20
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA
2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Di dalam pemerintah daerah, pemerintah dan pemerintahan merupakan suatu hal yang berbeda. Dimana Pemerintah adalah lembaga atau badan-badan politik yang mempunyai fungsi melakukan upaya untuk mencapai tujuan Negara, sedangkan Pemerintahan adalah semua kegiatan lembaga atau badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara. Selanjutnya menurut Ermaya menyebutkan bahwa pemerintahan dapat dibedakan dalam pengertian luas dan dalam pengertian sempit. Pengertian dalam arti luas adalah segala kegiatan badan publik yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan Negara. Sedangkan dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan badan publik yang meliputi kekuasaan eksekutif.20 Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang seluruh daerahnya merupakan daerah otonom yang mendapat pengakuan oleh Negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia dinyatakan bahwa “Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupatan dan kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu, mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang”. 20
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Education Antara Realita Politik dan Implementasi Hukumnya, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, hal.138
20
21
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa, “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945”. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa, “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dimana Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah,
yang berwenang mengatur
dan
mengurus
urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.21 Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam kategori, yakni urusan pemerintahan yang dikelola oleh pemerintah pusat (pemerintah), urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/ kota. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi: 1. 2. 3. 4.
Politik luar negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; 21
Ibid, hal. 6.
22
5. Moneter dan fiscal nasional; 6. Agama.22 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, terdiri
atas
urusan
wajib
dan
urusan
pilihan.
Urusan
wajib
artinya
penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan yang manimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Adapun untuk urusan pemerintahan yang bersifat pilihan, baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah
yang
bersangkutan.23 Konsep pemikiran tentang otonomi daerah, mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemikiran pertama bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya sebagaimana yang dimaksud seluas-luasnya mengandung makna bahwa daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk memberikan pelayanan peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Dan pemikiran yang kedua bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menggunakan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang 22
Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal.34 23 Ibid, hal. 35.
23
senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan di daerah lainnya. Adapun otonomi
yang
bertanggung
jawab
adalah
otonomi
yang
dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk mengembangkan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.24
2.2 Peraturan Daerah Kota Denpasar sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya berupa unsur-unsur pemerintahan yang diserahkan secara luas oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan UndangUndang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan daerah pada umumnya dapat diartikan sebagai instrumen aturan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah di masing-masing daerah otonom. Dimana peraturan daerah itu adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan bertujuan bersama Kepala Daerah, Gubernur atau Bupati/ Wali Kota. Peraturan Daerah terdiri atas Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur urusan pemerintahan konkuren sebagaimana 24
Ibid, hal.8.
24
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pilihan,dan Pasal 12 menyebutkan: (1) Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. Pendidikan; b. Kesehatan; c. Pekerjaan umum dan penataan ruang; d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan f. Sosial; (2) Urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) meliputi: a. Tenaga kerja; b. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; c. Pangan; d. Pertahanan; e. Lingkungan hidup; f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. Pemberdayaan masyarakat dan desa; h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. Perhubungan; j. Komunikasi dan Informatika; k. Koperasi, usaha kecil dan menengah; l. Penanaman modal; m. Kepemudaan dan olahraga; n. Statistik; o. Persandian; p. Kebudayaan; q. Perpustakaan; dan r. Kearsipan; (3) Urusan Pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. Kelautan dan perikanan; b. Pariwisata; c. Pertanian; d. Kehutanan; e. Energi dan sumber daya mineral; f. Perdagangan; g. Perindustrian; dan h. Transmigrasi.
25
Seperti yang telah dikemukakan Peraturan Daerah tersebut merupakan peraturan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan bertujuan bersama Kepala Daerah dan memuat materi muatan berupa penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
2.3 Penegakan Hukum Setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk menegakkan hukum. Dimana penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.25 Pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya haruslah berdasarkan pada peraturan perundang-undangan hal ini merupakan konsekuensi dari Indonesia sebagai Negara hukum. Peraturan perundang-undangan tersebut telah ditentukan susunannya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang salah satu diantaranya adalah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindung, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat dilaksanakan secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi
25
Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hal.5
26
kenyataan.26 Untuk dapat menegakkan hukum atau peraturan, Sudikno Mertokusumo, mengemukakan bahwa ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu: 1.
2.
3.
Kepastian hukum atau (Rechtssicherheit) Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan memperbolehkan sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakkan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat. Keadilan (Gerechtigheit) Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum, keadilan diperhatikan. dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengatur setiap orang. Bersifat menyamaratakan.27 Sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan rakyat maka
pengaturan, penataan serta penegakan hukum pedagang kaki lima harus memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga dalam pelaksanaannya dapat menciptakan rasa keadilan bagi pedagang kaki lima dan juga masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam Pasal 28 D ayat (1) juga menyatakan bahwa tiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 26
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
hal.160 27
Ibid, hal.1
27
Demikian juga dengan hal nya pedagang kaki lima sebagai bagian dari kegiatan usaha kecil dalam pengaturan, penataan dan penegakan serta perlindungan hukumnya harus memiliki dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaanya. Dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil maka memberikan suatu landasan bagi pemerintah untuk lebih memberdayakan usaha kecil dengan jauh lebih baik lagi. Sejalan dengan hal tersebut maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga akan menjadi suatu acuan pelaksanaan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan pembangunan nasional yang baik baik pusat maupun daerah, oleh pemerintah, masyarakat dan pihak swasta.
2.4 Pengertian Pedagang Kaki Lima Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang dalam melaksanakan aktivitas usahanya sangat mudah bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tempat menjalankan barang dagangannya biasanya berbentuk kereta dorong yang umumnya disebut “rombong”. Jenis dagangan dapat berupa makanan, minuman dan barang-barang keperluan sehari-hari, yang harganya relatif murah. Sehingga keuntungan yang dihasilkan juga tidak banyak, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Secara normatif pada Pasal 1 huruf s Peraturan Daerah Kota Denpasar No 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Denpasar No 15 Tahun 1993 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Denpasar
28
menyebutkan bahwa: “Pedagang kaki lima adalah pedagang yang dalam melakukan kegiatan usahanya, menjual maupun menjajakan barang dagangannya dengan cara berkeliling maupun menetap pada suatu lokasi yang bersifat sementara”. Berikut adalah pengertian Pedagang Kaki Lima dari beberapa sumber antara lain: a. Aldwin Surya Menyatakan bahwa pedagang kaki lima awalnya berasal dari para pedagang yang menggunakan gerobak dorong yang memiliki tiga roda. Diatas kereta dorong itulah ia meletakkan berbagai barang dagangannya, menyusuri pemukiman penduduk dan menjajakan kepada orang-orang yang berminat. Dengan dua kaki pedagang kaki lima plus tiga roda kereta dorong itulah mereka kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima. Namun, pengertian PKL dan area tempat mereka berdagang mengalami banyak pergeseran, seiring dengan peningkatan populasi penduduk, PKL bermunculan di banyak tempat, tidak lagi harus menggunakan kereta dorong, dengan berbekal koran atau kardus bekas atau apa saja sebagai alas mereka siap menggelar barang dagangannya.28 b. Everes HD dan Rudiger Korff “Pedagang Kaki Lima adalah bagian dari sektor informal kota yang mengembangkan aktivitas produksi barang dan jasa diluar kontrol pemerintah dan tidak terdaftar”.29 28
Aldwin Surya, Pedagang Kaki Lima Enterpreneur yang Terabaikan, http://www.smecda.com, diakses pada tanggal 4 November 2015. 29 Ali Acshan Mustafa, 2008, Model Tranformasi Sosial Sektor Informal, Inspire Indonesia dan In-Trans Publishing, Malang, hal.42
29
Berdasarkan pengertian dari beberapa pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa Pedagang Kaki Lima pada dasarnya adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi dari sektor informal dan merupakan salah satu bentuk respon migran dari masyarakat kecil atau miskin yang menjajakan barang dagangannya di emper atau di atas trotoar dalam kota, terhadap pembangunan antara daerah yang tidak merata, urbanisasi, meluasnya tingkat pengangguran, dan merebaknya tekanan kemiskinan.