BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah metode deskriptif, karena penelitian bertujuan menggambarkan sifat dari suatu keadaan sampel dalam hal ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dari bawang putih. Penelitian ini meliputi pengambilan sampel, pengolahan sampel, penetapan kadar vitamin C dan pembakuan vitamin C baku secara titrasi 2,6-diklorofenol indofenol. 3.1
Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas
Farmasi USU pada bulan Januari 2011 – Maret 2011. 3.2
Identifikasi Tumbuhan Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Pusat Penelitian Biologi Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 34. 3.2.1 Survei Beberapa Tempat Penjualan Sayur dan buah Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei terhadap beberapa tempat penjualan sayur yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa bawang putih telah beredar di masyarakat. Hasil survei peneliti dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 33. 3.3
Bahan dan Alat
3.3.1
Sampel Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium
sativum L.) dari pasar traddisional Jamin Ginting, pasar tradisonal Jamin Ginting, dan supermarket berastagi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar bawang putih dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 36. 3.3.2 Bahan-Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkualitas pro analisis dari E.Merck jika tidak dinyatakan lain yaitu 2,6diklorofenol indofenol, asam metafosfat, asam asetat glasial, vitamin C baku, natrium bikarbonat, iodium, kalium iodida, arsen trioksida, etanol, natrium hidroksida, asam klorida, metil jingga, amilum (Teknis), air suling (Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif), dan asam askorbat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (sertifikat bahan baku pembanding dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 35. 3.3.3 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buret 25 ml, mikroburet 5 ml, neraca analitik (Bueco Germany) , pisau (Stainless), blender (National) , kertas saring, statif dan klem, eksikator, oven (Memmert) , maat pipet 10 ml, pipet volum 1 ml, pipet volum 2 ml, pipet volum 5 ml, botol timbang, dan alat-alat gelas laboratorium. 3.4
Rancangan Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel Pengambilan
sampel dilakukan secara sampling
purposive
yang
didasarkan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang dianalisis dianggap sebagai sampel yang representatif. Sampel yang ddigunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum L.) yang diperoleh dari berbagai tempat seperti pasar tradisional Pancur batu yang menjual bawang putih (bawang putih kampung/bawang putih samosir) dimana asal tanam bawang putih tersebut di Kabupaten Samosir, Kecamatan Palipi, Desa Ananrunggu
Universitas Sumatera Utara
dan Palipi, sedangkan bawang putih (Allium sativum L.) yang berasal dari
pasar
tradisional Jamin ginting dan Brastagi pasar buah adalah bawang putih yang di import dari Negara Cina dan Taiwan yang paling mudah ditemui di setiap pasar tradisional dan Supermarket Masing-masing sampel diambil 500 g, disimpan dan diuji sesuai dengan prosedur penelitian.
Gambar bawang putih dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 36. 3.5
Prosedur penelitian
3.5.1 Pembuatan Pereaksi Pembuatan pereaksi di bawah ini berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV: 1. Larutan 2,6-diklorofenol indofenol Ditimbang seksama 50 mg natrium 2,6-diklorofenol indofenol P yang telah disimpan dalam eksikator, tambahkan 50 ml larutan NaHCO3 0,84% (b/v), kocok kuat, dan jika sudah terlarut, tambahkan air hingga 200 ml. Saring ke dalam botol bersumbat kaca berwarna coklat (Farmakope Indonesia Edisi IV). 2. Larutan asam metafosfat-asetat Dilarutkan 15 g asam metafosfat P dalam 40 ml asam asetat glasial P dan encerkan dengan air secukupnya hingga 500 ml. Simpan di tempat dingin, hanya boleh digunakan dalam jangka waktu 2 hari (Farmakope Indonesia Edisi IV) 3. Larutan NaHCO3 0,84% (b/v) Dilarutkan 840 mg NaHCO3 dalam 100 ml air (Farmakope Indonesia Edisi IV) 4. Larutan iodium 0,05 N Dibuat larutan 4,5 g KI dalam 20 ml air, lalu dilarutkan 1,7 g iodium P ke dalam larutan KI sedikit demi sedikit, encerkan dengan akuades hingga 200 ml. (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Universitas Sumatera Utara
5. HCl 2 N Diencerkan 17 ml HCl pekat dalam akuades sampai 100 ml. (Farmakope Indonesia Edisi IV). 6. Metil jingga Dilarutkan 4 mg metil jingga dengan etanol 20% sampai volume 10 ml (Farmakope Indonesia Edisi IV). 7. Larutan amilum 1% (b/v) Disuspensikan 1 g amilum dengan 5 ml air, tambahkan air hingga 100 ml sambil diaduk, didihkan selama beberapa menit (Farmakope Indonesia Edisi IV). 8. NaOH 1 N Dilarutkan 4 g NaOH dalam 15 ml air bebas CO2, dinginkan larutan hingga suhu kamar, encerkan dengan air bebas CO2 hingga 100 ml (Farmakope Indonesia Edisi IV).
3.5.2 Perhitungan Kesetaraan Pentiter 2,6-Diklorofenol Indofenol Ditimbang seksama 50 mg asam askorbat BPFI, pindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian dilarutkan dengan larutan asam metafosfat-asetat LP, dicukupkan sampai garis tanda. Dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan asam metafosfat-asetat 6 ml. Titrasi segera dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap tidak kurang dari 5 detik. Lakukan titrasi blanko menggunakan 7 ml asam metafosfat-asetat dan dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap. Kadar larutan baku 2,6-diklorofenol indofenol dinyatakan dengan kesetaraan dalam mg asam askorbat (Ditjen POM, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan kesetaraan dilakukan dengan rumus: Kesetaraan (mg) =
Va × W × %kadar Vc × (Vt − Vb)
Keterangan: Va = Volume aliquot (ml) W = Berat vitamin C (mg) Vt = Volume titrasi (ml) Vb = Volume blanko (ml) Vc = Volume labu tentukur (ml)Contoh perhitungan dan hasil perhitungan kesetaraan dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 37. 3.5.3 Penyiapan Larutan Sampel Sampel di bersihkan, ditimbang sekitar 100 g lalu di potong kecil-kecil dimasukkan ke dalam blender kemudian ditambah sekitar 20 g asam metafosfatasetat dimasukkan dalam blender, setelah itu di blender,kemudian ditimbang seksama 10 g lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan asam metafosfat-asetat sampai garis tanda. Dihomogenkan, kemudian disaring Filtrat pertama dibuang ± 20 ml. (Ditjen POM, 1995). 3.5.4
Penetapan Kadar Vitamin C dari Larutan Sampel Dipipet 2 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian ditambah 5 ml asam metafosfat-asetat. Dititrasi dengan larutan 2,6diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah jambu yang mantap sebagai titik akhir titrasi. Dilakukan penetapan blanko (Ditjen POM, 1995). Menurut AOAC (2002), kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus: Kadar vitamin C (mg/g) =
(Vt − Vb) × Kesetaraan × Vl Vp × Bs
Keterangan:
Universitas Sumatera Utara
Vt : Volume titrasi (ml) Vb : Volume blanko (ml) Vl : Volume labu tentukur (ml) Vp : Volume pemipetan (ml) Bs : Berat sampel (g) Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 39. 3.5.5 Uji Perolehan Kembali (Recovery) Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004). Prosedur uji perolehan kembali (recovery) dengan metode adisi dilakukan sebagai berikut: Dikerjakan dengan prosedur yang sama seperti penetapan kadar vitamin C dalam sampel dengan penambahan vitamin C baku yaitu 2,5 mg dengan cara sebanyak 25 mg vitamin C baku dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan asam-metafosfat asetat sampai garis tanda (konsenrasi 0,25 mg/100 ml) , lalu di pipet sebanyak 10 ml yang ditambahkan pada sampel yang ditimbang seksama dan dilakukan enam kali pengulangan. Rumus perhitungan persen recovery (Harmita, 2004): % Recovery =
Kadar vitamin C setelah penambahan - Kadar vitamin C awal x 100% Kadar vitamin C yang ditambahkan
Universitas Sumatera Utara
Data hasil analisis perolehan kembali (persen recovery) dapat dilihat pada lampiran 10, halaman 46. 3.6
Analisis Data Secara Statistik
3.6.1
Penolakan Hasil Pengamatan Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu
macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang (Rohman, 2007). Analisis data secara statistik menggunakan uji t. Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti di bawah ini : X−X
t hitung =
SD / n
Dasar penolakan data jika thitung ≥ ttabel dan thitung ≤ -ttabel. Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan dk= n-1, digunakan rumus : µ = X ± t(1-1/2α)dk x
SD n
Keterangan : µ
= interval kepercayaan
X
= kadar rata-rata sampel
X
= kadar sampel
t
= harga t tabel sesuai dengan dk = n-1
α
= tingkat kepercayaaan
dk
= derajat kebebasan
Universitas Sumatera Utara
SD n
= standar deviasi = jumlah perlakuan
Contoh perhitungan standar deviasi dan uji penolakan hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 41. 3.6.2
Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004). Rumus perhitungan persen RSD (Harmita, 2004): % RSD =
SD × 100% X
Keterangan: SD = standar deviasi X = kadar rata-rata sampel
Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 48. 3.6.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel, maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika F dan data tidak berbeda secara signifikan jika F
hitung
< F
tabel.
hitung
>F
tabel
Jika data yang
diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis Posh hoc. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 9, halaman 48. 3.7
Pembakuan Larutan Iodium 0,05 N
Universitas Sumatera Utara
Timbang seksama 21 mg As2O3 yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 105ºC selama 1 jam. Larutkan dalam 3 ml NaOH 1 N dan dipanaskan. Encerkan dengan 7 ml akuades, tambahkan 2 tetes indikator metil jingga LP, tambahkan HCl 2 N sampai berwarna merah jambu, tambahkan 150 mg NaHCO3, encerkan dengan akuades 8 ml, kemudian titrasi dengan larutan iodium menggunakan indikator amilum 1% (b/v) hingga terbentuk warna biru kehitaman (Ditjen POM, 1995). Normalitas larutan iodium dihitung dengan rumus: N=
W BE × V
Keterangan: W = Berat As2O3 (mg) BE = Berat ekivalen As2O3 V
= Volume titrasi (ml)
Hasil pembakuan larutan iodium dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 49. 3.8
Penetapan Kadar Vitamin C Baku dengan Metode Titrasi Iodimetri Ditimbang seksama 50 mg vitamin C baku, dilarutkan dalam campuran
12,5 ml air dan 3 ml H2SO4 2 N, ditambah 1 ml larutan amilum 1% (b/v). Dititrasi segera dengan larutan iodium LV hingga terbentuk warna biru kehitaman. 1 ml I2 0,1 N ~ 8,806 mg C6H8O6 (Ditjen POM, 1995) Kadar vitamin C baku dihitung dengan rumus: V×N
% vitamin C =
0,1 W
×K
x 100%
Keterangan: V = volume titrasi (ml)
Universitas Sumatera Utara
N = normalitas iodium (N) K = kesetaraan vitamin C (mg vitamin C) W = berat vitamin C (mg) Hasil perhitungan kadar vitamin C baku dengan metode titrasi iodimetri dapat dilihat pada Lampiran14, halaman 50 dan analisis statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 51.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi Bogor adalah bawang putih (Allium sativum L.) termasuk suku Liliaceae. 4.2 Penetapan Kadar Vitamin C dari Bawang putih ( Aliium sativum L) dari pasar tradisional Pancur batu, pasar tradisional Jamin ginting dan supermarket berastagi yang terdapat di Medan Dari data diatas dapat dibuat diagram batang yang dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini : Kadar Vitamin C (mg/100 g) 33 30 27 24 21 18 15 12 9 3 0
A 27,45%)
B
C (25,31%)
(25,73%) HASIL BAWANG PUTIH
Gambar 1. Diagram Batang Kadar Vitamin C dari Bawang Putih (Allium sativum L) dari pasar tradisional dan supermarket yang terdapat di daerah sumatra utara Keterangan : • A = Bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu • B = Bawang putih dari supermarket berastagi • C = Bawang putih dari pasar tradisional Jamin Ginting Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA dari masing-masing kelompok menunjukkan adanya perbedaan kadar vitamin C yang bermakna dari
Universitas Sumatera Utara
masing-masing kelompok uji (p < 0,05). Untuk melihat perbedaan kadar vitamin C dari ketiga bawang putih yang diperoleh dari pasar tradisional Pancur batu, supermarket berastagi dan pasar tradisional Jamin Ginting, maka akan dilakukan uji posh hock dan dilanjutkan dengan analisis two key dengan tingkat kepercayaan 95%.
Tabel 1: Analisis beda nilai rata-rata kadar vitamin C dari bawang putih (Allium sativum L) yang diperoleh dari pasar tradisional Pancur batu, supermarket berastagi, pasar tradisional Jamin Ginting yang terdapat di Medan Multiple Comparisons Kadar Tukey HSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) kelompok
(J) kelompok
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
kadar pancur batru kadar supermarket
1.55333*
.49901
.018
.2572
2.8495
kadar jamin ginting
2.13833*
.49901
.002
.8422
3.4345
kadar supermarket kadar pancur batru
-1.55333
*
.49901
.018
-2.8495
-.2572
kadar jamin ginting
.58500
.49901
.487
-.7112
1.8812
kadar jamin ginting kadar pancur batru
*
-2.13833
.49901
.002
-3.4345
-.8422
kadar supermarket
-.58500
.49901
.487
-1.8812
.7112
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Tabel di atas bertujuan untuk mencari atau menguji kelompok mana yang memiliki perbedaan atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok lainnya. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kadar vitamin C antara bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu dengan Pasar tardisinal Jamin Ginting, kemudian bawang putih yang berasal dari pasar tradisional Pancur batu dan bawang putih yang diperoleh dari supermarket berastagi karena nilai signifikansi < α (0,05). akan tetapi tidak terdapat perbedaan
Universitas Sumatera Utara
yang signifikan kadar vitamin C antara bawang putih yang diperoleh dari pasar tradisional Jamin Ginting, dengan bawang putih yang diperoleh dari supermarket berastagi karena nilai signifikansi >α (0,05). Dari data pada tabel statistik diatas dapat diambil kesimpulkan bahwa perbedaan kadar vitamin C yang terkandung di dalam bawang putih dari berbagai tempat pengambilan yang telah disebutkan diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lokasi tumbuhan asal seperti faktor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan atmosfer)
dimana
tumbuhan
berinteraksi
berupa
energi
(cuaca
:
temperature,cahaya) dan materi (air,senyawa organik dan anorganik). Periode permanen hasil tumbuhan faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa kandungan. Kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal dari proses biosintesis dan sebaliknya kapan sebelum senyawa tersebut dikonversi menjadi senyawa lain. Penyimpanan bahan tumbuhan merupakan faktor eksternal yang dapat diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi. (Ketut dkk.,2000). Selain faktor diatas, faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu penggunaan pestisida pada tanaman bawang putih dimana menurut Southwick dan Charles, (1972) Berdasarkan hasil penelitian di Florida, penggunaan pestisida seperti klorhidrokarbon dapat mengganggu respon bakteri dalam proses nitrifikasi. Penggunaan pestisida harus dibatasi, jika tidak akan mempengaruhi siklus nitrogen dan kehidupan tanaman. Selanjutnya menurut Scott, (2006) Penyerapan senyawa nitrogen adalah faktor penting untuk mensintesis vitamin C pada tanaman. Senyawa nitrogen diperlukan untuk pembentukan enzim-enzim
Universitas Sumatera Utara
pada tanaman. Salah satu fungsi enzim pada tanaman adalah mengubah karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis menjadi vitamin C. Oleh karena itu, bila enzim yang terbentuk pada tanaman berkurang, maka vitamin C yang disintesa tanaman juga semakin berkurang. Nitrogen juga merupakan unsur utama penyusun protein. Protein dapat diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan enzim. Bila kandungan protein tanaman rendah maka kadar vitamin C ikut berkurang. 4.3 Perolehan Kembali (Recovery) Vitamin C Hasil perolehan kembali (Recovery) vitamin C pada bawang putih dari Supermarket dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 2. Perolehan Kembali dari bawang putih (Allium sativum L.) Suku Liliaceae dari Supermarket berastagi No. Penambahan Perolehan Perolehan Kembali %SD % RSD Vitamin C (mg) Kembali (%) Rata-Rata (%) 1. 2,5 91,51 2. 2,5 91,52 91,56 0,8080 1,5530 3. 2,5 94,65 4. 2,5 91,60 5. 2,5 88,50 6. 2,5 91,58 Dari Tabel 3 di atas, diperoleh persen recovery rata-rata adalah 91,56% dan persen SD rata-rata adalah 0,8080%. Kisaran rata-rata hasil uji perolehan kembali yang diizinkan untuk kadar analit 0,01%-0,1% dalam sampel yang diperiksa adalah 90%-107%, sedangkan persen RSD yang diizinkan adalah tidak lebih dari 2% (Harmita, 2004). Dari hasil yang diperoleh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa akurasi dan presisi metode analisis yang dilakukan cukup tinggi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Hasil pemeriksaan secara kuantitatif dengan metode titrasi 2,6diklorofenol indofenol diperoleh kadar vitamin C bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu ,bawang putih dari Supermarket, dan bawang putih dari pasar tradisional Jamin ginting berbeda-beda. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu sebesar 27,45 ± 0,91 mg/100 g, selanjutnya bawang putih dari pasar Supermarket sebesar 25,73 ± 1,05 mg/100 g, dan kadar vitamin C terendah terdapat pada bawang putih dari pasar tradisional jamin ginting sebesar 25,31 ± 1,14 mg/100 g.
5.2 Saran Disarankan kepada petani untuk lebih banyak menanam bawang putih lokal dimana masih sedikitnya bawang putih lokal dipasaran dan juga disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menetapkan kadar vitamin dan mineral yang lain yang terdapat pada bawang putih
Universitas Sumatera Utara