BAB III BIMBINGAN KONSELING ISLAM PADA NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A PEKALONGAN
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas II A Pekalongan 1.
Sejarah Lapas Kelas II A Pekalongan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) kelas II A Pekalongan merupakan LAPAS peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1913 dan saat ini merupakan salah satu cagar budaya di kota Pekalongan. LAPAS yang mempunyai ikon menara kembar ini terletak di jalan Wr. Supratman No. 106 kota Pekalongan yang mana jaraknya sekitar radius 1 KM dari pantai utara pulau jawa. LAPAS kelas II A Pekalongan menempati areal tanah seluas 72.500 M² dengan luas bangunan 19.202 M². Berdasarkan surat keputusan menteri kehakiman RI nomor: M.01.PR.07.03 tahun 1985 tentang organisasi dan tata kerja Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Pekalongan yang semula kelas I berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A. Saat ini LAPAS kelas II A Pekalongan mempunyai 76 kamar hunian bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang terbagi dalam 8 blok
56
57
dengan kapasitas awal 1085 orang. Namun dengan adanya 3 blok yang rusak, maka kapasitas saat ini berubah menjadi 800 orang.1
2.
Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Visi Masyarakat memperoleh kepastian hukum dalam bidang pemasyarakatan Misi a.
Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan dan masyarakat
b.
Menegakkan hukum secara profesional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia menuju adanya kepastian hukum dan rasa keadilan
c.
Memberikan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga dapat meningkatkan kesadaran hukum
1
Dokumentasi dari data dan informasi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan dikutip pada tanggal 21 Oktober 2015
58
3.
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Bagan Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Kepala
KA. Sub bagian TU
KA. Urusan kepegawaian&keu angan
KA. KPLP
Kasi bimbingan napi/anak didik
Regu pengam anan I Regu pengam anan II Regu pengam anan III Regu pengam anan IV
Kasubsi registrasi
Kasubsi bimbingan kemasyarakata n&perawatan
Kasi kegiatan kerja
Kasubsi bimbingan kerja&pengolah an hasil kerja
Kasubsi sarana kerja
KA. Urusan umum
Kasi administrasi keamanan&tata tertib
Kasubsi keamanan
Kasubsi pelaporan& tata tertib
59
Kepala
: Dr. Suprapto, Bc.IP., S.H., M.H.
KA. Sub bagian TU
: Pius Harjadi, A.KS, MAP.
KA. Urusan kepegawaian &
: Karijo, S.Sos.
keuangan KA. Urusan umum
: Retno Adi, S.H.
KA. KPLP
: M. Sjaefoedin, A.Md.IP.,S.Sos.
Kasi bimbingan napi/anak didik
: Roni Darmawan, A.Md.IP.,S.H.
Kasi kegiatan kerja
: Slamet Raekhun, Sm.Hk.
Kasi administrasi keamanan &
: Sukirman, S.H.
tata tertib Kasubsi registrasi
: Dewiatni, A.Md.IP.
Kasubsi bimbingan kerja&
: Mugianto, S.H.
pengolahan hasil kerja Kasubsi keamanan
: M. Edy Eswanto, S.H.
Kasubsi bimbingan kemasyaraka
: M. Agung N., Amd.IP, S.H.
tan&perawatan Kasubsi sarana kerja
: Marsudi, S.H.
Kasubsi pelaporan & tata tertib
: Doso Noegroho, S.H.
60
4.
Data Kepegawaian LAPAS kelas II A Pekalongan Adapun data kepegawaian Lapas kelas II A Pekalongan adalah sebagai berikut:2 a.
b.
c.
d.
2
Jumlah Pegawai Lapas Kelas II A Pekalongan 84 orang terdiri dari: Pria
: 75 orang
Wanita
: 9 orang
Keadaan Pegawai berdasarkan pangkat/golongan: Golongan II
: 22 orang
Golongan III
: 60 orang
Golongan IV
: 2 orang
Keadaan Pegawai berdasarkan Pendidikan: SD
: 1 orang
SMP
: 3 orang
SLTA
: 52 orang
DIII
: 7 orang
S1
: 19 orang
S2
: 1 orang
S3
: 1 orang
Keadaan Pegawai berdasarkan Tempat Tugas: Staf
: 40 orang
Pengamanan
: 44 orang
Dokumentasi dari data dan informasi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan dikutip pada tanggal 21 Oktober 2015
61
5.
Data Aset dan Sarana Hunian Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Adapun data aset dan sarana hunian Lapas kelas II A Pekalongan adalah sebagai berikut:3 a. Luas Tanah terdiri dari: Untuk bangunan kantor/blok
: 42.986 m²
Untuk kebun/pertanian
: 25.447 m²
Untuk perumahan
: 4.067 m²
Jumlah
: 72.500 m²
b. Luas Bangunan:
c.
3
Bangunan kantor
:
870 m²
Bangunan blok hunian dll
: 18.332 m²
Jumlah
: 19.202 m²
Kapasitas hunian saat ini: Berdasarkan tempat tidur
: 1.085 orang
Blok yang rusak 6, 7 dan 8
:
285 orang
Sisa
:
800 orang
Dokumentasi dari data dan informasi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan dikutip pada tanggal 21 Oktober 2015
62
6.
Keadaan Isi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Kapasitas
: 800 orang
Isi per 2 November 2015
: 407 orang
Berdasarkan jenis kejahatan, terdiri dari:4 a.
Kejahatan terhadap ketertiban : 11 orang
b.
Kejahatan mata uang
:
4 orang
c.
Kesusilaan
:
3 orang
d.
Pembunuhan
: 29 orang
e.
Penganiayaan
:
f.
Pencurian
: 20 orang
g.
Perampokan
:
9 orang
h.
Pemerasan/mengancam
:
1 orang
i.
Penggelapan
:
3 orang
j.
Penipuan
:
4 orang
k.
Penadahan
:
2 orang
l.
Narkotika
: 281 orang
m. Korupsi
: 11 orang
n.
Perlindungan anak
: 23 orang
o.
Traficking
:
1 orang
p.
Terorisme
:
1 orang
Jumlah
4
4 orang
: 407 orang
Dokumentasi dari data dan informasi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan dikutip pada tanggal 2 November 2015
63
7.
Pola Penempatan Kamar Hunian Lapas Kelas II A Pekalongan Adapun pola penempatan kamar hunian Lapas kelas II A Pekalongan adalah sebagai berikut:5 Tabel 1 Pola Penempatan Kamar Hunian Lapas Kelas II A Pekalongan NO
BLOK / KAMAR
1)
Mapenaling
PENEMPATAN UNTUK WBP Masa pengenalan lingkungan
kamar 4 s/d 6 2)
Blok muka
Pemuka dan asimilasi kerja luar Lapas
kamar 7 s/d 11 3)
Blok generasi muda Kurve dapur dan pertanian dalam Lapas kamar 12 s/d 17
4)
Blok tamping
Tamping dan kurve kebersihan kantor
kamar 7 s/d 10 5)
6)
Blok III
Kurve bengkel kerja, pondok pesantren
Kamar 18 s/d 30
dan gereja
Blok V
Kasus narkotika dan psikotropika
Kamar 31 s/d 46 7)
Blok IV A
Kasus kriminal umum
Kamar 47 s/d 62 8)
Blok IV B
Tindakan disiplin dan hukuman disiplin
Kamar 63 s/d 76
5
Dokumentasi dari data dan informasi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan dikutip pada tanggal 21 Oktober 2015
64
8.
Pembinaan Warga Binaan Masyarakat Lapas Kelas II A Pekalongan Adapun pembinaan warga binaan masyarakat Lapas kelas II A Pekalongan adalah sebagai berikut:6 a.
Bimbingan Kepribadian 1) Bimbingan agama meliputi bimbingan agama Islam melalui pondok pesantren Darul Ulum, ceramah, konseling, dan peringatan hari besar agama. Selain itu ada bimbingan agama nasrani melalui kebaktian, misa, dan peringatan hari besar agama. 2) Bimbingan olahraga yaitu voli, sepak bola, tenis meja. 3) Kesenian dan rekreasi yaitu seni budaya Islam, musik, karaoke, nonton TV. 4) Perpustakaan.
b.
Bimbingan Kemandirian 1) Bimbingan keterampilan dalam Lapas yaitu pertukangan kayu, las besi, pertenunan, menjahit, perkebunan sayur, dan budidaya perikanan air tawar. 2) Bimbingan keterampilan luar lapas yaitu cuci motor/mobil, potong rambut, peternakan kelinci, dan pertanian sayur.
c.
Bimbingan Kemasyarakatan Bimbingan kemasyarakatan yaitu asimilasi, CMB, CB dan pembebasan bersyarat.
6
Dokumentasi dari data dan informasi Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan dikutip pada tanggal 21 Oktober 2015
65
B. Implementasi Bimbingan Konseling Islam pada Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakat Kelas II A Pekalongan 1.
Pelaksanaan Bimbingan Islam pada Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Berhubungan dengan proses pelaksanaan bimbingan Islam pada narapidana narkotika di Lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekalongan peneliti melakukan observasi di mana konselor memulai dengan mengucapkan salam, membaca basmalah dan membaca do’a pembuka, selanjutnya konselor menyampaikan materi keagamaan Islam. Selain itu peneliti
juga
melakukan
wawancara
dengan
ustadz
Zen
Faza
sebagaimana berikut: “prosesnya diawali dengan salam, basmalah, dan doa pembuka kemudian masuk pada penyampaian materi keagamaan. Saat proses bimbingan Islam, saya selalu mendorong klien dalam memahami dan mengamalkan iman, Islam, dan ikhsan yang disesuaikan dengan materi yang saya sampaikan. Aktualisasi iman di antaranya adalah beribadah dengan niat yang tulus hanya semata-mata karena Allah, mematuhi ajaran Allah dan Rasulullah, dan ikhlas menerima takdir Allah. Aktualisasi Islam di antaranya adalah mengamalkan syariat yang di bawa Rasulullah, mendirikan shalat wajib dan sunah, melaksanakan puasa wajib maupun sunah. Sedangkan aktualisasi ihsan di antaranya adalah selalu menjaga lisan dengan berbicara yang baik, saling menghormati di antara sesama muslim, mendoakan orang tua dan menjauhkan diri dari perbuatan yang membahayakan diri di antaranya adalah mengkonsumsi narkotika dan meminum minuman keras.”7 Menurut ustadz Saifudin Syakib menyatakan bahwa: “prosesnya ya biasa diawali dengan salam, basmalah, dan doa pembuka kemudian masuk materi. Dalam penyampaian materi saya juga memberikan tentang pelajaran-pelajaran atau i’tibar-i’tibar dari perjalanan kehidupan-kehidupan para Nabi dan Rasul Allah. Saya 7
Hasil Wawancara I4W1 No. 9 Baris 1-18.
66
dalam melaksanakan bimbingan Islam khususnya pada narapidana narkotika selalu mengingatkan dan meyakinkan bahwa penyimpangan tingkah laku yang diperbuat oleh mereka yaitu berhubungan dengan narkotika, tidak sesuai dengan ajaran Islam dan termasuk dosa besar sehingga segeralah bertaubat dan mendekatkan diri dengan Allah.”8 Sedangkan menurut ustadz Abdul Wahib menyatakan bahwa: “prosesnya ya seperti pada umumnya, dalam proses bimbingan Islam saya sampaikan di antaranya tentang akidah mencakup aqoid seket, akhlak, kisah-kisah dalam al-Qur’an dan sirah/sejarah nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.”9 Setelah konselor menyampaikan materi tentang keagamaan kepada klien, konselor membuka sesi tanya jawab dengan memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas dan kemudian pertanyaan yang dilontarkan oleh klien langsung di jawab oleh konselor pada saat itu juga. Kemudian konselor menutup kegiatan bimbingan Islam dengan membaca do’a penutup. Setelah itu, klien diajak untuk membaca dzikiran, shalawatan dan membaca asmaul husna hingga adzan dhuhur berkumandang dan dilanjutkan dengan shalat dhuhur secara berjama’ah. Berkaitan dengan metode bimbingan Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, ustadz Zen Faza menjelaskan: “metode bimbingan Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan menggunakan metode bimbingan kelompok. Klien mendengarkan ceramah keagamaan yang disampaikan oleh ustadz atau konselor. Setelah ustadz atau konselor telah selesai menyampaikan materi, dilanjutkan dengan sesi 8 9
Hasil Wawancara I5W1 No. 9 Baris 1-12. Hasil Wawancara I6W1 No. 9 Baris 1-5.
67
tanya jawab di mana konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya tentang materi yang belum jelas.”10 Hal yang sama juga diungkapkan oleh ustadz Saifudin Syakib di mana beliau mengatakan bahwa: “metode bimbingan Islam pada narapidana narkotika di Lapas dengan metode ceramah dalam situasi kelompok setelah ceramah selesai dilanjutkan dengan tanya jawab bagi klien yang akan bertanya.”11 Sama halnya dengan ustadz Zen Faza dan ustadz Saifudin Syakib, ustadz Abdul Wahib juga menyatakan hal yang sama di mana beliau mengatakan bahwa: “metode bimbingan Islam di Lapas kelas II A dengan metode bimbingan kelompok melalui ceramah dan tanya jawab.”12 Peneliti juga melakukan wawancara dengan seorang narapidana narkotika mengenai metode bimbingan Islam pada narapidana narkotika di Lapas kelas II A Pekalongan sebagaimana berikut: “ustadz memberikan bimbingan Islam secara kelompok melalui ceramah dan tanya jawab. Konselor menyampaikan materi tentang keagamaan Islam.”13
10
Hasil Wawancara I4W1 No. 8 Baris 1-9. Hasil Wawancara I5W1 No. 8 Baris 1-4. 12 Hasil Wawancara I6W1 No. 8 Baris 1-3. 13 Hasil Wawancara I2W1 No. 8 Baris 1-3. 11
68
Sedangkan media yang digunakan dalam bimbingan Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, ustadz Zen Faza menjelaskan: “media yang digunakan dalam bimbingan Islam seperti pada umumnya, ya menggunakan mikrofon, speaker dan al-Qur’an, hadits dan kitab-kitab sebagai sumber rujukan.”14 Hal serupa juga diungkapkan oleh ustadz Saifudin Syakib, beliau menyatakan bahwa: “media yang digunakan dalam bimbingan Islam paling kitab-kitab, speaker dan mikrofon.”15 Sama halnya dengan ustadz Zen Faza dan ustadz Saifudin Syakib, ustadz Abdul Wahib juga menyatakan bahwa: “dalam bimbingan Islam memakai media speaker dan mikrofon sebagai alat bantu untuk memperkeras suara saat penyampaian materi.”16 Diungkapkan juga oleh seorang narapidana narkotika Lapas kelas II A Pekalongan mengenai media dalam bimbingan Islam sebagaimana berikut: “media yang digunakan adalah kitab al-Qur’an, kitab hadits dan kitab-kitab yang lain.”17
14
Hasil Wawancara I4W1 No. 10 Baris 1-3. Hasil Wawancara I5W1 No. 10 Baris 1-2. 16 Hasil Wawancara I6W1 No. 10 Baris 1-3. 17 Hasil Wawancara I1W1 No. 9 Baris 1-2. 15
69
2.
Pelaksanaan Konseling Islam pada Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan Proses pelaksanaan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan ada 3 tahap, yaitu: a) Tahap Awal Berhubungan dengan tahap awal ini peneliti melakukan observasi di mana proses konseling Islam di mulai dari klien datang kepada
konselor
kemudian
konselor
membangun
hubungan
(rapport) atas kehadiran klien dengan ekspresi wajah tersenyum, mempersilahkan klien duduk berdekatan dengan konselor dengan posisi berhadapan tanpa adanya penghalang di antara keduanya, dan posisi tubuh konselor agak condong ke arah klien. Setelah itu, konselor dan klien membuat kesepakatan waktu proses konseling. Kemudian konselor memulai identifikasi masalah klien. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Zen Faza sebagaimana berikut: “pada tahap awal proses konseling menjalin hubungan secara baik dengan klien, menerima klien secara terbuka hingga dalam identifikasi, klien mau mengungkapkan masalah yang dihadapinya.”18 Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Saifudin Syakib, dan hasilnya adalah sebagai berikut: “pada awal proses konseling kita menjalin hubungan (rapport) dengan klien secara terbuka sehingga klien juga mau terbuka,
18
Hasil Wawancara I4W1 No. 9 Baris 19-22.
70
perkenalan, melakukan kesepakatan waktu dan identifikasi masalah.”19 Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Abdul Wahib kaitannya dengan tahap awal proses pelaksanaan konseling
Islam
pada
narapidana
narkotika,
dan
hasilnya
sebagaimana berikut: “pada awal proses konseling ya menerima kehadiran klien dengan terbuka dan senang hati, perkenalan, melakukan kesepakatan waktu, dan identifikasi klien.”20 b) Tahap Pertengahan Berhubungan dengan tahap pertengahan ini peneliti melakukan observasi di mana konselor menggali lebih dalam permasalahan klien
dan
dihadapinya,
klien pada
menceritakan saat
klien
permasalahan bercerita
yang
konselor
sedang
terkadang
menganggukan kepala dan diam menunggu ucapan klien hingga selesai. Konselor terkadang bertanya kepada klien apabila ada ucapan-ucapan klien yang kurang jelas dengan menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup. Setelah konselor memahami inti permasalahan yang dialami oleh klien, konselor menyimpulkan sementara dari hasil pembicaraan dengan klien. Kemudian konselor memberikan arahan sesuai ajaran Islam mengenai hal apa yang harus klien lakukan untuk memecahkan permasalahan klien. Selain itu
19 20
Hasil Wawancara I5W1 No. 9 Baris 13-16. Hasil Wawancara I6W1 No. 9 Baris 6-9.
71
peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Zen Faza, beliau menyatakan bahwa: “proses selanjutnya menggali masalah, menetapkan inti masalah dan saya berikan arahan yang pertama: menyadarkan klien agar dapat menerima masalah yang dihadapinya dengan perasaan lapang dada jangan putus asa. Masalah tersebut adalah wujud dari cobaan dan ujian dari Allah yang hikmahnya untuk menguji dan mempertaruhkan keteguhan imannya bukan sebagai wujud kebencian Allah kepadanya. Kedua: meyakinkan klien bahwa Allah adalah satu-satunya tempat mengembalikan masalah, tempat berpasrah, dan tempat memohon pertolongan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga: mengarahkan klien untuk bertobat atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan klien dan mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah, baik ibadah magdhah maupun ibadah ghairu magdhah. Keempat: memberikan peringatan agar jangan sampai terbawa oleh arus keburukan lagi dan memberikan alternatif-alternatif antara lain menyuguhkan mereka dengan senantiasa berdzikir, membaca dan menghafal al-Quran, mendengarkan kisah-kisah Nabi dan para sahabatnya, mendengarkan fadhilah-fadhilah amal.”21 Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Saifudin Syakib, dan hasilnya adalah sebagai berikut: “dalam proses selanjutnya saya menggali permasalahan klien sampai ketemu titik permasalahannya kemudian saya berikan semangat jangan sampai putus asa dan tawakal kepada Allah SWT, menyarankan agar memperbanyak istighfar, dzikir agar hati tenang, shalat malam, dan puasa untuk melatih kesabaran.”22
21 22
Hasil Wawancara I4W1 No. 9 Baris 23-43. Hasil Wawancara I5W1 No. 9 Baris 17-22 .
72
Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Abdul Wahib kaitannya dengan hal yang dilakukan pada tahap pertengahan proses pelaksanaan konseling Islam pada narapidana narkotika, dan hasilnya sebagaimana berikut: “pada tahap pertengahan menggali masalah klien sampai ketemu intinya kemudian saya berikan semangat agar dapat menerima masalah yang dihadapinya dengan ikhlas dan serahkan segalanya hanya kepada Allah. Kemudian saya suruh mereka untuk bertobat dengan memperbanyak istighfar, berdzikir karena dengan dzikir hati akan tenang, membaca do’a-do’a, membaca dan menghafal al-Quran agar mereka lupa dengan barangbarang haram dan hati menjadi tenang.”23 c)
Tahap Akhir Berhubungan dengan tahap akhir ini peneliti melakukan observasi di mana klien menerima arahan yang diberikan oleh konselor dan klien akan melaksanakan arahan-arahan yang telah diberikan oleh konselor. Kemudian klien meminta agar konselor bersedia melakukan konseling jika klien terjadi kesulitan lagi dan konselor menyetujuinya dengan ekspresi wajah tersenyum. Klien mengucapkan “terima kasih” kepada konselor dan di jawab oleh konselor dengan ucapan “sama-sama”. Kemudian klien dan konselor berjabat tangan. Konselor mengucapkan salam yang dijawab oleh klien. Selanjutnya konselor dan klien mengakhiri proses konseling dengan meninggalkan masjid.
23
Hasil Wawancara I6W1 No. 9 Baris 9-18.
73
Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Zen Faza, beliau menyatakan bahwa: “membuat kesimpulan hasil proses konseling, menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan klien, mengevaluasi proses dan hasil konseling (penilaian segera), membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya jika akan melakukan konseling lagi dan mengakhiri proses konseling.”24 Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Saifudin Syakib kaitannya dengan hal yang dilakukan pada tahap akhir proses konseling, dan hasilnya adalah sebagai berikut: “menyimpulkan hasil konseling, menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan klien, mengevaluasi proses dan hasil konseling (penilaian segera), membuat perjanjian untuk pertemuan yang akan datang jika akan melakukan konseling lagi dan mengakhiri proses konseling.”25 Sedangkan menurut ustadz Abdul Wahib kaitannya dengan hal yang dilakukan pada tahap akhir proses konseling Islam pada narapidana narkotika, beliau menyatakan bahwa: “pada tahap akhir proses konseling ya mengakhiri dari proses konseling dengan menyimpulkan pembicaraan konseling, rencana klien akan melakukan arahan-arahan yang diberikan oleh konselor, perjanjian ketemu lagi apabila akan konsultasi di lain waktu.”26 Berkaitan dengan metode konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan yaitu ustadz Zen Faza menjelaskan: “metode konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan menggunakan metode eklektif secara individual. Pada awal konseling lebih 24
Hasil Wawancara I4W1 No. 9 Baris 44-49. Hasil Wawancara I5W1 No. 9 Baris 22-28. 26 Hasil Wawancara I6W1 No. 9 Baris 18-22. 25
74
menggunakan non directive di mana klien menceritakan semua perasaan dan pikiran yang menjadikan permasalahan bagi diri klien sedangkan konselor aktif mendengarkan dan terkadang bertanya untuk memperjelas permasalahan yang sedang di alami klien. Setelah menemukan inti permasalahan, konselor menggunakan metode directive yang bersifat mengarahkan di mana konselor memberikan nasehat-nasehat kepada klien sesuai dengan ajaran Islam.”27 Hal yang sama juga diungkapkan oleh ustadz Saifudin Syakib di mana beliau mengatakan bahwa: “metode yang digunakan dalam konseling Islam khususnya pada narapidana narkotika di Lapas secara individu (face to face) dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya pada klien untuk menceritakan permasalahannya kemudian konselor memberikan pengarahan-pengarahan sesuai syari’at Islam karena napi narkotika membutuhkan pengarahan-pengarahan agar tidak terjerumus dalam hal kemaksiatan lagi.”28 Sama halnya dengan ustadz Zen Faza dan ustadz Saifudin Syakib, ustadz Abdul Wahib juga menyatakan hal yang sama di mana beliau mengatakan bahwa: “metode konseling Islam pada napi narkotika dengan perpaduan non directive dan directive. Tetapi ya lebih dominan menggunakan metode pengarahannya (directive) karena para napi narkotika butuh arahan-arahan bagaimana agar kembali pada jalan yang benar.”29 Diungkapkan juga oleh seorang narapidana narkotika mengenai metode konseling Islam pada narapidana narkotika di Lapas kelas II A Pekalongan sebagaimana berikut: “sedangkan masalah pribadi menggunakan konseling individu secara face to face dengan ustadz setelah acara bimbingan Islam di masjid selesai. Dalam konseling individu, saya menceritakan 27
Hasil Wawancara I4W1 No. 8 Baris 10-21. Hasil Wawancara I5W1 No. 8 Baris 5-12. 29 Hasil Wawancara I6W1 No. 8 Baris 4-8. 28
75
permasalahan yang saya alami kemudian ustadz memberikan arahan-arahan untuk menyelesaikan masalah.”30 Mengenai media yang digunakan dalam konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, peneliti melakukan wawancara dengan ustadz Zen Faza sebagaimana berikut: “sedangkan dalam pelaksanaan konseling Islam saya pribadi tidak menggunakan media, hanya berbicara secara face to face.”31 Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Saifudin Syakib, dan hasilnya adalah sebagai berikut: “sedangkan dalam pelaksanaan menggunakan media khusus.”32
konseling
Islam
tanpa
Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Abdul Wahib kaitannya dengan media yang digunakan dalam proses pelaksanaan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, dan hasilnya sebagaimana berikut: “kalau dalam konseling Islam saya tidak menggunakan media, hanya tanya jawab secara lisan.”33 Dalam observasi yang peneliti lakukan, media yang digunakan dalam proses pelaksanaan konseling Islam pada narapidana narkotika di masjid at-Taubah Lembaga pemasyarakatan kelas II A
30
Hasil Wawancara I3W1 No. 8 Baris 3-8. Hasil Wawancara I4W1 No. 10 Baris 4-6. 32 Hasil Wawancara I5W1 No. 10 Baris 3-4. 33 Hasil Wawancara I6W1 No. 10 Baris 4-5. 31
76
Pekalongan terlihat menggunakan sarana prasarana pendukung yaitu kipas angin dan sajadah.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Islam
pada
Narapidana
Narkotika
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan 1.
Faktor pendukung dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan Berhubungan
dengan
faktor
pendukung
dalam
pelaksanaan
bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan peneliti melakukan wawancara dengan ustadz Zen Faza sebagaimana berikut: “faktor pendukung dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lapas ini adalah adanya program bimbingan Islam yang dilaksanakan setiap hari pada jam 10.30 sampai jam 12.00 (dhuhur) dan dilanjutkan dengan konseling Islam jika ada klien yang datang kepada ustadz atau konselor, akan tetapi untuk hari jum’at bimbingan Islam digantikan dengan khutbah jum’at.”34 Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Abdul Wahib kaitannya dengan faktor pendukung pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, beliau mengatakan bahwa: “faktor pendukungnya adalah adanya ustadz dari masyarakat yang bersedia mengisi kegiatan bimbingan konseling Islam di Lapas seperti dari Depag dan Ponpes.”35 34 35
Hasil Wawancara I4W1 No. 13 Baris 1-8. Hasil Wawancara I6W1 No. 13 Baris 1-3.
77
Diungkapkan juga oleh M. Agung Nugroho selaku kasubsi bimbingan kemasyarakatan dan perawatan mengenai faktor pendukung pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, beliau mengatakan bahwa: “faktor pendukungnya adalah adanya ustadz dari masyarakat yang mengisi kegiatan bimbingan konseling Islam ini, yaitu: a. Ustadz Khusnul Falah yang berasal dari ponpes Syafi’i Akrom Jenggot, beliau bertugas setiap hari senin. b. Ustadz Asep Saiful Umam yang berasal dari ponpes at-Tafaquh Pekalongan, beliau bertugas pada hari selasa secara bergiliran dengan ustadz Yasir Maqosit. c. Ustadz Yasir Maqosit yang berasal dari pendidik agama di Plinglangu, beliau bertugas pada hari selasa secara bergiliran dengan ustadz Asep Saiful Umam. d. Ustadz Maskuri yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas setiap hari rabu. e. Ustadz Zen Faza yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada hari kamis secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Abdul Wahib, ustadz Saiful Rohman, ustadz Fatkhurrohman dan ustadz Saifudin. Sedangkan pada khutbah Jum’at beliau bertugas secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Nur Kholis Rofi’i, ustadz Abdul Rokhim, ustadz M. Haidar, dan ustadz Abdul Wahib. f. Ustadz Abdul Wahib yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada hari kamis secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Zen Faza, ustadz Saiful Rohman, ustadz Fatkhurrohman dan ustadz Saifudin. Sedangkan pada khutbah Jum’at ustadz Abdul Wahib bertugas secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Nur Kholis Rofi’i, ustadz Abdul Rokhim, ustadz M. Haidar, dan ustadz Zen Faza. g. Ustadz Saiful Rohman yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada hari kamis secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Zen Faza, ustadz Abdul Wahib, ustadz Fatkhurrohman dan ustadz Saifudin. h. Ustadz Fatkhurrohman yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada hari kamis secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Zen Faza,
78
ustadz Abdul Wahib, ustadz Saiful Rohman, dan ustadz Saifudin. i. Ustadz Saifudin yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada hari kamis secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Zen Faza, ustadz Abdul Wahib, ustadz Saiful Rohman dan ustadz Fatkhurrohman. j. Ustadz Nur Kholis Rofi’i yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada khutbah Jum’at secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Abdul Rokhim, ustadz M. Haidar, ustadz Zen Faza, dan ustadz Abdul Wahib. k. Ustadz Abdul Rokhim yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada khutbah Jum’at secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Nur Kholis Rofi’i, ustadz M. Haidar, ustadz Zen Faza, dan ustadz Abdul Wahib. l. Ustadz M. Haidar yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas pada khutbah Jum’at secara bergiliran dengan empat ustadz yang lain yaitu ustadz Nur Kholis Rofi’i, ustadz Abdul Rokhim, ustadz Zen Faza, dan ustadz Abdul Wahib. m. Ustadz Mujib Hidayat yang berasal dari Departemen Agama kota Pekalongan, beliau bertugas setiap hari sabtu.”36 Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Saifudin Syakib kaitannya dengan faktor pendukung pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, beliau mengatakan bahwa: “faktor pendukungnya adalah klien relatif memiliki waktu luang karena ketika di dalam Lapas mereka tidak disibukkan dengan keluarga, tidak bekerja atau tidak mencari uang atau nafkah.”37
36
M. Agung. N, Kasubsi bimbingan kemasyarakatan dan perawatan Lapas Kelas II A Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 12 November 2015. 37 Hasil Wawancara I5W1 No. 13 Baris 1-4.
79
2.
Faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan Berhubungan dengan faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan peneliti melakukan wawancara dengan ustadz Zen Faza sebagaimana berikut: “faktor penghambatnya adalah belum adanya ustadz/konselor yang menjadi pegawai tetap yang setiap hari bertugas di Lapas kelas II A Pekalongan ini. Kadang terjadi pergantian ustadz atau konselor baru dikarenakan ustadz yang dahulu mengundurkan diri.”38 Peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Abdul Wahib mengenai faktor penghambat pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, adapun hasilnya sebagai berikut: “faktor penghambatnya ya ada klien yang kesadarannya kurang untuk mengikuti bimbingan konseling Islam karena tergantung dari niat pribadi klien tersebut mau bertobat apa tidak.”39 Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan ustadz Saifudin Syakib, dan hasilnya sebagaimana berikut: “sedangkan faktor penghambatnya ketika musim hujan, setiap hari hujan secara terus-menerus pasti lingkungan di Lapas kelas II A Pekalongan terjadi banjir sehingga terjadi kendala pada tempat untuk melakukan bimbingan konseling Islam.”40
38
Hasil Wawancara I4W1 No. 13 Baris 9-14. Hasil Wawancara I6W1 No. 13 Baris 4-7. 40 Hasil Wawancara I5W1 No. 13 Baris 5-9. 39