BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BIMBINGAN ROHANI ISLAM, KONSELING ISLAM, KENAKALAN REMAJA DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
2.1 Bimbingan Rohani Islam
2.1.1 Pengertian Bimbingan Rohani Islam Menurut Faqih (2001: 4) bimbingan Islam adalah sebagai pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan kata rohani berasal dari kata bahasa Arab yang mempunyai arti “mental”. Berdasarkan pada pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan rohani Islam adalah pemberian bantuan terhadap individu sehingga jiwa atau mental individu tersebut mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Banyak para ahli yang mengistilahkan bimbingan rohani dengan istilah konseling. Kedua istilah tersebut nampak sama, tetapi sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Berikut petunjuk bimbingan rohani dan konseling menurut Darminta (1979: 28) bahwa: “Secara sepintas bimbingan rohani dan konseling kelihatan sama, kedua-duanya terjadi dengan adanya dua cara orang yang berbicara atau berwawancara pada waktu tertentu. Kedua-duanya 25
26
berkisar pada masalah hidup dan mencari bagaimana mengubah sikap untuk mencari pemecahan masalah. Kedua-duanya menghargai perkembangan dan proses mungkin juga adanya perubahan”. Kesamaan arti bimbingan rohani dan konseling memang ada ketika sesuatu yang dijadikan titik pandang tersebut mengenai masalah yang dihadapi dari segala aspek dan dimensi keduanya maka akan ditemukan perbedaannya. Lebih lanjut Darminta (1979: 29) memaparkan bahwa: “Pada dasarnya perbedaan itu adalah pengalaman hidup dalam hubungannya dengan Allah swt dengan kata lain hidup religius yang lebih diperhatikan dalam bimbingan rohani sedang dalam bimbingan Islam, pandangan penyembuhan dari arah baru dalam hidup lebih dihasilkan dari hubungan yang dibina dengan orang yang membimbing.” Jadi dalam konseling lebih banyak membicarakan tentang kehidupan pribadi, hasil-hasil yang sudah dicapai, ketakutan-ketakutan, kemarahankemarahan, harapan-harapan dan ambisi-ambisi pribadi. Tetapi, dalam bimbingan rohani pembicaraan-pembicaraan mengenai hal itu hanya sejauh membantu orang untuk membuka diri kepada hubungan yang bersifat personal dengan Allah SWT. Dalam hubungan dengan Sang Maha Pengasih itulah dicari penyembuhan, penjelasan dan arah hidupnya. Lebih simpel lagi dapat dikatakan bahwa Allah SWT bersama manusia merupakan titik pusat dalam bimbingan rohani, sedangkan pada konseling orang lebih langsung terlibat pada dimensi manusia seperti peristiwa dan kejadian masa lalu, masa kanakkanak, masa dewasa dan lain sebagainya.
27
2.1.2 Unsur-Unsur Bimbingan Rohani Islam Unsur-unsur bimbingan rohani Islam meliputi : a. Unsur klien Klien
adalah
individu
yang
mempunyai
masalah
yang
memerlukan bantuan bimbingan rohani. Dalam pelaksanaan bimbingan seorang klien harus dipandang dari segi-segi: 1. Setiap individu adalah makhluk yang memiliki kemampuan dasar beragama yang merupakan fitrah dari Tuhan. Yang dapat berkembang dengan baik bilamana diberi kesempatan untuk itu melalui bimbingan yang baik. 2. Setiap individu adalah pribadi yang berkembang secara dinamis dan memiliki corak, watak, dan kepribadian yang tidak sama. Demikian pula ia memiliki kemungkinan berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan (sekolah, keluarga, dan masyarakat) yang berbeda antara individu satu dengan yang lainnya. 3. Setiap individu adalah perkembangan yang peka terhadap segala perubahan. Proses perkembangan tersebut dapat dibimbing dan diarahkan kepada titik perkembangan optimal yang menguntungkan dirinya sebagai pribadi, dan sebagai anggota masyarakat (Arifin, 1982: 8). Perlu diketahui bahwa klien dibimbing sesuai dengan tingkat dan situasi kehidupan psikologisnya. Dalam keadaan demikian setiap pribadi pembimbing sangat berpengaruh terhadap kejiwaan pribadi klien.
28
Pengalaman dan pendidikan klien amat menentukan atas keberhasilan
proses
bimbingan
atau
konseling,
sebab
dengan
pengalaman dan pendidikan tersebut klien akan mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dalam konseling, wawancara, berkomunikasi, berdiskusi, pidato, ceramah, mengajar atau melatih, keterbukaan, dalam suasana demokratis di keluarga atau kantor atau sekolah, dan sebagainya. Setelah kita memahami klien dengan latar belakangnya, maka selanjutnya kita perlu memahami aneka ragam atau jenis klien. Berikut ini akan diuraikan berbagai jenis atau ragam klien yang akan dihadapi pembimbing atau konselor (Willis, 2004: 116-120) antara lain: 1. Klien sukarela Klien sukarela artinya klien yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri, berhubung ada maksud dan tujuannya seperti ingin memperoleh informasi, menginginkan penjelasan tentang persoalan yang dihadapinya, tentang karir dan lanjutan studi, dan sebagainya. Ciri-ciri klien sukarela adalah sebagai berikut: -
Hadir atas kehendak sendiri
-
Segera dapat menyesuaikan diri dengan konselor
-
Mudah terbuka, seperti segera mengatakan persoalannya
-
Bersungguh-sungguh mengikuti proses konseling
29
-
Berusaha mengemukakan sesuatu dengan jelas
-
Sikap bersahabat, mengharapkan bantuan
-
Bersedia mengungkap rahasia walaupun menyakitkan
2. Klien terpaksa Klien terpaksa adalah klien yang kehadirannya di ruang konseling bukan atas keinginannya sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman, dan sebagainya. Karakteristik dari klien terpaksa adalah bersifat tertutup, enggan berbicara, curiga terhadap konselor, kurang bersahabat, dan menolak secara halus bantuan konselor. Untuk menghadapi klien terpaksa, konselor tidak boleh memaksa untuk memberi bantuan, tetapi menggunakan strategi dengan menjelaskan secara bijak apa yang dimaksud konseling. 3. Klien enggan (reluctant client) Salah satu bentuk klien enggan adalah yang banyak bicara. Pada prinsipnya klien seperti ini enggan untuk dibantu. Dia hanya senang untuk berbincang-bincang dengan konselor, tanpa ingin menyelesaikan masalahnya. Di samping itu ada yang diam saja, klien ini diam karena tidak suka diberi bantuan konselor. Upaya yang bisa dilakukan menghadapi klien seperti ini adalah menyadarkan akan kekeliruannya dan memberi kesempatan agar dia dibimbing oleh orang lain saja, atau mencari lawan bicara yang lain.
30
4. Klien bermusuhan atau menentang Klien terpaksa yang bermasalah cukup serius bisa menjelma menjadi klien bermusuhan. Sifat-sifatnya adalah tertutup, menentang, bermusuhan, dan menolak secara terbuka. Cara-cara yang efektif dalam menghadapi klien tersebut adalah: -
Ramah, bersahabat, dan empati
-
Toleransi terhadap perilaku klien yang nampak
-
Tingkatkan kesabaran, menanti saat yang tepat untuk berbicara sesuai bahasa tubuh klien
-
Memahami keinginan klien yaitu tidak sudi dibimbing
-
Mengajak suatu negosiasi atau kontrak waktu dan penjelasan tentang konseling
5. Klien krisis Yang
dimaksud
klien
krisis
adalah
jika
seorang
menghadapi musibah seperti kematian (orang tua, pacar atau istri, anak yang dicintai), kebakaran rumah, diperkosa, dan sebagainya yang dihadapkan pada konselor untuk diberi bantuan agar dia menjadi stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang baru (musibah tersebut). Beberapa gejala perilaku klien krisis adalah: -
Tertutup atau menutup diri dari luar
-
Amat emosional, tak berdaya, ada yang histeri
-
Kurang mampu berpikir rasional
31
-
Tidak mampu mengurus diri dan keluarga
-
Membutuhkan orang yang amat dipercayai Menurut Brammer sebagaimana dikutip oleh Willis (2004:
119) ada tiga langkah penting untuk membantu klien krisis, yaitu: -
Tentukan terlebih dahulu kondisi krisis itu, seberapa parah keadaan itu. Konselor harus menentukan tipe bantuan yang amat dibutuhkan klien saat itu, berdasarkan penilaian awal tentang kondisi krisis klien.
-
Tentukan sumber-sumber apa yang bisa membantu klien secepatnya, misalnya saudara, teman, kelompok. Dan bantuan apa yang dapat mereka berikan pada klien.
-
Bantuan dalam bentuk pertolongan langsung, yaitu konselor memberikan peluang agar klien bisa menyalurkan perasaannya seperti perasaan takut, rasa bersalah, rasa marah. Konselor bisa memberikan
bantuan
psikologis
dengan
penyaluran
dan
penyadaran akan emosionalnya, kemudian membawa klien ke alam nyata kepada kondisi dan relasi yang baru. b. Unsur pembimbing Pembimbing adalah orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan bimbingan dan konseling Islam. Sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadits, syarat-syarat bagi pembimbing (Faqih, 2001: 46-52) adalah: 1. Kemampuan profesional (keahlian)
32
Kemampuan profesional yang perlu dimiliki pembimbing islami itu sebagai berikut: - Menguasai bidang permasalahan yang dihadapi, misalnya bidang pernikahan dan keluarga, bidang pendidikan, bidang sosial, dan sebagainya. - Menguasai metode dan teknik bimbingan atau konseling - Menguasai hukum Islam yang sesuai dengan bidang bimbingan dan konseling islami yang sedang dihadapi - Memahami landasan filosofis bimbingan dan konseling islami - Memahami landasan-landasan keilmuan bimbingan dan konseling islami yang relevan - Mampu mengorganisasikan dan mengadministrasikan layanan bimbingan dan konseling islami - Mampu menghimpun dan memanfaatkan data hasil penelitian yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling islami 2. Sifat kepribadian yang baik (akhlaqul karimah). Sifat-sifat tersebut antara lain: - Siddiq (mencintai dan membenarkan kebenaran) - Amanah (bisa dipercaya) - Tabligh (mau menyampaikan apa yang layak disampaikan) - Fatonah (intelijen, cerdas, berpengetahuan) - Mukhlis (ikhlas dalam menjalankan tugas) - Sabar
33
- Tawadu’ (rendah hati) - Saleh (mencintai, melakukan, membina, menyokong kebaikan) - Adil - Mampu mengendalikan diri 3. Kemampuan kemasyarakatan (hubungan sosial) Hubungan sosial tersebut meliputi hubungan dengan: - Klien, orang yang dibimbing - Teman sejawat - Orang lain selain yang tersebut di atas 4. Ketakwaan pada Allah Menurut Arifin (1976: 50-51) syarat-syarat psikologis pembimbing atau konselor antara lain: -
-
Memiliki pribadi yang menarik, serta berdedikasi tinggi dalam tugasnya. Memiliki rasa commited dengan nilai kemanusiaan. Memiliki kemampuan untuk mengadakan komunikasi baik dengan anak bimbing maupun lainnya. Bersikap terbuka artinya tidak memiliki watak yang suka menyembunyikan sesuatu maksud yang tidak baik, Memiliki rasa cinta terhadap orang lain dan suka bekerja sama dengan orang lain. Pribadinya disukai oleh orang lain karena sociable serta socially acceptable (dapat diterima oleh masyarakat sekitar). Dengan kata lain berpribadi simpatik. Memiliki perasaan sensitive (peka) terhadap kepentingan anak bimbing (client). Memiliki kecekatan berpikir, cerdas sehingga mampu memahami yang dikehendaki client. Memiliki sikap mental suka belajar dalam ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya. Bilamana counselor tersebut bertugas di bidang pembinaan agama, maka dia harus memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia, serta aktif menjalankan ajaran agamanya, dan sebagainya.
34
c. Unsur isi Isi adalah berkaitan dengan kebutuhan individu yang sedang menghadapi masalah (subyek bimbingan) yang berupa kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Materi di sini untuk memberikan bimbingan pada remaja nakal (klien) agar mempunyai ketabahan, kesabaran dan tawakkal kepada-Nya serta tidak ada rasa putus asa dalam menerima cobaan. Sumber materi yang digunakan adalah dari ajaran agama Islam antara lain yaitu: 1. Aqidah (keimanan) Aqidah adalah sesuatu yang mengharuskan
hati anda tenang,
tenteram kepada-Nya, dan yang kepercayaan anda bersih dari kebimbangan dan keraguan (Baedawi, 1983: 9). Ajaran aqidah Islam berarti tentang pokok-pokok keimanan yang tercantum dalam institusi keimanan yang mutlak dan mengikat sehingga ia harus diyakini, dinyatakan, dan diwujudkan dalam perbuatan. Manifestasinya adalah perwujudan sikap narapidana atau anak didik dalam melatih kesabaran dan tabah dalam menghadapi cobaan dengan cara menyerahkan persoalan kepada Allah atau memperkuat keimanan narapidana atau anak didik. 2. Syari’ah (ibadah) Syari’ah adalah hukum-hukum yang telah dinyatakan dan ditetapkan oleh Allah SWT sebagai peraturan hidup manusia untuk diimani, dan
35
dilaksanakan oleh manusia di dalam kehidupannya (Salam dan Fathurahman, 1986: 7). Adapun materi-materi yang dijadikan pedoman dalam bidang syari’ah adalah khusus mengenai pokok-pokok ibadah yang dirumuskan dalam bimbingan rohani Islam, yaitu narapidana atau anak didik dianjurkan selalu melaksanakan shalat lima waktu. 3. Akhlak. Akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu (Thoib, 1992: 2). Materi bimbingan rohani Islam yang berbentuk akhlak di sini adalah memberi pelajaran tata cara, adab atau sopan santun dalam berdo’a kepada Allah dan tata cara, adab atau sopan santun dalam berhubungan dengan manusia. Dan juga memberi dorongan mental (psikologis kejiwaan) berupa bimbingan keagamaan atau konseling keagamaan, yang kesemuanya itu ditetapkan kepada para narapidana atau anak didik agar dapat bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Seperti yang dijelaskan Nasution (1978: 188) bahwa: “Sikap sabar itu hanyalah dikaruniakan Tuhan kepada makhluk manusia, tidak kepada makhluk yang lain. Sebabsebabnya ialah karena makhluk manusia mempunyai hawa nafsu, tetapi di samping itu dianugerahkan pula akal untuk mengendalikan hawa nafsu itu supaya jangan sampai merusak antara hawa nafsu dengan akal diperlukan sifat kesabaran.”
36
Adapun materi bimbingan rohani yang meliputi aqidah, syari’ah, dan akhlak menambah keimanan, ketakwaan, dan kesabaran dalam menghadapi cobaan. d. Unsur metode Metode adalah cara-cara pendekatan masalah dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi oleh subyek bimbingan atau klien menurut ajaran Islam. Adapun unsur metode yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan agama adalah sebagai berikut: 1. Metode interview (wawancara) adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan pemetaan, dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. 2. Metode kelompok (group guidance) dengan menggunakan metode kelompok pembimbing atau penyuluh akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan anak bimbing dalam lingkungan menurut penglihatan orang lain dalam kelompok itu karena ingin mendapatkan pandangan baru tentang dirinya dari orang lain dengan metode ini dapat timbul kemungkinan diberikannya group therapy yang fokusnya berbeda dengan individu konseling. 3. Client-centered method (metode yang dipusatkan pada keadaan klien) Metode ini sering disebut non directive (tidak mengarahkan). Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klien sebagai makhluk yang bulat yang mempunyai kemampuan berkembang sendiri.
37
Metode ini lebih cocok dipergunakan oleh konselor agama, karena akan lebih memahami keadaan klien yang biasanya bersumber dari perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik kejiwaan dan gangguan jiwa lainnya. 4. Directive counseling Directive counseling merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana karena konselor secara langsung memberikan jawabanjawaban terhadap problem yang oleh klien disadari menjadi sumber kecemasannya. Metode ini tidak hanya digunakan oleh para konselor saja melainkan juga oleh para guru, dokter, ahli hukum dan sebagainya dalam rangka usaha mencari informasi tentang keadaan dari klien. 5. Metode educative (metode pencerahan) Metode ini hampir sama dengan metode client centered hanya perbedaannya terletak pada lebih menekankan pada usaha mengorek sumber perasaan yang dirasa menjadi beban tekanan batin klien atau mengaktifkan kekuatan atau tenaga kejiwaan klien (potensi dinamis) dengan melalui pengertian tentang realitas situasi yang dialami olehnya (Arifin, 1976: 54-58).
2.1.3 Bimbingan Rohani Sebagai Salah Satu Bentuk Dakwah Menurut M. Arifin dalam bukunya Psikologi Dakwah memberikan pengertian dakwah sebagai berikut: ”Sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan
38
secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan (Arifin, 1997: 6). Sedangkan secara operasional Harahap
(1992: 2) mengatakan
bahwa: ”Dakwah adalah sebagai suatu usaha merubah sikap tingkah laku orang dengan jalan menyampaikan informasi tentang agama Islam dan menciptakan kondisi serta situasi yang diharapkan dalam mempengaruhi sasaran dakwah sehingga terjadi perubahan ke arah sikap dan tingkah laku positif menurut norma-norma ajaran agama Islam. Dari pengertian dakwah di atas dapat dikatakan bahwa dakwah itu mempunyai arti luas menyangkut seluruh kehidupan manusia. Dakwah ini nampak kuat pada upaya untuk membantu kondisi negatif ke kondisi yang positif, atau untuk meningkatkan kondisi yang positif ke kondisi yang lebih positif lagi. Usaha dakwah meliputi segala bidang kehidupan manusia, sedangkan bentuk dakwah pun tidak membatasi dengan lisan atau tulisan tetapi juga amal yang nyata yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Konseling Islam Bila ditinjau dari sejarah perkembangan Ilmu Bimbingan dan Konseling di Indonesia, maka sebenarnya istilah konseling pada awalnya dikenal dengan istilah “penyuluhan” yang merupakan terjemahan dari istilah
39
”counseling”.
Penggunaan
istilah
“penyuluhan”
sebagai
terjemahan
counseling ini dicetuskan oleh Tatang Mahmud seorang Pejabat Departemen Tenaga Kerja RI pada tahun 1953 (Hallen, 2002: 1). Oleh karena usaha Tatang Mahmud untuk mencarikan terjemahan istilah “counseling” ini dengan istilah “penyuluhan” itu tidak ada yang membantahnya, maka sejak saat itu populerlah istilah “penyuluhan” sebagai terjemahan “counseling”. Akan tetapi dalam perkembangan bahasa Indonesia selanjutnya, pada tahun 1970 sebagai awal dari masa pembangunan Orde Baru,
istilah
“penyuluhan”
yang
merupakan
terjemahan
dari
kata
“counseling” dan mempunyai konotasi “psychological-counseling”, banyak pula yang dipakai dalam bidang-bidang lain, seperti penyuluhan pertanian, penyuluhan KB, penyuluhan gizi, penyuluhan hukum, penyuluhan agama dan lain sebagainya yang cenderung diartikan sebagai pemberian penerangan atau informasi, bahkan kadang-kadang dalam bentuk pemberian ceramah atau pemutaran film saja. Menyadari perkembangan pemakaian istilah yang demikian, maka sebagian para ahli bimbingan dan penyuluhan Indonesia tergabung dalam organisasi profesi IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) mulai meragukan ketepatan penggunaan istilah “penyuluhan” sebagai terjemahan dari istilah “counseling” tersebut. Sebagian dari mereka berpendapat sebaiknya istilah penyuluhan itu dikembalikan ke istilah aslinya yakni “counseling”. Sebagian lagi ada yang menggunakan istilah lain, seperti wawan wuruk, wawan muka dan wawancara.
40
Namun di antara sekian banyak istilah tersebut, saat ini yang paling popular adalah “counseling” (Hallen, 2002: 2).
2.2.1 Pengertian Konseling Islam Istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo Saxon, istilah konseling berasal dari “sellen” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan” (Prayitno dan Erman, 1999: 100). Apabila ditelaah dari berbagai sumber, akan dijumpai pengertianpengertian yang berbeda mengenai konseling. Untuk mendapatkan pengertian konseling, di bawah ini akan dikemukakan hasil penelusuran Willis terhadap pendapat beberapa tokoh, dalam bukunya “Konseling Individual Teori dan Praktek” sebagai berikut (Willis, 2004: 17-18) : English & English mengemukakan arti konseling adalah: “Suatu hubungan antara seseorang dengan orang lain, di mana seorang berusaha keras untuk membantu orang lain agar memahami masalah dan dapat memecahkan masalahnya dalam rangka penyesuaian dirinya.” Glen E. Smith mendefinisikan konseling yakni: “Suatu proses di mana konselor membantu konseli (klien) agar ia dapat memahami dan menafsirkan fakta-fakta yang berhubungan dengan pemilihan, perencanaan dan penyesuaian diri sesuai dengan kebutuhan individu.” Milton E. Hahn mengatakan bahwa konseling adalah: “Suatu proses yang terjadi dalam hubungan seorang dengan seorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas professional yang telah memperoleh latihan
41
dan pengalaman untuk membantu agar klien mampu memecahkan kesulitannya.” Menurut Adz-Dzaky (2002: 180) “konseling” adalah suatu aktifitas pemberian nasehat yang berupa anjuran-anjuran dan saran-sarana dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dengan konseli (klien). Dalam hal ini konseling terjadi berawal dari pihak klien karena ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan. Dengan mencermati rumusan pengertian tentang konseling baik dalam perspektif etimologis maupun terminologis, maka bila dikaitkan dengan Islam aktifitas konseling akan lebih komprehensif. Karena ajaran Islam datang ke permukaan bumi ini memiliki tujuan yang sangat prinsip dan mendasar yaitu membimbing, mengarahkan dan menganjurkan manusia menuju jalan yang benar yaitu “jalan Allah SWT”, dengan jalan itulah manusia akan dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Sehingga dapat disimpulkan mengenai pengertian konseling Islam yang dirumuskan oleh para pemikir muslim antara lain: 1) Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Faqih, 2001: 4). 2) Konseling Islam adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman pada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan
42
benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-qur’an dan AsSunnah Rasulullah SAW (Adz-Dzaky, 2001: 189). 3) Konseling Islami (dengan huruf “i”) adalah suatu usaha membantu individu dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya, sehingga Ia kembali menyadari peranannya sebagai khalifah di bumi dan berfungsi untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT sehingga akhirnya tercipta kembali hubungan yang baik dengan Allah SWT, dengan manusia dan alam semesta (Hallen, 2002: 22). Dari beberapa definisi konseling Islam yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis menyimpulkan bahwa konseling Islam adalah proses pemberian bantuan secara kontinyu terhadap individu agar mampu hidup selaras, mandiri dengan ketentuan dan petunjuk dari Allah SWT, sehingga ia dapat meningkatkan amal shaleh baik dari pengertian dan kemampuannya dalam menghadapi berbagai masalah yang pada akhirnya akan mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dari rumusan tersebut maka karakteristik konseling Islam yang sangat mendasar adalah sebagai berikut: 1. Berparadigma kepada wahyu dan keteladanan para Nabi, Rasul dan ahli warisnya. 2. Hukum konselor memberikan konseling kepada klien dan klien yang meminta bimbingan kepada konselor adalah wajib dan suatu keharusan bahkan merupakan ibadah.
43
3. Sistem konseling Islam dimulai dengan memberikan pengarahan kepada kesadaran nurani dengan membacakan ayat-ayat Allah SWT setelah itu baru melakukan proses terapi dengan membersihkan dan mensucikan sebab-sebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan. 4. Konselor sejati dan utama adalah mereka yang dalam proses konseling selalu di bawah bimbingan Allah SWT dan Al-Qur’an
2.2.1
Asas Konseling Islam Telah disebutkan diatas bahwa landasan utama konseling Islam adalah pada Al-Qur’an dan As-Sunnah ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. Berdasarkan landasan-landasan tersebut, dalam buku “Bimbingan dan Konseling Dalam Islam” asas bimbingan dan konseling Islam dapat dijabarkan menjadi lima belas antara lain: a. Asas kebahagiaan dunia akhirat Bimbingan dan konseling islami tujuan akhirnya adalah membantu klien mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim. b. Asas fitrah Manusia, menurut Islam dilahirkan dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam. Bimbingan dan konseling Islami membantu kepada klien untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan
44
dengan fitrahnya, sehingga akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. c. Asas “Lillahi Ta’ala” Bimbingan dan konseling islami diselenggarakan semata-mata karena Allah. Berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela, karena semua pihak melakukan untuk pengabdiannya kepada Allah semata. d. Asas bimbingan seumur hidup Manusia hidup tidak ada yang sempurna dan selalu bahagia, dalam kehidupannya mungkin saja akan menjumpai berbagai kesulitan. Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling islami diperlukan selama hayat masih di kandung badan. e. Asas kesatuan jasmaniah dan rohaniah Manusia dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah dan rohaniah. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling Islami membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah tersebut. f. Asas keseimbangan rohaniah Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga akal. Bimbingan dan konseling islami menyadari keadaan kodrati manusia tersebut, dan dengan berpijak pada firman-firman Tuhan serta hadits
45
Nabi, membantu klien memperoleh keseimbangan diri dalam segi mental rohaniah tersebut. g. Asas kemaujudan individu Bimbingan dan konseling islami memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensial rohaniahnya. h. Asas sosialitas manusia Dalam bimbingan dan konseling islami, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme); hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial. i. Asas kekhalifahan manusia Manusia menurut Islam, diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai khalifah. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problemproblem kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. Bimbingan dan fungsinya tersebut untuk kebahagiaan dirinya dan umat manusia. j. Asas keselarasan dan keadilan Islam
menghendaki
keharmonisan,
keselarasan,
keseimbangan,
keserasian dalam segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia
46
berlaku “adil” terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, “hak” alam semesta (hewan, tetumbuhan, dan sebagainya). k. Asas pembinaan akhlaqul-karimah Manusia memiliki sifat-sifat yang baik (mulia, dan sebagainya), sekaligus mempunyai sifat-sifat lemah. Bimbingan dan konseling islami
membantu
klien
memelihara,
mengembangkan,
menyempurnakan sifat-sifat yang baik tersebut. l. Asas kasih sayang Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Bimbingan dan konseling islami dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan dan konseling akan berhasil. m. Asas saling menghargai dan menghormati Dalam bimbingan dan konseling islami kedudukan konselor dengan klien pada dasarnya sama, perbedaannya terletak pada fungsinya saja. Sehingga terjalin hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah. Pembimbing dipandang diberi kehormatan yang dibimbing karena dirinya dianggap mampu memberikan bantuan mengatasi kesulitannya, sementara yang dibimbing diberi kehormatan atau dihargai oleh pembimbing dengan cara yang bersangkutan bersedia dibantu.
47
n. Asas musyawarah Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah, artinya antara konselor dengan klien terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan. o. Asas keahlian Bimbingan dan konseling islami dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam teknik-teknik bimbingan dan konseling, maupun objek garapan atau materi bimbingan dan konseling.
2.2.2
Fungsi dan Tujuan Konseling Islam 1. Fungsi konseling Islam Fungsi konseling menurut Soli Abimanyu sebagaimana dikutip oleh Adz-Dzaky (2001: 217) meliputi: a. Fungsi remedial atau rehabilitatif Secara historis konseling lebih banyak menekankan pada fungsi remedial, karena sangat dipengaruhi oleh psikologis klinis dan psikiatri. Peran rehabilitatif pada konseling berfokus pada penyesuaian diri, menyembuhkan masalah psikologis yang dihadapi, mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi gangguan emosional agar dapat menerima bantuan dari seorang konselor,
klien
harus
mengalami
gangguan
yang
menggelisahkan untuk bisa terdorong mencari bantuan.
cukup
48
b. Fungsi edukatif Peran edukatif pada konseling terfokus pada peningkatan ketrampilan, mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah hidup dan membantu meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi transisi kehidupan untuk keperluan jangka pendek. Konseling juga membantu dalam menjelaskan nilai-nilai, menjadi lebih tegas, mengendalikan kecemasan, meningkatkan ketrampilan komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup, menghadapi kesepian dan semacamnya. c. Fungsi preventif Upaya preventif adalah suatu upaya untuk melakukan intervensi mendahului kesadaran akan kebutuhan pemberian bantuan. Upaya preventif haruslah mendahului munculnya kebutuhan atau masalah. Upaya ini meliputi pengembangan strategi-strategi dan programprogram yang dapat digunakan untuk mencoba mengantisipasi dan mengelakkan resiko-resiko hidup yang tidak perlu terjadi. Menurut Mubarok (2000: 91-93) fungsi kegiatan konseling agama yaitu: a. Konseling sebagai langkah pencegahan (preventif) Konseling ini ditujukan kepada orang-orang yang diduga memiliki peluang untuk menderita gangguan kejiwaan (kelompok berisiko) misalnya orang-orang yang terlalu berat penghidupannya, orangorang yang bekerja amat sibuk seperti mesin, orang-orang yang
49
tersingkir oleh sistem sosial. Konseling yang bersifat preventif ini harus dilakukan secara aktif, terprogram, dan bersistem dengan mengadakan program-program kegiatan semacam pengajian, kunjungan sosial, olah raga, kerja bakti sosial. Yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai bentuk pencegahan. b. Konseling sebagai langkah kuratif atau korektif Konseling dalam fungsi ini sifatnya memberi bantuan kepada klien memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam hal ini informasi perlu disebarluaskan bahwa konseling agama dapat membantu memecahkan masalah kejiwaan yang dihadapi orang. Informasi ini dapat disebarluaskan melalui media komunikasi atau melalui majelis taklim. c. Konseling sebagai langkah pemeliharaan (preservatif) Konseling ini membantu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk club yang anggotanya para klien atau ex klien dengan program yang terjadwal, seperti ceramahceramah keagamaan atau keilmuan, program aksi sosial untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu, misalnya secara aktif menghimpun dana bagi pasien tidak mampu di rumah sakit, panti asuhan, panti jompo atau menawarkan program produktif berupa penghimpunan dana bagi beasiswa mahasiswa berprestasi tapi tidak mampu, menawarkan program wisata ziarah.
50
d. Fungsi pengembangan (developmental) Konseling ini berfungsi membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik. Kegiatannya dilakukan dengan mendirikan club dengan penekanan program yang terarah, yang melibatkan anggotanya baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengembangan. Klien yang sudah sembuh dapat menjadi pengurus dari
lembaga-lembaga
yang
melakukan
kegiatan
sosial,
pendidikan, dan keagamaan. Dengan aktif sebagai pengurus, diharapkan bukan hanya menyembuhkan diri sendiri tetapi bahkan menyembuhkan orang lain yang sedang menghadapi masalah. 2. Tujuan konseling Islam Tujuan konseling dalam Islam adalah: a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang dan damai (muthmainnah), mendapatkan
bersikap pencerahan
lapang taufik
dada dan
(radhiyah) hidayah
dan
Tuhannya
(mardhiyah). b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri,
lingkungan
keluarga,
lingkungan
lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
kerja
maupun
51
c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong, dan rasa kasih sayang. d. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala larangan-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya. e. Untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar. Ia dapat menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat
memberikan
kemanfaatan
dan
keselamatan
bagi
lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan (Adz-Dzaky, 2001: 221). Menurut Mubarok (2000: 91) konseling agama mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum dari konseling agama ialah membantu klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian mengambil keputusan untuk melakukan suatu perbuatan yang dipandang baik, benar, dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhiratnya. Sedangkan tujuan khusus konseling agama yaitu: a. Untuk membantu klien agar tidak menghadapi masalah.
52
b. Jika seseorang terlanjur bermasalah, maka konseling dilakukan dengan tujuan membantu klien agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi. c. Kepada klien yang sudah berhasil disembuhkan, maka konseling agama bertujuan agar potensi dirinya supaya tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan bagi orang lain.
2.2.3
Metode dan Teknik Konseling Islam Metode diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan penerapan metode tersebut dalam praktek. Metode dalam bimbingan dan konseling Islam diklasifikasikan menjadi dua (Faqih, 2001: 54-55) yaitu: 1. Metode langsung Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci lagi menjadi: a. Metode individual Pembimbing melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik: -
Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing
53
-
Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya
-
Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing atau konseling jabatan, melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan lingkungannya
b. Metode kelompok Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini dilakukan dengan teknik-teknik: -
Diskusi
kelompok,
yakni
pembimbing
melaksanakan
bimbingan dengan cara mengadakan diskusi bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama -
Karyawisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung dengan mempergunakan ajang karyawisata sebagai forumnya
-
Sosiodrama, yakni bimbingan atau konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya masalah (psikologis)
-
Psikodrama, yakni bimbingan atau konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya masalah (psikologis)
54
-
Group teaching, yakni pemberian bimbingan atau konseling dengan memberikan materi bimbingan atau konseling tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan.
2. Metode tidak langsung Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung) adalah metode bimbingan atau konseling yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini dilakukan dengan menggunakan metode: a. Metode individual -
Melalui surat menyurat
-
Melalui telepon, dsb
b. Metode kelompok atau massal
2.3
-
Melalui papan bimbingan
-
Melalui surat kabar atau majalah
-
Melalui brosur
-
Melalui radio (media audio)
-
Melalui televisi
Remaja dan permasalahannya
2.3.1 Pengertian Remaja Berbagai macam pendapat mengenai pengertian remaja, di antaranya adalah:
55
a. Sarlito Wirawan Sarwono Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik (Sarwono, 2001: 51). b. Zakiah Daradjat Remaja adalah “masa peralihan dari anak menjelang dewasa”. Semakin maju suatu masyarakat, semakin banyak syarat yang diperlukan untuk menjadi dewasa, semakin panjang masa yang diperlakukan untuk mempersiapkan diri dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan dan semakin banyak pula masalah yang dihadapi oleh remaja itu, karena sukarnya memenuhi syarat-syarat dan sebagainya (Daradjat, 1971: 110). c. Sofyan Willis Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, remaja
merasa bukan anak-anak lagi, akan tetapi belum mampu
memegang tanggung jawab, seperti orang dewasa. Karena itu pada masa remaja ini terdapat kegoncangan pada individu remaja, terutama dalam melepaskan nilai-nilai yang lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan (Willis, 1981: 19). Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian remaja sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian remaja adalah suatu masa transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa dan banyak mengalami perubahan baik fisik, mental maupun sosial.
56
Mengenai batasan umur remaja, sebagian sarjana termasuk sarjana psikologi berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung antara 12-21 tahun (Sudarsono, 1989: 8). Sedangkan menurut Daradjat (1971: 110) usia remaja antara 13-21 tahun. Menurut Monks sebagaimana dikutip oleh Sudarsono (1989: 9) membagi masa remaja antara 11-21 tahun menjadi:
2.3.1
Pra Pubertas Wanita Laki-laki
: 10 ½ - 13 tahun : 12 -14 tahun
Pubertas Wanita Laki-laki
: 13 - 15 ½ tahun : 14 - 16 tahun
Krisis Remaja Wanita Laki-laki
: 15 ¼ - 16 ½ tahun : 16-17 tahun
Adolesen Wanita Laki-laki
: 16 ½ - 17 tahun : 17-21 tahun
Ciri-Ciri Remaja Adapun ciri-ciri yang terdapat pada para remaja awal atau periode pubertas, menurut beberapa ahli dikemukakan sebagai berikut: a. Kartini Kartono 1. Timbulnya kepercayaan diri dan timbul pula kesanggupan menilai kembali tingkah laku yang dianggap tidak bermanfaat lagi, untuk digantikan dengan aktivitas yang lebih bernilai. 2. Nilai-nilai hidup mulai dicobakan oleh anak dan berbagai masalah hidup mulai diselidiki oleh anak secara bermain-main. Bentuk
57
tingkah lakunya berupa kombinasi antara permainan anak-anak dan kerja sungguhan. 3. Mulai muncul sifat-sifat khas anak laki-laki dan anak perempuan. Sifat-sifat khas pada anak laki-laki: - Sifat aktif berbuat - Penampilan tingkah lakunya lebih hebat dan meledak - Rasa bimbang dan takut mulai hilang sedikit demi sedikit dan mulai timbul keberanian berbuat. - Menentukan hak-hak untuk menentukan nasib sendiri dan ikut menentukan segala keputusan. - Ingin memperlihatkan tingkah laku kepahlawanan. - Minatnya lebih terarah kepada hal-hal yang abstrak dan intelektual Sifat-sifat khas pada anak perempuan: - Sifat pasif menerima - Prilakunya tampak lebih terkendali oleh tradisi dan peraturan keluarga - Rasa bimbang dan takut mulai hilang sedikit demi sedikit dan timbul keberanian untuk berbuat. - Anak berusaha keras untuk lebih disayang oleh siapapun juga. - Lebih menampakkan kemauan dan rasa kekaguman terhadap sifatsifat kepahlawanan.
58
4. Mengalami pertentangan-pertentangan batin yang paling memuncak dalam kehidupannya sehingga menimbulkan banyak kecemasan dan kebimbangan pada diri anak 5. Muncul cita-cita yang tinggi dan mulia akan tetapi sebaliknya mungkin bisa pula timbul nafsu-nafsu rendah dan pikiran-pikiran inferior (Kartono, 1979: 168-170). b. Zakiah Daradjat 1. Pertumbuhan jasmani cepat 2. Pertumbuhan emosi 3. Pertumbuhan mental 4. Pertumbuhan pribadi dan sosial (Daradjat, 1971 : 110-111) c.
Elizabeth B. Hurlock 1. Masa remaja sebagai periode penting 2. Masa remaja sebagai periode peralihan 3. Masa remaja sebagai periode perubahan 4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas 5. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan 6. Masa remaja sebagai masa yang realistik 7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa (Hurlock, 1993: 207209).
2.3.2
Kenakalan Remaja Kenakalan remaja berasal dari bahasa latin yang terdiri dari 2 suku kata yaitu “juvenile” dan “delinquency”. Juvenile berarti anak-anak,
59
anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan delinquency berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain (Kartono, 1998: 6). Pengertian kenakalan remaja secara terminologi seperti yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di bawah ini: a. Muhammad Arifin Juvenile delinquency ialah kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum, baik yang menyangkut kehidupan masyarakat, tradisi, maupun agama serta hukum yang berlaku (Arifin, 1982: 79-80). b. Kartini Kartono Juvenile delinquency adalah perilaku jahat atau dursila, atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 1998: 7). c. Hasan Basri Kenakalan remaja adalah suatu penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja hingga mengganggu ketenteraman diri sendiri atau orang lain (Basri, 1995: 13).
60
Dari beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh remaja dan melanggar norma-norma agama, masyarakat, dan hukum yang berlaku. Jika dahulu kenakalan yang dilakukan remaja hanya merugikan diri sendiri, dan bukan sebagai tindakan kriminal. Maka dengan semakin berkembangnya zaman, kini kenakalan remaja telah bergeser kepada tindakan kriminal yang sangat menjauhkan dan mengancam taraf keselamatan dan ketenteraman hidup masyarakat.
2.3.3
Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja Adapun ciri-ciri perilaku nakal remaja dapat dilihat dari bentuk kenakalan yang dilakukannya. Bentuk-bentuk kenakalan remaja ini telah diidentifikasi dan dirumuskan oleh Team Kerja Penyusunan Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja di Indonesia Tahun 1971 di mana Muhammad Arifin menjadi anggotanya yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Nasional untuk Kesejahteraan Keluarga dan Anak dengan Pusat Pembinaan Tertib Masyarakat, MABAK, RI, 2. Perincian bentukbentuk kenakalan remaja menurut Arifin yaitu: 1) Kenakalan yang tergolong pelanggaran, norma-norma sosial a. Pergi tidak pamit atau tanpa ijin orang tua b. Menentang orang tua atau wali c. Tidak sopan terhadap orang tua, wali atau pengaruh keluarga dan orang lain
61
d. Menjelekkan nama keluarga e. Berbohong f. Suka keluyuran g. Memiliki atau menggunakan alat-alat yang dapat membahayakan orang lain yang tidak diperuntukkan baginya h. Berpakaian tidak senonoh i. Menghina diri secara tidak wajar dan menimbulkan celaan oleh masyarakat j. Membolos sekolah k. Menentang guru l. Berlaku tidak senonoh di hadapan umum m. Berkeliaran malam hari n. Bergaul dengan orang-orang yang reputasinya jelek (germo, pencuri, orang jahat atau immoral) o. Berada di tempat yang tidak baik bagi perkembangan jiwa remaja atau terlarang untuk remaja p. Pesta-pesta musik semalam suntuk tanpa dikontrol, dan acaraacaranya tak sesuai dengan kebiasaan sopan santun q. Membawa buku-buku (buku-buku cabul, sadis, dan lain-lain) yang isinya dapat merusak jiwa remaja r. Memasuki tempat-tempat yang membahayakan keselamatan jiwa s. Menjadi pelacur atau melacurkan diri
62
t. Berkebiasaan berbicara kotor, tak senonoh, cabul di hadapan seseorang atau di hadapan umum u. Hidup di tempat kemalasan atau kejahatan v. Ramai-ramai naik bus dan dengan sengaja tidak membayar w. Meminum minuman keras x. Merokok di tempat umum sebelum batas umur yang pantas 2) Kenakalan remaja yang tergolong kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku. a. Kejahatan dapat dibagi atas beberapa kelas, yaitu: -
Kejahatan kelas I, di antaranya pembunuhan, penganiayaan, perampasan membuat
dan banjir
pengancaman, dan
pembakaran,
sejenisnya
serta
peledakan,
merusak
atau
menghancurkan barang. -
Kejahatan kelas II, di antaranya pencurian dan penggelapan.
-
Kejahatan kelas III, di antaranya macam-macam penipuan dan pemalsuan.
-
Kejahatan kelas IV, di antaranya perjudian dengan segala macam bentuk dan manifestasinya.
-
Kejahatan kelas V, di antaranya kejahatan terhadap kesusilaan, misalnya gambar-gambar porno, perkosaan, kelainan seks dan sebagainya.
63
-
Kejahatan kelas VI, di antaranya membuat atau mengedarkan uang palsu dan menyediakan bahannya untuk membuat, baik uang dalam negeri maupun uang asing.
-
Kejahatan
kelas
VII,
di
antaranya
memperdagangkan,
menghadiahkan, memiliki maupun menggunakan obat bius ataupun memalsukan dan mencuri obat bius. -
Kejahatan kelas VIII, di antaranya perburuan binatang ataupun burung.
-
Kejahatan-kejahatan lainnya yang diatur dalam KUHP, di antaranya
melakukan
sabotase,
provokasi,
melakukan
penghinaan, penadahan dan menentang atau mencemooh petugas negara (Arifin, 1982: 92-99). b. Pelanggaran dapat dibagi menjadi: 1. Pelanggaran yang diatur dalam KUHP -
Pelanggaran terhadap keamanan umum dan ketertiban umum seperti mabuk-mabukan, bermain judi, menjadi makelar wanita tuna susila, mengganggu ketenteraman orang.
-
Pelanggaran terhadap penguasa umum seperti mengejek, menganggap remeh petugas-petugas negara.
-
Pelanggaran mengenai asal usul dan perkawinan seperti pemalsuan umur, mengaku sudah kawin padahal belum.
64
-
Pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan seperti membiarkan korban kecelakaan lalu lintas di jalan, membiarkan orang tersiksa.
-
Pelanggaran kesusilaan seperti pengedaran, penjualan bacaan, gambar-gambar, foto-foto, dan rekaman-rekaman cabul.
-
Pelanggaran tanah, tanaman dan pekarangan seperti memasuki halaman rumah orang tanpa ijin atau merusak tanaman orang.
-
Pelanggaran jabatan seperti menggunakan tanda-tanda pangkat yang bukan haknya.
-
Pelanggaran pelajaran seperti menjadi penumpang gelap di kapal.
2. Pelanggaran yang diatur di luar KUHP -
Pelanggaran
undang-undang
lalu
lintas,
antara
lain
menyeberangkan jalan di luar tempat-tempat yang sudah ditentukan,
ramai-ramai
berjalan
di
jalan
umum,
menjalankan kendaraan secara ugal-ugalan dan tanpa SIM, ikut menumpang kendaraan dengan berada di bagian luar kendaraan yang sedang berjalan. -
Pelanggaran undang-undang film, antara lain menonton film yang bukan untuk umumnya, mengundang temannya menonton film-film cabul.
65
-
Pelanggaran atas undang-undang lainnya (Arifin, 1982: 100-101).
2.3.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja Seseorang melakukan perbuatan nakal tentu tidak terjadi dengan sendirinya atau bersifat spontan, akan tetapi perbuatan nakal tersebut ada penyebabnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu: 1) Sofyan Willis Dibagi menjadi empat (4) yaitu: a. Faktor-faktor yang ada di dalam diri anak sendiri, seperti: -
Predisposing factor, yaitu faktor kelainan yang dibawa sejak lahir seperti cacat keturunan fisik maupun psikis.
-
Lemahnya kemampuan pengawasan diri terhadap pengaruh lingkungan.
-
Kurangnya
kemampuan
menyesuaikan
diri
terhadap
lingkungannya. -
Kurang sekali dasar-dasar keagamaan di dalam diri, sehingga sukar mengukur norma luar atau memilih norma yang baik di lingkungan masyarakat. Anak yang demikian amat mudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik.
b. Sebab yang berasal dari lingkungan keluarga yaitu: -
Anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua, sehingga terpaksa ia mencari di luar rumah seperti di
66
dalam kelompok kawan-kawannya, padahal tidak semua teman-temannya itu berkelakuan baik, tetapi lebih banyak berkelakuan kurang baik. -
Lemahnya keadaan ekonomi orang tua menyebabkan tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya.
-
Kehidupan keluarga yang tidak harmonis seperti keluarga broken home.
c. Sebab-sebab yang bersumber dari sekolah meliputi: -
Kurangnya
pelaksanaan
ajaran-ajaran
agama
secara
konsekuen. -
Masyarakat yang kurang memperoleh pendidikan.
-
Kurangnya pengawasan terhadap remaja.
-
Pengaruh norma-norma baru di luar, seperti norma yang datang dari Barat, baik melalui film-film TV, pergaulan sosial, dan lain-lain.
d. Sebab-sebab yang bersumber dari sekolah meliputi: -
Faktor guru seperti ekonomi guru yang kurang, mutu guru yang kurang bagus.
-
Faktor fasilitas pendidikan Kurangnya fasilitas pendidikan menyebabkan penyaluran bakat dan keinginan murid-murid terhalang, bakat dan keinginan yang tidak tersalur pada masa sekolah akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan yang negatif seperti tidak ada
67
lapangan sekolah, kurang alat-alat pelajaran, alat-alat praktek, alat-alat kesenian dan olah raga dapat mengganggu pendidikan yang mengakibatkan terjadinya berbagai tingkah laku negatif pada anak didik. -
Norma-norma pendidikan dan kekompakan guru Di dalam mengatur anak didik perlu norma yang sama bagi setip guru dan norma tersebut harus dimengerti oleh anak didik. Jika di antara guru terdapat perbedaan norma dalam cara mendidik maka akan menjadi sumber timbulnya kenakalan anak-anak. Pepatah mengatakan “jika guru kencing berdiri, murid akan kencing berlari” berarti guru harus menjadi teladan di mana saja dia berada.
-
Kekurangan guru Jika sebuah sekolah jumlah guru tidak mencukupi maka ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi seperti: pertama, penggabungan kelas-kelas oleh seorang tenaga guru dapat menimbulkan berbagai kerugian seperti guru lelah, kelas ribut, pelajaran tak berketentuan dan sebagai akibat kan timbul berbagai tingkah laku negatif pada anak didik misalnya bolos, berkelahi, mencuri barang dan uang teman, dan sebagainya. Kedua, pengurangan jam pelajaran akan merugikan murid, sebab murid tidak menerima bahan pelajaran sesuai dengan kurikulum, sehingga murid mempunyai waktu luang di luar
68
sekolah terlalu banyak, dan ini dapat mengakibatkan berbagai gejala kenakalan. Ketiga, meliburkan murid, ini dapat berbahaya. Jika anak mempunyai waktu senggang terlalu panjang maka berbagai hal yang negatif akan terjadi di rumah dan di masyarakat (Willis, 1981: 62-72). 2) Dadang Hawari Kenakalan remaja terjadi karena tiga faktor, yaitu: a. Kondisi keluarga (rumah tangga) Anak atau remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko anak atau remaja untuk berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak atau remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat atau harmonis. Kondisi
yang tidak sehat
tersebut, seperti: -
Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
-
Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
-
Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah - ibu anak) yang tidak baik (buruk)
-
Substitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
69
b. Kondisi sekolah Kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu proses belajarmengajar anak didik dan dapat memberikan peluang pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi tersebut antara lain: -
Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
-
Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
-
Kuantitas dan kualitas tenaga non guru yang tidak memadai
-
Kesejahteraan guru yang tidak memadai
-
Kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti
-
Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya
c. Kondisi masyarakat Kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan” dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak atau remaja untuk berperilaku menyimpang. Kondisi masyarakat ini dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Faktor kerawanan masyarakat (lingkungan) -
Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan sampai dini hari
-
Peredaran alkohol, narkotika, dan obat-obat terlarang lainnya
-
Pengangguran
-
Anak-anak putus sekolah atau anak jalanan
-
Wanita tuna susila (WTS)
70
-
Beredarnya bacaan, tontonan, dan lain-lain yang sifatnya pornografis
-
Perumahan kumuh dan padat
-
Pencemaran lingkungan
-
Tindak kekerasan dan kriminalitas
-
Kesenjangan sosial
2. Faktor daerah rawan (gangguan Kamtibmas) -
Penyalahgunaan alkohol, narkotika, dan zat adiktif lainnya
-
Perkelahian perorangan atau berkelompok atau massal
-
Kebut-kebutan
-
Pencurian,
perampasan,
penodongan,
pengompasan,
perampokan -
Perkosaan
-
Pembunuhan
-
Tindak kekerasan lain
-
Pengrusakan
-
Corat-coret (Hawari, 1996: 196-199).
3) Muhammad Arifin Ada dua faktor yang menjadi sumber sebab kenakalan remaja. Kedua faktor tersebut adalah: a. Faktor internal yaitu hal-hal yang bersifat intern yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri. Faktor-faktor internal ini meliputi:
71
-
Cacat jasmaniah atau rohaniah akibat dari factor keturunan, seperti penyakit jiwa (psychopat) yang tidak mendapatkan perawatan baik atau tidak mendapatkan penyaluran khusus yang ditangani secara psycheatris (kedokteran jiwa), atau tidak dilakukan penerimaan secara wajar, maka hal demikian akan menimbulkan suatu kompensasi dalam bentuk kenakalan tertentu.
-
Pembawaan yang negatif dan sukar untuk dikendalikan serta mengarah ke perbuatan nakal.
-
Pemenuhan pokok yang tidak seimbang dengan keinginan remaja sehingga menimbulkan konflik pada dirinya yang penyalurannya ke arah perbuatan nakal.
-
Lemahnya kemampuan pengawasan diri sendiri serta sikap menilai terhadap keadaan sekitarnya yang negatif.
-
Kurang
mampu
mengadakan
penyesuaian
diri
dengan
lingkungan-lingkungan yang baik, sehingga mencari pelarian, dan kepuasan dalam kelompok-kelompok remaja nakal (ganggang). -
Tidak mempunyai kegemaran (hobby) yang sehat, sehingga canggung dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari yang akibatnya dapat mencari pelarian atau mudah dipengaruhi oleh perbuatan nakal.
-
Perasaan rendah diri dan rasa tertekan yang tak teratasi.
72
b. Faktor eksternal adalah hal-hal yang mendorong timbulnya kenakalan remaja yang bersumber dari luar diri pribadi remaja. Factor-faktor eksternal meliputi: -
Rasa cinta dan perhatian yang kurang terutama dari orang tua atau wali, keluarga di rumah dan dari guru serta teman sebaya.
-
Kegagalan pendidikan pada lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat.
-
Menurunnya wibawa orang tua atau wali, guru, dan alat-alat negara penegak hu
-
kum.
-
Pengawasan yang kurang dari orang tua atau wali, guru, masyarakat, dan pemerintah (terutama alat-alat negara penegak hukum).
-
Kurangnnya penghargaan
terhadap remaja oleh lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. -
Kurangnya saran-saran dan pengarahan serta pemanfaatan waktu-waktu senggang.
-
Cara-cara pendekatan yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja oleh orang tua, wali, guru, masyarakat, dan pemerintah.
-
Cara-cara pendekatan kepada remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
73
-
Terbukanya kesempatan terhadap minat buruk bagi remaja untuk berbuat nakal, baik oleh orang tua, wali, guru, atau pun masyarakat, dan pemerintah (Arifin, 1982: 82-87).
2.3.6 Macam-Macam Upaya Penanggulangan Kenakalan Remaja Setelah mengetahui bahwa persoalan kenakalan remaja adalah persoalan yang sangat kompleks dan disebabkan oleh bermacam-macam faktor, maka dalam penanggulangannya memerlukan bermacam-macam usaha, antara lain yang terpenting adalah usaha preventif agar kenakalan itu dapat dicegah, usaha represif dan rehabilitasi pun perlu diperhatikan agar anak yang nakal dapat diperbaiki dan kembali hidup sebagai anggota masyarakat
yang
baik.
Adapun
mengenai
bentuk-bentuk
upaya
penanggulangan kenakalan remaja para ahli berpendapat: 1. Kartini Kartono a. Tindakan preventif yang dilakukan antara lain berupa: - Meningkatkan kesejahteraan keluarga. - Perbaikan lingkungan, yaitu daerah slum, kampung-kampung miskin. - Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka. - Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja. - Membentuk badan kesejahteraan anak-anak. - Mengadakan panti asuhan.
74
- Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan. - Membuat badan supervisi dan pengontrol terhadap kegiatan anak delinkuen, disertai program yang korektif. - Mengadakan pengadilan anak. - Menyusun
undang-undang
khusus
untuk
pelanggaran
dan
kejahatan yang dilakukan oleh remaja. - Mendirikan sekolah bagi anak gembel (miskin). - Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan remaja. - Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi di antara para remaja delinkuen dengan masyarakat luar. - Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreatifitas para remaja delinkuen dan yang non delinkuen, misalnya berupa latihan vokasional, latihan persiapan untuk bertransmigrasi, dan lain-lain. b. Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya, sehingga dianggap adil dan bisa menggugah berfungsinya hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri. c. Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain berupa:
75
- Menghilangkan
semua
sebab-musabab
timbulnya
kejahatan
remaja, baik yang berupa pribadi, familial, sosial ekonomis dan kultural. - Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat atau asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja. - Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik. - Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin. - Memanfaatkan
waktu
senggang
di
camp
latihan
untuk
membiasakan diri bekerja, belajar, dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin tinggi. - Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinkuen bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat. - Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan. - Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya, memberikan pengobatan medis dan terapi psikoanalitis bagi mereka yang menderita gangguan kejiwaan (Kartono, 1998: 95-97).
76
2. Dadang Hawari Semua pihak yang terkait (orang tua, guru, aparat Kamtibmas, dan lain-lain) sesuai dengan ruang lingkup bidangnya masing-masing, hendaknya melakukan intervensi (penanganan) secara terkoordinatif, misalnya upaya: a. Di rumah atau keluarga Hendaknya semua orang tua mampu menciptakan kondisi keluarga yang kondusif bagi perkembangan anak atau remaja, yang meliputi: -
Kehidupan beragama dalam keluarga
-
Mempunyai waktu bersama dalam keluarga
-
Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
-
Saling harga-menghargai antar anggota keluarga
-
Mampu menjaga kesatuan dn keutuhan keluarga
-
Mempunyai
kemampuan
untuk
menyelesaikan
“krisis
keluarga” secara positif dan konstruktif. b. Di sekolah Hendaknya pengelola sekolah mampu menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi proses belajar-mengajar anak didik, seperti: -
Sarana dan prasarana sekolah yang memadai
-
Kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru
77
-
Kuantitas dan kualitas non guru yang memadai
-
Kesejahteraan guru (kondisi sosial ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas rangkap guru antara sekolah sebaiknya dihindari
-
Kurikulum sekolah yang terlalu padat atau banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau kembali
-
Lokasi sekolah hendaknya berada di luar daerah rawan, jauh dari daerah perbelanjaan, pusat-pusat hiburan atau keramaian
c. Di masyarakat atau lingkungan sekolah Hendaknya para pamong, aparat, tokoh atau pemuka masyarakat mampu menciptakan kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman, dan tenteram, bebas dari segala bentuk kerawanan, misalnya: -
Tempat pemukiman tidak bercampur dengan pusat-pusat perbelanjaan, hiburan, dan lain sebagainya.
-
Tempat pemukiman bebas WTS
-
Tempat pemukiman bebas dari tempat-tempat penjualan atau peredaran alkohol, narkotika, dan obat-obat terlarang lainnya (drug free environment)
-
Tempat pemukiman hendaknya bebas polusi, tidak kumuh, dan tidak padat
-
Tempat
pemukiman
bebas
dari
anak-anak
jalanan,
pengangguran, dan bergadang hingga larut malam, mabuk-
78
mabukan, dan tidak menyimpang lainnya yang dapat mengganggu lingkungan -
Tempat pemukiman tidak terlalu menyolok satu dengan lainnya agar kesenjangan sosial dapat dihindari (Hawari, 1996: 199-201).
Upaya intervensi terhadap kenakalan remaja lainnya meliputi beberapa terapi yaitu: a. Terapi edukatif Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua pada kutub keluarga dengan kutub sekolah, dan masyarakat. Misalnya: -
Di rumah (keluarga) Bila orang tua mendapati anaknya berperilaku menyimpang, maka hendaknya dapat melakukan pendekatan yang sifatnya persuasif, psikologik, dan edukatif. Bila dengan berbagai upaya orang tua tidak berhasil jangan ragu-ragu untuk dikonsultasikan pada psikiater atau psikolog.
-
Di sekolah Bila seorang guru mendapati anak didiknya berperilaku menyimpang, maka anak itu hendaknya dipanggil dan dilakukan konsultasi dengan guru bimbingan dan penyuluhan (BP).
Bila
dengan
berbagai
upaya
anak
ini
tidak
79
menunjukkan perubahan, sebaiknya dikonsultasikan pada psikiater atau psikolog. -
Di masyarakat Bila di masyarakat anak remaja berperilaku menyimpang, maka hendaknya anggota masyarakat tidak memberi toleransi kepada macam-macam perilaku menyimpang yang dapat mengganggu lingkungan. Bila masyarakat setempat tidak dapat mengatasi segera menghubungi dan memanggil aparat Kamtibmas atau polisi setempat.
b. Terapi represif Terapi represif dilakukan bila keadaannya gawat darurat (emergency). Metode tindakan represif yang selama ini dijalankan oleh aparat keamanan atau polisi atau ABRI cukup memadai, namun perlu dipertimbangkan seperti: -
Aparat keamanan atau penegak hukum perlu ditingkatkan kewibawaannya
-
Sarana dan prasarana (termasuk personil) Kamtibmas perlu ditingkatkan
-
Untuk mengatasi perkelahian massal, cukuplah personil aparat keamanan dilengkapi dengan tongkat karet atau pentungan, penggunaan senjata api sebaiknya dihindari
80
-
Mereka yang tertangkap hendaknya diperlakukan bukan sebagai kriminal atau sebagai perusuh, namun sebagai anak nakal yang perlu “hukuman” atas perilaku menyimpangnya itu
-
Dalam menghadapi perkelahian massal ini hendaknya petugas tetap berkepala dingin, cukup pengendalian diri, tidak bertindak agresif dan emosional
-
Diupayakan
mereka
yang
tertangkap
dapat
pemeriksaan
awal
yang
membedakan
dilakukan
mana
yang
berkepribadian anti sosial yang merupakan “biang kerok”, dan mana yang sekedar ikut-ikutan. Untuk maksud ini bantuan psikolog atau psikiater diperlukan penilaiannya. -
Selama mereka dalam “tahanan”, hendaknya petugas mampu menahan diri untuk tidak melakukan tindak kekerasan atau pukulan dan hal-hal yang tidak manusiawi.
c. Terapi hukuman Selain terapi edukatif, bila dipandang perlu tindakan hukuman kepada mereka bisa dijalankan, yaitu berupa: -
Sangsi hukum Mengenai sangsi hukum yang hendaknya diterapkan, sebaiknya selektif sifatnya. Bila kenakalan yang dilakukan oleh remaja atau anak didik dinilai telah melanggar hukum atau tindak kriminal, yang bersangkutan telah berulang kali (residivis), dan yang bersangkutan berkepribadian anti sosial. Maka sangsi
81
hukum bisa dijatuhkan sesudah melalui proses hokum (peradilan anak atau remaja). -
Hukuman untuk menegakkan disiplin berupa tindakan fisik Hukuman berupa tindakan fisik, misalnya “push up” ataupun penggundulan, dapat diberikan guna menegakkan disiplin anak, sepanjang hal itu tidak sampai menimbulkan cidera atau cacat fisik.
-
Hukuman
untuk
menegakkan
disiplin
berupa
sangsi
administratif Hukuman administratif diberikan untuk menegakkan disiplin, misalnya: berupa surat peringatan, skorsing, denda, dikeluarkan dari sekolah, pemberian atau pembebanan tugas-tugas sekolah atau pelajaran, dan lain-lain sesuai dengan peraturan sekolah. Terapi berupa hukuman fisik maupun administratif tersebut dapat pula dijalankan oleh orang tua di rumah, misalnya: -
Dicabut haknya untuk mengemudi mobil atau motor dalam jangka waktu tertentu
-
Pembatasan pergaulan
-
Pembatasan fasilitas dan dana atau uang
-
Dilarang keluar malam atau keluar rumah, dan sebagainya
3. Zakiah Daradjat a. Usaha preventif, yang meliputi:
82
-
Bidang pendidikan seperti pendidikan pranatal, pendidikan agama dalam keluarga, pendidikan agama di sekolah, pendidikan agama dalam masyarakat, bimbingan terhadap anak dan orang tua.
-
Bidang
sosial
seperti
bantuan
sosial,
penilaian
dan
pengawasan yang ketat terhadap pengaruh kebudayaan asing. -
Bidang kesehatan seperti pembinaan kesehatan mental, pembinaan kesehatan fisik.
-
Usaha mengurangi dan menghilangkan penyakit masyarakat, meliputi: 1. Pembinaan dengan
ceramah, kursus, diskusi, dan
sebagainya. 2. Penyelesaian persoalan dengan biro-biro konsultasi. 3. Pendidikan agama secara intensif 4. Pengawasan terhadap penyelewengan orang dewasa. 5. Pelarangan terhadap hiburan yang melanggar agama, dan sebagainya. b. Usaha-usaha represif, meliputi: -
Bidang hukum dan acara pidana meliputi pengusutan, penahanan, penuntutan dan hukum yang dilaksanakan agar dapat menjamin rasa kasih sayang pada anak atau remaja yang bersangkutan, hendaknya mereka tidak merasa dibenci atau dianggap jahat tapi anggaplah mereka sebagai orang
83
baik yang sesat atau terlanjur melakukan oleh sesuatu hal atau sebab. -
Sarana-sarana represif Hendaknya tempat peradilan dan tempat tahanan berfungsi sebagai pendidikan dan agama, misalnya tempat tahanan harus dijaga agar kenakalan yang satu tidak menular kepada yang lain serta kesehatan, makanan dan perlakuan yang diterima supaya tidak menyimpang dari ketentuan agama.
c. Usaha-usaha rehabilitasi, meliputi: -
Bidang mental dan spiritual Bidang pendidikan agama lebih serius dan intensif serta perlu diberi pengertian tentang hukum dan ketentuan agama yang akan menjamin keamanan dan ketenteraman batinnya.
-
Bidang fisik, misalnya perlu diberi latihan olah raga yang menunjang kesehatan fisik mereka.
-
Bidang sosial Kenakalan
remaja
kadang-kadang
disebabkan
oleh
lingkungan sosial yang jauh dari agama, di mana nilai yang dianut oleh lingkungan masyarakat mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam agama sehingga dengan mudah para remaja melakukan hal yang terlarang, oleh karena itu perlu dihidupkan suasana keagamaan di dalam masyarakat maupun keluarga.
84
-
Sarana-sarana rehabilitasi Dengan didirikannya biro-biro konsultasi baik di sekolah maupun tiap-tiap RT atau RW yang sebaiknya bertempat di masjid atau langgar guna mendekatkan anak kepada Tuhan, disamping menolongnya mengatasi problem hidup.
2.4
2.4.1
Lembaga Pemasyarakatan
Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan (UU RI 1995 Pasal 1 ayat 2). Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana (UU RI 1995 Pasal 1 ayat 1). Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan
masyarakat
untuk
meningkatkan
kualitas
warga
binaan
pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
85
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (UU RI 1995 Pasal 1 ayat 2).
2.4.2
Tujuan dan Fungsi Pemasyarakatan Menurut Sahetapy sebagaimana dikutip oleh Tarsono (2003: 60) memperkenalkan konsep pembebasan yang diartikan bahwa tujuan pemidanaan adalah membebaskan narapidana secara mental dan spiritual. Narapidana diharapkan seolah-olah mengalami kelahiran kembali secara mental dan spiritual dan akan melepaskan segala cara berpikir, kebiasaan, dan gaya kehidupan yang lama. Pemasyarakatan sebagai tujuan pemidanaan, berarti bekas narapidana harus dapat diterima oleh masyarakat, dan harus dapat hidup berdampingan dengan masyarakat. Menurut Mubarok, dkk (1978: 66) tujuan pemasyarakatan adalah: a) Supaya narapidana menjadi baik setelah selesai menjalani pidananya dan supaya tidak melanggar hukum lagi. b) Supaya mereka (bekas narapidana) turut aktif membangun negara dan bukan menjadi parasit yang melakukan tindakan melanggar hukum dan menjadi residivis. c) Supaya narapidana yang selesai menjalani masa pidananya sanggup menghadapi
dan
mengatasi
segala
tantangan
hidup
dalam
mewujudkan, mempertahankan, dan menyempurnakan masyarakat yang adil dan makmur.
86
Lebih jauh lagi tujuan pemasyarakatan adalah agar para tuna warga itu mentaati aturan-aturan agamanya, baik semasa menjalani masa pidananya maupun setelah mereka habis menjalani masa pidananya. Sedangkan fungsi dari pemasyarakatan yaitu menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab ( UU No.12 Th. 1995 Pasal 3).
2.4.3
Prinsip Pemasyarakatan Di atas telah dikatakan bahwa adanya perubahan yang mendasar dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan, maka perlakuan terhadap narapidana harus bersifat mendidik. Disadari betul bahwa pembinaan itu sendiri barulah dapat terselenggara dengan baik apabila dilaksanakan oleh manusia bermental dan berkualitas baik dan semua pihak haruslah memberikan partisipasinya dalam pembinaan, paling tidak ikut menciptakan kondisi yang memungkinkan pembinaan narapidana itu dapat berlangsung. Atas dasar pemikiran pembinaan narapidana tersebut, pembina pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya berpedoman pada “sepuluh prinsip pemasyarakatan” yaitu: a) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna b) Penjatuhan pidana tidak lagi didasari latar belakang pembalasan c) Berikan bimbingan (bukan penyiksaan) supaya mereka bertobat
87
d) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana e) Selama kehilangan kemerdekaan bergeraknya mereka tidak boleh diasingkan dari masyarakat f) Pekerjaan diberikan kepada mereka tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu g) Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada mereka adalah berdasarkan Pancasila h) Narapidana bagaikan orang sakit, perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukan adalah merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya, kemudian dibina dan dibimbing ke jalan yang benar i) Narapidana hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaannya dalam waktu tertentu j) Untuk pembinaan dan bimbingan narapidana maka disediakan sarana yang diperlukan (Tarsono, 2003: 65-66).