BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Pre eklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa (Wiknjosastro, 2002) Preeklamsia berat adalah suatu keadaan pada kehamilan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari 110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring (Bobak,2004) Post adalah sesudah (Tiran, Denis, 2006) Sectio caesaria adalah cara melahirkan janin dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus (Bobak, 2004) Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2002: 863). Jadi Post Sectio Caesaria dengan indikasi Preeklamsia berat adalah masa setelah proses pengeluaran janin yang dapat hidup di luar kandungan dari dalam uterus ke dunia luar dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus karena adanya hipertensi,edema dan proteinuria.
1
B. Klasifikasi Sectio Caesaria Ada beberapa jenis operasi Sectio Caesaria yang terdiri dari: 1. Sectio caesaria abdominalis, ada dua macam yaitu sectio caesaria transperitonealisasi dan sectio caesaria ekstraperitonealisasi. Sectio caesaria transperitonealisasi sendiri terdiri dari dua cara. Pertama sectio caesaria klasik dengan insisi memanjang pada korpus uteri yang mempunyai
kelebihan
mengeluarkan
janin
lebih
cepat,
tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik dan untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan. Yang kedua sectio caesaria ismika atau profunda dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar ke kiri, bawah dan kanan sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi. Sedangkan Sectio Caesaria
ekstraperitonealisasi,
yaitu
tanpa
membuka
peritoneum
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. 2. Sectio caesaria vaginalis, menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal) dan sayatan huruf T (T-incision).
2
C. Komplikasi Kemungkinan
komplikasi
dilakukannya
pembedahan
SC
menurut
Wiknjosastro (2002) 1. Infeksi puerperal Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis sepsis. 2. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri. 3. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut pada dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.
D. Anestesi 1.
Pengertian Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya hanya sementara (Mochtar, 1998).
2.
Tekhnik anestesi a. Anestesi umum Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit diseluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obat anestesi.
3
Cara pemberiannya antara lain : 1) Metode tetes terbuka (Open Drop Method) Prinsipnya adalah inhalasi vaporasi cairan anestesi dengan jalan tetesan, obat-obat yang dipakai adalah obat-obat untuk anestesi umum. 2) Metode separuh tertutup (Semi Closed Method) Cara ini memakai alat yang disebut inhaler yang tertutup terhadap udara luar melalui suatu katup (valve). 3) Metode tertutup (Closed Method) Dengan cara ini anestetika dan O2 dapat diatur dengan sebaikbaiknya melalui suatu sistem anatar pasien dan alat pemberian dengan dua sistem yaitu to and fro, serta circle. Sirkulasi dan pernapasan dapat diatur, bahkan dengan mempergunakan alatalat yang lebih lengkap, tanda-tanda vital pasien dapat dicatat secara langsung dan mudah. 4) Intubasi tracheal (Tracheal Intubation) Cara ini sering dipakai pada anestesi seimbang (balanced anesthesia) yaitu dengan memakai campuran beberapa macam gas. b. Anestesi regional dan lokal Adalah untuk menghilangkan impuls rasa nyeri dari bagian tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik untuk
4
sementara. Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali dan penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anestesi regional atau lokal adalah: 1) Topikal Obat anestesi diberikan pada akhir serabut saraf di mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles. 2) Infiltrasi Obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung pada garis insisi atau luka. 3) Field block Obat anestesi regional dengan cara membentuk dinding anestesi sekitar daerah operasi. 4) Blok saraf Obat anestesi regional dengan cara suntikan langsung ke saraf atau sekitar saraf yang mempersarafi bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau peridural. Cara kerja obat anestesi reginal adalah bergabung dengan protoplasma sel saraf dan menghasilan anestesi dengan cara mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi. Saraf-saraf sensorik lebih mudah atau cepat di anestesi dari pada saraf-saraf motorik karena penampang yang lebih kecil dan selubung myelin saraf sensorik yang lebih tipis.
5
Kontra indikasi dari penggunaan anestesi menurut Mochtar, 1998 yaitu: 1) Kelainan didaerah punggung misalnya infeksi kulit 2) Kelainan kardiovaskuler, aritmia, hipertensi 3) Anemia berat 4) Mungkin terjadi komplikasi paca operatif seperti sakit kepala, meningitis
E. Adaptasi Post Sectio Caesaria 1. Adaptasi Fisiologi Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004) meliputi : a.
Involusi Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1) Involusi uterus Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri : a) Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus Uteri 1 - 2 jari dibawah pusat.
6
b) Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di pertengahan simphisis pubis dan pusat. c) Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba. 2) Involusi tempat melekatnya placenta Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium
ini
memungkinkan
untuk
implantasi
dan
pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang. b.
Lochea Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama. Menurut pembagiannya sebagai berikut : 1) Lochea rubra Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua. 2) Lochea sanguinolenta Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke-3 - 6 post partum.
7
3) Lochea serosa Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10. 4) Lochea alba Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 - 2 minggu setelah melahirkan. 2.
Adaptasi psikososial Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004) yaitu : a.
Fase “taking in” (Fase Dependen) 1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. 2) Beberapa
hari
setelah
melahirkan
akan
menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat. 3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang
pengalaman
kehamilan,
melahirkan
dan
rasa
ketidaknyamanan.
8
b.
Fase “taking hold” (Fase Independen) 1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya. 2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya. 3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya.
3)
Fase “letting go” (Fase Interdependen) 1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru. 2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat. 3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya
F. Fase-Fase penyembuhan luka Pada proses penyembuhan luka terdapat beberapa fase yaitu (Smeltzer, 2001) : 1.
Fase I (inflamasi) Fase penyembuhan luka, leukosit menerima bakteri dan jaringan rusak, fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Fase ini berlangsung selama 3 hari.
2.
Fase II (Proliferasi) Berlangsung 3 hari sampai 6 minggu setelah pembedahan, leukosit mulai menghilang dan berisi kolagen, serabut protein putih,
9
sehingga kolagen akan menunjang luka dengan baik. Setelah pembedahan kolagen harus bertumpuk dan darah menurun. 3.
Fase III (Maturasi). Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan klien akan mengeluh gatal pada sekitar luka dan kolagen terus menimbun sehingga luka menciut dan menjadi regang.
4.
Fase IV Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, kolagen tetap ditimbun dan luka semakin kecil. Tegang serta timbul rasa gatal di sekitar luka.
G. Penatalaksanaan Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya: 1. Penatalaksanaan secara medis a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol. b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat. c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan. 4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
10
2. Penatalaksanaan secara keperawatan a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat c. Mobilisasi Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. d. Pemulangan Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi
H. Pengkajian Fokus Post SC Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC Menurut Doenges, 2001 yaitu: 1.
Pengkajian dasar data klien Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran caesarea
2.
Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml.
3.
Integritas ego Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
11
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru. 4.
Eliminasi Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
5.
Makanan / Cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
6.
Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal epidural
7.
Nyeri / Ketidaknyamanan Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya trauma
bedah/insisi,
nyeri
penyerta,
distensi
kandung
kemih/abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering. 8.
Pernafasan Bunyi paru jelas dan vesikuler
9.
Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh, jalur parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan
12
10. Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak. 11. Pemeriksaan diagnostik Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis : kultur urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
13
I.
Pathways Keperawatan
14
J.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post SC dengan indikasi pre eklamsia adalah 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan 3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan perentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan 4. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri 6. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi 7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi 8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses pasca persalinan.
K. Fokus Rencana Keperawatan dan Rasional Fokus rencana keperawatan untuk diagnosa yang muncul pada pasien post SC indikasi pre eklamsia adalah 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Doenges, 2001). Tujuan : Mempertahankan kepetanan jalan nafas. KH : Bunyi nafas bersih
15
Itervensi : a.
Awasi frekuensi pernafasan Rasional : Untuk mengetahui peningkatan RR
b.
Catat kemudahan bernafas Rasional : Menentukan apakah klien memerlukan alat bantu atau tidak
c.
Tinggikan apek 30-45 derajat Rasional : Membantu pengaturan nafas agar tidak sesak
d.
Dorong batuk efektif dan nafas dalam Rasional : Mengeluarkan sekret
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitus jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001). Tujuan : Nyeri berkurang/hilang KH : - Klien merasa nyeri berkurang /hilang - Klien dapat istirahat dengan tenang Intervensi a.
Kaji skala nyeri dan karakteristik alokasi karakteristik termasuk kualitasnya frekuensi, kwalitasnya
Rasional : Untuk mengetahui tingkatan nyeri dan menentukan tindakan selanjutnya
16
b.
Monitor tanda –tanda vital Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat
c.
Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler ,miring Rasional : Untuk mengurangi nyeri
d.
Dorong penggunaan teknik relaksasi misal latihan nafas dalam Rasional : Merileksasikan otot, mengalihkan perhatian dan sensori nyeri
e.
Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang Rasional : Untuk mengurangi nyeri
f.
Kolaborasi pemberian anal getik sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mempercepat proses penyembuhan
3. Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan parentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000) Tujuan : tidak terjadi infeksi KH
:- Tidak ada tanda- tanda infeksi (rubor, tulor, dolor, tumor, dan fungsiolaesa ) - Tanda- tanda fital normal terutama suhu (36-37 ˚C)
Intervensi a.
Monitor tanda-tanda vital Rasional : Suhu yang meningkat dapat menunjukan terjadinya infeksi
17
b.
Kaji luka pada abdomen dan balutan Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus
c.
Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, teknik rawat luka denga anti septik Rasional : Mencegah kontaminasi silang atau penyebaran organisme infeksius
d.
Catat /pantau kadar Hb dan Ht Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan
e.
Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
4.
Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doenges, 2001) Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, meminimalkan devisit volume cairan KH
: Membran mukosa lembab, kulit tak kering Hb 12gr %
Intervensi : a.
Ukur dan catat pemasukan pengeluaran Rasional : Dokumentasi
yang
akurat
akan
membantu
dalam
mengidentifikasikan
pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi
18
b.
Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai lab, misal privesi, posisi duduk , mengalir dalam bak Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan
c.
Catat munculnya mual /muntah Rasional : Masa post operasi semakin lama durasi anestesi semakin besar beresiko untuk mual
d.
Periksa pembalut , banyaknya pendaraan Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi
e.
Beri cairan infus sesuai program Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi resmi pembedahan dan nyeri (Doenges,2001) Tujuan : klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa di sertai nyeri KH.: Klien dapat mengidentivikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktvitas Intervensi : a.
Kaji respon pasien terhadap aktivitas Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan kelemahan, keletihen yang berkenaan dengan aktivitas
19
b.
Catat tipe anestesi yang di berikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien
c.
Anjurkan klien untuk istirahat Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenega untuk beraktivitas, klien dapat rileks
d.
Bantu dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan klien terpenuhi
e.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap Rasional : Dapat meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional
6.
Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi (Doenges,2001) Tujuan : Konstipasi tidak terjadi KH : Klien dapat mengerti penyebab konstipasi klien dapat BAB tidak peras. Intervensi : a.
Kaji pada klien apakah ada gangguan dalam BAB Rasional : Untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam BAB
b.
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang banyak mangandung serat Rasional : Cairan dan makanan serat dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi
20
c.
Anjurkan untuk minum yang banyak Rasional : Untuk merangsang eliminasi
d.
Kolaborasi pemberian obat supositoria Rasional : Untuk melunakan feses
7. Tidak efektifnya laktasi b/d perpisahan dengan bayi (Carpenito, 2000) Tujuan : Ibu dapat menyusui secara aktif KH : Ibu dapat membuat suatu keputusan berdasarkan informasi tentang metode menyusui bayi Intervensi : a.
Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting Rasional : Menentukan kemampuan untuk memberikan perawatan yang tepat
b.
Anjurkan tekhnik breast care dan menyusu yang efektif Rasional : Memperlancar ASI
c.
Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI eksklusif Rasional : ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi sebagai pertumbuhan optimal
d.
Anjurkan bagaimana cara memeras, menangani, menyimpan dan memberikan ASI yang benar Rasional : Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap hygiene bagi bayi
21
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang protein pasca persalinan (Doenges, 2001) Tujuan : Klien dapat mengerti dan memahami cara protein secara persalinan KH : Klien dapat belajar dan menyerap informasi yang di berikan dapat melakukan perawatan post portum, Intervensi : a. Kaji Kesiapan dan motivasi klien untuk belajar Rasional : Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi b. Kaji keadaan fisik klien Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima penyuluhan c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan membantu tonus otot e. Demonstrasikan tekhnik perawatan diri Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru
22