BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Program Keluarga Berencana (KB) KB menurut WHO (World Health Organization) dalam Suratun dkk (2008) adalah tindakan
yang membantu pasangan suami isteri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga. Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga, KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, memiliki jumlah anak yang ideal, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 visi dan misi BKKBN berubah menjadi “Penduduk Seimbang 2015” dan “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” yang merupakan hasil revitalisasi visi misi sebelumnya yakni “Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan visi misi baru tersebut: Pertama, mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan kependudukan guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan. Kedua, mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil bahagia sejahtera (Mardiyah, 2010). Program KB Nasional merupakan komponen pembangunan nasional dengan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera telah berhasil mencegah kelahiran minimal 100 juta pada Tahun 2008. Program ini meliputi pengendalian
kelahiran dan pembinaan kesehatan
reproduksi serta
pembangunan keluarga sebagai “beyond family planning”, dengan arah kebijakan Program KB Nasional Tahun 2010 sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin, berpendidikan rendah, PUS muda dengan paritas tinggi, daerah kepenghuluan, tertinggal, terpencil, perbatasan dan daerah dengan unmet need tinggi.
2.
Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alat kontrasepsi MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang).
3.
Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi bagi keluarga dan individu untuk meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak dalam mewujudkan keluarga sehat dengan jumlah anak ideal serta pencegahan berbagai penyakit seksual dan alat reproduksi.
4.
Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga dan pendewasaan usia perkawinan.
5.
Peningkatan kemampuan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak, pembinaan kesehatan ibu, bayi dan anak serta pembinaan kualitas hidup keluarga secara terpadu.
6.
Pemberdayaan ketahanan keluarga akseptor KB untuk mewujudkan kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
7.
Mengoptimalkan upaya-upaya advokasi, promosi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Program KB Nasional.
8.
Pembinaan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di lini lapangan dan kualitas manajemen pengelolaan Program KB Nasional
9.
Peningkatan kualitas pengelolaan data dan informasi program KB Nasional (BKKBN, 2009)
2.2.
Program KB Mandiri Secara kronologis konsep Program KB mandiri secara nasional berawal dari anjuran Presiden
Soeharto (Januari 1987) bahwa hendaknya program KB diikuti oleh masyarakat atas kesadarannya dan kebutuhannya sendiri. Ada atau tidak ada penerangan dan pelayanan KB dari pemerintah maka hendaknya masyarakat tetap melaksanakan KB demi kesehatan, kebahagiaan serta kesejahteraan keluarga masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Berangkat dari anjuran Presiden tersebut maka selanjutnya program KB dapat diformulasikan secara konseptual dan dideskripsikan secara operasional. Adapun konsep dasar program KB mandiri terletak pada sikap dan perilaku kemandirian masyarakat. Hal ini dapat dimanifestasikan pada lepasnya ketergantungan peserta KB dari pihak lain, dalam arti mental maupun ekonomis material. Mandiri secara mental artinya keikutsertaan masyarakat dalam ber-KB berasal dari inisiatifnya sendiri, sedangkan mandiri secara ekonomis material artinya peserta KB mau memenuhi kebutuhannya sendiri dalam memperoleh pelayanan KB. Secara ordinal ada tiga macam tingkat peserta KB mandiri yaitu: pramandiri, mandiri parsial, dan mandiri atau mandiri penuh. a.
Pramandiri yaitu seseorang yang keikutsertaanya dalam ber-KB masih tergantung pada anjuran orang/pihak lain dan sepenuhnya masih mengantungkan subsidi dari orang/pihak lain dalam mendapatkan pelayanan KB.
b.
Mandiri parsial yaitu seseorang yang keikutsertaannya dalam ber-KB berada diantara pramandiri dan mandiri atau mandiri penuh.
c.
Mandiri atau mandiri penuh yaitu seseorang yang keikutsertaannya dalam ber-KB didasarkan atas inisiatif sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB.
Gerakan KB mandiri pada dasarnya menganjurkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas ber-KBnya dari mandiri parsial ke mandiri atau dari pramandiri menjadi mandiri. Di samping itu gerakan ini juga menjaga para peserta KB mandiri untuk dapat mempertahankan kemandiriannya tersebut (Supriyoko, 1990).
2.3.
Tujuan Program KB Program KB merupakan salah satu cara yang tepat dan digunakan untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan keluarga khususnya wanita. Program KB memiliki beberapa tujuan yaitu: a.
Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk dan dalam hal ini tentunya akan diikuti dengan penurunan angka kelahiran.
Universitas Sumatera Utara
b.
Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c.
Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
d.
Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.
e.
Tujuan akhir KB adalah tercapainya keluarga berkualitas, keluarga yang berkualitas artinya suatu keluarga harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomis (Suratun dkk, 2008).
2.4.
Sasaran Program KB Sasaran program KB terdiri dari dua yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung.
Sasaran langsung program KB adalah pasangan usia subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. Sasaran tidak langsung program KB yaitu; (1) kelompok remaja usia 15-19 tahun, kelompok remaja memang bukan merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan kelompok yang berisiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya alatalat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi. (2) organisasi-organisasi, lembaga masyarakat dan instansi pemerintah maupun swasta serta tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama yang diharapkan dapat memberi dukungan dalam meningkatkan keluarga berkualitas (Suratun dkk,2008).
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya suatu kehamilan. Upaya ini dapat
bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen dengan memakai cara, alat atau obat-obatan. Kontrasepsi harus memenuhi syarat-sayarat seperti berikut: a.
Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.
b.
Efek samping yang merugikan tidak ada.
c.
Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan.
d.
Tidak mengganggu hubungan sanggama
e.
Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya.
f.
Cara penggunaannya sederhana.
g.
Harganya murah sehingga dapat dijangkau masyarakat luas.
h.
Dapat diterima oleh pasangan suami isteri (Achsin, 2003).
Secara medis persyaratan penggunaan metode kontrasepsi dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu: 1.
Kondisi di mana tidak ada pembatasan apa pun dalam penggunaan metode kontrasepsi
2.
Penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan risiko yang diperkirakan akan terjadi
3.
Risiko yang diperkirakan lebih besar daripada manfaat penggunaan kontrasepsi
4.
Risiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut digunakan.
Kontrasepsi diperlukan untuk beberapa kondisi medis yang akan meningkatkan risiko jika terjadi kehamilan, yaitu: a.
Hipertensi (tekanan darah > 160/100/mmHg)
b.
Diabetes; insulin dependen; dengan nefropati/neuropati/retinopati/ atau penyakit vaskular lain atau > 20 tahun telah menderita diabetes
c.
Penyakit jantung iskemik
d.
Stroke
e.
Penyakit jantung katup dengan hipertensi
Universitas Sumatera Utara
f.
Karsinoma endometrium atau ovarium
g.
Infeksi Menular Seksual
h.
HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
i.
Sirosis hati
j.
Hepatoma
k.
Penyakit trofoblas ganas Tuberkulosis, dengan catatan pada keadaan-keadaan ini perlu dipilihkan metode kontrasepsi
yang lebih efektif (BKKBN, 2003). Metode kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan usia subur secara rasional berdasarkan fase-fase kebutuhan sebagai berikut:
2.5.1.
a.
Fase menunda kehamilan/kesuburan,
b.
Fase menjarangkan kehamilan,
c.
Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan
Fase Menunda Kehamilan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memungkinkan wanita Indonesia menikah
pada usia 16 tahun, yang secara fisik dan emosional mereka belum menunjukkan tanda kematangan. Kehamilan dan persalinan pada usia belasan tahun terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal sehingga diusahakan agar pasangan muda ini menunda kehamilannya sekurang-kurangnya sampai usia 20 tahun. Tahap ini disebut sebagai fase menunda kehamilan, sehingga cara yang cocok antara lain adalah cara sederhana. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan karena risiko terkena infeksi panggul adalah besar sehingga dikhawatirkan menjadi infertil (Siswosudarmo dkk, 2001).
2.5.2.
Fase Menjarangkan Kehamilan Pada usia isteri antara 20-35 tahun merupakan periode usia yang paling baik untuk hamil dan
melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran 2-4 tahun yang dikenal sebagai catur warga. Alasan menjarangkan kehamilan adalah:
Universitas Sumatera Utara
a.
Usia antara 20-35 tahun merupakan usia yang terbaik untuk hamil dan melahirkan.
b.
Segera setelah anak pertama lahir, maka dianjurkan untuk memakai cara yang efektif, baik hormonal maupun AKDR.
c.
Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun di sini tidak/kurang berbahaya karena yang bersangkutan berada pada usia hamil dan melahirkan (Pinem, 2009).
2.5.3.
Fase Menghentikan/Mengakhiri Kehamilan atau Kesuburan Usia isteri di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah memiliki anak lebih dari
2 karena risiko untuk hamil dan melahirkan tinggi baik terhadap anak maupun ibu. Pilihan kontrasepsi yang dianjurkan adalah kontrasepsi mantap. Kontrasepsi pil kurang dianjurkan karena kegagalan pemakaian tinggi dan mempunyai risiko kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan komplikasi (Pinem, 2009).
2.5.4.
Cara-Cara Kontrasepsi Ada beberapa metode kontrasepsi untuk pencegahan kehamilan atau penjarangan kehamilan
dan menghentikan kehamilan atau kesuburan. Tidak seorang pun boleh memaksa seseorang untuk mengikuti program KB. Meskipun demikian, bila akseptor telah mengerti risiko-risiko yang mengancam kesehatan atau bahkan keselamatan akseptor sendiri sehubungan dengan kehamilan dan persalinan, selayaknya akseptor mengikuti program KB atas kesadaran sendiri (BKKBN, 2003). Cara-cara kontrasepsi dapat dibagi menjadi beberapa metode, yaitu: 1.
Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari kondom, coitus interuptus, KB alami (metode kalender, suhu basal dan lendir servik), diafragma dan kontrasepsi kimiawi atau spermasida.
2.
Metode kontrasepsi efektif adalah metode yang dalam penggunaannya mempunyai efektifitas atau tingkat kelangsungan pemakaian tinggi serta angka kegagalan rendah bila dibanding metode kontrasepsi sederhana. Metode kontrasepsi efektif terdiri dari kontrasepsi pil, suntik, implan dan alat kontrasepsi dalam rahim (Arum dan Sujiyatini, 2008).
2.5.5.
Keuntungan dan Efek Samping Kontrasepsi
Universitas Sumatera Utara
Sampai saat ini belum ada cara kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal. Selain memberikan keuntungan, kontrasepsi juga menimbulkan beberapa efek samping yang berhubungan dengan jenis kontrasepsi itu berupa ketidaknyamanan dan ketidakamanan. Menurut BKKBN (2003) beberapa keuntungan dan efek samping kontrasepsi sebagai berikut: 1.
MAL efektifitas tinggi, tidak mengganggu sanggama, tidak ada efek samping secara sistemik, tidak memerlukan pegawasan medis, tidak perlu obat/alat atau tanpa biaya.
2.
Metode KB alamiah dapat digabung dengan metode kontrasepsi lain dan aman serta murah (tanpa biaya). Efek samping langsung tidak ada, tetapi bila terjadi kegagalan/kehamilan, data menunjukkan timbulnya kelainan-kelainan pada janin sehubungan dengan terjadinya fertilisasi oleh spermatozoa dan ovum yang berumur tua/terlalu matang.
3.
Metode senggama terputus, efektif bila digunakan dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI, dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lain, tidak ada efek samping, tidak memerlukan alat, dan murah.
4.
Kondom murah, mudah didapat (tidak memerlukan resep dokter), tidak memerlukan pengawasan, dan mengurangi kemungkinan penularan penyakit menular seksual. Efek samping pada sejumlah kecil kasus terdapat reaksi alergik terhadap kondom karet dan mengurangi kenikmatan berhubungan seksual.
5.
Diafragma efektif bila digunakan dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI, tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang sampai 6 jam sebelumnya, tidak mengganggu kesehatan pemakai, dan tidak mempunyai pengaruh sistemik. Efek samping yang ditimbulkan di antaranya infeksi saluran uretra, rasa nyeri pada tekanan terhadap kandung kemih/rektum dan timbul cairan vagina berbau jika dibiarkan lebih dari 24 jam.
6.
Kap serviks efektif meskipun tanpa spermasida, tidak terasa oleh suami pada saat sanggama, dapat dipakai oleh perempuan sekalipun ada kelainan anatomis/fungsional dari vagina, jarang terlepas selama sanggama. Efek samping di antaranya timbulnya cairan yang sangat berbau bila kap serviks dibiarkan terlalu lama di dalam vagina dan memungkinkan timbulnya toksik
Universitas Sumatera Utara
syok sindrom, infeksi traktus urinarius yang berulang-ulang, bertambahnya abnormalitas serviks sehubungan dengan HPV (Human Papilloma Virus). 7.
Spons, efek samping yang ditimbulkan iritasi atau reaksi alergi yang umumnya disebabkan oleh spermisidnya, kemungkinan infeksi vagina oleh jamur bertambah besar dan kemungkinan timbulnya toksik syok sindrom (10 per 100.000 akseptor per tahun).
8.
Spermisida efektif seketika (busa dan krim), tidak mengganggu produksi ASI, dapat digunakan sebagai pendukung metode lain, tidak mengganggu kesehatan pemakai, tidak mempunyai pengaruh sistemik, mudah digunakan, meningkatkan lubrikasi selama hubungan sanggama dan tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus. Efek samping penggunaan di antaranya iritasi vagina, iritasi penis dan tidak nyaman, serta gangguan rasa panas di vagina.
9.
Pil kombinasi memiliki efektifitas tinggi (hampir menyerupai efektifitas tubektomi), bila digunakan setiap hari, risiko terhadap kesehatan sangat kecil, tidak mengganggu hubungan sanggama, siklus haid menjadi teratur, banyak darah haid berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid, dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakan untuk mencegah kehamilan, dapat digunakan sejak usia remaja hingga menoupause, mudah dihentikan setiap saat, kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan, dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat dan membantu mencegah kehamilan etopik, kanker ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak pada payudara, disminore atau akne. Efek samping pemakaian kontrasepsi ini di antaranya amenorea, mual, pusing atau muntah (akibat reaksi anafilaktik) dan perdarahan pervaginam/spotting.
10.
Minipil sangat efektif bila digunakan secara benar, tidak mengganggu hubungan sanggama, tidak memengaruhi ASI, kesuburan cepat kembali, nyaman dan mudah digunakan, sedikit efek samping, dapat dihentikan setiap saat, tidak mengandung esterogen, mengurangi nyeri haid, mencegah kanker endrometrium, melindungi dari penyakit radang panggul, dan dapat
Universitas Sumatera Utara
diberikan pada penderita endometriosis. Efek samping di antaranya amenorea dan perdarahan tidak teratur/spotting. 11.
Suntik sangat efektif, pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak memengaruhi hubungan sanggama, tidak mengandung esterogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah, tidak memiliki pengaruh terhadap ASI, sedikit efek samping, akseptor tidak perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause, mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian penyakit jinak payudara, menurunkan krisis anemia bulan sabit. Efek samping
di
antaranya
amenorea,
perdarahan/perdarahan
bercak
(spotting)
dan
meningkatkan/menurunkan berat badan. 12.
Implant daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh esterogen, tidak mengganggun hubungan sanggama, tidak mengganggi ASI, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Efek samping di antaranya amenorea, perdarahan bercak (spotting) ringan, eksplusi, infeksi pada daerah insersi dan berat badan naik/turun.
13.
AKDR efektif dengan proteksi jangka panjang, dapat efektif segera setelah pemasangan, tidak memengaruhi hubungan sanggama, tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), tidak ada interaksi dengan obat-obatan dan membantu mencegah kehamilan ektopik. Efek samping di antaranya amenorea, kejang, perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur, benang yang hilang dan adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP (Penyakit Radang Panggul).
14.
Kontrasepsi mantap sangat efektif, permanen, tidak memengaruhi proses menyusui, tidak bergantung pada faktor sanggama, baik bagi akseptor apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius, pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal, tidak
Universitas Sumatera Utara
ada efek samping dalam jangka panjang dan tidak perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek samping pada produksi hormon ovarium).
2.5.6.
Evaluasi Cara Kontrasepsi Bermacam-macam metode kontrasepsi setelah pemakaiannya harus dievaluasi. Kriteria yang
dilaksanakan untuk evaluasi adalah sebagai berikut: 1.
Efektivitas klinis adalah keunggulan cara kontrasepsi tertentu dalam mencegah terjadinya kehamilan, apabila cara tersebut digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.
Efektifitas kontrasepsi adalah keunggulan cara kontrasepsi tertentu dalam mencegah kehamilan dalam kenyataan penggunaan sehari-hari, meliputi segala sesuatu yang memengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian dan lain-lain.
3.
Akseptabilitas adalah angka (dalam persentase) suami isteri yang menggunakan suatu cara atau kontrasepsi secara terus menerus.
4.
Angka kelangsungan adalah angka yang menunjukkan banyaknya akseptor yang masih menggunakan cara atau alat kontrasepsi.
5.
Angka drop-out adalah jumlah akseptor yang keluar dari cara atau alat kontrasepsi.
6.
Angka tukar cara (rates of change) adalah jumlah akseptor yang menukar cara kontrasepsi dengan cara lain (Mochtar, 1998).
2.6.
Konsep Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2010) yang mengutip pendapat
Anderson dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu:
1.
Faktor pemudah Faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Faktor ini digolongkan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
a.
Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.
b.
Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, pengetahuan, pengalaman sebelumnya, dan sebagainya.
c.
Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakitnya.
2.
Faktor pendukung Faktor ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai pemudah untuk menggunakan pelayanan kesehatan, seseorang tidak akan bertindak untuk menggunakan pelayanan kesehatan, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Dengan kata lain penggunaan pelayanan kesehatan tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Faktor ini terdiri dari sumber daya keluarga, seperti pendapatan keluarga, cakupan asuransi, pihak yang membiayai pelayanan kesehatan. Sumber daya masyarakat, seperti penyedia pelayanan kesehatan dan ketersediaan pelayanan kesehatan misal alat kontrasepsi.
3.
Kebutuhan Faktor pemudah dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau preceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Menurut Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut: 1.
Faktor sosiokultural a.
Norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada pada masyarakat akan memengaruhi seseorang bertindak, termasuk dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
b.
Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan Kemajuan di bidang teknologi dapat mengurangi atau menurunkan angka kesakitan sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi penggunaan pelayanan kesehatan.
2.
Faktor organisasi a.
Ketersediaan sumber daya Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sangat memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudah penggunaannya. Suatu pelayanan kesehatan hanya dapat digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
b.
Keterjangkauan lokasi Berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu tempuh, dan biaya perjalanan. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu, ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pemakaian pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan penyakit ringan.
c.
Keterjangkauan sosial Keterjangkauan sosial terdiri dari dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah pada faktor psikologis, sosial, dan budaya, sedangkan terjangkau mengarah pada faktor ekonomi.
d.
Karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan. Bentukbentuk pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktik tunggal, praktik swasta atau lainnya membawa pola pemanfaatan yang berbeda-beda.
3.
Faktor yang berhubungan dengan konsumen Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan. Kebutuhan terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need).
Universitas Sumatera Utara
Perceived need dipengaruhi oleh: a.
Faktor sosiodemografi, yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi.
b.
Faktor sosiopsikologis, yang terdiri dari persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter.
c. 4.
Faktor epidemiologis, yang terdiri dari mortalitas, morbiditas, dan faktor risiko.
Faktor yang berhubungan dengan tenaga/petugas kesehatan a.
Faktor ekonomi Konsumen tidak sepenuhnya memiliki preferensi yang cukup terhadap pelayanan yang akan diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ke tangan provider
b.
Karakteristik dari petugas kesehatan (provider) Yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan tersebut.
2.7. 2.7.1.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi Faktor Pemudah Menurut Notoatmodjo (2010), faktor pemudah adalah faktor yang dapat mempermudah
terjadinya perilaku atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Faktor ini terdiri dari : 1.
Umur Umur adalah jumlah tahun kehidupan yang dijalani seseorang yang dihitung berdasarkan hari
ulang tahun terakhir (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007). Menurut UNICEF (United International Children Emergency Found) dalam Rokhana (2005), umur atau usia dibagi menjadi umur < 20 tahun merupakan umur yang kurang baik untuk bereproduksi, karena secara fisik dan emosional belum menunjukkan kematangan. Umur 20-35 tahun merupakan umur reproduksi yang baik, sebaliknya umur > 35 tahun akan lebih sering menghadapi komplikasi selama kehamilan dan pada saat melahirkan serta akan memengaruhi kelangsungan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Tingkat Pendidikan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Sehingga tingkat pendidikan dapat diartikan sebagai jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh seseorang. 3.
Pekerjaan Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-
macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Pekerjaan adalah sumber penghasilan, selain itu pekerjaan dapat menumbuhkan harga diri. Seorang yang tidak bekerja lambat laun akan kehilangan harga dirinya sebagai seorang yang belum mampu berbuat sesuatu. Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan dan sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam susunan masyarakat selalu ada pembagian kerja yaitu; petani, karyawan perusahaan/industri, pegawai negeri, guru, dosen, manajer dan lain-lain (Anoraga, 2006). 4.
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera
Universitas Sumatera Utara
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan terbagi atas 6 (enam) tingkat, sebagai berikut: a.
Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
b.
Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c.
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya)
d.
Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.
Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f.
Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2010).
2.7.2.
Faktor Pendukung Faktor pendukung adalah faktor yang mendorong atau memfasilitasi terjadinya perilaku atau
tindakan. Faktor ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai pemudah untuk menggunakan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan, seseorang tidak akan bertindak untuk menggunakan pelayanan kesehatan, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Dengan kata lain penggunaan pelayanan kesehatan tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar (Notoatmodjo, 2003). Faktor ini terdiri dari: 1.
Pendapatan Keluarga Menurut Rokhana (2005) yang mengutip pendapat Mulyanto dan Hans , pendapatan adalah
seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu. Menurut Bayu yang dikutip Rokhana (2005), pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah jumlah penghasilan baik berupa uang maupun barang yang diperoleh dari hasil pekerjaannya. 2.
Ketersediaan Alat Kontrasepsi Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut
harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Ketersediaan alat kontrasepsi adalah semua jenis alat kontrasepsi yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya ada pada setiap saat yang dibutuhkan (Azwar, 1996). 3.
Keterjangkauan Biaya Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam
satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Azwar (1996), keterjangkauan biaya adalah biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat karena pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati sebagian masyarakat saja.
2.7.3.
Kebutuhan Menurut Tjiptoherijanto (2008), kebutuhan bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun
terbatas. Kebutuhan merupakan sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus berkembang seiring berjalannya waktu. Kebutuhan merupakan faktor mendasar dan merupakan stimulus langsung dari individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila faktor pemudah dan pendukung itu ada. Termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan/dipersepsikan (seperti kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidak mampuan bekerja) dan hal-hal yang dinilai (seperti tingkat beratnya penyakit dan gejala menurut diagnosis klinis dokter) (Notoatmodjo, 2010)
2.8. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor pemudah : a. Umur b. Tingkat Pendidikan c. Pekerjaan d. Pengetahuan Faktor pendukung a. Pendapatan keluarga b. Ketersediaan alat kontrasepsi c. Keterjangkauan biaya
Penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur
Kebutuhan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Definisi Konsep 1.
Faktor pemudah adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan PUS dalam
menggunakan
alat kontrasepsi. Dalam hal ini diukur dari umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan. 2.
Faktor pendukung adalah faktor yang mendorong atau memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan PUS dalam menggunakan alat kontrasepsi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Dalam hal ini diukur dari pendapatan keluarga, ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan biaya.
3.
Kebutuhan adalah faktor mendasar dan merupakan stimulus langsung dari individu (PUS) untuk menggunakan alat kontrasepsi apabila faktor pemudah dan pendukung ada.
Universitas Sumatera Utara
4.
Penggunaan alat kontrasepsi adalah pemakaian suatu jenis atau alat kontrasepsi oleh PUS.
5.
PUS adalah pasangan suami isteri yang berstatus menikah dimana isteri berumur 15-49 tahun.
2.9. Hipotesis Penelitian Ada pengaruh faktor pemudah (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan), pendukung (pendapatan keluarga, ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan biaya) dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara