BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi biro jodoh di pesantren al-jihad Surabaya). Salah satu pendekatan teoritis sistem sosial yang paling populer dari pendekatan-pendekatan yang lain adalah pendekatan yang amat berpengaruh dikalangan para ahli sosiologi. Sudut pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi, di atas dasar kata
sepakat
para
anggotanya
akan
nilai,
norma,
dan
aturan
kemasyarakatan tertentu. Menurut teori struktural fungsional, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu sistem sosial yang berdiri atas bagianbagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional–struktural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori ini pun
41
42
kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya. Dalam The Structure of Social Action, Parsons mengembangkan realism analitis untuk menyusun sebuah teori sosiologi. Teori dalam sosilogi haruslah menggunakan sejumlah konsep penting yang terbatas yang secara proposional mencakup aspek-aspek dunia eksternal yang objektif. Konsep-konsep itu tidaklah sama dengan gejala konkrit, akan tetapi sama dengan unsur-unsurnya yang secara analisis dapat dipisahkan dengan unsur-unsurnya yang lain (Talcott Parsos 1937: 730). Sehingga, pertama-tama teori berkaitan dengan perkembangan konsep-konsep yang merupakan abstraksi realitas empiris, sehingga menjadi unsur-unsur analisis yang sama. Dengan cara ini, konsep-konsep akan mengisolasikan gejala dari kerumitan hubungan-hubungan yang membentuk suatu realitas sosial.
28
Struktur sosial menggambarkan jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisasi. melalui proses ini posisi-posisi sosial antara seorang dengan lainnya sebagai anggota masyarakat yang dapat dibedakan.
29
Pendekatan struktural fungsional awalnya muncul dari cara melihat masyarakat dengan dianalogikan sebagai organisma biologis. Parsons
28
401
29
Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Shonhadji, Sholeh, Sosiologi Dakwah, (Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 14
43
adalah tokoh struktural fungsional modern terbesar saat ini. pendekatan fungsionalisme
struktural
fungsional
sebagaimana
yang
telah
dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat diuji melalui anggapan-anggapan dasar berikut: a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagianbagian yang saling berhubungan satu sama lain. b. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut bersifat timbal balik. c. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah ekuibilium yang bersifat dinamis. d. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan penyimpangan. e. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak scara revolusioner. f. Faktor paling penting yang memiliki daya integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
44
Horton dan Hunt dalam sosiologi menjelaskan bahwa perspktif struktural fungsional itu memiliki sjumlah asumsi yang digunakan untuk memahami masyarakat. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
30
1. Corak prilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat. 2. Pola-pola prilaku timbul untuk memahami kebutuhan dan hilang apabila kebutuhan berubah. 3. Perubahan sosial dapat mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun setelah itu akan terjadi keseimbangan baru. 4. Nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau disfungsional pada saat dan tempat yang berbeda. 5. Para fungsionalis mengajukan pertanyaan. Bahasan lain tentang struktural fungsional parsons yaitu: empat fungsi penting untuk semua sistem” tindakan” terkenal dengan skema AGIL. AGIL suatu fungsi adalah kumpulan kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau sistem. Dengan menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem-adaptation (A), goal attainment (G), integration
30
Shonhadji, Sholeh, Sosiologi Dakwah, (Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 15
45
(I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:
31
1. Adaptation (adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situas eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 2. Goal attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. 3. Integration
(integrasi):
sebuah
sistem
harus
mengatur
antarhubungan bagian-bagian yang menjadi kompnennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A ,G ,L). 4. Latency (Latensi atau pemeliharanan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual ataupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Inti pemikiran persons ditemukan di dalam empat sistem tindakan ciptaannya.
Dengan
asumsi
yang dibuat
Parsons
dalam
sistem
tindakannya, kita berhadapan dengan masalah yang sangat diperhatikan Parsons dan telah menjadi sumber utama kritikan atas pemikirannya. Menurut Parsons tak dapat dijawab oleh filsuf kuno. Parsons menemukan 31
George Ritzr, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana , 2007), 121
46
jawaban problem di dalam struktural fungsional dengan asumsi sebagai berikut:
32
a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung. b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan. c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur. d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagianbagian lain. e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya. f. Alokasi dan integrasi merupakan suatu proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem. Asumsi-asumsi ini menyebabkan Pansons menempatkan analisis struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Dengan demikian, ia sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan sosial. Keempat asumsi Parsons tentang AGIL itu merupakan peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata.
32
George Ritzr, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana , 2007), 123
47
Parsons yakin untuk memulai membicarakan teori fungsi ini, dimulai dari pertemuan tahunan sosiologi dimana di mendorong, menuntaskan, mengembangkan teori struktural fungsional, sebuah teori yang menganalisis bentuk kognitif. Tujuan-tujuannya dan afektif. Lagi pula hal itu dilengkapi dengan sebuah analisis fungsi syarat dan sistem sosial dalam tingkatan sosial. Sistem berfungsi jika hak anggota membentuk peranan sosial dengan sebuah gelar yang cukup. Sistem sosial yang Parsons jalankan merupakan program utama teori bangunan fungsional. Program tersebut sebetulnya didasarkan kepada Pareto” judulnya sistem sosial”.
33
Dalam kerja ini Parsons mengambil pendefisian dari konsep aksi sosial sebagai unit tenaga masyarakat yang disusun dan aksi sebagai sebuah sistem. sistem sosial dipahami sebagai keseluruhan susunan interaksi seseorang motivasi bentuk kecenderungan untuk”harapan baik dari kegembiraan” dan berhubungan dengan keadaan mereka termasuk yang lainnya, ditegarkan dan menegakkan bentuk susunan budaya dan tanda. sistem aksi dari individu memiliki dua aspek kegembiraan dan orientasi. Kegembiraan disebut juga oleh Parsons sebagai “cathetic “ sedangkan orientasi disebut sebagai kognitif, itu adalah bentuk aksi manusia yang dalam pandangan Parsons untuk memperlihatkan hasrat dan ide. Pemenuhan kebutuhan yang jumlahnya cukup banyak. Kegiatan itu dianalisis di dalam keinginan, ide, nilai dan atau norma-norma. Sistem 33
Wardi, Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 351
48
aksi mengisi elemen itu dari tiga bentuk: a. sistem sosial : b. sistem kepribadian: c. sistem kebudayaan.
34
Sistem sosial. Perhatian Parsons terletak pada saraf fungsional sistem sosial, tetapi terlebih dahulu kita harus mengingat pengertian sistem itu. Parsons menyatakan bahwa konsep sistem menunjuk pada dua hal. Pertama, Saling ketergantungan antara bagian, komponen, dan prosesproses
yang meliputi
keteraturan-keteraturan
yang dapat
dilihat.
Kedua,Sebuah tipe yang sama dari ketergantungan antara beberapa kompleks dan lingkungan-lingkungan yang mengelilinginya. Sementara itu, batasan tentang konsep sistem sosial hampir dibuat secara baragam dalam setiap tulisan Parsons dalam kurun waktu yang berbeda. Sistem sosial dapat dilihat sebagai terdiri atas anggota-anggota individual masyarakat yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berbeda atau memainkan beragam peran, dalam kerangka umum pembagian kerja masyarakat. Dengan kata lain, kita juga harus mengerti batasan-batasan dari sistem sosial itu. Pertama, Sistem sosial merupakan jaringan hubunganhubungan antar aktor atau jaringan hubungan interaktif. Kedua, Sistem sosial menyediakan kerangka konseptual untuk menghubungkan tindakan individu dalam situasi yang bervariasi. Ketiga, Pandangan aktor tentang alat dan tujuan didapat pada situasi yang dibentuk oleh kepercayaan, norma, dan nilai yang diorganisasikan dalam harapan peran. Keempat, 34
Wardi, Bachtiar, Sosiologi Klasik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 352
49
Aktor tidak menghadapi situasi sebagai individu sendirian, tetapi lebih sebagai posisi dalam peran sosial yang menyediakan perilaku yang sesuai dan juga berhubungan dengan peran-peran sosial lain.
35
Aktor dan Sistem Sosial. Dalam menganalisis sistem sosial, Parsons sama sekali tidak mengabaikan masalah hubungan antara aktor dan struktur sosial. Persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai didalam sistem adalah proses internalisasi dan sosialisasi. Parsons tertarik pada cara mengalihkan norma dan nilai sosial kepada aktor didalam sistem sosial. Dalam proses sosialisasi yang berhasil, norma dan nilai itu diinternalisasikan artinya norma dan nilai itu menjadi bagian dari “kesadaran” aktor. Akibatnya dalam mengejar kepentingan mereka sendiri, aktor sebenarnya mengabdi kepada kepentingan sistem sebagai satu kesatuan. Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang memungkinkan
sistem
sosial
mempertahankan
keseimbangannya.
Individualitas dan penyimpangan diakomodasi, tetapi bentuk-bentuk yang lebih ekstrem harus ditangani dengan mekanisme penyeimbangan ulang, menurut Parsons, keteraturan sosial sudah tercipta dalam struktur sistem sosial itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi
yang sekurang-kurangnya
mempunyai aspek lingkungan mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai 35
Rahmad K. Dwi, 20 Tokoh Sosiologi Modern, (Yogyakarta: Ar.Rozz Media, 2008), 119-120
50
kecenderungan untuk “mengoptimalkan kepuasan” yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol bersama yang terstruktur secara kultural.
36
Definisi ini mencoba menetapkan sistem sosial menurut konsepkonsep kunci dalam karya Parsons yakni aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi, kepuasan, dan kultur. Meski Parsons berkomitmen untuk melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi, namun ia menggunakan interaksi sebagai unit fundamental dalam studi tentang sistem sosial. Konsep ini bukan merupakan satu aspek dari aktor atau aspek interaksi, tetapi lebih mengutamakan komponen struktural di dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu, dilihat dalam konteks signifikansi fungsionalnya untuk sistem yang lebih luas. Aktor tidak dilihat dari sudut pikiran dan tindakan, tetapi tak lebih dari sebuah kumpulan beberapa status dan peran.
Dalam analisisnya tentang sistem sosial, Parsons terutama tertarik pada
komponen-komponen
strukturalnya.
Disamping
memusatkan
perhatiannya pada status dan peran. Dalam analisisnya mengenai sistem sosial, ia bukan semata-mata sebagai seorang strukturalis, tetapi sebagai juga fungsionalis. Ia menjelaskan sejumlah persyaratan fungsional dari sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian
36
George Ritzr, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana , 2007), 124
51
rupa sehingga bisa beroprasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainnya. Kedua, untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain. Ketiga,sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam,
bila
konflik
akan
menimbulkan
kekacauan,
itu
harus
dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan bahasa. Sistem kultural. Parsons membayangkan kultur sebagai kekuatan utama yang mengikat berbagai unsur dunia sosial. Atau menurut istilahnya sendiri, kultur adalah kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan. Kultur mempunyai kapasitas khusus untuk menjadi komponen sistem yang lain. Jadi, di dalam sistem sosial sistem diwujudkan dalam norma dan nilai, dan dalam sistem kepribadian ia diinternalisasikan oleh aktor. Namun, sistem kultural tidak semata-mata menjadi bagian sistem yang lain, ia juga mempunyai eksistensi yang terpisah dalam bentuk pengetahuan, simbol-simbol dan gagasan-gagasan. Aspek-aspek sistem kultural ini tersedian untuk sistem sosial dan sistem personalitas, tetapi tidak menjadi bagian dari kedua sistem itu.
37
37
George Ritzr, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana , 2007), 130
52
Seperti yang dilakukannya terhadap sistem yang lain, Parsons mendefinisikan kultur menurut hubungannya dengan sistem tindakan yang lain. Jadi kultur dipandang sebagai simbol yang terpola, teratur, yang menjadi sasaran orientasi aktor, aspek-aspek sistem kepribadian yang sudah terinternalisasikan, dan pola-pola yang yang sudah terlembagakan di dalam sistem sosial. Karena sebagian besar bersifat subjektif dan simbolik, kultur dengan mudah ditularkan dari dari satu sistem ke sistem yang lain. Kultur dapat dipindahkan dari satu sistem sosial ke sosial yang lain melalui penyebaran dan dipindahkan ke sistem kepribadian ke sistem kepribadian lain melalui proses belajar dan sosialisasi. Tetapi, sifat simbolis
kultur juga memberinya sifat
lain,
yakni
kemampuan
mengendalikan sistem tindakan yang lain. Inilah salah satu alasan mengapa Parsons mmemandang dirinya sendiri sebagai seorang determinis kultur. Sistem kepribadian. Sistem kepribadian tak hanya dikontrol oleh sistem kultural, tetapi juga oleh sistem sosial. Ini bukan berarti bahwa Parsons tak sependapat tentang kebebasan sistem personalitas. Personalitas didefinisikan sebagai sistem orientasi dan motivasi tindakan aktor individual yang terorganisir. Komponen dasarnya adalah “disposisi-kebutuhan. Disposisi-kebutuhan memaksa aktor menerima atau menolak objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek baru bila objek yang tersedia tak dapat memuaskan disposisi-kebutuhan secara memadai. Parsons membedakan antara tiga tipe dasar disposisi-kebutuhan.
53
Tipe pertama, memaksa aktor mencari cinta, persetujuan, dan sebagainya, dari hubungan sosial mereka. Tipe kedua, meliputi internalisasi nilai yang menyebabkan aktor mengamati berbagai standar kultural. Tipe ketiga, adanya peran yang diharapkan yang menyebabkan aktor memberikan dan menerima respon yang tepat.
38
38
George Ritzr, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana , 2007), 131