BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja Masa remaja adalah suatu periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, merupakan waktu kematangan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang cepat. Periode ini biasanya digambarkan pertama kali dengan penampakan karakteristik seks sekunder pada sekitar usia 11 sampai dengan 12 tahun dan berakhir dengan berhentinya pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun. Salah satu istilah yang umumnya digunakan dalam menerangkan tahap pertumbuhan dan perkembangan ini yaitu pubertas. Pubertas adalah proses kematangan, hormonal dan pertumbuhan yang terjadi ketika organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan karakteristik seks sekunder mulai muncul (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008). Periode pubertas disebabkan oleh kenaikan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis yang perlahan, dimulai sekitar usia 11 sampai 16 tahun (rata-rata 13 tahun) (Guyton & Hall, 1997). Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu: masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun), dan masa remaja akhir (usia 18 sampai 20 tahun). Masa remaja cenderung mulai dan berakhir lebih awal pada remaja putri daripada remaja putra (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008).
9
10
Pada anak laki-laki, pertumbuhan testes (dengan volume >3 ml atau diameter terpanjang 2,5 cm) dan penipisan skrotum merupakan tanda-tanda pertama pubertas. Ini diikuti dengan pigmentasi skrotum dan pertumbuhan penis, lalu rambut pubis kemudian tumbuh. Pada anak perempuan, kuncupnya payudara biasanya merupakan tanda pertama pubertas (10-11 tahun), diikuti dengan munculnya rambut pubis 6-12 bulan, lalu kemudian diikuti dengan menstruasi pertama (menarche) (Behrman, Kliegman & Arvin, 2000).
2.2 Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya rabas menstruasi ditetapkan sebagai hari pertama siklus endometrium. Lama rata-rata aliran menstruasi adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari) dan jumlah darah rata–rata yang hilang ialah 50ml (rentang 20 sampai dengan 80ml), namun hal ini sangat bervariasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Menurut Anurogo & Wulandari (2011) Siklus menstruasi terdiri dari tiga fase yaitu : 1) Fase folikuler Fase ini dimulai dari hari ke-1 hingga sesaat sebelum kadar LH (luteinizing hormon), hormon gonadotropik yang disekresi oleh kelenjar pituitary anterior serta berfungsi merangsang pelepasan sel telur dan membantu pematangan serta perkembangan sel telur; meningkat dan terjadi pelepasan sel telur atau ovulasi. Dinamakan fase folikuler karena pada masa ini terjadi
11
pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada masa pertengahan fase folikuler, kadar FSH (Follice Stimulating Hormone) meningkat sehingga merangsang pertumbuhan folikel sebanyak 3-30 folikel yang masing-masing mengandung satu sel telur. Hanya satu folikel yang akan terus tumbuh dan yang lainnya akan hancur. Pada suatu siklus, sebagian indung telur dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan hormon progesteron. Indung telur terdiri dari tiga lapisan. Lapisan yang paling atas dan lapisan tengah adalah bagian yang dilepaskan. Sedangkan lapisan dasar akan tetap dipertahankan dan menghasilkan sel-sel baru untuk membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan (Anurogo & Wulandari, 2011). 2) Fase ovulatoir Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat. Pada fase inilah sel telur dilepaskan. Pada umumnya, sel telur dilepaskan setelah 16-32 jam terjadinya peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan tampak menonjol dari permukaan indung telur sehingga akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat terjadi pelepasan sel telur ini, beberapa perempuan sering merasakan nyeri yang hebat pada perut bagian bawah. Nyeri ini akan terjadi selama beberapa menit hingga beberapa jam, mengikuti proses pelepasan sel telur (Anurogo & Wulandari, 2011). 3) Fase luteal Fase ini terjadi setelah pelepasan sel telur dan berlangsung selama 14 hari. Setelah melepaskan sel telur, folikel pecah akan kembali menutup dan membentuk korpus luteum yang menghasilkan progesteron dalam jumlah yang cukup besar.
12
Hormon progesteron ini akan menyebabkan suhu tubuh meningkat. Ini terjadi selama fase luteal dan akan terus tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu badan ini dapat digunakan sebagai perkiraan terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai. Ini akan terus terjadi selama perempuan dalam masa aktif reproduksi, kecuali jika terjadi pembuahan dan menyebabkan kehamilan (Anurogo & Wulandari, 2011).
2.3 Dismenore Secara etimologi, dismenore berasal dari kata dalam bahasa Yunani kuno. Kata tersebut berasal dari “dys” yang berarti sulit, nyeri, abnormal; “meno” yang berarti bulan; dan “rrhea” yang berarti aliran atau arus. Jadi dismenore dapat diartikan sebagai aliran menstruasi yang sulit dan atau menstruasi yang mengalami nyeri (Anurogo & Wulandari, 2011). Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat kolik atau terus menerus (Badziad, 2003). 2.3.1 Patofisiologi Patofisiologi terjadinya dismenore masih belum jelas sampai saat ini karena banyak faktor yang menjadi penyebabnya (Junizar, Sulianingsih & Widya, 2001). Namun saat ini yang paling dipercaya dalam meningkatkan rasa nyeri pada dismenore primer adalah prostaglandin dan leukotrien (Harel, 2006). Di bawah pengaruh progesteron selama fase luteal siklus menstruasi, endometrium yang mengandung prostaglandin meningkat, mencapai tingkat maksimum pada awitan
13
menstruasi (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004). Adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah menstruasi, yang merangsang hiperaktivitas uterus (Price & Wilson, 2005).
Prostaglandin merangsang penekanan otot
(tonus), kontraksi otot rahim dan penekanan pembuluh darah (vasopresi) rahim yang menyebabkan nyeri iskemik dan keluhan terkait lainnya (Suharmiati & Handayani, 2005). Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesteron pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan (Anurogo & Wulandari, 2011). Produksi prostaglandin F meningkat 10 kali lipat dibandingkan dengan wanita tanpa keluhan (Suharmiati & Handayani, 2005). 2.3.2 Klasifikasi Dismenore diklasifikasikan menjadi 2 yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder. 1) Dismenore primer Dismenore primer adalah nyeri haid tanpa kelainan alat-alat genital yang nyata (Simanjuntak, 2008). Dismenore primer ini tidak berhubungan dengan penyebab fisik yang nyata (Morgan, 2009). Dismenore primer biasanya terjadi 6 bulan sampai 12 bulan setelah menarce (Holder, Edmundson, & Erogul, 2011). Oleh karena itu, siklus haid pada bulan pertama setelah menarce umumnya berjenis anovulatoar (tidak disertai dengan pengeluaran ovum) yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam (Simanjuntak, 2008). Biasanya 8-72 jam (Holder, Edmundson & Erogul, 2011). Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha (Simanjuntak, 2008). Bersamaan dengan
14
rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Polat, 2009). Terjadi pada usia antara 15 sampai 25 tahun dan kemudian
hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an dan tidak dijumpai kelainan alat-alat kandungan (Dawood, 2006). 2) Dismenore sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang dijumpai dengan adanya kelainan pada alat-alat genital yang nyata (Simanjuntak, 2008). Dismenore sekunder terjadi akibat berbagai kondisi patologis seperti endometriosis, salfingitis, adenomiosis uteri, dan lain-lain (Schwart, 2005). Dismenore sekunder sering terjadi pada usia > 30 tahun, dimana rasa nyeri semakin bertambah seiring bertambahnya umur dan memburuk seiring dengan waktu (Benson, 2009). 2.3.3 Pengukuran nyeri Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh psikologis, kebudayaan, dan hal lainnya. ada beberapa metode yang dapat di gunakan untuk mengukur intensitas nyeri salah satunya yaitu Verbal Rating Scale (VRS). VRS merupakan suatu metode word list untuk mendesripsikan nyeri yang dirasakan. Pasien diminta memilih kata-kata atau kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul hingga tahap penyembuhan (Benson, 2005). Metode ini terbagi ke dalam beberapa kategori nyeri yaitu: tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) (Dennis, Turk & Melzack, 2011).
15
2.3.4 Karakteristik Dismenore Karakteristik Gejala dismenore berdasarkan derajat nyerinya menurut Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Dismenore ringan Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah perut bawah. b. Dismenore sedang Dismenore yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. c. Dismenore berat Dismenore berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dismenore berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan dismenore.
16
2.3.5 Etiologi a. Faktor endokrin Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus. Disisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot – otot polos. Jika kadar prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah makan seain dismenore dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea, muntah, diare, fushing (respon involunter (tak terkontrol) dari system saraf yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa warna kemerahan atau sensasi panas). Jelaslah bahwa peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting pada timbulnya dismenore primer (Anurogo & Wulandari, 2011). b. Faktor obstruksi kanalis servikalis Penyakit seperti mioma submukosa bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan terjadinya dismenore dikarenakan otot-otot uterus yang berkontraksi
keras
dalam
usahanya
untuk
mengeluarkan
darah
haid
(Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2008). c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis Seperti rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah jenis kelaminnya, dan imaturitas (belum mencapai kematangan) (Anurogo & Wulandari, 2011). Dismenore juga mudah terjadi pada seseorang yang emosionalnya tidah stabil, serta tidak mengerti betul tentang proses haid (Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2008).
17
d. Faktor konstitusi Seperti anemia dan penyakit menahun juga dapat memengaruhi timbulnya dismenore, namun hal tersebut tidak terlepas dari factor kejiwaan. (Anurogo & Wulandari, 2011; Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2008). e. Faktor alergi Penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada hubungannya antara dismenore dengan urtikaria, migraine dan asma (Anurogo & Wulandari, 2011). f. Kondisi patologik Kelainan patologik dapat berupa yang teridentifikasi atau kondisi iatrogenik di uterus, tuba, ovarium, atau pada peritoneum pelvis. Nyeri ini umumnya terasa saat proses-proses patologik tersebut mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, mengubah atau membatasi aliran darah, atau menyebabkan iritasi di peritoneum pelvis (Smith, 2003). 2.3.6 Manifestasi Klinis Gejala utama dari dismenore primer adalah nyeri dapat tajam, dimulai pada saat awitan menstruasi. Nyeri dapat tajam, tumpul, siklik atau menetap; dapat berlangsung dalam beberapa jam sampai 1 hari. Kadang-kadang gejala tersebut dapat lebih lama dari 1 hari tapi jarang melebihi 72 jam, gejala-gejala sistemik yang menyertai berupa mual, diare, sakit kepala dan perubahan emosional (Price & Wilson., 2005). Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik, nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua, tidak dijumpai
18
keadaan patologik pelvik (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardani & Setiowulan, 2005) 2.3.7 Faktor Risiko Factor risiko dari dismenore yaitu : 1) Siklus menstruasi ovulasi Dismenore primer hanya dapat terjadi pada siklus menstruasi ovulatorik (Ehrenthal, Hoffman & Hillard, 2006). Karena setelah terjadinya ovulasi, maka sel-sel folikel tua setelah ovulasi akan membentuk korpus luteum, sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan dan implantasi, maka kadar estrogen dan progesteron di sirkulasi akan menurun drastis. Penarikan kembali kedua hormon steroid tersebut menyebabkan lapisan endometrium yang kaya akan nutrisi dan pembuluh darah itu tidak lagi ada yang mendukung secara hormonal. Penurunan kadar hormon ovarium itu juga merangsang pengeluaran prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh–pembuluh endometrium serta menyebabkan kontraksi uterus. Bila kadar prostaglandin berlebih maka akan memicu dismenore (Sherwood, 2001). 2) Genetik Dismenore primer sebagian besar dialami oleh responden yang mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer pula. Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya dismenore primer. Dua dari tiga wanita yang menderita dismenore primer mempunyai riwayat dismenore primer pada keluarganya (Coleman, 1991).
19
3) Usia menarche kurang dari 12 tahun Menurut Widjanarko (2006) terdapatnya hubungan antara usia menarche terhadap kejadian dismenore primer dikarenakan saat menarche terjadi lebih awal dari normal maka alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan leher rahim, maka akan timbul rasa sakit saat menstruasi (Ehrenthal, Hoffman & Hillard, 2006; Novia & Puspitasari, 2008). 4) Adanya depresi atau anxietas Risiko untuk mengalami dismenore meningkat pada wanita yang mempunyai riwayat dismenore dan stress tinggi sebelumnya dibandingkan dengan wanita yang tidak mempunyai riwayat strees sebelumnya (Ehrenthal, Hoffman & Hillard, 2006). Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan disminore (Medicastore, 2004). 5) Merokok dan mengkonsumsi alkohol Merokok dapat mengakibatkan nyeri saat haid karena di dalam rokok terdapat kandungan zat yang dapat memengaruhi metabolisme estrogen, sedangkan estrogen bertugas untuk mengatur proses haid dan kadar estrogen harus cukup di dalam tubuh. Apabila estrogen tidak tercukupi akibat adanya gangguan dari metabolismenya akan menyebabkan gangguan pula dalam alat reproduksi termasuk nyeri saat haid (Megawati, 2006). Mengkonsumsi alkohol pada perempuan disebutkan dapat meningkatkan resiko dismenore
dan akan
memperpanjang nyeri pada saat menstruasi (Ehrenthal, Hoffman & Hillard, 2006; French, 2005; Roza, 2011).
20
6) Seseorang dengan overweight, obesitas ataupun underweight Menurut Widjonarko (2006) kelebihan berat badan dapat mengakibatkan dismenore primer, karena dalam tubuh orang yang mempunyai kelebihan berat badan terdapat jaringan lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembuluh darah (terdesak pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses menstruasi terganggu dan timbul dismenore primer (Novia & Puspitasari, 2008). 7) Olahraga Dengan berolahraga maka akan menurunkan gejala dismenore primer (Ehrenthal, Hoffman & Hillard, 2006). Dengan berolahraga akan menurunkan kadar prostaglandin, serta melepaskan endorphin yang dapat memberikan efek penurunan rasa sakit (Sinclair, 2010). 2.3.8 Penatalaksanaan a. Non Farmakologi Penanganan nyeri secara nonfarmakologis terdiri dari: a) Stimulasi dan Masase kutaneus Masase kutaneus adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot (Bare & Smeltzer, 2001). b) Olahraga Olahraga mampu meningkatkan produksi endorphin otak yang dapat menurunkan stress sehingga secara tidak langsung juga mengurangi nyeri (Roza, 2011)
21
c) Terapi es dan panas Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurungkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan (Bare & Smeltzer, 2001). d) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS) Penggunaan TENS masih kurang populer di Indonesia untuk mengurangi rasa nyeri pada dismenorea primer. Manajemen TENS bekerja dengan jalan memblok stimulus nyeri saraf eferen sehingga bisa menekan rasa nyeri yang ditimbulkan saat dismenorea (Hillard, 2006). e) Distraksi Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan (Bare & Smeltzer, 2001). f) Relaksasi Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan (Bare & Smeltzer, 2001). g) Imajinasi Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan (Bare & Smeltzer, 2001).
22
b. Farmakologi a) Pemberian obat analgesik Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat diberikan sebagai terapi simtomatik. Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi penderitaan. Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran adalah novalgin, ponstan, acetaminopen, dan sebagainya (Simanjuntak, 2008). b) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) NSAID (misalnya ibuprofen dan asam mefenamat) menghambat sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80% kasus (Kabirian & maryam, 2011). NSAIDs membuat kadar prostaglandin dalam darah menstruasi wanita dengan nyeri haid menjadi menurun hampir sama dengan kadar prostaglandin pada wanita tanpa nyeri haid (Daniels, dkk, 2002). Penggunaan NSAID mempunyai efek samping berupa iritasi lambung (Kee & Hayes, 1996). c) Terapi hormonal Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenore primer, atau untuk memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi (Simanjuntak, 2008). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya ovulasi dan menurunkan produksi prostaglandin karena atrofi endometrium desidual (Martinus, 2010).
23
d) Herbal Nyeri haid bisa juga diatasi dengan ramuan rempah. Ramuan rempah untuk mengatasi nyeri haid yang digunakan biasanya menggunakan bahan-bahan yang memiliki khasiat sebagai anti radang, anti nyeri dan antispasmodik (kejang otot) (Suharmiati & Handayani, 2006). Bahan bahan yang bisa digunakan untuk mengatasi nyeri haid diantaranya yaitu kayu manis, kedelai, cengkeh, jahe dan kunyit (Anurogo & Wulandari, 2011).
2.4 Kunyit 2.4.1 Profil Tanaman
kunyit
merupakan
komoditas
rimpang-rimpangan
yang
kesediaannya melimpah dan mudah dijumpai di Indonesia (Meiyanto, 2003). Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Wijayakusuma, Hembing, Dalimartha, Setiawan & Wirian., 1992). Kunyit memiliki rasa getir dan bagian dalamnya berwarna putih hingga kuning. Rimpang ini memiliki peranan penting dalam pembuatan aneka jenis
24
makanan tradisional maupun minuman kesehatan (jamu dan produk turunannya). Beberapa masakan tradisional menggunakan kunyit untuk menetralisir bau amis atau anyir bahan pangan hewani (misalnya ikan laut). Menurut Winarti & Nurdjanah (2005), penggunaan kunyit dalam bidang pangan tidak hanya sebatas sebagai bumbu untuk menambah rasa dan memberi warna, tetapi juga sebagai bahan baku minuman sehat seperti kunyit asam atau kunyit instan.
Gambar 1. Rimpang kunyit (Sumber: www.bundakonicare.com) 2.4.2 Taksonomi Divisio
: Spermatophyta
Sub-diviso
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zungiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma domestica Val.
25
2.4.3 Kandungan Kunyit mengandung protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%), karbohidrat (69,4%), dan moisture (13,1%). Terdapat minyak esensial (5,8%) yang diperoleh melalui distilasi uap dari rhizome/rimpang tanaman kunyit yang mendandung phellandrene (1%), sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) dan sesquiterpenes (53%). Kurkumin (diferuloylmethane) (3– 4%) membuat warna rhizoma kunyit menjadi kuning dan terdiri dari kurkumin I (94%), kurkumin II (6%) dan kurkumin III (0.3%). Derivat dari kurkumin, berupa demethoxy, bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui distilasi uap rhizomanya (Chattopadhyay, Biswas, Bandyopadhyay & Banerjee, 2004). 2.4.4 Manfaat Rimpang kunyit dapat digunakan sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, antiinflamasi, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, memperbanyak ASI, fungisida, stimulan, mengobati keseleo, memar dan rematik, obat asma, diabetes melitus, usus buntu, amandel, sariawan, tambah darah, menghilangkan noda diwajah, penurun panas, melindungi jantung, radang hidung, menghilangkan rasa gatal, menyembuhkan kejang, mengobati luka dan obat penyakit hati. Selain obat, rimpang kunyit dapat dimanfaatkan untuk bumbu dapur. Zat warna kuning yang dikandungnya dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami dan tambahan untuk makanan ternak (Syukur & Hernani 2002). Kurkumin dalam kunyit juga telah terbukti secara eksperimental mencegah dan mengobati luka lambung yang disebabkan oleh penggunaan NSAID (Kurniawati, 2010)
26
2.5 Asam 2.5.1 Profil Batang pohonnya yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Batang pohonnya yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Di dalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga terdapat biji berjumlah 2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Thomas, 1989) Tanaman asam berumur panjang, lebih dari 200 tahun. Tinggi pohon antara 25-30 m dengan lingkar batang lebih dari 7 m. buah asam berbentuk polong tipis, berukuran panjang 12-15 cm, dengan bobot antara 15-20 gr polong (buah) asam pada umumnya bengkok. Kulit polong berwarna seperti karat besi, tipis, dan mudah pecah retak. Di dalam polong terdapat daging buah (pulp) yang membungkus biji. Daging buah berwarna cokelat sampai cokelat tua atau merah. Buah berukuran panjang mencapai 15 cm dan dapat berisi banyak biji. Asam jawa (tamarindus indica) merupakan sebuah kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong (Rukmana, 2005).
Gambar 2. Buah Asam (Sumber: babahkuyaherbal.blogspot.com)
27
2.5.2 Taksonomi Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyte
Subdivisi
: Angioespermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Leguminosales
Family
: Leguminoceae (Fabaceae)
Subfamili
: Caesalpinioideae
Genus
: Tamarindus
Spesies
: Tamarindus Indica L.
2.5.3 Kandungan Buah asam jawa mengandung asam apel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinal, pekrin dan gula invert. Buah asam jawa yang masak dipohon per 100 gramnya mengandung nilai kalori 239 kalori, protein 2,8 gram, lemak 0,6 gram, karbohidrat 62,5 gram, kalsium 74 mg, fosfor 113 mg, zat besi 0,6 mg, vitamin A 30 SI, vitamin B1 0,34 mg, serta vitamin C2 mg. kulit bijinya mengandung phlobatanin serta bijinya mengandung albumin dan pati (Redaksi Agromedia, 2008). 2.5.4 Manfaat Asam jawa merupakan tanaman yang digunakan pada obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, disentri, dan gangguan pencernaan (Kobayashi, dkk., 1996; Ferrara, 2005). Penelitian farmakologis menunjukkan bahwa asam jawa mempunyai aktivitas antibakteri, efek
28
hipoglikemik, efek hipokolesterolemik, anti-peradangan, hipolipomik, dan aktivitas antioksidan (Ferrara, 2005).
2.6 Minuman Kunyit Asam Minuman kunyit asam merupakan salah satu jenis minuman tradisional yang sudah sangat populer di masyarakat, khususnya daerah Jawa. Minuman ini merupakan suatu minuman yang dahulu dikenal sebagai jamu tetapi karena kemajuan zaman dan efek yang ditimbulkan oleh minuman ini, saat ini minuman kunyit asam tidak dikenal sebagai jamu lagi. Minuman ini berbahan baku kunyit yang memiliki rasa getir, asam yang memberikan rasa asam dan gula merah yang memberikan rasa manis. Saat ini minuman kunyit asam bisa diperoleh dengan jalan membuat sendiri atau membeli produk jadi yang diproduksi pabrik (Olivia, Alam & Hadibroto, 2006). Kunyit dan asam jawa sering digunakan dalam berbagai obat-obatan tradisional. Beberapa perusahaan telah menggunakan kunyit dan asam sebagai bahan dasar pembuatan minuman fungsional (Septiana, 2004). Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat minuman untuk nyeri dismenore adalah sebagai berikut (Purwanto, 2013) :
Rimpang Kunyit 10gr
Buah Asam
6 gr
Gula Merah
0,25 ons
Air
300 ml
Garam
Secukupnya
29
Cara membuat : 1. Cuci bersih semua bahan, lalu iris tipis-tipis rimpang kunyit 2. Masukkan kunyit ke dalam air yang mendidih, biarkan 15 menit hingga air tersisa kurang lebih 150 ml 3. Tambahkan gula merah, buah asam dan garam secukupnya 4. Lalu aduk beberapa kali. Setelahnya matikan api dan diamkan. Setelah hangat saring hasil rebusan. Dan minuman kunyit asam siap diminum.
2.7 Pengaruh Minuman Kunyit Asam Terhadap Nyeri Haid (Dismenore) Agen aktif dalam kunyit yang berfungsi sebagai antiinflamasi adalah kurkumin (Sudjarwo, 2004). Saat menstruasi, tidak ada pembuahan ovum pasca ovulasi, hormon-hormon reproduksi wanita turun drastis karena korpus luteum berinvolusi. Hal ini berakibat segala kondisi endometrium yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk implantasi hasil fertilisasi menjadi luruh juga. Semua kelenjar meluruh, terjadi penurunan nutrisi, dan vasospasme pembuluh darah di endometrium (Guyton & Hall, 2007). Vasospasme akan menyebabkan reaksi inflamasi yang akan mengaktifkan metabolisme asam arakhidonat dan pada akhirnya akan melepaskan prostaglandin (PG). Terutama PGF2-alfa yang akan menyebabkan vasokonstriksi dan hipertonus pada miometrium. Hipertonus inilah yang akan menyebabkan dismenore (Hillard, 2006). Kadar PGE2 dan PGF2α sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan darah haid wanita yang menderita nyeri haid primer, kadar PGF2α ditemukan
30
empat kali lebih tinggi pada wanita yang mengalami dismenore (Pickles dkk, 1975; Lundstrom & Green, 1978). Asam arakidonat merupakan mediator inflamasi yang berasal dari banyak fosfolipid membrane sel yang diaktifkan oleh cedera (Price & Wilson, 1995). Asam arakhidonat yang terbentuk selanjutnya menjadi senyawa mediator melalui dua jalur utama yaitu jalur lipoksigenase dan jalur siklooksigenase (Orbayinah, Ismadi & Oetari, 2003). Kurkumin menghambat pengambilan seluler arakidonat. Kurkumin juga menghambat beberapa fosfolipase yang berperan dalam pelepasan asam arakidonat dari membran seperti phospholipase A2, C, dan D. kurkumin adalah penghambat jalur siklooksigenasi dan liooksigenase, sehingga akan menghambat dihasilkannya PGE2 dan leukotrien B4 dan C4 . Hal ini terjadi karena kurkumin dan produk degenasinya akan berikatan dengan lubang pusat tempat diaktifkannya lipooksigenase. Selain itu kurkumin juga mencegah oksidasi hemoglobin dan menghambat peroksidasi lipid. Menghambat peroksidasi lipid dapat menghambat inflamasi (Sudjarwo, 2004). Kandungan kurkumin pada kunyit telah terbukti aman dalam enam percobaan manusia dan telah menunjukkan aktivitas antiinflamasi (Chainani, 2003). Jika dibandingkan dengan ibuprofen yang merupakan NSAID yang biasa digunakan untuk mengurangi inflamasi pada dismenore, kurkumin pada kunyit terbukti lebih kuat (Olivia, Alam & Hadibroto, 2006). Asam jawa mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan yaitu pencegah radikal bebas yang dapat merusak sel tubuh. Komponen bioaktif
31
asam jawa juga dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker dan sebagainya. Total kadar asamnya mencapai 12,3%-23,8% sebagian besar berupa asam tartrat. Selain itu daging buah asam juga mengandung 30-40% gula. Kandungan energinya cukup tinggi yaitu 239 kkal per 100 gr buah. Oleh karena itu kombinasinya dengan gula merah akan menghasilkan kesegaran terutama akibat dari energi yang dihasilkan. Kombinasi penggunaan rempah lain dengan asam jawa dapat meningkatan aktivitas antioksidannya (Astawan, 2009). Kandungan asam sitrat di dalam asam jawa bermanfaat mengurangi ekskresi kalsium dan membantu mencegah terbentuknya batu ginjal. Sedangkan asam tartrat merupakan antioksidan yang baik (Saparinto & Hidayati, 2006). Penelitian Kinanti (2013) menunjukan bahwa dari 70 orang responden rata-rata skala nyeri sebelum perlakuan adalah nyeri sedang sedangkan rata-rata skala nyeri setelah perlakuan adalah nyeri ringan. Penurunan nyeri ini dialami setelah para siswi meminum jahe asam sebanyak 1 kali saat pengalami dismenore. Nyeri setelah perlakuan diukur 15 menit kemudian. Jahe dikatakan memiliki efektifitas yang sama dengan ibuprofen. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kurkumin pada kunyit memiliki efektivitas yang lebih kuat dari pada ibuprofen. Secara umum ibuprofen dikenal sangat cepat dan efektif diserap setelah pemberian peroral. Puncak konsentrasi di dalam plasma sangat singkat yaitu antara 15 menit-1 jam. Kerja dari ibuprofen pun sama dengan kurkumin dalam kunyit yaitu dengan menghambat sintesis prostaglandin. Waktu paruh obat adalah waktu yang diperlukan obat untuk dimetabolisme. Waktu paruh ibuprofen relatif
32
singkat (Kee & Hayes, 1996), dan menurut penelitian lain rimpang kunyit memiliki efektifitas analgetika paling maksimal pada menit ke 15 (Ayurini, 2010).