1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam membudayakan manusia. Melalui pendidikan kepribadian siswa dibentuk dan diarahkan sehingga dapat membentuk derajat kemanusiaan sebagai makhluk berbudaya yang berkualitas dan bertanggungjawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Hal ini sesuai dengan UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 bab II pasal 3 yang mengatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Proses pendidikan, menurut Arifin,M.ed merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan
dasar dan kemampuan belajar, sehingga
terjadilah perubahan didalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk
1
Tim Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional babII pasal 3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 39.
2
individu, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup.2 Demikian pula peranan pendidikan di kalangan umat Islam merupakan salah satu bentuk manifestasi cita-cita hidup untuk melestarikan,
mengalihkan,
menanamkan
(internalisasi),
dan
mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi.3 Namun pada kenyataannya pendidikan sekarang ini lebih mengedepankan kecerdasan intelektual, yang ternyata lambat laun dapat menjadi bumerang bagi keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu sendiri, hal ini terbukti dengan berbagai persoalan moral, budi pekerti, watak atau karakter, masih menjadi persoalan signifikan yang menghambat pembangunan dan cita-cita luhur bangsa. Contoh perilaku yang muncul seperti degradasi moral, etika, sopan santun para pelajar yang merosot, meningkatnya ketidakjujuran pelajar, seperti kebiasaan menyontek pada saat ujian, suka bolos pada jam pelajaran sekolah berlangsung, suka mengambil barang milik orang lain, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figurfigur yang seharusnya dihormati, masih tingginya kasus tindakan kekerasan, baik yang terjadi antar rekan pelajar atau mahasiswa, 2 3
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 14 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 14
3
perampokan secara sadis yang disertai pemerkosaan atau pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak yang tergolong masih pelajar, timbulnya perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan bunuh diri. Fenomena sosial yang terjadi dikalangan para pelajar tersebut menunjukkan bahwa bangsa ini dapat kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang bermartabat, bangsa yang mengedepankan kesopanan, dan bangsa yang memiliki rasa toleransi tinggi. Menurut Ali,
Langeveld
berpendapat bahwa perubahan sosio-budaya kontemporer, utamanya sejak era globalisasi teknologi informasi, serta otonomi daerah di Indonesia, mengharuskan
adanya
perubahan
bentuk
(bukan
standar/materi)
kedewasaan. Dengan begitu mungkin diperlukan reposisi dan atau reformasi pendidikan agar manusia dalam pendidikan mengalami transformasi atas nilai nilai yang sedang dan harus berubah menuju masa depan yang tak terprediksi.4 Fungsi dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa usaha dan kerja keras dari orang tua dan para pendidik untuk membentuk karakter peserta didik secara baik. Karakter anak merupakan hasil dari suatu pendidikan secara umum baik informal yang berlangsung di keluarga dengan bentuk pembiasaan hal-hal yang baik, etika, dan budaya, pendidikan non formal yang berlangsung di masyarakat dengan bentuk
4
Muhammad Ali, dkk, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Pedagogiana Press, 2007), hlm.38.
4
pelatihan-pelatihan, kursus-kursus, kerja sosial, maupun pendidikan formal yang berlangsung di sekolah-sekolah atau Madrasah. Madrasah, sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar dalam membentuk pribadi yang berakhlakul karimah. Madrasah adalah suatu lembaga yang menjalankan proses pendidikan dengan memberikan pengajaran kepada siswa-siswanya. Usaha pendidikan di madrasah merupakan kelanjutan pendidikan dalam keluarga. Madrasah juga merupakan lembaga di mana terjadi proses sosialisasi anak setelah keluarga sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya dan diselenggarakan secara formal. Proses pembentukan akhlak peserta didik di Madrasah dapat dilakukan baik melalui pembelajaran di kelas maupun di luar kelas seperti kegiatan keagamaan yang diharapkan dapat membentuk karakter yang baik pada peserta didik. Menurut Hidayatullah karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakan dengan individu lain.5 Pendidikan karakter sendiri mempunyai pengertian nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma5
Furqan Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm.13.
5
norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Menurut Lickona ada beberapa alasan perlunya pendidikan karakter, di antaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak
memperoleh
sedikit
pengajaran
moral
dari
orangtua,
masyarakat, atau lembaga keagamaan, (4) Adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab, (5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan (8) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat. 6 Pendidikan karakter harus dilaksanakan secara integral dan holistik. Pendidikan karakter harus didukung oleh semua komponen masyarakat dan dilakukan di semua level dan ruang kehidupan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa 6
Thomas Lickona, Eleven Principals of Effective Character Education (Philadelphia: Temple University Press, 1999), hlm 253.
6
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran ( intellect) dan tubuh anak.7 Khan menjelaskan terdapat empat jenis karakter yang selama ini dilaksanakan dalam proses pendidikan, yaitu sebagai berikut: 1. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral). 2. Pendidikan karakter berbasis budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, Pancasila, apresasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan). 3. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan). 4. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi dari yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).8 Dengan demikian, pendidikan karakter merupakan komponen penting dan mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembinaan kegiatan keagamaan. Karena dengan adanya pendidikan karakter dalam pembinaan kegiatan keagamaan siswa selain untuk memaksimalkan dan memudahkan proses pembinaan kegiatan keagamaan siswa, juga untuk meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran di madrasah. Untuk itulah pendidikan karakter dalam Islam harus dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang nantinya dapat mewujudkan peserta didik yang berakhlakul karimah.9 Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan di 7
Tim direktorat Pendidikan Madrasah, Wawasan Pendidikan Karakter dalam Islam ( Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah Departemen Agama, 2010), hlm. 13. 8 Khan Yahya, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri (Yogyakarta: Pelangi Publising, 2010), hlm. 2. 9 Khan Yahya, Pendidikan Karakter..., hlm.14.
7
masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. Salah satu usaha dalam pelaksanaan pendidikan karakter di madrasah adalah melalui implementasi dalam pembiasaan kegiatan keagamaan. Kegiatan keagamaan adalah aktivitas kegiatan keagamaan yang menjadi pengamalan dan pelaksanaan pengamalan agama di madrasah.Kegiatan ini bisa dilakukan dalam bentuk pengembangan diri yang dikembangkan oleh madrasah. Menurut al-Nawawi, seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, mengatakan salah satu metode untuk menanamkan rasa iman dan takwa ialah dengan metode pembiasaan. Melalui pengintegrasian nilai imtaq ke dalam pembiasaan siswa yang dilakukan diluar jam pelajaran dapat meningkatkan rasa iman dan taqwa siswa.10 Pentingnya penanaman pembiasaan ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw sebagai berikut:
دَع َع َع َعدر ُ ْنو ُ د:َع ْن د َع ْن د ْناَع َع ِكِل ِكِل د ْن ِكِل د اَع َّر ِكِلا ِكِلد ْن ِكِل د َع ْن َع َعد َع ْن د َأ ِكِلا ْن ِكِل د َع ْن د َع ّد ِكِل د َع َع َعد ِكِل د،داص َعَل ِكِل َعدو ُ ْنُهد َعذ َعالَعغَعد َع ْن َع د ِكِل ِكِلن ْن َعْي ُ هللا َعدص َّرل د ُم ُ ْنو َّراص ِكِل ُِّب ِكِلدِب َّر:دهللادعَعلَع ْن ِكِل َعدو َع ّد َعّلد )ْضاُ ْنو ُ دعَعلَع ْنْيَع د(درو د اود ود َعْشد ِكِل ِكِلن ْن َعْيدفَع ْن ِكِل َعو ِكِل َعذ داَعلَعغَعد ْن َع 11
10
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 134. 11 Abdul Rahman Muhammad Utsman, Aunul Ma’bud (Syarah Sunan Abi Dawud), (Libanon: Darul Fikr, 1979), hlm. 161.
8
Artinya:”Dari Abdul Malik ibnu ar-Rabi‟ Ibnu Sibrah, dari bapaknya, dari kakeknya berkata Rasulullah saw bersabda: “Suruhlah anakanak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun; dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud). Program pembiasaan kegiatan keagamaan dapat membiasakan siswa terampil mengorganisasi, mengelola, menambah wawasan, maupun memecahkan masalah dan manfaat program kegiatan keagamaan ini diharapkan tidak hanya dirasakan ketika peserta didik menjadi pelajar, tetapi sampai seterusnya, didalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu program kegiatan keagamaan penting dilaksanakan disekolah karena realitas yang terjadi di masyarakat saat ini, banyak orang tua kurang dapat memberikan pemahaman pendidikan agama kepada anaknya dengan baik. Hal ini dikarenakan para orang tua sendiri tidak sepenuhnya menguasai dan memahami kaidah-kaidah pengetahuan agama, sehingga mereka tidak dapat mengamalkannya dengan baik. Disadari atau tidak hal tersebut ternyata berakibat negatif pada perkembangan keagamaan anak. Faktor lain yang menjadi salah satu penyebabnya adalah materi pembelajaran di sekolah masih menekankan aspek kognitif dan belum memberikan porsi yang banyak pada aspek afektif dan psikomotoriknya. Menurut Burghardt seperti yang dikutip Muhibbin Syah mengatakan bahwa kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulangulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan
9
perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.12 Dalam upaya pengembangan nilai nilai keagamaan di lembaga pendidikan, seorang guru tidak hanya terfokus pada kegiatan proses belajar mengajar dikelas, tetapi juga harus mengarahkan kepada siswanya dalam bentuk implementasi keagamaan. Misalnya para peserta didik diajak untuk mau memperingati hari hari besar keagamaan dan kegiatan keagamaan dalam sekolah tersebut yang kemungkinan besar juga memberikan sumbangan informasi kepada siswa tentang materi materi yang telah dipelajari didalam kelas. Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan akhlak (karakter). Pembiasaan agama akan memasukkan unsur-unsur positif pada pertumbuhan anak. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat anak melalui pembiasaan, maka semakin banyak unsur agama dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama.13 Pembiasaan merupakan metode pendidikan. Ketika suatu praktik sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian akan menjadi ketagihan dan pada
12 13
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.118. Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 65
10
waktunya menjadi tradisi yang sulit ditinggalkan. Disinilah pentingnya pembiasaan dalam proses pendidikan.14 Kaitannya
dengan
pembelajaran
di
madrasah,
upaya
pembentukan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan sudah mulai diterapkan di banyak madrasah melalui kegiatan diluar jam pembelajaran efektif. Dari hasil observasi sementara yang dilakukan penulis, madrasah yang sudah lama menerapkan program pembiasaan melalui kegiatan keagamaan adalah MI Islamiyah Reban.15 Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Reban sebagai sebuah lembaga pendidikan dasar yang bercirikan Islam berusaha untuk memberikan layanan yang mampu memberikan kontribusi nyata dalam masyarakat sekitar yang masih memegang teguh adat istiadat. Implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban telah terencana dalam program pembinaan kesiswaan yang sudah menjadi bagian dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) MI Islamiyah Reban dan dijadikan sebagai program unggulan. Pembiasaan keagamaan ini diterapkan sesuai dengan visi lembaga itu sendiri yaitu
mencetak generasi penerus
yang berkarakter, beriman,
berilmu dan berakhlakul karimah.Visi tersebut tidak akan tercapai tanpa
14
A.Qodry Azizy, Pendidikan Untuk Membangun Etika Sosial (Jakarta: Aneka Ilmu, 2002), hlm. 147 15 Observasi penulis di MI Islamiyah Reban pada tanggal 3 Januari 2014
11
kerja keras dan usaha yang maksimal dari pihak madrasah baik melalui pembelajaran di kelas maupun diluar kelas.16 Program pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban terbagi dalam beberapa bentuk kegiatan diantaranya (1) kegiatan pembiasaan rutin, yang terbagi menjadi dua kegiatan yaitu: (a)pembiasaan terjadwal meliputi: membaca asmaul husna, membaca al-Qur‟an suratsurat pendek,shalat dhuhur berjamaah, shalat dhuha berjamaah, Kultum dan latihan khitobah oleh siswa; (b) pembiasaan spontan, meliputi: pembiasaan salam dan salim, membuang sampah pada tempatnya. (2) kegiatan pembiasaan terprogram meliputi: kegiatan pesantren kilat, kunjungan ke panti asuhan, dan peringatan hari besar Islam (PHBI).17 Dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana impelmentasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Reban?
16
Wawancara dengan Ibu Towiyah, S.Pd.I selaku Kepala MI Islamiyah Reban pada tanggal 3 Januari 2014 17 Wawancara dengan Ibu Puji Umaidah,S.Pd.I, seksi kurikulum MI Islamiyah Reban pada tanggal 3 Januari 2014
12
2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Reban?
C. Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengkaji implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban 2.
Untuk
mendeskripsikan
bentuk
pendidikan
karakter
melalui
pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. 3. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.
Memberikan manfaat bagi para pendidik khususnya guru di madrasah agar dapat mencari solusi alternatif dalam mengimplementasikan pendidikan karakter diluar proses pembelajaran di kelas.
2. Bagi Madrasah, menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan dan mencari kegiatan diluar proses belajar mengajar yang dapat digunakan sebagi sarana mengembangkan pendidikan karakter. 3. Memperkaya khasanah pendidikan Islam yang berorientasi pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
13
D. Kajian Pustaka Sebelum
melakukan
penelitian
yang
berkaitan
dengan
pembentukan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan, peneliti telah mengadakan kajian dan penelusuran pustaka berkaitan dengan pembentukan karakter maupun pembiasaan keagamaan. Dari kajian dan penelusuran pustaka, peneliti menemukan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan hal tersebut, diantaranya: Penelitian dengan judul Internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam pembentukan sikap dan prilaku siswa sekolah dasar Islam Terpadu Al-Muttaqin Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan oleh Lukman Hakim, Dosen PAI Sekolah Tinggi Hukum (STH) Galunggung Tasikmalaya dengan kesimpulan bahwa pendekatan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam dilakukan melalui pendekatan secara bertahap yaitu pertama dengan ajakan dan pembiasaan, kedua dengan proses penyadaran emosi, dan ketiga dengan proses pendisiplinan dan penegakan aturan bagi siswa yang melanggar, sedang metodenya adalah dengan keteladanan, ibrah dengan cerita, ceramah dan maui’zah (nasehat). Pembentukan sikap ini ditekankan pada proses pembelajaran di kelas melalui penambahan kurikulum pembelajaran.18 Tesis yang berjudul Implementasi Pendidikan Karakter pada Kegiatan Ekstrakurikuler di SMAN 02 Kota Batu. Tesis ini ditulis oleh Eri Hendro Kusomo, disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai 18
Lukman Hakim, Internalisasi Nilai Nilai Agama Islam dalam Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Muttaqin Tasikmalaya, Jurnal Ta‟lim Vol.10, No. 1(Tasikmalaya: STH Galunggung , 2012), hlm. 67.
14
wadah pengembangan potensi siswa, sehingga mereka memiliki bekal berupa ketrampilan untuk masa depannya. Adapun nilai- nilai karakter yang dikembangkan dalam kegiatan ekstrakurikuler karakter siswa yang disiplin, bertanggung jawab dan bekerja sama. Nilai-nilai yang terkandung pada setiap kegiatan ekstrakurikuler secara psikologis dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yaitu (1) olah hati, karakter yang dikembangkan berupa peduli lingkungan dan sosial, hidup sehat, disiplin, tanggung jawab dan berjiwa Qur‟ani, (2) Olah pikir karakter yang dikembangkan adalah mandiri, cinta ilmu, rasa ingin tahu, gemar membaca, berpikir kritis dan logis, jujur, komunikaif,
menghargai
keberagaman, disiplin dan tanggung jawab, (3) Olah raga, karakter yang dihasilkan adalah kerja keras, kerja sama, jujur, percaya diri, sportifitas, tanggung jawab dan kekeluargaan, (4) Olah rasa dan karsa, karakter yang dihasilkan adalah menghargai karya orang lain, kreatifitas, mandiri, tanggug jawab, cinta tanah air, cinta teknologi. Kemudian pola yang dilakukan sekolah untuk mengembangkan karakter adalah dengan cara pemberian sanksi bagi siswa yang tidak disiplin, tidak tanggung jawab dan tidak kompak. Hal ini sejatinya tidak relevan dengan Desain Induk Pendidikan karakter yang menyatakan bahwa penciptaan pendidikan karakter pada lingkungan satuan pendidikan formal dan non formal dapat dilakukan
melalui
penugasan,
pembiasaan,
pelatihan,
pengajaran,
pengarahan dan keteladanan.19
19
Eri
Hendro
Kusumo,
Implementasi
Pendidikan
Karakter
pada
Kegiatan
15
Tesis dengan judul Mengembangkan Karakter Disiplin Siswa melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Tesis yang ditulis oleh Deni Suherman ini menyimpulkan bahwa pembentukan karakter siswa dapat dilakukan dengan menerapkan kedisiplinan melalui pendidikan agama Islam
melalui pembelajaran tentang pembentukan disiplin yaitu tahu
aturan, tahu yang baik dan yang buruk, mengetahui pentingnya, sehingga menyukai yang baik dan tidak menyukai yang buruk, berniat berbuat baik dan menjauhi yang buruk. Kemudian pendidikan agama yang mempunyai tiga realitas yaitu pola tingkah laku, pola berpikir dan sikap. Tiga ranah dalam tujuan pendidikan dapat di capai apabila siswa mampu mengembangkan diri sesuai dengan ajaran agamanya dan mempunyai dasar keislaman dan keimanan yang kuat, ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah yang tekun dan rajin sehingga berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari dengan menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan semua laranganNya. Hal inilah yang akan membentuk akhlak dan karakter siswa menjadi karakter manusia yang utuh sebagai warga negara dan bangsa yang baik yang berakhlakul karimah.20 Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh A.M Bandi Utama dalam tesisnya yang berjudul Pembentukan Karakter Anak melalui Aktivitas Bermain dalam Pendidikan Jasmani disimpulkan bahwa bermain merupakan aktivitas jasmani yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sukarela serta menyenangkan yang sering dilakukan Ekstrakurikuler di SMAN 02 Batu, Tesis, UNM, 2011, hlm. 310 20 Deni Suherman, mengembangkan disiplin siswa melalui pembelajaran agama Islam, Tesis, UPI, 2012, hlm. 256
16
oleh sebagian besar anak. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani melalui aktivitas bermain mampu membawa peserta didik mampu untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya kearah positif dalam arti potensi peserta didik dalam segi kognitif, afekitif, fisik dan psikomotorik berkembang dengan baik. Hal ini berarti melalui bermain dalam pendidikan jasmani dapat membentuk pribadi yang berkarakter baik.21 Penelitian yang dilakukan oleh Imron Fauzi, dengan judul Pembiasaan Shalat Dhuha dalam Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di MI Miftahul Huda Mlokorejo Kecamatan Puger Kabupaten Jember). Dalam tesis ini disimpulkan bahwa pembiasaan shalat dhuha di MI Miftahul Huda Mlokorejo telah banyak memberikan pengaruh dalam pembinaan akhlak bagi siswa dan juga respon dari orang tua siswa. Program pembiasaan shalat dhuha ini dilatarbelakangi oleh permasalahan sebelum dilaksanakannya pembiasaan shalat dhuha siswa kurang produktif dalam memanfaatkan waktu. Oleh karena itu pembiasaan shalat dhuha ini bertujuan untuk pembinaan akhlak siswa baik akhlak terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Selain itu bertujuan untuk melatih siswa dalam memanfaatkan waktu. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiasaan shalat dhuha memiliki dampak diantaranya: (1) siswa mampu menerapkan rasa syukur mereka atas segala nikmat Allah baik melalui ucapan maupun perbuatan, (2) siswa merasa lebih tawakkal setelah 21
A. M. Bandi Utama, Pembentukan Karakter melalui Aktivitas Bermain dalam Pendidikan Jasmani, Tesis, UNY, 2012, HLM. 239
17
mereka berusaha memaksimalkan kemampuannya dengan cara giat dan rajin belajar baik di rumah maupun di sekolah, (3) dapat meningkatkan sikap keikhlasan, salah satunya melalui amal jariyah atau sedekah yang mereka keluarkan bukan karena perintah siapapun, tetapi memang karena Allah, (4) menyadarkan para siswa akan pentingnya persudaraan, hal ini di aplikasikan dengan menyambung tali silaturrahmi baik antar siswa maupun dengan guru, (5) siswa cukup mampu menerapkan adab kesopanan terhadap setiap orang terutama terhadap orang tua dan guru,baik berupa perkataan dan perbuatan, (6) siswa merasa lebih tenang dan siap dalam mengikuti proses belajar mengajar.22 Dari berbagai penelitian yang peneliti kemukakan, perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah fokus penelitian tentang pembiasaan kegiatan keagamaan yang dapat menjadi salah satu cara untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di madrasah, sehingga pada penelitian ini peneliti berusaha untuk menggali lebih dalam tentang implementasi
pendidikan
karakter
melalui
pembiasaan
kegiatan
keagamaan di madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Reban.
E. Kerangka Teori 1. Pendidikan Karakter Pendidikan karater dapat dimaknai sebagai internalisasi nilai nilai yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan 22
Imron Fauzi, Pembiasaan Shalat Dhuha dalam Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di MI Miftahul Huda Mlokorejo Kecamatan Puger Kabupaten Jember), Tesis, STAIN Jember, 2009, hlm.217
18
pada budaya, agama, adat istiadat, norma dan etika. Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dalam sekejap dengan memberikan nasehat, perintah atau instruksi, namun lebih dari hal tersebut. Pembentukan karakter memerlukan teladan/role model, kesabaran, pembiasaan dan pengulangan. Dengan demikian, proses pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang dialami oleh siswa sebagai bentuk pengalaman pembentukan kepribadian melalui mengalami sendiri nilai nilai kehidupan, agama dan moral.23 Menurut
Lickona, ada tiga tahap pembentukan karakter,
yakni: (1) Moral Knowing, yaitu memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik, untuk apa berperilaku baik, dan apa manfaat berperilaku baik. (2) Moral Feeling, yaitu membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya. (3) Moral Action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behaviour.24Dengan melalui tiga tahap tersebut, proses pembentukan karakter akan menjadi lebih mengena dan peserta didik akan berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.
23
Haedar Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya (Yogyakarta: Multi Presindo,2013), hlm. 23 24 Thomas Lickona, Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility (New York: Bantamm Books,1991), hlm. 52.
19
2. Pembiasaan Kegiatan Keagamaan Menurut Azizi, pembiasaan merupakan proses pendidikan.25 Pendidikan
yang
instan
berarti
melupakan
dan
meniadakan
pembiasaan. Tradisi dan bahkan juga karakter (perilaku) dapat diciptakan melalui latihan dan pembiasaan. Ketika suatu praktik sudah dilakukan berkat pembiasaan ini, maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian akan menjadi ketagihan dan pada akhirnya akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Hal ini berlaku hampir untuk semua hal, meliputi nilai nilai yang baik maupun yang buruk.26 Pada awalnya, demi pembiasaan suatu perbuatan harus dipaksakan, sedikit demi sedikit kemudian menjadi kebiasaan. Berikutnya kalau aktivitas tersebut telah menjadi kebiasaan, ia akan menjadi habit yaitu kebiasaan yang sudah dengan sendirinya, dan bahkan sulit untuk dihindari. Ketika menjadi habit ia akan menjadi aktifitas rutin.27 Kebiasaan menurut Zubair adalah ulangan perbuatan yang sama.28Jadi menanamkan suatu nilai pendidikan, terutama pendidikan akhlak (karakter) yang bertujuan untuk membentuk dan menanamkan kepribadian yang baik, diperlukan suatu pembiasaan yang bersifat konsisten dan terus menerus, sehingga kepribadian anak terbentuk dengan sempurna melalui pendidikan dengan proses 25
Qodri Azizi, Pendidikan (Agama).... hlm. 146. Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 261-262. 27 Qodri Azizi, Pendidikan (Agama)..., hlm. 146. 28 Ah. Haris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.14. 26
20
pembiasaan tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Abdullah Nashih Ulwan yang menjelaskan bahwa, faktor pembiasaan mempunyai peranan penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menanamkan akidah yang murni, keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus.29 3. Teori Pembiasaan Teori pembiasaan adalah proses pendidikan yang berlangsung dengan jalan membiasakan peserta didik untuk bertingkah laku, berbicara, berpikir dan melakukan aktivitas tertentu menurut kebiasaan yang baik, sebab tidak semua hal yang dapat dilakukan itu baik. Didalam al-Qur‟an teori tentang pembiasaan terdapat dalam surah an-Nur (24) ayat 58.
Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak( lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang 29
Ahmad Masjkur Hakim, Pendidikan Anak menurut Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 61
21
belum balig diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum salat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah salat Isya‟. (Itulah) tiga „aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagiaan kamu (ada keperluan) kepada sebahagiaan yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. an-Nur : 58)30 Demikian pula hadist
yang dijadikan rujukan adalah
diantaranya hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
ص ََل ِة َوهُ ْم اَ ْبنَا ُء َس ْب َع ِسنِ ْينَ َواضْ ِربُىْ هُ هُ ْم َعلَ ْيهَا َوهُ ْم َ ُمرُوْ ااَوْ ََل َد ُك ْم بِااال )اَ ْبنَا ُء َع ْش َر ِسنِ ْينَ فَاضْ ِربُىْ هُ َعلَيْها َ (رواه أبى داود Artinya:” ...Perintahkan anak-anak kalina salat di usia tujuh tahun. Pukullah di usia sepuluh tahun jika mereka tidak melakukannya. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka.( H.R Abu Dawud)31 Sedangkan teori teori dari kalangan para pakar pendidikan yang ada hubungannya dengan pembiasaan adalah teori-teori tentang belajar , diantaranya adalah: (1) Teori Classical Conditioning (teori pembiasaan klasikal) yang dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Teori ini berkembang berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlof ( 1849 M-1936 M). Kata classical yang mengawali teori ini sematamata untuk menghargai karya Ivan Pavlof yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning ( pengkondisian) dan untuk membedakan dengan teori conditioning yang lainnnya, selain itu karena fungsinya teori dari Ivan Pavlof ini juga dapat disebut 30
Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), hlm.499 31 Abdul Rahman Muhammad Ustman, Aunul Ma’bud (Syarah Sunan Abu Daud), (Libanon: Darul Fikr, 1979), hlm. 162
22
respondent conditioning ( pengkondisian yang dituntut).32 Menurut teori ini belajar adalah proses perubahan yang terjadi adanya syarat syarat ( conditions), yaitu prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum datangnya refleks.33 (2) Teori Connectionism (pertautan, pertalian) yang dikembangkan oleh E.L Thorndike. Faktor penting dalam proses belajar ini adalah adanya reward atau pernyataan kepuasan dari suatu kejadian dan menurut Thorndike faktor hukuman tidak penting karena justru hukuman akan memperlemah ikatan dan tidak mempunyai efek apa apa, berbeda dengan faktor hadiah (reward) 34. 4.
Program Pembiasaan Kegiatan Keagamaan. Program pembiasaan kegiatan keagamaan di madrasah terintegrasi dalam pengembangan budaya sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri. Program pengembangan diri seperti yang tercantum dalam buku pedoman pelaksanaan pendidikan karakter meliputi: a.
Kegiatan Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan secara regular dikelas
maupun
diluar
kelas
yang
bertujuan
untuk
membiasakan anak untuk mengerjakan sesuatu yang baik. Misalnya shalat berjamaah, berdoa sebelum pelajaran di mulai
32
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya,2003) hlm. 107 34
Thorndike berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses “stamping in”( diingat), forming. Hubungan antara stimulus dan respon, lihat Sri Esri Wuryani djiwandono ( Jakarta:Grasindo,2002) hlm.126
23
dan diakhiri, mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik dan teman.35 b.
Kegiatan Spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan ini adalah: membuang sampah tidak pada tempatnya, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak rapi. Kegiatan spontan untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik. Perilaku yang baik dari peserta didik perlu mendapat pujian, contohnya: menolong teman, mendapat nilai yang tinggi, rajin melakukan ibadah.36
c.
Keteladanan Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi
35
Kementerian Pendidikan Nasional, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ( Jakarta: Puskurbuk, 2011), hlm. 14 36 Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum Kemdiknas , 2010), hlm.15
24
panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Contoh keteladanan antara lain: berpakaian rapi, datang tepat waktu, bertutur kata sopan, kasih sayang, menjaga kebersihan dll.37 d.
Pengkondisian Pengkondisian
yaitu
penciptaan
kondisi
yang
mendukung terlaksananya pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, poster katakata yang bijak diluar dan di dalam kelas.38
F. Metode Penelitian. Metodologi mengandung makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan cara melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian. Dengan kata lain, metodologi penelitian akan memberikan petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau petunjuk bagaimana penelitian itu dilaksanakan.39 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian field research, yaitu penelitian yang dilakukan dilapangan atau dilingkungan tertentu.40 Dalam mengadakan suatu penelitian, peneliti tidak melakukan manipulasi 37
atau
menetapkan
peristiwa-peristiwa
yang terjadi,
Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan... , hlm.16 Kementerian Pendidikan Nasional, Panduan Pelaksanaan..., hlm. 15 39 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian..., hlm. 16. 40 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 11 38
25
melainkan apa yang tampak dan sudah terjadi. Sehingga peneliti mempunyai cara pandang berpikir yang menekankan fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif dan interpretasi-interpretasinya terhadap subyek penelitian.41 Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat mendeskripsikan makna atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan menunjukkan buktibuktinya.42 Bentuk penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai informasi tentang keagamaan dalam
pelaksanaan pembiasaan kegiatan
pembentukan karakter peserta didik di MI
Islamiyah Reban. 2. Subyek Penelitian Subjek penelitian adalah sumber utama dalam penelitian yang memiliki data mengenai variebel-variabel yang diteliti.43
Yang
menjadi subyek penelitian ini adalah kepala Madrasah, para guru dan siswa Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Reban. 3. Data dan Sumber Data Setiap penelitian ilmiah memerlukan data dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Data harus diperoleh dari sumber data yang tetap agar data yang terkumpul relevan dengan masalah yang diteliti, sehingga tidak menimbulkan kekeliruan. Adapun data penelitian ini menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh 41
Lexy J Moleong, Metode Penelitian..., hal. 15 Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 161. 43 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 34-35 42
26
langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukur atau pengambilan data langsung pada sumber obyek sebagai sumber informasi yang diberi.44 Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan kepala madrasah, para guru dan staff di Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Reban. 4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dengan memperhatikan penggarisan yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari data yang tidak terpakai karena jauhnya informasi yang diperoleh dengan keperluannya,45 dan metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Metode Observasi Metode observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.46 Metode ini digunakan untuk menyaksikan secara langsung 44
masalah-masalah
yang
penulis
butuhkan
dalam
Saifudin Azwar, Metode..., hlm. 91 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 38. 46 Mardalis, Metode Penelitian suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Aksara, 1999), hlm. 63. 45
27
penulisan tesis tentang implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. b. Metode Interview (Wawancara) Metode Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.47 Proses melakukan wawancara dilaksanakan dengan cara tatap muka antara pewawancara dengan yang diwawancarai dengan menggunakan alat yang disebut interview guide (panduan wawancara) tanya jawab yang telah ditentukan sebelumnya. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. Adapun dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah kepala Madrasah, Para guru dan staff yang secara langsung dekat dan berhubungan dengan peserta didik. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi ialah metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda, dan sebagainya.48
47 48
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., hlm. 230. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian..., hlm. 206.
28
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai tinjauan historis, struktur organisasi, dan keadaan guru dan siswa serta praktik pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. 5. Metode Analisis Data Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.49 Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan
dan
melaporkan
serta
menarik
kesimpulan.50 Dari data-data yang didapatkan dari lapangan kemudian peneliti menganalisa kemudian mengkorelasikan dengan teori yang telah diungkapkan sebagai dasar acuan dalam penelitian kali ini. Adapun analisis data ini dilakukan dengan proses reduksi data, sajian data, dan verifikasi meliputi: a. Data Reduction (Reduksi Data) Merupakan proses untuk memilah dan memilih hal-hal yang pokok, merangkum dan menfokuskan pada hal-hal yang didapat
49
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif..., hlm. 248 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 199. 50
29
dalam dari data lapangan mengenai implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. b. Display Data (Penyajian Data) Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data dalam bentuk uraian singkat bagian hubungan antara kategori dan sejenisnya.51 c. Verification Kesimpulan awal dalam penelitian kualitatif hanya bersifat sementara, masih dapat berubah apabila terdapat bukti-bukti baru. Namun apabila pada saat penelitian ditemukan bukti-bukti yang valid, maka hasil penelitian dapat dikatakan kredibel atau baik.52 Kesimpulan pada penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada, temua dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya belum jelas dan setelah diteliti bisa menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausalitas atau interaktif, hipotesis atau teori.53 Oleh karena itu, penelitian ini merupakan studi kualitatif
phenomenologik, sebagaimana dikemukakan oleh
Bogdan yang dikutip oleh Lexi J Maelong, bahwa model atau
51
Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan, ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D) , cet ke X ( Bandung : Alfabeta, 2010) hlm.338 52 Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,( Jakarta: Bumi Aksara,2001) hlm.87 53 Sugiyono, Metode Penelitian..., hlm. 345
30
bentuk analisisnya menyatu dengan penyajian data dari lapangan, analisis dilakukan sejak awal data diperoleh dari lapangan. Dengan teknik sebagai berikut: Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian
Pengumpulan Data
Pelaporan Data
Diskusi (Reduksi)
Dalam menganalisis
Kesimpulan/ Verifikassi
data-data
yang ada,
penulis
menggunakan deskriptif analisis, yaitu suatu metode analisis data yang menggambarkan atau melukiskan suatu objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta tampak. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data secara kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.54 Dengan menggunakan analisis deskriptif
54
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian..., hlm. 248.
31
kualitatif yaitu data yang telah terkumpul diuraikan dan digambar secara lengkap dalam suatu bahasa, sehingga ada pemahaman antara kenyataan di lapangan dengan bahasa yang digunakan untuk menguraikan data-data yang ada.55Jadi dalam penelitian ini penulis menganalisis data-data yang diperoleh dari lapangan yang didasarkan pada konsep dan teori yang ada. Dan dalam
analisis,
penulis
akan
mendeskripsikan
tentang
implementasi metode pembiasaan positif pada pengembangan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan anak serta bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter melaui pembiasaan kegiatan keagamaan. 6. Pengecekan Keabsahan Data Untuk
pemeriksaan
keabsahan
data
hasil
penelitian
memerlukan ketelitian dan keakuratan. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam menetapkan keabsahan data. Dalam hal ini peneliti menggunakan
teknik
triangulasi,
teknik
triangulasi
adalah
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu data yang lain diluar data itu. Ini digunakan untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang sudah diteliti. Pada dasarnya ada empat macam teknik triangulasi yaitu: memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.56 Adapun dalam penelitian ini,
55
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin,1996), hlm.
68-69. 56
Lexi J Moleong, Metode Penelitian..., hlm. 178
32
penulis menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. Teknik triangulasi sumber dapat dicapai dengan cara sebagai berikut: a. Membandingkan hasil data pengamatan dengan hasil data wawancara b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi c. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data d. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.57 Sedangkan teknik triangulasi metode menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu: a. Pengecekan derajat kepercayaan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data b. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber dengan metode yang sama.58
G. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis dan konsisten serta dapat menunjukkan totalitas yang utuh dalam tesis ini, maka penulis menyusun dengan sistematika sebagai berikut:
57 58
Lexi J Moleong, Metode Penelitian..., hlm.330 Lexi J Moleong, Metode Penelitian..., hlm.329
33
BAB I, Pendahuluan yang terdiri atas : Latar Belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, penegasan istilah, metode penelitian yang meliputi: metode penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. BAB II, Pengertian Pendidikan Karakter, fungsi dan tujuan pendidikan karakter, jenis-jenis pendidikan karakter, pilar-pilar pendidikan karakter, komponen pendidikan karakter, nilai nilai yang dikembangkan, prisip-prinsip pendidikan karakter, serta perencanaan pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Selanjutnya diketengahkan pengertian metode pembiasaan kegiatan keagamaan yang meliputi pengertian metode pembiasaan, dasar dan tujuan pembiasaan, teori-teori pembiasaan,
langkah-langkah
pembiasaan,
pengertian
kegiatan
keagamaan, bentuk-bentuk pembiasaan kegiatan keagamaan, dan tujuan kegiatan keagamaan dan pendidikan karakter melalui metode pembiasaan kegiatan keagamaan. BAB III, Implementasi Pendidikan karakter melalui kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban yang meliputi profil MI Islamiyah Reban terdiri dari : letak geografis,sejarah perkembangan, visi, misi dan tujuan, struktur organiasai, keadaan siswa, kondisi prasarana,kemudian penyajian data tentang
guru, sarana dan
perencanaan pendidikan
karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan serta pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan serta evaluasi tentang pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan
34
kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban, selanjutnya faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. BAB IV, Analisis tentang perencanaan implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan, pelaksanaan pendidikan karakter malalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban yang meliputi analisis tentang bentuk pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban, analisis tentang pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan, analisis evaluasi pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembiasaan kegiatan keagamaan di MI Islamiyah Reban. BAB V, Penutup berisi kesimpulan dan saran.