BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Struktural Fungsional Dalam Ritzer dan Goodman (2010) penekanan yang terjadi pada teori
struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut mencakup keragamannya, tercipta sebuah keseimbangan (equilibrium) atau dinamic equlibrium (keseimbangan berjalan) notebene berasal dari fungsi dan peran masing-masing individu yang ada dalam masyarakat. Parsons menyebutkan keseimbangan dapat tercipta dengan konsep Adaptation (adaptasi), Goals (tujuan), Integration (integrasi), dan Latern Pattern Maintenance (pemeliharaan pola-pola). Konsep AGIL Parsons diatas digunakan untuk bertahan (defensed) dalam sebuah struktural fungsional. Sebuah tatanan masyarakat tentu akan dipengaruhi oleh subsistem yang ada didalamnya (struktur fungsionalisme) diantaranya; subsistem ekonomi, perubahan ekologis (lingkungan tempat tinggal), politik, kebudayaan, dan sosialisasi. Struktural fungsionalisme berjalan melalui individu-individu (individu Act) sebagai aktor dengan menjalankan fungsi dan perannya masing-masing melalui bentuk adaptasi terhadap subsistem struktural fungsionalisme, yang menghasilkan sebuah tindakan (unit aksi). Dari unit aksi inilah kemudian terjadi sistem aksi (act system) dimana masyarakat telah menemukan tujuan dari aksi tersebut, sehingga terbentuklah sebuah tatanan masyarakat dengan keunikannya tersendiri, yang kemudian akan mengalami perubahan yang lebih kompleks.
17 Universitas Sumatera Utara
Robert K. Merton sebagai salah satu tokoh yang mengkaji mengenai teori struktural fungsional dan berada pada teori tingkat menengah menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat dan kultur. Dalam pemikiran Merton, sasaran studi struktur fungsional antara lain adalah : peran sosial, pola institusi, proses sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, perlengkapan untuk pengendalian sosial dan sebagainya . Robert K. Merton telah mengkritik 3 postulat yang dikemukakan oleh Malinowski dan Radcliffe Bron, yaitu : 1. Kesatuan fungsional masyarakat. Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik kultur dan sosial yang sudah baku adalah fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk individu dan masyarakat. Merton berpendapat bahwa meski hal ini benar terjadi pada masyarakat primitif dan kecil, namun hal ini tidak berlaku ke tingkatan masyarakat yang luas dan kompleks. 2. Fungsionalisme universal, yang menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang baku memiliki fungsi-fungsi positif. Merton menyatakan bahwa postulat ini bertentangan dengan kehidupan nyata, yang jelas adalah bahwa tidak setiap struktur, adat, gagasan, kepercayaan dan sebagainya mempunyai dampak positif. 3. Indispensability yaitu dalam setiap tipe peradaban, kebiasaan memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan, akan tetapi Merton mengatakan bahwa terdapat alternatif struktur dan fungsi yang dapat ditemukan di dalam masyarakat.
18 Universitas Sumatera Utara
Perhatian analisis struktural fungsional lebih dipusatkan pada fungsi sosial ketimbang pada motif individual. Menurut Merton, fungsi didefenisikan sebagai konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tersebut. Dari pendapat Merton tentang fungsi, ada konsep barunya mengenai sifat dari fungsi dengan membedakan atas fungsi manifest dan fungsi latent. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan (intended) atau fungsional, sedangkan fungsi latent adalah sebaliknya yaitu fungsi yang tidak diharapkan atau disfungsi. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada, sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagianbagian lain dari sistem sosial, struktur atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif ataupun positif terhadap sistem sosial. Merton juga mengemukakan konsep nonfunctions yang didefenisikannya sebagai akibat-akibat yang sama sekali tak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan. Kecocokan argumen Merton dengan permasalahan penelitian mengenai struktur organisasi maupun kelompok terkait peran dan fungsi masing-masing bidang inilah menjadikan peneliti menggunakan teori ini. Teori struktur fungsional oleh Robert K. Merton dapat menganalisis tiap-tiap bagian dalam struktur organisasi maupun kelompok terkait fungsi dan perannya sehingga mampu menjawab permasalahan yang peneliti dalam disfungsi pelaksanaan Simpan Pinjam bagi Perempuan (SPP). Fungsi yang dianggap manifest dalam penelitian ini adalah ketika Simpan Pinjam Perempuan ini dapat meningkatkan kesejahteraan tiap anggotanya, sedangkan fungsi yang dianggap laten ialah terdapat kondisi disfungsi yang terjadi
19 Universitas Sumatera Utara
dalam pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan yang berakibat pada ketidakefektivan program pemberdayaan masyarakat. Adapun penelitian lainnya yang membahas disfungsi pemberdayaan dalam teori struktural fungsional dikutip dari penelitian disertasi Hikmat (2001) yang meneliti mengenai marginalisasi komunitas lokal dalam perspektif kontingensi strategi pengembangan masyarakat di Bekasi. Hasil penelitian ini adalah ketidakberdayaan komunitas lokal dalam beradaptasi terhadap perubahan struktur kota dapat dilihat dari ciri-ciri: 1. Tidak adanya alternatif untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraaan keluarga, karena mereka kehilangan peluang untuk akses terhadap sistem pelayanan sosial dasar (termasuk sulit akses terhadap program pemberdayaan). 2. Terbatasnya produktifitas kerja dan ekonomi yang membuat mereka berada dalam keadaan subsistence level. 3. Tujuan-tujuan kolektif tidak dapat lagi dibentuk dan dicapai, walaupun mereka dalam bentuk komunal. 4. Semakin lama cenderung fatalistik terhadap perubahan dan kemajuan di lingkungan sekitar. Kondisi
ketidakberdayaan
komunitas
lokal
adalah
merupakan
penyimpangan fungsi-fungsi masyarakat atau mereka mengalami disfungsi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat mikro, terjadi ketidakberdayaan komunitas lokal tidak cukup dianalisis dalam kerangka struktural eksternal fungsional tetapi juga dianalisis dalam kerangka struktural internal fungsional
20 Universitas Sumatera Utara
yang menjelaskan hubungan interaksi individu dengan lingkungan komunitas lokal itu sendiri. 2.2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) PNPM-Mpd diluncurkan tanggal 30 April 2007 oleh Presiden Indonesia sebagai kelanjutan Program Keluarga Kecamatan (PKK). PNPM-Mpd ini memiliki tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan dengan sebuah siklus kegiatan. Tahapantahapan tersebut adalah : 1. Diseminasi informasi dan sosialisasi, dapat dilakukan dengan cara lokakarya di berbagai level pemerintahan, hearing anggota legislatif di berbagai jenjang dan forum-forum musyawarah masyarakat. Setiap desa dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media (penyebaran) informasi. 2. Proses perencanaan administrasi, dilaksanakan dari tingkat dusun, desa selanjutnya tingkat kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa (FD) untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan kegiatan. 3. Seleksi proyek di tingkat desa dan kecamatan, masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan antar desa untuk memutuskan usulan prioritas dan layak didanai. Musyawarah terbuka bagi setiap masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. 4. Masyarakat melaksanakan proyek, masyarakat memilih anggotanya untuk menjadi tim pengelola kegiatan (TPK) di desa-desa yang terdanai. Fasilitator teknis program akan mendampingi TPK dalam mendesain
21 Universitas Sumatera Utara
prasarana, penganggaran kegiatan, vertifikasi mutu dan supervise. Para pekerja pada umumnya berasal dari desa penerima dana. 5. Akuntabilitas dan laporan perkembangan selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan 2 kali dalam pertemuan terbuka di desa, yakni sebelum proyek pencarian dana tahap berikutnya. Pada pertemuan akhir, TPK akan melakukan serah terima proyek kepada masyarakat desa dan tim pemelihara kegiatan. (Sumber: www.pnpm-mandiri.org)
Pelaksanaan program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Program ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: a) Dana
Bantuan
Langsung
Masyarakat
(BLM)
untuk
kegiatan
pembangunan. b) Dana
Operasional
Kegiatan
(DOK)
untuk
kegiatan
perencanaan
pembangunan partisipatif dan kegiatan pelatihan masyarakat (capacity building). c) Pendampingan
masyarakat
yang
dilakukan
oleh
para
fasilitator
pemberdayaan, fasilitator teknik dan fasilitator keuangan. Dalam modul PNPM Mandiri Pedesaan tahun 2014, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM
22 Universitas Sumatera Utara
Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari CSR (Corporate Social Responsibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia. Adapun penelitian lainnya yang terkait PNPM-Mpd berasal dari Agistiasari (2012). Hasil penelitian ini adalah: 1.
Efektifitas program berkenaan dengan ketetapan jumlah anggaran dari pemerintah bagi pelaksanaan PNPM-Mpd dan upaya tim pelaksana dalam melaksanakan. Hal ini perlu diperhatikan karena dengan anggaran yang memadai dan kerjasama yang dilakukan oleh semua pihak baik itu tim pelaksana maupun masyarakat maka pelaksanaan PNPM-Mpd akan berjalan dengan baik.
2.
Kecukupan program berkenaan dengan PNPM-Mpd dapat memuaskan kebutuhan masyarakat serta penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan PNPM-Mpd. Hal ini penting karena suatu kebijakan dikatakan berhasil apabila semua kesatuan yang ada dapat terlaksana sesuai prosedur yang telah ditentukan.
3.
Perataan program berkenaan dengan anggaran dapat didistribusikan secara adil dalam pelaksanaan PNPM-Mpd, pengalokasian pembangunan fisik desa dan dana bergulir di setiap desa.
23 Universitas Sumatera Utara
4.
Responsivitas program berkenaan dengan penilaian masyarakat terkait dengan diadakannya PNPM-Mpd dan upaya tim pelaksana dalam menanggapi dan memenuhuhi kebutuhan masyarakat.
5.
Ketepatan program berkenaan dengan kebijakan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dana bergulir disalurkan pada anggota kelompok yang berhak.
2.3
Simpan Pinjam Perempuan (SPP) sebagai Solusi Penurunan Jumlah Keluarga Miskin Simpan Pinjam Perempuan (SPP) adalah salah satu program dalam
PNPM-Mpd yang bertujuan untuk mengentas jumlah keluarga miskin di perdesaan. SPP merupakan program bantuan penambahan modal yang ditujukan bagi mereka yang dinilai sudah memiliki usaha yang cukup untuk dapat membiayai kebutuhan dasar mereka, namun masih perlu untuk ditingkatkan. Pemberian bantuan permodalan ini menggunakan sistem dana bergulir. Pelaksanaan SPP yang tertuang dalam SOP SPP bahwa pengertian dana bergulir adalah seluruh dana program dan bersifat pinjaman dari UPK (Unit Pengelola Kecamatan) yang digunakan oleh masyarakat untuk mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompok-kelompok masyarakat. Tujuan pengelolaan dana bergulir ini ialah : 1
Memberikan kemudahan akses permodalan usaha baik kepada masyarakat sebagai pemanfaatan maupun kelompok usaha.
2
Pelestarian dan pengembangan modal usaha yang berasal dari dana PNPM-Mpd yang sesuai dengan tujuan program.
3
Peningkatan kapasitas pengelola kegiatan dan bergulir ditingkat wilayah perdesaan.
24 Universitas Sumatera Utara
4
Menyiapkan lembaga UPK sebagai pengelola dana bergulir yang mengacu pada tujuan program secara akuntabel artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat, transparan dan berkelanjutan.
5 Peningkatan pelayanan kepada rumah tangga miskin dalam pemenuhan kebutuhan permodalan usaha melaui kelompok pemanfaat. Fungsi dari dana bergulir SPP ini adalah : 1. Memberikan pinjaman dana kepada kelompok simpan pinjam. 2. Menumbuhkembangkan kelompok usaha produktif dan kelompok perempuan. 3. Mendayagunakan kemampuan potensi lokal dalam pengembangkan usaha bagi ekonomi masyarakat miskin. 4. Mempertinggi kualitas sumberdaya manausia dan kelompok untuk mencapai terciptanya masyarakat yang mandiri. 5. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di kecamatan. Sifat dari perguliran dana ini adalah terbuka bagi semua lapisan masyarakat, mudah, cepat dan lestari. Prinsip dana bergulir ini ialah transparansi, keberpihakan kepada orang miskin, partisipasi, kompetisi sehat, desentralisasi, akuntabilitas dan berkelanjutan. Dan yang menjadi sasaran dari dana bergulir ini adalah kelompok yang mempunyai kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman dengan prioritas kelompok yang rumah tangga miskin dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan anggota yang anggotanya khusus perempuan.
25 Universitas Sumatera Utara
Aturan pokok perguliran dana yaitu : 1. Pinjaman perguliran dilakukan ditingkat kecamatan oleh UPK, Tim Verifikasi, Tim Pendanaan dalam wilayah kerja kecamatan lokasi PNPM. 2. Musyawarah antar desa perguliran menetapkan daftar kelompok yang mengajukan kredit atau kelompok daftar tunggu perguliran. 3. Pendanaan kredit disesuaikan dengan perkembangan/ketersediaan dana yang ada di UPK dan dana yang tersedia di rekening SPP. 4. Pinjaman hanya disalurkan kepada kelompok yang bersifat kelompok dengan pemanfaatan rumah tangga miskin atau dengan kata lain tidak diperbolehkan meminjam secara perorangan. 5. Adanya perjanjian pinjaman antara kelompok dengan UPK. 6. Jadwal angsuran disesuaikan dengan fungsi kelompok dan siklus usahanya. Jangka waktu peminjaman kelompok maksimal 12 bulan. Dengan adanya aturan yang telah ditetapkan diharapkan program yang dilaksanakan akan berjalan sesuai dengan fungsinya dan dapat tepat sasaran sesuai yang telah ditentukan. Persyaratan kelompok pinjaman bergulir yaitu : 1. Kelompok pinjaman harus mempunyai ikatan persatuan yang kuat, misalnya RT/RW, arisan, yasinan dsb. 2. Mempunyai kepengurusan yang jelas minimal ketua, sekretaris dan bendahara. 3. Mempunyai kegiatan ekonomi dan atau kemasyarakatan. 4. Anggota yang menjadi pemanfaat benar-benar warga desa atau warga kecamatan tersebut dibuktikan dengan KTP dan KK yang berlaku.
26 Universitas Sumatera Utara
5. Anggota kelompok peminjam wajib mendapatkan persetujuan salah satu anggota keluarga yang diketahui oleh RT/TW setempat. 6. Pengurus tingkat desa maupun tingkat kecamatan tidak dipekenankan menerima pinjaman dari dana SPP kecuali mendapat persetujuan dari BPUPK dan BKAD. 7. Kelompok lunas yang akan melakukan kembali pinjaman harus dinilai kondisi pinjamannya : a. Jika tidak pernah menunggak pinjaman dapat ditingkatkan jumlahnya dari pinjaman sebelumnya. b. Jika pernah menunggak maka pengajuannya sama dengan pinjaman sebelumnya. c. Jika pernah melakukan penunggakan secara berulang maka pengajuan maksimal 75 % dari pinjaman sebelumnya. 8. Mempunyai kegiatan rutin pertemuan. 9. Anggota kelompok baru minimal 5 orang dan maksimal 10 orang, sedangkan untuk kelompok lama maksimal 15 orang. 10. Dalam satu kelompok tidak diperbolehkan 1 keluarga. 11. Kelompok wajib mempunyai tabungan kelompok sebesar minimal 10% dari besaran pengajuan pinjaman, selanjutnya tabungan tersebut sebagai agunan tanggung renteng. 12. Anggota
kelompok
diwajibkan
memiliki
asuransi
jiwa
untuk
mengantisipasi kemacetan apabila terjadi hal yang tidak diinginkan.
27 Universitas Sumatera Utara