BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NARKOTIKA, PIDANA, PERBUATAN PIDANA, DAN HAK ASASI MANUSIA
2.1 Pengertian Narkotika Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai mengghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan kedalam golongan-golongan sebagai mana terlampir dalam undang-undang. Untuk memberikan pengertian narkotika dewasa ini tidaklah begitu menimbulkan kesulitan, oleh karena narkotika bukan lagi merupan suatu hal yang baru bagi kita, apalagi saat ini masalah narkotika sangat gencar di beritakan hamper setiap hari, baik melalui media massa cetak maupun media masa elektronik. Secara etimologi istilah narkotika berasal dari bahasa Inggris “Narcotics” yang berarti obat bius, sedangkan dari bahasa Yunani “Narcosis” yang berarti menidurkan. Pengertian narkotika juga dikemukaan oleh beberapa ahli, antara lain : Menurut Jackobus
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman dan bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
1
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut Wartono Narkotia adalah dampak yang ditimbulkan antaralain dapat berupa gangguan konsentrasi dan penurunan daya ingat bagi pemakai, sedangkan dampak sosialnya dapat menimbulkan kerusuhan di lingkunan keluarga yang menyebabkan hubungan pemakai dengan orang tua menjadi renggang, serta menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan seperti pencurian atau penodongan.1 Menurut B. Bosu narkotika adalah sejenis zat yang apa bila dipergunakan atau dimasukan kedalam tubuh sipemakai akan menimbulakan pengaruh-pengaruh seperti berupa menenangkan, merangsang dan menimbulakan khayalan atau alusinasi.2 Adapun jenis-jenis narkotika menurut Undang-undang 35 Tahun 2009, terdiri atas 3 golongan yaitu: 1. Narkotika Golongan I Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Contoh Narkotika Golongan I antara lain: a. Heroin dihasilkan dari pengolahan morfin secara kimiawi. Akan tetapi, reaksi yang ditimbulkan heroin menjadi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri, sehingga mengakibatkan zat ini sangat mudah menembus ke otak. b. Kokain berasal dari tanaman Erythroxylon coca di Amerika Selatan. Biasanya daun tanaman ini dimanfaatkan untuk mendapatkan efek stimulan, yaitu dengan cara dikunyah. Kokain dapat memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat. c. Opium adalah zat berbentuk bubuk yang dihasilkan oleh tanaman yang bernama papaver somniferum. Kandungan morfin dalam bubuk ini biasa digunakan untuk menghilangkan rasa sakit. d. Ganja adalah tumbuhan budidaya yang menghasilkan serat, kandungan zat narkotika terdapat pada bijinya. Narkotika ini dapat membuat si pemakai mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). 1
http://www.ibosocial.com/fauzyahmad/pressrelease.aspx?prid=342310, Diakses terakhir sabtu, 20
Juni 2015 2
B. Bosu, 1982, Sendi-sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Surabaya, h. 68.
2
e. Katinon ini dapat dibuat sintetis yang kekuatannya sekian kali lipat dibandingkan dengan yang alami, zat katinon yang sintetis ini menjadi disalahgunakan dan dimasukkan dalam kelompok psikotropika. f. MDMDA/Ecstasyadalah senyawa kimia yang sering digunakan sebagai obat yang dapat mengakibatkan penggunanya menjadi sangat aktif. Ekstasi dapat berbentuk tablet, pil, serta serbuk. 2. Narkotika Golongan II Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh Narkotika Golongan II antara lain : a. Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat yang ditemukan pada opium; b. Petidinmerupakan obat golongan opioid yang memiliki mekanisme kerja yang hampir sama dengan morfin yaitu pada sistem saraf dengan menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang berperan dalam munculnya rasa nyeri) serta dapat mengaktifkan reseptor; c. Fentaniladalah obat pereda nyeri yang bersifat narkotik; d. MetadonEfek yang ditimbulkan oleh narkotika ini adalah seperti heroin. 3. Narkotika golongan III Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.Contoh Narkotika Golongan III antara lain : a. Codein adalah sejenis obat golongan opiat yang digunakan untuk mengobati nyeri sedang hingga berat, batuk (antitusif), diare, dan irritable bowel syndrome; b. Buprenorfin opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin (putaw), tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat; c. Etilmorfina adalah alkaloidanalgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfina bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit.3 Berdasarkan pengelompokan jenis-jenis narkotika diatas maka, dapat disimpulkan bahwa ada jenis narkotika yang dapat dipergunakan sebagai pengobatan, ada juga yang tidak bisa dipakai pengobatan, dimana jenis narkotika
3
Hari Sasangka,2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana,Mandar Maju, Bandung, h
165
3
yang dapat digunakan untuk pengobatan hanya narkotika golongan II dan III, sedangkan golongan I tidak dapat digunakan sebagai pengobatan. Pelaku penyalahgunaan terhadap kejahatan narkotika sangat berkaitan erat dengan penyalahgunaan dan kejahataan narkotika, diamana pengertian dari penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan narkotika bukan untuk maksud pengobatan tetapi ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah yang berlebihan, teratur dan cukup lama sehingga menyebabkan gangguan kesehatan, fisik, mental dan kehidupan sosialnya, atau yang biasa disebut sebagai pengguna.4 Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka,akan merusak kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Kejahatan narkotika adalah orang yang menyalahgunakan narkotika dengan cara mengimpor, pengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjadi pembeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual maupun secara terorganisasi atau biasa disebut pengedar.5 Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan kejahatan narkotika secara faktual demikian besar dan memiliki relevansi terhadap beberapa aspek kehidupan manusia. Dampak negatif akibat penyalahgunaan narkotika secara faktual akan terlihat dari :
4
Badan narkotika Nasional, 2007, Pedoman Pelaksanaan P4GN melalui Peran Serta Kepala Desa/Lurah Babinkamtibmas dan PLKB di tingkat Desa/ Kelurahan, Jakarta, h. 19. 5
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CCwQFjA B&url=http%3A%2F%2Fejournal.umum.ac.id%2Findex.php%2Flegality%2Farticle%2FviewFile%2F306%2F319 _umm_scientific_journal.doc&ei=x4TnUpiGFqqsiAfg3IHABw&usg=AFQjCNE_vElyfYUsoapu79Cnq9Zay-WttQ, I Nyoman Nurjana, 2010, “penanggulangan Kejahatan Narkotika : Eksekusi Hak Perspektif Sosiologi Hukum”, Diakses terakhir minggu, 21 Juni 2015.
4
1. Terhadap Kejiwaan. a. Merubah kepribadian secara drastis, pemurung, pemarah dan tidak takut dengan siapapun; b. Timbul sikap masa bodoh, lupa sekolah (membolos); c. Semangat belajar dan bekerja menurun bahkan dapat seperti orang gila; d. Tidak ragu melakukan seks bebas karena lupa dengan norma-norma; e. Sering menggangu ketertiban umum dan sering melakukan tindakan kriminal.6 2. Terhadap Fisik. a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Gangguan pada jantung; Gangguan pada otak; Gangguan pada tulang; Gangguan pada pembuluh darah; Gangguan pada kulit; Gangguan pada sistem saraf; Gangguan pada paru-paru; Gangguan pada sistem pencernaan; Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, Hepatitis, dan TBC.
2. Terhadap Keluarga. a. Tidak segan-segan untuk mencuri uang ataupun menjual barang dirumah untuk membeli narkoba; b. Tidak menghargai harta milik dirumah, seperti memakai kendaraan sembrono, hingga rusak bahkan sampai hancur; c. Mengecewakan harapan keluarga, keluarga merasa malu di masyarakat. 3. Terhadap Kehidupan Sosial a. b. c. d.
Berbuat tidak senonoh (jahil/tidak sopan) terhadap orang lain; Tidak segan mengambil milik tetangga untuk membeli narkoba; Menganggu ketertiban umum seperti menganggu lalulintas; Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum misalnya tidak menyesal bila melakukan kesalahan.
6
Mudji Waluo dkk, 2001, Penanggulangan Penyalahgunaan Bahaya Narkotika, Dalam majalah Bayangkara, Dik.Bimas.Polri, Jakarta, h. 12.
5
4. Terhadap perekonomian. Apabila dilihat dari aspek korban sebagai pecandu penyalahgunaan narkotika, lambat laun sudah dapat dipastikan kondisi ekonominya semakin hari semakin berkurang dan lemah. Oleh karena untuk memenuhi kebutuhan dikonsumsi, zat-zat narkotika itu harganya demikina mahal, sehingga akan memerlukan dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau cukup besar. Sedangkan bagi keluarga si pecandu, akan mengeluarkan biaya yang cukup besar didalam upaya untuk proses pengobatan atau penyembuhan dan rehabilitasi medis dan rehabilitas sosial.7 5. Terhadap Beberapa Kriminalitas. Pada umumnya para pecandu narkotika yang tingkat ketergantungan yang telah demikian berat, sudah tentu hidup dan kehidupannya harus senantiasa dapat mengkonsumsi zat-zat narkotika, bila tidak maka, dapat mengakibatkan kesehatan atau nyawanya terancam akan meredang. Demikian pula terhadap rohani atau fikirannya akan cepat terganggu bila tidak dapat mengkonsumsi zat-zat narkotika, sehingga emosinya meningkat, sedangkan biaya untuk memenuhi zat-zat narkotika itu, si pecandu narkotika sudah tidak memiliki lagi. Maka,dari situasi dan kondisi inilah tidak tertutup si pecandu akan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar koridor-koridor hukum yang berlaku, seperti melakukan pencurian ( baik dalam keluarga maupun diluar lingkungan keluarga ), melakukan pemerasan dan pengancaman atau penodongan atau penjambretan, penganiayaan atau penyiksaan, kejahatan yang berhubungan dengan kesusilaan atau kesopanan bahkan tidak segan-segan melakukan pembunuhan.8 Dampak negatif terhadap kejahatan narkotika adalah banyaknya muncul pengedar narkotika yang beroperasi melakukan kegiatannya, dimana peran lingkungan sangat menetukan bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia.
7
https://suhartini912.wordpress.com/2013/07/03/pengertiandampaksolusi-dari-penggunaan-zataditif-dan-psikotropika/, Diakses terakhir senin, 10 Agustus 2015. 8
Soedjono D, 1997, Narkotika dan Remaja, Alumni, Bandung, h. 56.
6
2.2 Pengertian Pidana dan Perbuatan Pidana
Hukum pidana adalah bagian dari sistem hukum atau sistem norma. Sebagai suatu sistem, hukum memiliki sifat umum dari suatu sistem, yaitu menyeluruh (whole), memiliki beberapa elemen (elements). Kata pidana berasal dari kata straf (Belanda) sering juga disebut hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari hukuman, karena hukum sudah lazim terjemahan dari recht. Pidana lebih tepat didefenisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit).9 Menurut Simons dalam bukunya P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang yang berjudul Hukum Panitensier Indonesia, pidana atau straf adalah suatu penderitaann yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.10 Pengertian perbuatan pidana /peristiwa pidana / tindakan / delik adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar
9
Adami Chazawi,2001,Pelajaran Hukum Pidana Bagian I , PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta , hal.
71-72 10
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Hukum Panitensier Indonesia, Sinar Grafika, jakarta, h.33.
7
larangan tersebut.
11
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Sedangkan menurut Adami Chazawi, menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat.12 Dalam menjabarkan suatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, makaakan dijumpai suatu perbuatan atau tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap perbuatan pidana yang terdapat di dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Menurut R. Abdoel Djamali, peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana atau delik ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatanyang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa - peristiwa hukumdapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsurpidananya. Unsur-unsur tesebut terdiri dari: a. Objektif, yaitu suatu tindakan (perbuatan) yangbertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibatyang oleh hukum dilarang dengan 11
Moeljatno, 2008 ,Asas-Asas Hukum Pidana, Rieneka Cipta, Jakarta, h.54.
12
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum PidanaBagian I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, h.67
8
ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif disini adalahtindakannya. b. Subjektif, yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidakdikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur inimengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapaorang).13 Menurut Lamintang, unsur delik terdiri atas dua macam, yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan pada diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yuang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan,yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai berikut: a. Kesengajaan atau ketidaksengaajan. b. Maksud pada suatu percobaan ataupoging. c. Berbagai maksud seperti yang terdapt misalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain. d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHPidana. e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalamrumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHPidana. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut: a. Sifat melawan hukum. b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415KUHPatau keadaan sebagai pengurus suatu perseroan terbatas, dalam kejahatan menurut Pasal 398KUHP. c. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagaipenyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.14
2.3 Pengertian Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan universal. 15 Yang mengandung pengertian bahwa hak tersebut sudah bersifat kodrat Tuhan dan berlaku universal. Kita harus menyadari bahwa hal tersebut merukan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan 13
R. Abdoel Djamali, op.cit, hlm 175
14
Leden Marpaung, 2009, Asas TeoriPraktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 10
15
Kaelani, 2002, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta, hlm 11
9
manusia dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun. Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai arti hak asasi manusia.Menurut A. Gunawan Setiardja HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.16 Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrat.Karena sifatnya yang demikian maka, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.17 Sedangkan untuk pelanggarannya dimuat dalam pasal Pasal 1 angka 6 UU No.39 tahun 1999, yang berbunyi setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian secara melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang- undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Mengenai pelanggarannya dapat dilakukan oleh Negara atau pemerintah maupun oleh masyarakat. Tingkat keseriusan pelanggaran tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. 16
A. Gunawan Setiardja, 1993,Hak-Hak Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, KANISIUS, Yogyakarta, h. 73. 17
http://muhammad-mansur.blogspot.com/2013/12/makalah-hak-asasi-manusia.html?m=1, Diakses terakhir sabtu, 20 Juni 2015
10
Sebagaimana yang dimaksud penjelasan dalam UU HAM dalam Pasal 104 ayat (1) bahwa yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis. Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia(HAM) yang biasa, meliputi : 1. 2. 3. 4. 5.
Pemukulan; Penganiayaan; Pencemaran nama baik; Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya; Menghilangkan nyawa orang lain.18 Tidak semua orang memiliki keinginan yang sama, ada orang yang ingin
selalu berbuat baik namun ada pula yang senang berbuat jahat. Semua itu adalah pengaruh lingkungan dan keadaan orang tersebut. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.
18
http://abityarachmatika.blogspot.com/2014/08/penjelasan-ham-dan-contoh-kasus.html, Diakses terakhir sabtu, 18 Juli 2015
11