BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kepemimpinan Menurut Robbins (2008:93) kepemimpinan menyangkut hal mengatasi
perubahan. terhadap
Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi masa
depan
kemudian
mereka
menyatukan
orang
dengan
mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintanganrintangan.
Keadaan ini menggambarkan suatu kenyataan bahwasanya
kepemimpinan sangat diperlukan jika suatu organisasi atau perusahaan memiliki perbedaan dengan yang lainnya adalah dapat dilihat dari sejauh mana kepemimpinan didalamnya dapat bekerja secara efektif. Pada kepemimpinan itu terdapat 3 (tiga) unsur-unsur yaitu, kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, dan untuk mencapai tujuan tertentu. Indriyo Gitosudarmo dalam Ardana (2008:89) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Wahjono
(2010:266)
menyatakan
bahwa
Hersey dan Blanchard dalam para
pemimpin
yang
sukses
menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan kesiapan dan kematangan para pengikutnya untuk bekerja dalam situasi tertentu.
6 Universitas Sumatera Utara
7
2.2.
Kepemimpinan Transformasional
Bass dalam Luthans (2006:654) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu: 1. Karisma:
memberikan visi dan misi, memunculkan rasa bangga,
mendapatkan respek dan kepercayaan. 2. Inspirasi:
mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol-
simbol untuk memfokuskan usaha, mengekspresikan tujuan penting dalam cara yang sederhana. 3. Simulasi intelektual:
menunjukkan intelegensi, rasional, pemecahan
masalah secara hati-hati. 4. Memerhatikan individu:
menunjukkan perhatian terhadap pribadi,
memperlakukan karyawan secara individual, melatih, menasehati. Bass dalam Diety (2010:25) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya yaitu dengan: 1. Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. 2. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok. 3. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. Robbins (2008:90) menyatakan pemimpin transformasional (transformational leaders) adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi yang luar biasa.
Universitas Sumatera Utara
8
Muchlas (2005:46) menyatakan para pemimpin transformasional adalah mereka yang memberikan pertimbangan perseorangan dan stimulasi intelektual dan mereka yang memiliki kharisma. 2.3.
Kepemimpinan Transaksional
Robbins (2008:90) menyatakan pemimpin transaksional (transactional leaders) adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Muchlas (2005:46) menyatakan para pemimpin transaksional adalah mereka yang membimbing dan memotivasi para bawahan menuju kearah pembuatan beberapa tujuan dengan menjelaskan peranan dan tugas-tugas yang diperlukan. Bass dalam Diety (2010:28) menyatakan hubungan antara pemimpin transaksional dengan bawahan terjadi jika: 1.
Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa mereka akan memperoleh apa yang diinginkan apabila kinerja mereka memenuhi harapan.
2.
Pemimpin memberikan atau menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan atau janji memperoleh imbalan.
3.
Pemimpin responsive terhadap kepentingan pribadi bawahan selain kepentingan pribadi itu sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh bawahan.
Universitas Sumatera Utara
9
2.4.
Kepuasan Kerja Luthans (2006:243) menyatakan kepuasan kerja merupakan hasil dari
persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.. terdapat enam dimensi yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja antara lain pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, pengawasan, kelompok kerja, dan kondisi kerja. Menurut Porter dalam Ardana (2008:23) kepuasan kerja adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada (faktual). Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya ada (faktual) seseorang cenderung semakin puas. Sedangkan menurut Sunarto (2004:100) Istilah Kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Seorang dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu; seorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Sunarto (2004:112) menyatakan hal-hal yang menentukan kepuasan kerja yaitu kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan, dan pengaruh gen. Sedangkan Efek Kepuasan kerja pada Kinerja karyawan yaitu: produktifitas, kemangkiran dan tingkat keluar masuknya karyawan. Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dan produktif. Selain itu, karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki angka kemangkiran yang rendah dan juga mengakibatkan tingkat keluar masuk (turn over) karyawan juga rendah.
Universitas Sumatera Utara
10
2.5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Herzberg dalam Ardana (2008:23), ada lima aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain: a. Kompensasi b. Promosi (peningkatan jabatan) c. Lingkungan Fisik (ventilasi, warna, penerangan, bunyi dan lain-lain) d. Lingkungan Non Fisik (hubungan kerja dengan atasan-bawahan, ataupun rekan sekerja, kesempatan dalam pengambilan keputusan) e. Karakteristik Pekerjaan (variasi pekerjaan, prospek pekerjaan) Menurut Luthans dalam Ardana (2008:23), ada enam aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain: a. Pembayaran b. Work it-self c. Promosi d. Supervisi e. Kelompok Kerja f. Kondisi Kerja Menurut Gilmer dalam Ardana (2008:23), ada sepuluh aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain: a. Keamanan b. Kesempatan Untuk Maju c. Perusahaan dan Manajemen d. Upah/gaji
Universitas Sumatera Utara
11
e. Aspek Intrinsik dari pekerjaan f. Supervisi g. Aspek sosial dari pekerjaan h. Komunikasi i. Kondisi Kerja j. Benefits Sunarto (2004:112), menyatakan faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah: a.
Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang secara mental kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. b.
Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang.
Universitas Sumatera Utara
12
Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang lebih diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula, karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktek promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka. c.
Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, keributan, dan faktor-faktor lingkungan terlalu panas atau terlalu remang-remang. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat dan peralatan yang memadai.
d.
Rekan sekerja yang mendukung Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung ke kepuasan kerja yang
Universitas Sumatera Utara
13
meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. e.
Kesesuaian antara kepribadian pekerjaan Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan pekerjaan akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan. Pada hakekatnya logika adalah: orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, dengan demikian lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut; dan karena sukses ini, mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.
f.
Ada dalam Gen Sebanyak 30 persen dari kepuasan individual dapat dijelaskan oleh keturunan. Analisis tentang data kepuasan bagi sampel individual terseleksi selama periode 50 tahun menemukan bahwa hasil individual itu mantap secara konsisten sepanjang waktu, bahkan bila orang-orang berganti majikan untuk mana mereka bekerja dan kedudukan mereka. Riset ini dan riset lainnya mengemukakan bahwa sebagian besar dari kepuasan beberapa orang ditentukan secara genetis. Artinya, disposisi seseorang terhadap hidup-positif atau negatif-ditentukan oleh bentukan genetiknya, bertahan sepanjang waktu, dan dibawa serta ke dalam disposisinya
Universitas Sumatera Utara
14
terhadap kerja.
Dengan adanya bukti ini, mungkin baik bahwa, sekurang-
kurangnya bagi beberapa karyawan, tidak banyak yang dapat dilakukan manajer untuk mempengaruhi kepuasan karyawan. Memanipulasi karakteristik karyawan, kondisi kerja, imbalan, dan kecocokan pekerjaan bisa mempunyai efek yang kecil. Hal ini menyarankan bahwa para manajer hendaknya memusatkan perhatian pada seleksi karyawan: jika anda ingin memuaskan karyawan, pastikan bahwa anda menyaring keluar pembuat masalah yang negatif, yang tidak bisa menyesuaikan diri, yang membuat kacau, dan yang mendapatkan sedikit kepuasan dalam segala sesuatu di sekitar pekerjaan mereka. 2.6.
Efek Kepuasan Kerja
Efek kepuasan kerja ada tiga yaitu: 1. Kepuasan dan produktivitas Seorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang produktif.
Jika
karyawan melakukan suatu pekerjaan yang baik, secara intrinsik karyawan merasa senang dengan hal itu.
Lagi pula, dengan mengandaikan bahwa organisasi
memberikan ganjaran untuk produktivitas, produktivitas yang lebih tinggi seharusnya meningkatkan pengakuan verbal, tingkat gaji, dan probabilitas untuk dipromosikan. Ganjaran-ganjaran ini selanjutnya menaikkan kepuasan karyawan pada pekerjaan. 2. Kepuasan dan kemangkiran Pekerja dengan kepuasan yang tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi daripada mereka dengan tingkat kepuasan lebih rendah.
Penemuan ini tepat
Universitas Sumatera Utara
15
seperti apa yang kita harapkan jika kepuasan berkolerasi secara negatif dengan kemangkiran. 3. Kepuasan dan tingkat keluar-masuknya karyawan Kepuasan juga dihubungkan secara negatif dengan keluarnya (turnover) karyawan, tetapi korelasi itu lebih kuat daripada yang kita temukan pada kemangkiran.
Faktor-faktor lain seperti misalnya kondisi pasar kerja,
pengharapan mengenai kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja dalam organisasi itu sebenarnya merupakan kendala yang penting pada keputusan untuk meninggalkan pekerjaan sekarang. Hasibuan (2000:200) menyatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan halhal, seperti: 1. Kepuasan kerja dan kedisiplinan Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka kedisiplinan karyawannya rendah. 2. Kepuasan kerja dan umur karyawan Umur karyawan mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang masih muda tuntutan kepuasan kerjanya lebih tinggi dibandingkan dengan umur karyawan yang sudah tua. 3. Kepuasan kerja dan organisasi Besar kecilnya organisasi mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, semakin besar organisasi, kepuasan kerja karyawan semakin menurun karena peranan karyawan
Universitas Sumatera Utara
16
semakin kecil dalam mewujudkan tujuan. Pada organisasi yang kecil, kepuasan kerja karyawan akan semakin besar karena peranan mereka semakin besar dalam mewujudkan tujuan. 4. Kepuasan kerja dan kepemimpinan Kepuasan
kerja
karyawan
banyak
dipengaruhi
sikap
pimpinan
dalam
kepemimpinannya. Kepemimpinan partisipan memberikan kepuasan kerja bagi karyawannya karena karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijaksaanaan perusahaan. Menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005:190) bahwa teori-teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: 1. Discrepancy Theory ( Teori Perbedaan) Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.
Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja
seseorang tergantung pada perbedaan antara nilai dari harapan yang diinginkan dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya atas kenyataan karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai. 2. Equity Theory (Teori Keseimbangan) Equity Theory pertama kali dikembangkan oleh Adam (1963). Adapun pendahulu teori ini adalah Zeleznik (1958). Prinsip teori ini adalah bahwa organisasi akan merasa puas dan tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi yang diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor) Teori dua faktor yaitu faktor yang membuat orang merasa puas dan faktor yang membuat orang merasa tidak puas.
Dalam pandangan lain dua faktor yang
dimaksud dalam teori ini adalah adanya dua rangkaian kondisi, pertama kondisi yang menyebabkan orang merasa tidak puas.
Jika kondisi itu ada dan tidak
diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi. Kondisi kedua digambarkan sebagai rangkaian kondisi intrinsik, apabila kepuasan kerja terdapat dalam pekerja akan menggerakkan tingkat motivasi yang baik. 2.7.
Penelitian Terdahulu Diety (2010) melakukan penelitian ”Analisis perbedaan kepuasan kerja
karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional pada kantor divisi regional 1 PT. Telkom Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kepuasan kerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional.
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis perbandingan rata-rata, dengan menggunakan uji paired sampled t test. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Penelitian menggunakan 68 orang responden. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji paired sampled t test diketahui bahwa rata-rata kepuasan kerja karyawan ketika dipimpin oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional sebesar 42.1176 sedangkan rata-rata kepuasan kerja karyawan ketika dipimpin oleh pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional sebesar 38.0441 yang berarti bahwa ada
Universitas Sumatera Utara
18
perbedaan kepuasan kerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Dewi Sutraningtyas (2008) melakukan penelitian yang berjudul ”Perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan Detasemen Markas Kodam Jaya”. Penelitian ini melibatkan 162 karyawan atau anggota Detasemen Markas Kodam Jaya sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pekerja di Detasemen Markas Kodam Jaya, berusia 20-50 tahun dan karyawan telah bekerja bersama atasannya minimal 3 bulan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
nonprobability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan uji one way annova. Alat ukur yang digunakan adalah skala gaya kepemimpinan yang diterjemahkan dari skala LBDQ XII kemudian ditambahkan itemnya oleh peneliti dan skala kepuasan kerja yang disusun sendiri oleh peneliti. Hasil analisa data menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan dengan signifikansi atau p = 0.000.
bawahan yang mempersepsikan
atasannya memiliki struktur inisiasi dan konsiderasi yang tinggi memiliki skor yang paling tinggi (x = 88.633), sedangkan karyawan yang mempersepsikan atasannya rendah pada struktur inisiasi dan konsiderasi memiliki mean skor yang paling rendah (x = 59.785). implikasi dari penelitian ini berguna bagi pihak instansi atau perusahaan dan pemimpin, yakni instansi atau perusahan dapat memberikan
pelatihan
atau
mengarahkan
pemimpin-pemimpinnya
untuk
menggunakan gaya kepemimpinan yang dianggap ideal sehingga kepuasan kerja
Universitas Sumatera Utara
19
karyawan dapat meningkat.
Sedangkan bagi pemimpin dapat berusaha
menyeimbangkan kedua dimensi gaya kepemimpinan agar dapat meningkatkan kepuasan kerja. 2.8.
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan penjelasan secara teoritis pertautan
antara variabel yang diteliti (Sugiyono, 2006:47). Menurut Wahjono (2010:96) kepemimpinan transaksional mencakup hubungan pertukaran antara pemimpin dan pengikut tetapi kepemimpinan transformasional lebih mendasarkan pada pergeseran nilai dan kepercayaan pemimpin, serta kebutuhan pengikutnya. Luthans
dalam
Wahjono
(2010:96)
menyimpulkan
bahwa
pemimpin
transformasional memiliki karakter antara lain: mengidentifikasi dirinya sebagai alat perubahan, berani, mempercayai orang, motor penggerak nilai, pembelajar sepanjang masa, memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas dan ketidakpastian serta visioner. Sedangkan pemimpin transaksional adalah yang memandu atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas. Robins (2008:90) pemimpin transaksional mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Sedangkan pemimpin transformasional menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya.
Universitas Sumatera Utara
20
Kepuasan kerja merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber daya
manusia,
karena
secara
langsung
maupun
tidak
langsung
akan
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa yang diberikan walaupun balas jasa itu penting, Hasibuan (2000:199). Berdasarkan teori-teori tersebut, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut : Kepuasan Kerja Karyawan dengan Gaya Kepemimpinan Transformasional
≠
Kepuasan Kerja Karyawan dengan Gaya Kepemimpinan Transaksional
Sumber : Situmorang (2010 :41) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.9.
Hipotesis Hipotesis
merupakan
kesimpulan
sementara
yang
mencerminkan
hubungan antar variabel yang sedang diteliti dan merumuskan hipotesis yang berbentuk alur yang dilengkapi dengan penjelasan kualitatif. Berdasarkan kerangka konseptual diatas, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut ”Ada perbedaan kepuasan kerja karyawan jika ditinjau dari Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional pada PT. Fantasi Utama Nusantara, Hillpark Sibolangit”
Universitas Sumatera Utara