BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Refleksi adalah sebuah proses metakognitif yang terjadi terus menerus dengan tujuan pengembangan pemahaman lebih luas tentang diri sendiri dan suatu keadaan, sehingga masa depan dapat diketahui dari keadaan sebelumnya (Sandars, 2009). Refleksi diri perlu dimasukkan lebih awal ke dalam pendidikan dokter untuk menilai praktik refleksi sebagai inti perilaku profesional (Kidd & Nestel, 2004). Dalam standar kompetensi dokter Indonesia, refleksi diri dan umpan balik merupakan komponen dalam kompetensi mawas diri dan pengembangan diri (SKDI, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Wade & Yahbrough (1996 dalam Aukes, 2008) menunjukkan bahwa pembelajaran eksperiensial berpengaruh terhadap refleksi diri. Powell (1989) juga menemukan bahwa mahasiswa mencapai refleksi tingkat tinggi ketika bekerja di masyarakat. Refleksi diri berhubungan dekat dengan situasi yang menstimulasi proses tersebut (Schon, 1987 dalam Koole et al., 2011). Tingkat refleksi rendah atau tinggi dinilai berdasarkan teori. Pada penelitian Wald et al. (2012), penilaian tingkat refleksi berdasarkan teori refleksi Boud, Schon, Moon dan Mezirow, sehingga tingkat refleksi mahasiswa menjadi 5 tingkat, yaitu tingkat 1: tidak reflektif atau kebiasaan; tingkat 2: tidak reflektif atau tindakan yang dipikirkan atau introspeksi;
1
2
tingkat 3: reflektif; tingkat 4: refleksi kritis; dan tingkat 5: belajar transformatif. Wald et al. (2012) menggunakan instrumen Reflection Evaluation for Learners’ Enhanced Competencies Tool (REFLECT) untuk menilai tingkat refleksi tersebut.
Instrumen REFLECT terdiri dari 5
elemen, yaitu: keluasan tulisan, keterlibatan penulis, gambaran konflik atau dilema, menghadirkan emosi, analisis dan pemaknaan. Wald menuliskan tahap menggunakan instrumen ini karena penilaian refleksi dilakukan secara kualitatif dengan menganalisis dokumen refleksi diri. Nilai intraclass correlation (ICC) instrumen ini adalah 0,376 sampai 0,748, mulai dari 1 kali sampai 3 kali pengulangan dengan 3 orang penilai. Penelitian yang dilakukan Pee et al. (2002) menggunakan kriteria John dan Hatton dan Smith untuk menilai tingkat refleksi mahasiswa. Kriteria Hatton dan Smith menunjukkan tingkat refleksi, yaitu: deskriptif, refleksi deskriptif, refleksi dialog dan refleksi kritis. Kedua penelitian tersebut sama-sama menunjukkan bahwa refleksi mahasiswa yang diharapkan sampai pada tingkat reflektif dan refleksi kritis sebagai refleksi mahasiswa yang baik. Tingkat refleksi Mezirow telah digunakan juga dalam penelitian Powell (1989) dan Richardson dan Maltby (1995) untuk menilai kemampuan refleksi mahasiswa keperawatan. Kedua penelitian tersebut menemukan bahwa mayoritas mahasiswa dapat melakukan refleksi pada tahap pertama, kedua dan ketiga. Beberapa penelitian menyatakan bahwa refleksi tertulis mahasiswa memuat refleksi yang dalam (Minott, 2008; Sumsion & Fleet, 1996 dalam
3
Dyment & O’Connell, 2010). Ada juga penelitian yang menyatakan bahwa kebanyakan refleksi tertulis mahasiswa memuat hanya gambaran jumlah kejadian dengan sedikit atau tanpa refleksi kritis (Richardson & Maltby, 1995; Dyment & O’Connell, 2010). Refleksi diri adalah bagian yang tidak dapat diterima tanpa panduan (Tigelaar et al., 2006). Refleksi sama seperti keterampilan lainnya, yaitu pembelajar membutuhkan kerangka untuk memandu proses refleksi. Panduan dan supervisi adalah kunci refleksi dan faktor dan pembelajar merasa beruntung dalam pembelajaran. proses perlu dipandu dengan tepat ketika refleksi digunakan sebagai strategi belajar (Mann et al., 2009). Menurut Gulwadi (2009 dalam Dyment & O’Connell, 2010), mahasiswa dapat menghindari “blank journal syndrome” jika disediakan struktur refleksi dengan benar (pertanyaan yang spesifik, penugasan tertulis dan kegiatan refleksi). Pertanyaan terstruktur membantu mahasiswa melalui tahap demi tahap proses refleksi untuk melatih mahasiswa melakukan refleksi secara mandiri tanpa dorongan dari luar dan membantu mahasiswa, sehingga refleksi menjadi lebih dalam dan kritis (Dyment & O’Connell, 2010; Wald et al., 2009). Beberapa penelitian tentang refleksi di kedokteran menggunakan panduan pertanyaan refleksi untuk menstimulasi mahasiswa melakukan refleksi (Howe et al., 2009; Lew & Schmidt, 2011; Koole et al., 2012; Boenink et al., 2004; Pee et al., 2002; Korthagen, 2001; Kanthan & Senger, 2011; Strauss et al, 2003). Dari beberapa penelitian tersebut, hanya 1
4
penelitian yang dilakukan pada pembelajaran berbasis masyarakat, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Strauss et al. (2003). Penelitian tentang refleksi pada pembelajaran berbasis masyarakat antara lain: 1) Penelitian di kedokteran gigi yang dilakukan oleh Strauss et al. (2003) dengan tujuan mendapatkan insight pada pengalaman berbasis masyarakat mahasiswa kedokteran gigi yang didokumentasikan dalam essay kejadian kritis dan menggali tujuan belajar dan keuntungan yang mahasiswa laporkan dalam essay.
Di akhir proses pembelajaran, mahasiswa
menuliskan essay refleksi tentang kejadian selama proses belajar dengan panduan pertanyaan yang terdiri dari 7 pertanyaan tentang proses pembelajaran kejadian kritis yang terjadi pada proses pembelajaran. Penilaian essay mahasiswa dengan menganalisis konten dan membuat tema menjadi: personal and professional growth, enhanced awareness, commitment to service. Kategori diidentifikasi untuk setiap tema menurut frekuensi muncul dan berhubungan dengan tema, 2) Penelitian yang dilakukan oleh Richardson dan Maltby (1995) yang berjudul “Reflection-onpractice: enhancing student learning”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menilai refleksi mahasiswa keperawatan pada praktik layanan masyarakat dengan menggunakan metode penulisan refleksi pada diary. Penulisan diary tidak dipandu dengan pertanyaan refleksi. Refleksi dinilai dengan kerangka tingkat refleksi Mezirow (reflektif, refleksi afektif, refleksi diskriminan, refleksi judgemental, refleksi konseptual, refleksi teoritis). Pada penelitian
5
tersebut tidak dijelaskan panduan pertanyaan yang digunakan untuk menstimulasi mahasiswa menuliskan diary. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sejak berdiri pada tahun 2008. Kurikulum FK UMSU disusun sesuai dengan pendekatan SPICES (student centered, problem based, community based, elective, systematic), namun belum memiliki keunggulan sehingga kurikulum dievaluasi dan dikembangkan kembali dengan memasukkan keunggulan dari FK UMSU. Keunggulan yang sesuai dengan visi misi FK UMSU adalah berwawasan global, berorientasi komunitas dan berlandaskan nilainilai Islam. Program pembelajaran berbasis masyarakat yang diterapkan pada tahun 2011 masih dengan metode kuliah, tutorial dan dikembangkan menjadi konsep pembelajaran di dalam keluarga. Konsep pembelajaran di dalam keluarga binaan ini diterapkan pada tahun ajaran 2013/2014. Tujuan utama pembelajaran ini adalah melakukan upaya-upaya untuk mendorong pencapaian target MDG’s tujuan keempat dan kelima, melakukan upayaupaya untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan 10 indikator serta mengaplikasikan keterampilan klinis dasar (KKD) yang sesuai yang telah dipelajari dengan mengaplikasikannya di keluarga binaan. Pembelajaran di keluarga binaan ini dimulai dari semester 2 sampai dengan 6 pada tahap akademik dengan penekanan tujuan pembelajaran yang berbeda-beda tiap blok. Waktu yang disediakan untuk mahasiswa dalam
6
mengikuti program KBK ini adalah sebanyak 1 satuan kredit semester (SKS) tiap semester yang dibagi ke dalam 3 blok yang tiap blok terdiri dari: kuliah pengantar berisi learning objective dan learning issues serta umpan balik dari pelaksanaan kegiatan KBK pada blok atau modul sebelumnya, 6 jam/blok untuk belajar mandiri, kunjungan keluarga binaan dan bertemu dosen pembimbing lapangan (DPL). Pada pembelajaran ini mahasiswa belajar secara berkelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang mahasiswa. Masing-masing kelompok melakukan kegiatan binaan kepada satu keluarga yang telah ditentukan oleh FK UMSU. Di akhir blok, mahasiswa
mendokumentasikan kegiatan yang
mereka lakukan dalam 2 bentuk, yaitu secara audiovisual (direkam dalam video rekaman) dan dalam bentuk tertulis (portofolio dan buku kesehatan keluarga). Salah satu komponen dalam portofolio adalah refleksi diri mahasiswa yang dipandu dengan pertanyaan. Panduan pertanyaan terdiri dari 7 pertanyaan tentang kedispilinan, kesopanan, komunikasi dan kesiapan mahasiswa mengikuti kegiatan, namun refleksi yang diharapkan adalah refleksi diri terhadap pengalaman belajar mahasiswa di masyarakat terkait perilaku hidup bersih dan sehat keluarga binaan, penerapan keterampilan klinis dasar yang dimiliki mahasiswa pada keluarga binaan. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, diketahui bahwa penelitian mengenai panduan pertanyaan refleksi pada pembelajaran berbasis masyarakat masih sangat terbatas, sehingga panduan pertanyaan
7
yang mampu menstimulasi mahasiswa melakukan refleksi diri dalam pembelajaran berbasis masyarakat masih perlu diteliti. Panduan pertanyaan yang sudah ada di FK UMSU masih bersifat teknis dan belum cukup menstimulasi refleksi pada proses pembelajaran berbasis masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan dan uji coba panduan pertanyaan refleksi yang lebih baik untuk menstimulasi mahasiswa melakukan refleksi diri terhadap proses pembelajaran berbasis masyarakat. I.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuat dan melakukan uji coba panduan pertanyaan yang dapat menstimulasi refleksi mahasiswa kedokteran pada pembelajaran berbasis masyarakat. Tujuan lebih rinci sebagai berikut: 1.
Membuat panduan pertanyaan refleksi yang menstimulasi refleksi diri terhadap proses pembelajaran berbasis masyarakat.
2.
Melakukan uji coba panduan pertanyaan refleksi diri kepada kelompok mahasiswa yang mendapat perlakuan.
3.
Membandingkan tingkat refleksi diri mahasiswa yang menggunakan panduan pertanyaan refleksi baru dan mahasiswa yang menggunakan panduan pertanyaan refleksi lama dengan instrumen yang sama, yaitu REFLECT (Wald et al., 2012).
8
I.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan landasan ilmiah proses pembuatan panduan pertanyaan refleksi diri 2. Adanya panduan pertanyaan yang valid, sehingga bisa digunakan untuk menstimulasi proses refleksi diri mahasiswa terutama pada pembelajaran berbasis masyarakat di semua instansi pendidikan kedokteran di Indonesia dan negara lain. I.5. Keaslian Penelitian Penelitian yang menggunakan panduan pertanyaan pada proses pembelajaran di masyarakat adalah penelitian yang dilakukan oleh Strauss et al. (2003). Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan insight pada pengalaman berbasis masyarakat di kedokteran gigi yang didokumentasikan dalam essay kejadian kritis dan menggali tujuan belajar serta keuntungan yang mahasiswa laporkan dalam essay. Kekurangan dari panduan pertanyaan yang digunakan pada penelitian ini adalah peneliti tidak menuliskan dasar teori refleksi diri untuk membuat pertanyaan-pertanyaan dan untuk menilai refleksi mahasiswa tersebut. Beberapa penelitian yang menggunakan panduan pertanyaan refleksi diri namun tidak dalam proses pembelajaran berbasis masyarakat:
9
Tabel 1. Perbandingan penelitian yang menggunakan panduan pertanyaan refleksi Penulis
Judul
Koole et al. (2012)
Using video cases to assess student reflection: development and validation of an instrument
Pee et al. (2002)
Howe et al. (2009)
Low & Schmidt (2011)
Boenink et al. (2004)
Konteks pembelajaran
Simulasi konsultasi dokter pasien pada mahasiswa kedokteran tahap akademik Appraising and Pada proses assessing pembelajaran reflection in mahasiswa students’ writing kedokteran on a structured gigi worksheet
How medical students demonstrate their professionalism when reflecting on experience Self reflection and academic performance: is there a relationship? Assessing student reflection in medical practice. the development of an observerrated instrument. Reliability,
Panduan pertanyaan
6 pertanyaan mewakili 3 domainS: kesadaran pengalaman, pemahaman pengalaman dan dampak terhadap tindakan selanjutnya
Dasar teori refleksi untuk menyusun pertanyaan Model refleksi Eclectic
Panduan pertanyaan terstruktur dalam worksheet A Learning Experience (ALE) yang terdiri dari 6 pertanyaan refleksi dan 7 pertanyaan tentang target, kegiatan sumber dan indikator keberhasilan Panduan pertanyaan terdiri dari 8 pertanyaan tentang pembelajaran profesionalisme
Model refleksi Boud
Problem based learning
Panduan pertanyaan terdiri dari 5 pertanyaan
Pada kursus etika kedokteran selama 9 jam
Panduan pertanyaan terdiri dari 3-5 pertanyaan setelah soal vignette diberikan kepada mahasiswa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Salomon dan Perkins (1989) Peneliti hanya menuliskan dasar teori soal vignette
Pembelajaran profesionalis me
Tidak dijelaskan dalam artikel penelitian yang dipublikasi
10
Kanthan & Senger (2011)
validity and initial experiences. An appraisal of students’ awareness of self-reflection in a first-year pathology course of undergraduate medical/dental education
Kuliah patologi di kedokteran dan kedokteran gigi
Panduan pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan tentang proses belajar patologi
Teori refleksi Schon
Pada penelitian ini, penulis membuat dan melakukan uji coba terhadap panduan pertanyaan yang dapat menstimulasi refleksi diri mahasiswa kedokteran pada pembelajaran di masyarakat yang belum pernah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.