkata : “Ibumu telah mendidiknya, dan kamu telah didik oleh ibumu”. (H.R. Muslim)
17
Muhammad Syed Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 52-60. 18 Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz. II, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1994), hlm. 464.
43 Ketiga istilah tersebut (tarbiyah, ta’lim dan ta’dib) merupakan satu kesatuan yang terkait. Artinya, bila pendidikan dinisbatkan kata Ta’dib ia harus melalui pengajaran (ta’lim) sehingga dengannya diperoleh ilmu. Dari ilmu yang dimiliki inilah, maka terwujud sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Hal ini lazim kita kenal sebagai contoh kognitif, affektif dan psikomotorik. Sebagaimana dikemukakan Naquib al-Attas menganggap istilah ta’dib lebih tepat dari istilah tarbiyah dan ta’lim. Yang dikehendaki dalam pendidikan Islam sampai pada pengakuan. Di samping itu kata ta’dib mencakup unsur pengetahuan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik. Karenanya ia menganggap istilah ta’dib lebih tepat dalam memberi makna Pendidikan Islam.19 Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak dikemukakan oleh para ahli. Meskipun demikian, perlu dicermati dalam rangka melihat relevansi rumusan baik dalam hubungan dengan dasar makna maupun dalam kerangka tujuan, fungsi dan prospek kependidikan Islam yang dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang. Maka pengertian pendidikan menurut pandangan Islam dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Syaikh Musthafa al-Ghulayani
ﺎ ِﺀﺎ ِﺑﻤﻴﻬﺳ ﹾﻘ ﻭ ﻦ ﻴ ﺎ ِﺷِﺌﺱ ﺍﻟﻨ ِ ﻮ ﻔﹸﻰ ﻧ ﺿ ﹶﻠ ِﺔ ِﻓ ِ ﻕ ﺍﹾﻟ ﹶﻔﺎ ِﻼ ﺧ ﹶ ﹾﺍ ﹶﻻﺮﺱ ﻲ ﹶﻏ ﻴ ﹸﺔ ِﻫﺮِﺑ ﺘﺍﹶﻟ ﺎﺗﻬﺮ ﻤ ﻮ ﹶﻥ ﹶﺛ ﺗﻜﹸ ﻢ ﺲ ﹸﺛ ِ ﻨ ﹾﻔﺕ ﺍﻟ ِ ﻣﻠﹶﻜﹶﺎ ﻦ ﻣ ﹶﻠ ﹶﻜ ﹰﺔ ِﻣ ﺢ ﺼِﺒ ﻰ ﺗﺣﺘ ﺤ ِﺔ ﻴ ﺼ ِ ﻨﺍﻟﺎ ِﺩ ﻭﺭﺷ ﹾﺍ ِﻹ 20
.ﻮ ﹶﻃ ِﻦ ﻨ ﹾﻔ ِﻊ ﺍﹾﻟﻤ ِﻞ ِﻟ ﻌ ﺐ ﺍﹾﻟ ﺣ ﻭ ﺮ ﻴ ﳋ ﻭﹾﺍ ﹶ ِ ﺍﹾﻟﻔﹶﺎﺿِﻠ ﹶﺔ
Artinya: “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan
19
Muhammad Syed Naquib al-Attas, ... op. cit., hlm. 64. Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189.
20
43 keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”. b. Ahmad D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.21 c. Zuhairini Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan, berbuat berdasarkan nilainilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.22 d. Zakiah Daradjat Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim. Selanjutnya digambarkan pengertian pendidikan Islam dengan pernyataan syari’at Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.23 Dari beberapa definisi yang dikemukakan tokoh pendidikan di atas, maka pendidikan Islam adalah proses (usaha) bimbingan secara sistematis dibawah seorang pendidik menuju ke arah pembentukan kepribadian muslim\, yaitu terbentuknya manusia beriman dan bertakwa serta memiliki kemampuan yang teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif.
2. Dasar-dasar dan Tujuan Pendidikan Islam Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar-dasar yang 21
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980),
hlm. 19. 22
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), hlm. 152. Zakiah Darajad, ... op. cit., hlm. 28.
23
43 dijadikan landasan kerja. Dengan ini memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Didalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang mendapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasullah (Hadits).24 Menetapkan al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada kemauan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah dan pengalaman kemanusiaan.25 Adapun dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama dalam al-Qur’an surat asy-Syura ayat 52:
ﺎﻥﹸﻭﻻﹶﺍ ِﻹﳝ ﺏ ﺎﺎ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘﺪﺭِﻱ ﻣ ﺗ ﺖ ﻨ ﺎ ﻛﹸﺎ ﻣﻣ ِﺮﻧ ﻦ ﹶﺃ ﺎ ِﻣﻭﺣﻚ ﺭ ﻴ ﺎ ِﺇﹶﻟﻴﻨ ﺣ ﻭ ﻚ ﹶﺃ ﻭ ﹶﻛ ﹶﺬِﻟ
ﻁ ٍ ﺍﺻﺮ ِ ﻬﺪِﻱ ِﺇﻟﹶﻰ ﺘﻚ ﹶﻟ ﻧﻭِﺇ ﺎﺎ ِﺩﻧﻦ ِﻋﺒ ﺎ ُﺀ ِﻣﻧﺸ ﻦ ﻣ ﻬﺪِﻱ ِﺑ ِﻪ ﻧ ﺍﻮﺭﻩ ﻧ ﺎﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻦ ﻭﹶﻟ ِﻜ ﻣ (52 :ﺘﻘِﻴ ٍﻢ )ﺍﻟﺸﻮﺭﻯﺴ “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. alSyura’: 52)26 Sunnah Rasul dalam pendidikan Islam itu mempunyai dua fungsi. Pertama, menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Quran dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua, Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw. bersama 24
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm., 34. Ibib., hlm. 34-35. 26 Soenarjo, op.cit., hlm. 791. 25
43 shahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya. Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan di antaranya. a. Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal. b. Sifat-sifat dasar manusia. c. Tuntunan mayarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan. d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam, setidaknya ada tiga macam dimensi ideal Islam, yaitu a) Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan
kesejahteraan
hidup
manusia
dimuka
bumi,
b)
Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang lebih baik, c) Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.27 Berdasarkan batasan di atas, para ahli pendidikan mencoba merumuskan tujuan pendidikan Islam. Tujuan adalah dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam suasana ideal itu nampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti terbentuknya kepribadian muslim dan kematangan dan integritas kesempurnaan pribadi.28 Menurut Ahmad D. Marimba bahwa suatu usaha tanpa tujuan tidak akan berarti apa-apa. Oleh karenanya, setiap usaha pasti ada tujuan dan begitu pula dalam pendidikan Islam sangat penting adanya tujuan pendidikan yang dilaksanakan. Ada empat fungsi tujuan dalam pendidikan Islam, yaitu: a. Tujuan berfungsi mengakhiri usaha, dalam hal ini perlu sekali antisipasi ke depan dan efisiensi dalam tujuan agar tidak terjadi penyimpangan.
27 28
Syamsul Nizar, op. cit., hlm. 36. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 159-160.
43 b. Tujuan berfungsi mengesahkan usaha, dalam hal ini tujuan dapat menjadi pedoman sebagai arah kegiatan. c. Tujuan dapat merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan lainnya, baik merupakan kelanjutan tujuan sebelumnya maupun bagi tujuan baru. d. Tujuan berfungsi memberikan nilai (sifat) pada usaha itu, dalam hal ini ada tujuan yang lebih luhur, mulia dari pada usaha lainnya (bisa juga tujuan dekat, jauh atau tujuan sementara dan tujuan akhir).29 Melihat fungsi tujuan pendidikan seperti tersebut di atas, jelaslah kiranya bahwa faktor tujuan memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendidikan. Mengenai tujuan pendidikan ini, penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam antara lain : a. Menurut Mahmud Yunus Tujuan pendidikan Islam adalah menusia sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi pada Allah SWT. dan berbakti kepada bangsa dan tanah air, bahkan sesama manusia.30 b. Menurut Athiyah al-Abrasyi Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap guru haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lainnya. Karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia adalah tiang daripada pendidikan Islam.31 c. Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok yang paling menonjol yaitu: 29
Ahmad D. Marimba, ... op. cit., hlm. 44-46 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1977),
30
hlm. 22. 31
Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
hlm. 1-2.
43 1) Sifat yang bercorak agama dan akhlak 2) Sifat komprehensif yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat 3) Sikap keseimbangan, kejelasan, tidak ada unsur pertentangan antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya 4) Sifat realistis dan dapat dilaksanakan, penekanan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan memperhitungkan perbedaan-perbedaan perorangan di antara individu, mesyarakat dan kebudayaan di mana-mana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.32 d. Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani telah merumuskan tujuan pendidikan Islam secara umum ke dalam lima tujuan, sebagai berikut: 1) Untuk membentuk akhlak mulia 2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat 3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi kemanfaatannya 4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada para pelajar 5) Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik dan perusahaan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan tertentu agar dapat mencari rizki dalam hidup, di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.33 e. Menurut Arifin sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib bahwa perumusan tujuan pendidikan Islam itu harus berorientasi pada hakekat pendidikan yang meliputi beberapa aspek di antaranya sebagai berikut : 1) Tujuan dan tugas manusia Yakni manusia bukan diciptakan secara kebetulan melainkan mempunyai tujuan dan tugas hidup tertentu. Firman Allah dalam al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 191 sebagai berikut : 32
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 436. 33 Ibid., hlm. 416-417.
43
ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﻭ ﹶﻥ ﻓِﻰ ﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﻳﻭ ﻢ ﻮِﺑ ِﻬ ﻨﻠﻰ ﺟﻭﻋ ﺍﻮﺩ ﻌ ﻭ ﹸﻗ ﺎﺎﻣﷲ ِﻗﻴ َ ﻭ ﹶﻥ ﺍ ﻳ ﹾﺬﻛﹸﺮ ﻦ ﻳﹶﺍﱠﻟ ِﺬ ﺏ ﻋﺬﹶﺍ ﺎﻚ ﹶﻓ ِﻘﻨ ﻨﺤﺳﺒ
ﺝ
ِ ﺭ ﻭﹾﺍ َﻷ ﺕ ِ ﻤﻮﺍﻟﺴ ﻼ ﺎ ِﻃ ﹰﻫﺬﹶﺍ ﺑ ﺖ ﺧ ﹶﻠ ﹾﻘ ﺎﺎ ﻣﺑﻨﺭ ﺽ ﺝ
(191 : ﻋﻤﺮﺍﻥ- )ﺍﻝ.ﺎ ِﺭﺍﻟﻨ Artinya : “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali-Imran : 191)34 2) Memperhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia yaitu konsep tentang manusia bahwa ia diciptakan sebagai khalifah Allah di bumi. Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 adalah sebagai berikut:
(30 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.ﻴ ﹶﻔ ﹰﺔ ﺧ ِﻠ ﺽ ِ ﺭ ﺎ ِﻋﻞﹲ ﻓِﻰ ﹾﺍ َﻷﻰ ﺟﻠِﺌ ﹶﻜ ِﺔ ِﺇﻧﻚ ِﻟ ﹾﻠﻤ ﺑﺭ ﻭِﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ”. (Q.S. al-Baqarah : 30)35 Allah SWT. memberitahukan ihwal pemberian karunia Bani Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka di al-Mala’ul A’la sebelum mereka diadakan, maka Allah berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat. Maksudnya, hai Muhammad ceritakanlah hal itu kepada kaummu: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi, yakni suatu kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun dan generasi demi generasi.36 Sebagaimana Allah berfirman: “Dialah yang
34
Soenarjo, dkk., ... op. cit., hlm. 110. Ibid., hlm. 13. 36 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 103-104. 35
43 menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi” (Q.S. Fathir: 39). Tugas dan tanggung jawab manusia, yang telah dibebankan oleh Allah, maka manusia membutuhkan beberapa sarana dan prasarana, sebagai perangkat modal kerja untuk melaksanakan amanah yang termasuk amanah itu adalah khalifah, karena khalifah itu mempunyai pengertian sebagai wakil Tuhan di muka bumi dan itulah keistimewaan
manusia
dari
makhluk
lainnya.
Kata
khalifah
mempunyai arti mengganti dan melanjutkan, pengganti atau pemimpin. Untuk itu dibutuhkan pendidikan yang dapat membantu dan memperlancar tugas amanah yang dipikulkan oleh Allah. Oleh karena itu manusia membutuhkan pendidikan.37 Serta untuk beribadah kepada-Nya, penciptaan itu dibekali berbagai macam fitrah yang berkecenderungan pada al-Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan) berupa agama Islam, sebatas kemampuan dan kapasitas ukuran yang ada.38 3. Tuntutan masyarakat, baik berupa pelestarian nilai budaya, pemenuhan kebutuhan hidup maupun antisipasi perkembangan dan tuntutan modern. 4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam hal ini terkandung nilai dalam mengelola kehidupan bagi kesejahteraan di dunia dan akherat, keseimbangan dan kelestarian keduanya.39 Hal ini didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut az-Zarnuji meliputi tiga aspek, yaitu: ketuhanan, individualitas dan kemasyarakatan. Selain pengabdian kepada Tuhan, juga bertujuan untuk membentuk moral pribadi, intelektual dan kesehatan jasmani serta pembentukan sikap mental 37
Marasuddin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khlmdun; Suatu Analisa Fenomenologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1999), hlm. 93-95. 38 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 34. 39 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 153-154.
43 kemasyarakatan “amar ma’ruf nahi munkar” dengan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat, bersih dari pamrih pribadi.40 Dengan demikian, jelas sekali bahwa perumusan tujuan pendidikan Islam harus sesuai dengan hakekat kemanusiaan dan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan sifatsifat dasar manusia yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan dan sesuai pula dengan tuntutan masyarakat yang terus mengalami kemajuan serta sesuai dengan nilai-nilai ideal ajaran Islam bagi kehidupan manusia. Adapun aspek filosofisnya, tujuan adalah dunia cita, yaitu suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan suasana ideal itu nampak pada tujuan akhir (Ultimate Aims of Education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti terbentuknya kepribadian muslim.41 Hasan Langgulung dalam bukunya yang berjudul Manusia dan Pendidikan, mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia.42 Ahmad D. Marimba berpendapat, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.43 Kemudian dilihat dari tujuan umum pendidikan Islam, maka hal itu sinkron dengan tujuan agama Islam, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertakwa dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat.44 Hal ini menunjukkan bahwasanya islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah
40
Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta: al-Amin Press, 1997), hlm. 105-106. 41 Ahmad D. Marimba, ... op. cit., hlm. 43. 42 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 33. 43 Ahmad D. Marimba, op. cit., hlm. 46. 44 Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hlm. 142.
43 beribadah kepada Allah, yaitu sebagai hamba (‘a>bid). Ini diketahui dari surat al-Dza>riya>t ayat 56 sebagai berikut:
(56 : )ﺍﻟﺬﺭﻳﺎﺕ.ﻭ ِﻥﺒﺪﻌ ﻴﺲ ِﺇﻟﱠﺎ ِﻟ ﻧﺍﹾﻟِﺈﻦ ﻭ ﺠ ِ ﺍﹾﻟﺧﹶﻠ ﹾﻘﺖ ﺎﻭﻣ Dan Aku tidak menciptaka jin dan manusia, kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. al-Dzariyah: 56)45 Selain itu, tujuan pendidikan Islam, juga tidak lepas dari kaitannya dengan eksistensi hidup manusia sebagai wakil-Nya (kha>lifah Allah) di bumi. Salah satu fungsi dan tugas seorang pemimpin (kha>lifah) adalah kemampuannya dalam memelihara, mengatur dan mengembangkan potensi dasar yang beragam (heterogen) dari yang dipimpinnya di atas dasar amanah, dan bukan atas dasar prinsip kepemilikan (privatisasi). Tujuan pendidikan Islam pada dasarnya memelihara dan mengembangkan hidup ini, sebab hidup merupakan fitrah yang paling dasar bagi manusia. Hidup bukan hanya terjadi di dunia ini secara lurus (mustaqi>m) seseorang akan selamat dan bahagia dalam menuju Tuhan.46 Kaitannya dengan persoalan manusia sebagai khalifah Allah ini telah dipertegas dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 sebagai berikut:
ﻦ ﻣ ﺎﻌﻞﹸ ﻓِﻴﻬ ﺠ ﺗﺧﻠِﻴ ﹶﻔ ﹰﺔ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﹶﺃ ﺽ ِ ﺭ ﺎ ِﻋ ﹲﻞ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄﻲ ﺟﻤﻠﹶﺎِﺋ ﹶﻜ ِﺔ ِﺇﻧ ﻚ ِﻟ ﹾﻠ ﺑﺭ ﻭِﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺎ ﻣﻋﹶﻠﻢ ﻲ ﹶﺃﻚ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِﺇﻧ ﺱ ﹶﻟ ﹶﻘﺪﻭﻧ ﻙ ﻤ ِﺪ ﺤ ﺢ ِﺑ ﺴﺒ ﻧ ﺤﻦ ﻧﻭ ﺎ َﺀﺪﻣ ﺍﻟﺴ ِﻔﻚ ﻳﻭ ﺎ ﻓِﻴﻬﺴﺪ ِ ﹾﻔﻳ (30 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.ﻮ ﹶﻥﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﻟﹶﺎ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS. al-Baqarah: 30)47 45
Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 862. M. Irsyad Djuwaeli, op. cit., hlm. 13-14. 47 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 13. 46
43 3. Fungsi Pendidikan Islam Pada hakekatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinue dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayat. Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan yang optimal. Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari segi pandangan individu dan segi pandangan masyarakat serta memandang pendidikan sebagai suatu transaksi, yaitu proses memberi dan mengambil antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, tugas dan fungsi pendidikan dapat dilihat pada tiga pendekatan, sebagai berikut : a. Pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi. b. Pendidikan dipandang sebagai pewarisan budaya. c. Pendidikan dipandang sebagai interaksi antara potensi dan budaya.48 Semua pendekatan dalam fungsi pendidikan ini tidak berjalan sendirisendiri tetapi saling memberikan penekanan yang dapat digunakan melihat fungsi pendidikan Islam. a. Fungsi Pengembangan Potensi Fungsi pengembangan
ini
mencerminkan
potensi
manusia
bahwa dalam
pendidikan
sebagai
kehidupannya.
Manusia
mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan 48
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 57
43 potensi-potensi yang dimiliki dalam arti berusaha untuk menampakkan dan mengembangkan (aktualisasi) berbagai potensi manusia dalam Islam juga disebut dengan fitrah sebagai potensi dasar yang akan dikembangkan bagi kehidupan manusia.49 Betul fitrah itu sangat beragam. Hasan Langgulung menyebutnya dengan Asmaul Husna, dengan berdasarkan bahwa proses penciptaan manusia itu secara non fisik, sebagaimana Firman Allah SWT. dalam al-Qur’an surat al-Hijr: 29 sebagai berikut:
(29 : )ﺍﳊﺠﺮ.ﻦ ﻳﺠ ِﺪ ِ ﻪ ﺳ ﺍﹶﻟﻌﻮ ﻲ ﹶﻓ ﹶﻘ ﻭ ِﺣ ﺭ ﻦ ﻴ ِﻪ ِﻣ ِﻓﺤﺖ ﻧ ﹶﻔﻭ ﻪﻳﺘﻮ ﺳ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ Artinya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka hendaklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (Q.S. al-Hijr: 29)50 Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di antara makhluk-makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalam struktur jasmani dan rohani itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut dengan potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes, yaitu kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah, yang dalam pengertian etimologis mengandung arti kejadian, oleh karena kata fitrah berasal dari kata kerja fatoro yang berarti “menjadikan”.51 Dalam hal ini dinyatakan bahwa potensi manusia sebagai karunia Tuhan haruslah dikembangkan, sedangkan pengembangan potensi yang sesuai dengan petunjuk Allah merupakan “ibadah”. Jadi, tujuan kejadian 49
Muhaimin dan Abdul Mujib, ... op. cit., hlm. 138. Soenarjo, ... op. cit., hlm. 393. 51 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 88. 50
43 manusia dalam rangka ibadah adalah dalam pengertian pengembangan potensi-potensi manusia sehingga menjadikan dirinya mencapai derajat kemanusiaan
yang
tinggi
(‘Abid).
Derajat
ini
dicapai
dengan
mengaktualisasikan segala potensi yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.52 b. Fungsi Pewarisan Budaya Pendidikan
sebagai
pewarisan
budaya
merupakan
upaya
pewarisan nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagaimana dinyatakan bahwa tugas pendidikan Islam selanjutnya adalah mewariskan nilai-nilai budaya Islam.53 Juga dinyatakan bahwa sukar dibayangkan seseorang tanpa lingkungan memberikan corak kepada watak dan kepribadian, sebab lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang dimilikinya dengan harapan dapat memelihara kepribadian dan identitas budayanya sepanjang zaman. Peradaban dan budaya (Islam) bisa mati bila nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lain yang dimilikinya berhenti dan tidak berfungsi dalam mewariskan nilai-nilai itu dari generasi ke generasi dalam kehidupan. Peradaban Islam bermula dari turunnya wahyu yang kemudian disosialisasikan kepada pengikutnya sehingga diikuti dan diterapkan dalam kehidupan. Dari tradisi inilah terbentuk suatu kelompok manusia yang disebut “ummah Islam” yang terkait dengan aqidah, syari’ah dan akhlak Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-sunnah sebagai prinsip pokok Islam yang senantiasa dikembangkan pemahaman dan pengalamannya dalam kehidupan umat manusia. Hal ini mencerminkan bahwa fungsi pendidikan Islam juga mewariskan ajaranajaran Islam dengan berbagai nilai peradaban ke dalam kehidupan
52
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, ... op. cit., hlm. 60. Muhaimin dan Abdul Mujib, ... op. cit., hlm. 141.
53
43 individu dan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai nilai yang menjadi panutan dalam kehidupan.54 c. Fungsi Interaksi Antara Potensi dan Budaya Manusia mempunyai potensi dasar sebagai potensi yang melengkapi manusia untuk tegaknya peradaban dan kebudayaan Islam. Dalam versi lain, tugas pendidikan adalah menegakkan bimbingan anak agar ia menjadi dewasa. Yang dimaksud dengan kedewasaan adalah sebagai berikut : 1) Kedewasaan Psikologis (matang sosial, moral dan emosinya) 2) Kedewasaan Biologis (sampai akil baligh) 3) Kedewasaan Sosiologis (mengenal masyarakat setempat) 4) Kedewasaan Paedagogis (tanggung jawabnya).55 Dalam hubungan dengan Islam mengenai interaksi antara potensi dan budaya ini lebih jelas lagi manakala potensi yang dinyatakan roh Allah itu disebut dengan “fitrah”, seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, nabi bersabda :
ﹸﻛ ﱡﻞ:ﻢ ﺳ ﱠﻠ ﻭ ﻴ ِﻪ ﻋ ﹶﻠ ﷲ ُ ﻰ ﺍ ﻠﱮ ﺻ ﻨِ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﻟ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻨﻪ ﻋ ﷲ ُ ﻰ ﺍ ﺿ ِ ﺭ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﻦ ﹶﺃﺑِﻰ ﻫ ﻋ )ﺭﻭﺍﻩ.ﺎِﻧ ِﻪﺠﺴ ﻤ ﻳﻭ ﺍِﻧ ِﻪﺼﺮ ﻨﻳﻭ ﺍِﻧ ِﻪﻮﺩ ﻬ ﻳ ﻩ ﺍﺑﻮﺮ ِﺓ ﹶﻓﹶﺄ ﻰ ﺍﹾﻟ ِﻔ ﹾﻄ ﻠ ﻋﻮﹶﻟﺪ ﻮ ٍﺩ ﻳ ﻮﹸﻟ ﻣ 56
(ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Nabi saw. bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R. Bukhari) Adapun agama yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya itu juga adalah fitrah, sebagaimana Firman Allah dalam surat ar-Ruum ayat 30 sebagai berikut: 54
Hasan Langgulung, ... op. cit., hlm. 61-63. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 70. 56 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1992), hlm. 421. 55
43
(30 : )ﺍﻟﺮﻭﻡ.ﺎﻴﻬ ﻋ ﹶﻠ ﺱ ِ ﻨّﺎﺮ ﺍﻟ ﷲ ﺍﱠﻟﺘِﻰ ﹶﻓ ﹶﻄ ِ ﺮ ﹶﺓ ﺍ ﻔﹰﺎ ﻗﻠﻲ ِﻓ ﹾﻄﺣِﻨﻴ ﻳ ِﻦﺪ ﻚ ﻟِﻠ ﻬ ﺟ ﻭ ﻢ ﹶﻓﹶﺄ ِﻗ Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu pada agama dengan seluruslurusnya. Itulah Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S. ar-Ruum : 30) Jadi, fitrah sebagai potensi yang melengkapi manusia sejak lahir dan fitrah sebagai “din” yang menjadikan hidup tegaknya peradaban Islam. Ibarat sebuah mata uang yang memiliki dua sisi, satu sisi sebagai potensi dan sisi lainnya sebagai din (agama), yang satu berkembang dalam setiap diri individu, sedangkan yang lain terjadi proses pemindahan sebagai pewarisan nilai dari generasi ke generasi. Jadi, ada yang bersifat dari luar dan ada yang dari dalam semua saling berinteraksi membentuk suatu peradaban Islam yang senantiasa tetap berada dalam kerangka kehidupan baik sebagai “Abdullah” maupun “khalifatullah” yang merupakan tujuan kejadian dan hidup manusia.57
4. Materi Pendidikan Islam Sasaran dan tujuan pendidikan tidak mungkin akan tercapai, kecuali materi pendidikan terseleksi dengan baik dan tepat. Istilah materi digunakan di sini untuk sejumlah disiplin. Ilmu yang mengembangkan basis kegiatan sekolah, dan biasanya diklasifikasikan dalam beberapa subjek materi yang berbeda-beda. Materi dalam hal ini, intinya adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses interaksi edukatif kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapai. Materi pendidikan anak yang dicanangkan al-Ghazali, baik itu di rumah maupun di Madrasah Ibtida’iyah pada dasarnya meliputi: pengetahuan yang menuntutnya adalah fardu ‘ain bagi setiap muslim, yaitu meliputi rukun iman, cara melakukan perintah-perintah Allah dan prinsip-prinsip tingkah
57
Hasan Langgulung, ... op. cit., hlm. 64-65.
43 laku yang benar “dalam bentuknya yang paling sederhana”. Al-Ghazali memandang mata pelajaran-mata pelajaran ini menguntungkan, baik untuk pemenuhan praktis terhadap kewajiban-kewajiban agama maupun sebagai alat untuk memperkuat keimanan anak-anak.58 Oleh karena itu, hal yang terpokok yang perlu diserap oleh anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan keimanan, keislaman dan akhlak,59 seperti yang dikatakan oleh pikiran, diamalkan dalam kehidupan dalam bentuk ibadah dan diungkapkan dalam bentuk perkataan, sikap, akhlak (perangai) pergaulan dan kehidupan pada umumnya. Untuk mewujudkan generasi yang kokoh iman dan islamnya, Abdullah Nasih Ulwan sebagaimana dikutip oleh Raharjo menekankan bahwa materi pendidikan yang bersifat mendasar dan universal. Materi-materi pendidikan tersebut adalah pendidikan iman, akhlak, fisik, intelektual, psikis, sosial dan seksual.60 Sedangkan menurut Chabib Thoha memfokuskan materi pendidikan pada aspek pendidikan ibadah, pokok-pokok ajaran Islam dan membaca al-Qur’an, pendidikan akhlak dan pendidikan akidah Islamiyah.61 Sejalan dengan pemikiran Thoha, M. Nipan Abdul halim menambahkannya dengan pendidikan ekonomi dan kesehatan sebagai penunjang tegaknya akidah, ibadah dan akhlak anak.62 Adapun yang mendasar adalah: a. Pendidikan iman (akidah) Pendidikan akidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sedemikian mendasarnya pendidikan akidah ini bagi anak-anak, karena dengan pendidikan inilah 58
Mulyadi Kartanegara, Mozaik Khasanah Islam:Bunga Rampai dari Chicago, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 77. 59 Ahmad Tafsir (ed) Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 113. 60 Raharjo,”Dr. Abdullah Nasih Ulwan: Pemikiran-pemikirannya dalam bidang pendidikan”, dalam Ruswan Thoyib (eds), Pemikiran Pendidikan Islam:Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 62. 61 Chabib Thoha, Kapita Selekta pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 105. 62 M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 91.
43 anak akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap terhadap Tuhannya dan apa saja yang mesti mereka perbuat dalam hidup ini.63 Materi pendidikan keimanan ini adalah untuk mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah. Sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu. Adapun tujuan mendasar dari pendidikan ini adalah agar anak hanya mengenal Islam mengenai dirinya. Al-Qur’an sebagai imamnya dan Rasulullah sebagai pemimpin dan teladannya.64 Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat Luqman ayat 13 sebagai berikut:
ﻙ ﹶﻟ ﹸﻈ ﹾﻠ ٌﻢ ﺮ ﺸ ﻙ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟ ﺸ ِﺮ ﺗ ﻲ ﻟﹶﺎ ﻨﺑﺎ ﻳﻳ ِﻌﻈﹸﻪ ﻮ ﻭﻫ ﺑِﻨ ِﻪﺎ ﹸﻥ ﻟِﺎﻭِﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹸﻟ ﹾﻘﻤ (13 : )ﻟﻘﻤﺎﻥ.ﻋﻈِﻴ ٌﻢ Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: “hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (QS. Luqman: 114)65 b. Pendidikan ibadah Materi pendidikan ibadah secara menyeluruh oleh para ulama telah dikemas dalam sebuah disiplin ilmu yang dinamakan ilmu fikih dan fikih Islam. Karena seluruh tata peribadatan telah dijelaskan di dalamnya, sehingga perlu diperkenalkan sejak dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insaninsan yang bertakwa.66 Pendidikan ibadah di sini, khususnya pada pendidikan shalat yang merupakan tiang dari segala amal ibadah sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah dalam surat Luqman ayat 17 sebagai berikut:
63
Ibid., hlm. 94. Raharjo, op. cit., hlm. 62. 65 Soenarjo dkk., op cit., hlm. 654. 66 M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 102. 64
43
ﻚ ﺑﺎﺎ ﹶﺃﺻﻋﻠﹶﻰ ﻣ ﺮ ﺻِﺒ ﺍﻨ ﹶﻜ ِﺮ ﻭﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﻪ ﻧﺍﻑ ﻭ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﺮ ﺑِﺎﹾﻟ ﻣ ﻭﹾﺃ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ ﹶﺃِﻗ ِﻢ ﺍﻟﻨﻲﺑﺎﻳ (17 : )ﻟﻘﻤﺎﻥ.ﻮ ِﺭﺰ ِﻡ ﺍﹾﻟﹸﺄﻣ ﻋ ﻦ ﻚ ِﻣ ِﺇﻥﱠ ﹶﺫِﻟ Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. (QS. Luqman: 17)67 Pendidikan shalat dalam konteks ayat tersebut tidak hanya terbatas tentang tata cara untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fi’liyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah shalat. Anak harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang sabar. c. Pendidikan akhlak Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak masa analisa hingga menjadi seorang mukallaf, seorang yang telah siap untuk mengarungi lautan kehidupan. Tujuan dari pendidikan akhlak ini adalah untuk membentuk benteng religius yang berakar pada hati sanubari. Benteng tersebut akan memisahkan anak dari sifat-sifat negatif, kebiasaan, dosa dan tradisi jahiliyah.68 Keluarga merupakan tempat pertama yang harus meletakkan pendidikan akhlak dalam diri anak dengan jalan melatih dan membiasakan hal-hal yang baik. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan disertai contoh-contoh kongkrit untuk dihayati maknanya. Kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya.69 Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat Luqman ayat 18 sebagai berikut: 67
Soenarjo, dkk., op. cit., hlm., 655. Raharjo, op. cit., hlm., 63. 69 Chabib Thaha, op. cit., hlm. 108. 68
43
ﺤﺐ ِ ﻳ ﻪ ﻟﹶﺎ ﺎ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﺮﺣ ﻣ ﺽ ِ ﺭ ﺶ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِ ﻤ ﺗ ﻭﻟﹶﺎ ﺱ ِ ﺎﻙ ﻟِﻠﻨ ﺪ ﺧ ﺮ ﻌ ﺼ ﺗ ﻭﻟﹶﺎ (18 :ﻮ ٍﺭ )ﻟﻘﻤﺎﻥﺎ ٍﻝ ﹶﻓﺨﺨﺘ ﻣ ﹸﻛ ﱠﻞ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Luqman: 18)70 d. Pendidikan intelektual Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berfikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan, peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berfikir dan berbudaya. Dengan demikian, ilmu rasio dan peradaban anak benar-benar dapat terbina.71 Pendidikan intelektual ini sangat erat hubungannya dengan pendidikan iman, moral dan fisik dalam rangka membentuk pribadi anak secara integral dan di dalam mendidik anak secara sempurna agar menjadi seorang insan yang konsisten dalam melaksanakan kewajiban, risalah dan tanggung jawabnya, pelaksanaan pendidikan intelektual ini mencakup tiga masalah yang krusial dan saling terkait, yaitu kewajiban mengajar, penyadaran berfikir dan pemeliharaan kesehatan intelektual.72 Dengan diberikannya pokok-pokok pendidikan anak tersebut diharapkan anak akan tumbuh dewasa menjadi insan mukmin yang benarbenar shaleh, insan yang kuat akidahnya, mantap ibadahnya, mulia akhlaknya dan cemerlang pemikirannya, sehingga kepribadian mereka terbentuk menjadi pribadi muslim yang kuat.
70
Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 655. Abdullah Nasih Ulwan”, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam”, Juz I, Terj, Saefullah Kamali dan Hari Noer Ali, Pedoman Pendidikan anak Islam, (Semarang: Asy-Syifa’, 1981), hlm. 270. 72 Raharjo, op. cit., hlm. 64. 71
43 5. Metode Pedidikan Islam Metode pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pendidikan, karena kenyataan materi pendidikan tidak akan dapat dipelajari dan diterima secara efektif dan efesien, kecuali disampaikan dengan cara-cara tertentu. Ketiadaan metode pendidikan yang efektif akan menghambat dan membuang secara sia-sia waktu dan upaya pendidikan. Istilah metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jadi, jalan itu bermacam-macam, begitu juga dengan metode.73 Metode diartikan pula sebagai suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.74 Sedangkan menurut Moh. Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Omar Muhammad al-Thoumy mendefinisikan metode sebagai suatu jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada murid-murid segala macam pelajaran.75 Dalam konteks pendidikan Islam, tujuan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, daya cipta dan ketrampilan pada anak dapat dicapai melalui berbagai metode, maka metode yang digunakan untuk pendidikan anak dalam Islam adalah melalui metode teladan, teguran, cerita, pembiasaan dan melalui pengalaman-pengalaman kongkrit.76 Sedangkan menurut M. Fadhil al-Jamaly menyebutkan metode dari sudut pandang al-Qur’an, yaitu pemberi peringatan, pemberi pelajaran dan nasehat, historis, keteladanan ibarat yang historis.77
73
Hassan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 183. 74 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 19. 75 Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani, “Filsafatut Tarbiyah al-Islamiyah”, Terj. Hasan Langgulung”, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551. 76 Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harum, (Bandung, al-Ma’arif, 1993), hlm. 324. 77 Muhammad Fadhil al-Jamaly, op. cit., hlm. 128-134.
43 Adapun di antara metode yang sesuai bagi pendidikan anak dan cocok untuk diterapkan dalam mendidik anak antara lain sebagai berikut: a. Metode keteladanan Metode keteladanan berarti metode dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku sifat cara berfikir dan sebagainya.78 Keteladanan memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada omelan atau nasehat.79 Ini sejalan dengan pendapat Nashih Ulwan, sebagaimana dikutip oleh Raharjo yang menyatakan, bahwa metode keteladanan adalah metode yang paling menentukan keberhasilan dalam menentukan, mempersiapkan dan membentuk sikap dan prilaku moral, spiritual dan sosial anak.80 Metode keteladanan dalam pendidikan anak adalah metode yang influitif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral spiritual dan sosial. hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya dan tata santunnya, didasari atau tidak bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik, baik dalam ucapan dan perbuatan yang bersifat material dan spiritual, yang diketahui atau tidak.81 Ini menunjukkan, bahwa pendidikan dengan metode keteladanan merupakan metode yang berhasil guna. Di dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan bentuk keteladanan dalam pendidikan. Di antaranya terdapat dalam surat alAhza>b ayat 21 sebagai berikut:
78
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 178. Jaudah Muhammad Awwat, Manhaj Islam fi al-Tarbiyah al-Athafal, Terj. Shihabuddin, Mendidik Anak Secara Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 13. 80 Raharjo, op. cit., hlm. 66. 81 Abdul Nasih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 2. 79
43
ﻡ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﻪ ﻭ ﻮ ﺍﻟﻠﱠﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻤ ﻨ ﹲﺔ ِﻟﺴ ﺣ ﻮﹲﺓ ﺳ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃﺭﺳ ﻢ ﻓِﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ (21 : )ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ.ﺍﻪ ﹶﻛِﺜﲑ ﺮ ﺍﻟﻠﱠ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ ﺮ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullh itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. alAhzab: 21)82 Di antara faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dalam pendidikan dan dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah uswah hasanah (suri tauladan) yang diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa.83 Ini menunjukkan pentingnya contoh teladan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk kepribadian seseorang. Dan di sini, peran seorang guru berperan di mana ia harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak didiknya, karena dalam prakteknya anak didik cenderung meneladani pendidiknya. b. Metode pembiasaan Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. adapun pembiasaan yang harus dikembangkan dalam diri anak mencakup tingkah laku, ketrampilan, kecakapan dan pola pikir tertentu.84 Menurut Ahmad Tafsir, pembiasaan merupakan teknik pendidikan yang jitu, walau ada kritik terhadap metode ini. Karena cara ini tidak mendidik anak untuk menyadari dengan analisis apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan ini harus mengarah kepada kebiasaan yang baik.85
82
Soenarjo, dkk., op. cit., Juz II, hlm. 670. Muhammad Fadhil Jamaly”, “al-Falsafah al-Tarbiyah fi al-Qur’an”, terj. Judi al Falasani, Konsep Pendidikan Qur’ani, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 135. 84 Hery Noer Aly, op. cit., hlm. 185. 85 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 144. 83
43 Bentuk metode pembiasaan yang harus ditanamkan dalam diri anak adalah pembiasaan akidah, ibadah dan akhlak al-karimah.86 Menanamkan kebiasaan itu sulit kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakan. Dalam pendidikan anak, metode ini dapat diterapkan dengan cara orang tua/guru, memberi atau melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, seperti hidup rukun, tolong menolong, jujur dan lain-lain. Dengan sistem pengajaran semacam ini anak secara otomatis menjadi terbiasa baik di sekolah maupun di keluarga. Bertolak dari dasar-dasar yang Islami dan metode paedagogis ini, maka wajib bagi setiap orang tua, pendidik, masyarakat dan media masa berperan aktif untuk mencegah anak dari segala bentuk yang membahayakaan akidah dan mendorong mereka untuk melakukan tindak kejahatan dan kehinaan.87 Semua ini dilakukan dalam rangka membantu untuk merealisasikan metode keteladanan supaya dapat berjalan dengan baik di dalam membentuk diri pribadi anak menuju yang lebih baik. c. Metode Nasehat Di antara metode pendidikan yang telah masyhur sejak berabadabad yang silam adalah metode pemberian pembelajaran/nasehat. Metode ini digunakan dalam pendidikan untuk membuka mata anak-anak pada hakekatnya
sesuatu
yang
mendorongnya
menuju
situasi
luhur
menghiasinya dengan akhlak mulia dan membekalinya dengan prinsipprinsip Islam. Metode ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap jiwa dan perasaan.88
86
M. Nipan Abdullah Halim, op. cit., hlm. 187. Adullah Nasih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 128-129. 88 Raharjo, op. cit., hlm. 69. 87
43 Metode ini sangat penting, karena seseorang kadang-kadang lebih senang mendengarkan atau memperhatikan nasehat orang-orang yang ia cintai dan ia jadikan tempat untuk mengadu segala permasalahan.89 Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh jiwa melalui pintunya yang tepat. Bahkan dengan metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan anak didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan masyarakat dan umat. Hubungannya dengan metode ini al-Qur’an menjelaskan dalam surat alNisa’ ayat 58.
ﺱ ﹶﺃ ﹾﻥ ِ ﺎﻦ ﺍﻟﻨ ﻴﺑ ﻢ ﺘﻤ ﺣ ﹶﻜ ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﺎﻫِﻠﻬ ﺕ ِﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃ ِ ﺎﺎﻧﻭﺍ ﹾﺍ َﻷﻣﺆﺩ ﺗ ﻢ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻛﹸﺮﻳ ﹾﺄﻣ ﷲ َ ِﺍﻥﱠ ﺍ :ﺍ )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﺼﲑ ِ ﺑ ﺎﺳﻤِﻴﻌ ﷲ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ َ ﻢ ِﺑ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍ ﻳ ِﻌﻈﹸﻜﹸ ﺎﷲ ِﻧ ِﻌﻤ َ ﺪ ِﻝ ِﺇﻥﱠ ﺍ ﻌ ﻮﺍ ﺑِﺎﹾﻟﺤﻜﹸﻤ ﺗ (58 Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat (QS. al-Nisa’: 58)90 Dalam metode ini, pendidik hendaknya berusaha menimbulkan kesan bagi anak didik, bahwa dia adalah yang mempunyai niat baik dan sangat peduli terhadap kebaikan anak didik.
89
Muhammad Fadhil al-Jamaly, op. cit., hlm. 130-131. Soenarjo dkk. op. cit., hlm. 128.
90