BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN SEWA MENYEWA
2.1 Kredit dan Perjanjian Kredit 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani, Credere yang berarti kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang atau penundaan pembayaran.1 Menurut Kamus Besar Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit adalah “menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit.2 Muchdarsyah Sinungan memberikan pengertian kredit sebagai suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontrak prestasi bunga.Black Law’s Dictionary memberikan pengertian kredit adalah :3
1
Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, h. 1. Edy Putra Tje. Aman, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, h. 1. 3 Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, Sith Edition, West Publishing Co, St. Paul Minnesota, h. 367. 2
“The ability of business man to borrow money, or obtains goods on time, inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his solvency and reability.” Berdasarkan definisi dalam kamus Black Law’s, maka kredit adalah kemampuan seorang pelaku usaha untuk meminjamkan uang, atau memperoleh barang-barang secara tepat waktu, sebagai akibat dari argumentasi yang tepat dari penerima pinjaman. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan kredit adalah : “penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Dengan demikian dapat disimpulkan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian kredit sebagai berikut :4 1) Kepercayaan, yaitu kenyakinan si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2) Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang
4
Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, h. 58. (selanjutnya disebut Hermansyah II)
lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3) Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit. 4) Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kali dijumpai dalam praktik perkreditan. Jadi kredit adalah penyediaan uang berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, dimana dalam hal ini pihak peminjam (debitur) yang berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Fungsi kredit pada dasarnya adalah untuk pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan
perdagangan, produksi, dan jasa-jasa bahkan konsumsi, yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi sebagai berikut : a. meningkatkan daya guna uang b. meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang c. salah satu alat stabilitas ekonomi d. meningkatkan kegairahan berusaha e. meningkatkan pemerataan pendapatan f. meningkatkan hubungan internasional.5
2.1.2Jenis-Jenis Kredit Pada dasarnya, kredit dapat digolongkan sebagaimana berikut : 1) Kredit berdasarkan jangka waktunya dibedakan menjadi : a. Kredit jangka pendek (short term loan) adalah kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun. Yang termasuk dalam kredit jangka pendek adalah kredit untuk tanaman musiman yang berjangka waktu tidak lebih dari satu tahun. b. Kredit jangka menengah (medium term loan) adalah kredit yang berjangka waktu satu sampai tiga tahun. Yang termasuk dalam kredit jangka menengah adalah kredit investasi untuk pembelian kendaraan.
5
Thomas Suyatno, 1990, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, h. 14.
c. Kredit jangka panjang (long term loan) adalah kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Yang termasuk dalam kredit jangka panjang adalah kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan untuk pendirian proyek-proyek baru. 2) Kreditberdasarkan tujuannya dibedakan menjadi : a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya konsumtif. b. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi. c. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan kepada pedagang dengan tujuan untuk membeli barang-barang untuk dijual lagi. 3) Kredit berdasarkan keperluannya dibedakan menjadi : a. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang dipergunakan untuk menambah modal kerja suatu perusahaan, seperti pembelian bahan baku, biaya produksi dan modal kerja. b. Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, maupun ekspansi proyek yang sudah ada atau pendirian proyek yang akan ada. c. Kredit pembiayaan proyek (project financial), yaitu kredit yang digunakan untuk pembiayaan investasi maupun modal kerja untuk proyek baru. 4) Kredit berdasarkan sifat penarikannya dibedakan menjadi :
a. Kredit langsung (cash loan), yaitu kredit yang langsung menggunakan dana bank dan secara efektif merupakan hutang nasabah kepada bank. Kredit langsung meliputi kredit investasi dan kredit modal kerja. b. Kredit tidak langsung (non-cash loan), yaitu kredit yang tidak langsung menggunakan dana bank dan belum secara efektif merupakan hutang nasabah kepada bank. Kredit tidak langsung meliputi Bank Garansi dan Letter of Credit. 5) Kredit berdasarkan sifat pelunasannya dibedakan menjadi : a. Kredit dengan angsuran, yaitu kredit yang pembayaran kembali pokok pinjamannya diatur secara bertahap menurut jadwal yang telah ditetapkan di dalam perjanjian kredit. b. Kredit dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo, yaitu kredit yang pembayaran kembali pokok pinjamannya tidak diatur secara bertahap melainkan harus dikembalikan secara sekaligus pada saat tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan di dalam perjanjian kredit. 6) Kredit berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi : a. Kredit primer, yaitu kredit yang membentuk daya beli baru karena diberikan melebihi tabungan yang ada pada bank. b. Kredit sekunder, yaitu kredit yang berasal dari penabunganpenabungan lebih dahulu. Jadi hanya memindahkan daya beli dari tangan penabung ke tangan penerima kredit (bank hanya sebagai perantara). 7) Kredit berdasarkan jaminanya dibedakan menjadi :
a. Kredit dengan jaminan (secured loans), yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya kredit yang akan dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan oleh calon debitur. b. Kredit tanpa jaminan (unsecured loans), yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas nama baik calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain. 8) Kredit berdasarkan kelembagaannya dibedakan menjadi : a. Kredit perbankan, yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan/atau konsumsi. Kredit ini diberikan kepada dunia usaha dan/atau individu. b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.
2.1.3 Pengertian dan Bentuk Perjanjian Kredit Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang Pekreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian perjanjian kredit adalah : “persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah
diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati.”6 Para ahli juga memberikan pengertian perjanjian kredit. Sutarno mengartikan perjanjian kredit adalah “perjanjian pokok atau perjanjian induk yang mengatur hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur.”7 Definisi lain dikemukakan Sutan Remy Sahdeini mengartikan perjanjian kredit adalah : “perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”8 Kemudian Marhaenis Abdul Hay mengemukakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III KUHPerdata. Pendapat ini dikemukakan lagi dalam bukunya Hukum Perdata, bahwa pengertian perjanjian kredit mendekati pada pengertian pinjam-mengganti, sehingga dalam masalah senngketa perjanjian kredit dapat mempergunakan dasar hukum perjanjian pinjam-mengganti menurut KUHPerdata.9 Pendapat yang senada dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman, yang menyatakan bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Pasal 1754 KUHPerdata. Berdasarkan pinjam6
Salim HS I, Op.Cit, h. 77. Ibid, h. 78. 8 Ibid. 9 Djoni S. Gazali & Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 7
314.
meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karena perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan uang oleh bank kepada nasabah”.10 Akan tetapi, Djuhaendah Hasan berpendapat bahwa perjanjian kredit lebih merupakan perjanjian tidak bernama, karena mengenai perjanjian kredit belum ada pengaturan secara khusus baik dalam undang-undang maupun Undang-Undang Perbankan. Beliau bahkan berpendapat bahwa perjanjian pinjam-meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa hal yang berbeda. Oleh karena itu, perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari penyerahan uang yang bersifat konsensual riil dan merupakan
perjanjian tidak bernama (ombeniem de
overeentskomst). Perjanjian kredit bank itu lahir karena adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan nasabah peminjam.11 Asser-Kleyn
mengatakan
bahwa
perjanjian
kredit
merupakan
perjanjian pendahuluan dari perjanjian pinjam uang. Windscheid berpendapat bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian dengan syarat tangguh (condition potestative), dimana pemenuhannya bergantung kepada peminjam (debitur) apakah dia mau mengambil kreditnya atau tidak. Sedangkan Goudeket
10
Ibid. Ibid, h. 315.
11
berpendapat bahwa perjanjian kredit bukan perjanjian riil, tetapi perjanjian yang bersifat konsensual, obligator, dan bersifat timbal balik.12 Subyek dalam perjanjian kredit adalah bank sebagai kreditur dan pihak lain sebagai debitur. Kreditur adalah orang atau badan hukum yang memberikan kredit kepada debitur berdasarkan perjanjian kredit. Debitur adalah orang atau badan hukum yang menerima kredit dari kreditur berdasarkan perjanjian kredit. Adapun objek dalam perjanjian kredit adalah kredit yang dapat diberikan dalam bentuk uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dan tidak berbentuk barang. Dalam prakteknya perjanjian kredit mempunyai 2 (dua) bentuk yaitu perjanjian dalam bentuk akta otentik dan perjanjian dalam bentuk akta bawah tangan. 1. Perjanjian dalam bentuk akta otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Akta otentik merupakan suatu akta yang mempunyai alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan, artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan dan menyelidiki keabsahannya. Perjanjian dalam bentuk akta otentik dibuat dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris. 2. Perjanjian dalam bentuk akta bawah tangan diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata. Akta bawah tangan merupakan suatu akta yang
12
Ibid, h. 318.
ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja dimana kekuatan mengikatnya akta tersebut hanya mengikat para pihak dalam perjanjian.13 Akta bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam perjanjian tersebut diakui oleh para pihak yang menandatangani sesuai ketentuan Pasal 1874 KUHPerdata. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan dibuat secara tertulis. Bentuk perjanjian kredit dibuat secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat Bank Indonesia.
2.1.4 Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit Pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam pemberian kredit bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Sebagaimana tercantum dalam literature berjudul Government By The People, Nation State And Local Government menyatakan bahwa :14 “in the expansion and contraction of credit, the most important institutions are the bank” Berdasarkan literature tersebut dinyatakan bahwa bank merupakan institusi terpenting dalam ekspansi dan kontraksi kredit.Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari, penilaian suatu bank untuk
13
Soeroso, 2010, Perjanjian Di Bawah Tangan, Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 8. 14 James MacGregor Burn and Jack Walter Peltason, 1966, Government By The People, Nation State And Local Government, Six Edition prentice-hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, h. 698.
memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada formula 4P dan formula 5C. Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut :15 a. Personality Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, yang tujuannya adalah untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit. b. Purpose Selain mengenai kepribadian dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data mengenai tujuan permohonan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan. c. Prospect Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara mendalam dan cermat mengenai bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit, apakah usaha yang dijalankan tersebut memiliki prospek yang bagus atau tidak. d. Payment Dalam hal ini bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit apakah mampu untuk melunasi utang kredit dalam jangka waktu dan jumlah yang sudah ditentukan sebelumnya. Mengenai formula 5C dapat diuraikan secara berikut :16 a. Character
15
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenoda Media, Jakarta, h. 59-62. (selanjutnya disebut HermansyahIII) 16 Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan “Barang Inventory” Dalam Bingkai Jaminan Fidusia, Wisnuwardhana Press, Malang, h. 16-17.
Penilaian terhadap karakter, watak, moral dan sifat-sifat yang baik yang dimiliki oleh nasabah debitur dengan tujuan untuk mengetahui tingkat integritas, kejujuran dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. b. Capacity Dalam hal ini capacity adalah kemampuan calon nasabah debitur dalam menjalankan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usaha yang dijalankan memberikan keuntungan dan dapat berjalan lancar, yang akan menjamin pihak bank bahwa debitur mampu untuk melunasi segala utang kreditnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya. c. Capital Dalam hal ini bank terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana distribusi modal yang ditempatkan oleh pemohon kredit tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif. d. Collateral Collateral disini maksudnya adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman atas resiko yang akan terjadi apabila nasabah debitur melakukan wanprestasi di kemudian hari, misalnya kredit macet. e. Condition of Economy
Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman pada prinsip sebagai berikut :17 a. Prinsip kepercayaan Prinsip kepercayaan ini maksudnya adalah bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan atas rasa kepercayaan. Dimana bank memiliki kepercayaan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah debitur dapat bermanfaat dan bank juga memiliki kepercayaan terhadap nasabah debitur bahwa nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunganya dalam waktu yang telah ditentukan. b. Prinsip kehati-hatian (prudential principle) Prinsip kehati-hatian ini harus diterapkan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk juga dalam hal pemberian kredit kepada nasabah debitur. Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang
17
Ibid, h.17.
terkait
dengan
pemberian
kredit
oleh
bank
yang
bersangkutan. Dalam pemberian kredit bank menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
2.2 Sewa Menyewa 2.2.1 Pengertian Sewa Menyewa Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang terakhir itu (Pasal 1548 KUHPerdata). Berdasarkan rumusan Pasal 1548 KUHPerdata maka sewa menyewa merupakan : a. suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. b. pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati. c. penikmatan berlangsung untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran. Pada dasarnya sewa menyewa dilakukan untuk waktu tertentu. Mengenai sewa menyewa diatur dalam Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata. Persewaan tidak berakhir dengan meninggalnya orang yang menyewakan atau penyewa. Begitu pula juga karena barang yang disewakan
dipindahtangankan sesuai asas yang berlaku bahwa jual beli tidak memutuskan sewa menyewa. Unsur-unsur yang tercantum dalam perjanjian sewa menyewa yaitu : a. adanya pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, b. adanya konsensus antara kedua belah pihak, c. adanya objek sewa menyewa, d. adanya
kewajiban
dari
pihak
yang
menyewakan
untuk
menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda, e. adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran kepada pihak yang menyewakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sewa didefinisikan sebagai berikut : 1. pemakaian sesuatu dengan membayar uang 2. uang yang dibayarkan karena memakai atau meminjam sesuatu 3. yang boleh dipakai setelah dibayar dengan uang18 Sedangkan
menyewa
didefinisikan
sebagai
memakai
(meminjam,
mengusahakan, dan sebagainya) dengan membayar uang sewa. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi di kehidupan masyarakat.19M. Yahya Harahap memberi definisi perjanjian sewa
18
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 933. 19 R. Wirjono Prodjodikoro, 1987, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradya Paramita, Jakarta, h. 53.
menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.20 Menurut Subekti menyatakan bahwa perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama suatu jangka waktu tertentu sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian pada waktu yang ditentukan.21 Perjanjian sewa menyewa bertujuan untuk memberikan hak kebendaan, tetapi hanya memberikan hak perseorangan terhadap orang yang menyewakan rumah untuk dinikmati bukan hak milik atas rumah. Untuk sewa menyewa terhadap benda tidak bergerak seperti rumah, dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghuni Rumah Oleh Bukan Pemilik, khusus mengenai perjanjian sewa menyewa haruslah diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu adalah batal demi hukum.22
2.2.2 Subjek dan Objek Sewa Menyewa Subyek dari perjanjian adalah para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa yaitu pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. 20
Subekti, 1993, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, h. 164. Salim HS, 1999, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarta, h. 59. (selanjutnya disebut Salim HS II) 22 Tan Kamello, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, h. 185. 21
Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda dari pihak yang menyewakan. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati. Pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa atas alasan mau dipakai sendiri rumah yang disewakan, kecuali ditentukan lebih dahulu dalam perjanjian (Pasal 1579 KUHPerdata). Menurut Pasal 827 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa “hak mendiami tak boleh diserahkan atau disewakan kepada orang lain”, karena pada hakekatnya dalam perjanjian sewa menyewa itu yang berhak untuk menikmati dan mempunyai hak untuk memungut hasil sesuatu barang yang mana menjadi obyek dari sewa menyewa adalah pihak yang secara langsung menyewa barang tersebut kepada pihak pemilik barang yang menyewakan. Objek dalam perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga sewa. Dengan syarat barang yang disewakan adalah hal yang tidak bertentangan dengan undang-undangan, ketertiban, dan kesusilaan.23Jenis barang dalam perjanjian sewa menyewa dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1549 KUHPerdata bahwa semua jenis barang bergerak maupun yang tidak bergerak dapat disewakan. Barang bergerak dapat berupa kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil dan sebagainya. Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan
23
Salim HS II, Op.Cit, h. 59.
benda-benda yang berkaitan dengan tanah seperti rumah, gedung kantor, hotel dan sebagainya. Sedangkan, mengenai harga sewa harus ditentukan secara tegas dalam perjanjian dengan penetapan besarnya uang sewa menyewa yang harus dibayar kepada pihak yang menyewakan.
2.2.3 Hak dan Kewajiban Pihak yang Menyewakan dan Penyewa Dinyatakan atau tidak dinyatakan dalam klausul perjanjian sewa menyewa, pihak yang menyewakan memiliki hak dan kewajiban. Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima pembayaran uang sewa pada waktu yang telah ditentukan dan berhak menerima kembali rumah yang disewakan dari pihak penyewa sebagaimana keadaan rumah pada waktu diserahkannya
pada
penyewa.
Sedangkan
kewajiban
pihak
yang
menyewakan, yaitu :24 a. menyerakan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat (1) KUHPerdata); b. memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2) KUHPerdata); c. memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa menyewa (Pasal 1550 ayat (3) KUHPerdata);
24
Ibid, h. 61.
d. menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan terpelihara segala-galanya selama waktu sewa, melakukan pembetulan pada barang yang disewakan yang perlu dilakukan, kecuali pembetulanpembetulan yang menjadi kewajiban si penyewa (Pasal 1551 KUHPerdata); e. menanggung cacat dari barang yang disewakan, jika cacat itu telah mengakibatkan suatu kerugian bagi si penyewa, pihak yang menyewakan diwajibkan untuk memberikan ganti rugi (Pasal 1552 KUHPerdata); dan f. menjamin si penyewa dari gangguan pihak ketiga yang diakibatkan oleh tuntutan hak terhadap barang yang disewakan, namun gangguan dari pihak ketiga yang tidak berhubungan dengan pihak yang menyewakan bukan merupakan tanggungannya (Pasal 1556 dan Pasal 1557 KUHPerdata). Berdasarkan Pasal 1554 dan Pasal 1555 KUHPerdata diatur ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. pihak yang menyewakan tidak dapat mengakhiri sewa dengan hendak memakai sendiri barang yang disewakannya, kecuali telah diperjanjikan sebaliknya b. pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa untuk mengubah wujud maupun susunan letak barang yang disewakan, kecuali selama waktu sewa terpaksa harus dilakukan
pembetulan-pembetulan atas barang sewa yang tidak mungkin menunggu sampai berakhirnya waktu sewa. Adapun hak dan kewajiban dari pihak penyewa. Hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik dan memakai rumah yang disewanya tersebut dalam keadaan yang terpelihara untuk keperluan si penyewa. Sedangkan kewajiban utama pihak penyewa, yaitu :25 a. memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaannya sendiri; dan b. membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 KUHPerdata). Pihak penyewa juga harus mengembalikan sebagaimana keadaan rumah pada waktu diterima penyewa dari pihak yang menyewakan rumah. Pihak penyewa bertanggung jawab atas segala kerusakan yang diterbitkan pada barang disewa selama waktu sewa, kecuali jika ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya (Pasal 1564 dan Pasal 1565 KUHPerdata).
25
Ibid, h. 62.