BAB II Tinjauan Pustaka 2.1.
Profil Tempat Kerja Praktek
2.1.1 Sejarah Instansi Sejarah perkembangan Kopertis dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1/PK/1968 tanggal 17 Februari 1968 yang berlaku surut mulai tanggal 10 Oktober 1967 berdasarkan keputusan tsb diatas dibentuk Koordinator Perguruan Tinggi ( KOPERTI ) yang mempunyai fungsi sebagai aparatur konsultatif dengan Kepala Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan setempat Pada tahun 1967 dibentuk 7 KOPERTI di seluruh Indonesia terdiri dari : NO. KOPERTI 1. Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah 1 2. Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah II 3. 4. 5. 6.
7.
WILAYAH Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Riau Jakarta Raya, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu dan Kalimantan Barat; Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah Jawa Barat III Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah Istimewa Yogyakarta, Surakarta IV dan Kedu Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah Keresidenan Pati, Semarang, V Pekalongan dan Banyumas Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah Jawa Timur, Bali, Kalimantan VI Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Koordinator Perguruan Tinggi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, VII Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya 17
Sehubungan dengan makin bertambahnya pendirian perguruan tinggi terutama Perguruan Tinggi Swasta di Wilayah, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 079/O/1975 tanggal 17 April 1975 yang intinya membatasi ruang lingkup kerja Koordinator Perguruan Tinggi, khususnya untuk memberikan pelayanan kepada Perguruan Tinggi Swasta maka Koordinator Perguruan Tinggi ( KOPERTI) di rubah menjadi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS). Namun demikian, walaupun pengelolaan yang dilakukan oleh Kopertis khususnya untuk Perguruan Tinggi Swasta, dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari hubungan kerja dengan Perguruan Tinggi Negeri ( PTN ) karena dalam beberapa hal terdapat kerjasama yang sangat penting, misalnya dalam pembentukan Panitia Ujian Negara bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta. Dalam
rangka
penyesuaian
dengan
perkembangan
di
bidang
pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan surat keputusan Nomor : 062/O/1982 dan Nomor 0135/O/1990 tanggal 15 Maret 1990, tentang Organisasi dan Tata Kerja Koordinator Perguruan Tinggi Swasta yang didalamnya selain mengatur susunan organisasi dan tata kerja Kopertis juga merubah Wilayah kerja dari 7 Wilayah menjadi 12 Wilayah terdiri dari : NO. KOPERTIS 1. Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah I di Medan 2.
Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah II di Palembang
WILAYAH Sumatra Utara dan daerah Istimewa Aceh Sumatra Selatan, Lampung dan Bengkulu
18
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III di Jakarta Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah IV di Bandung Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah V di Yogyakarta Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI di Semarang Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII di Surabaya Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VIII Denpasar
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah IX di Ujung Pandang
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara Sumatra Barat, Riau dan Jambi
10. Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah X di Padang 11. Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah XI di Banjarmasin 12. Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah XII di Ambon
Jawa Barat dan Banten Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bali, Nusatenggara Timur
Kalimantan Selatan, kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah Maluku dan Irian Jaya
Perkembangan Pendidikan Tinggi menuntut adanya otonomi yang lebih luas sehingga proses pendidikan dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien dan pengelolaan perguruan tinggi dituntut memenuhi akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah. Maka pada tahun 2001 keluar Surat Keputusan Mendiknas nomor 184/U/2001 tentang Pedoman Pengawasan – Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana di Perguruan Tinggi , dimana dengan berlakunya keputusan ini, keputusan dan segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku :
19
1. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1986 tentang Ujian Negara Bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta 2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0198/U/1987 tentang Penyelenggaraan Ujian Sendiri Bagi Perguruan Tinggi Swasta Berstatus Disamakan 3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 023/U/1993 tentang Pembinaan Fakultas Kedokteran di Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Masyarakat 4. Diktum Pertama angka 5, 6, dan 7, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 324/U/1997 tentang Pemberian Wewenang Kepada Pejabat Tertentu di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Untuk Mengesahkan Salinan Atau Fotocopy Ijazah/Surat tanda Tamat Belajar dan Surat Keterangan Pengganti Atau Dokumen Lainnya yang Berpenghargaan Sama Dengan Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar; 5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 295/U/1998 tentang Tidak Berlakunya Beberapa Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bagi Perguruan Tinggi Yang Telah Diakreditasi; 6. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
19/DIKTI/Kep/1986; tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 020/U/1986 tentang Ujian Negara bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta;
20
7. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 357/D/0/1989 tentang Memberlakukan ljazah Bagi Lulusan Perguruan Tinggi Swasta Terdaftar, Diakul, Disamakan; 8. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
75/DIKTI/Kep/1993, tentang Ujian Negara bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran di Lingkungan Perguruan Tinggi Swasta; 9. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
421/DIKTI/Kep/I996; tentang Persyaratan dan Tata cara Ujian Negara bagi Mahasiswa Program Sarjana dan Diploma Perguruan Tinggi Swasta; 10. Keputusan
Direktur
304/DIKTI/Kep/1998;
Jenderal tentang
Pendidikan
Tindak
Lanjut
Tinggi Keputusan
Nomor Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 188/U/1998 tentang Akreditasi Program Studi pada Perguruan Tinggi untuk Program Sarjana; 11. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
314/DIKTI/Kep/1998; tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan terhadap program studi yang tidak Terakreditasi untuk program Sarjana di Perguruan Tinggi; 12. Keputusan
Direktur
347/DIKTI/Kep/I998;
Jenderal tentang
Pendidikan
Persyaratan
dan
Tinggi Tata
cara
Nomor Ujian
Pengawasan Mutu bagi Mahasiswa Program Pasca Sarjana Program Magister Perguruan Tinggi Swasta, 13. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
374/DIKTI/Kep/1998; tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Pengawasan
21
Program Studi yang Terakreditasi untuk Program Sarjana di Perguruan Tinggi Sebagai pelaksannaan dari pasal 5 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 184/U/2001 dan dengan keluarnya SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 08/DIKTI/Kep/2002 tanggal 6 Februari 2002 tentang Petunjuk Teknis serta perubahan dan peraturan tambahan pada SK Nomor 34 /DIKTI/Kep/2002 tanggal 3 Juli 2002, maka setiap perguruan tinggi wajib melaporkan proses belajar mengajar setiap program studinya selambat lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak akhir semester kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan bagi Perguruan Tinggi Swasta melalui Kopertis sesuai dengan Pedoman Evaluasi Kelayakan Penyelenggaraan Program Studi Atas Dasar Evaluasi Diri sebagaimana dalam lampiran Keputusan ini dengan menggunakan perangkat media data penyimpanan elektronik tanpa lampiran." Kopertis wajib mengolah data elektronik perguruan tinggi swata dan menyampaikan rekapitulasi hasil pengolahan tersebut kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak akhir semester Berdasarkan hasil pengolahan data Perguruan Tinggi Swasa selama 4 (empat) semester, Kopertis merekomendasikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi untuk mengambil tindakan dalam rangka Pengawasan Pengendalian dan Pembinaan sebagaimana diatur dalam pasal 30 Keputusan
22
Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 234/U/2000 dengan sanksi administratif terberat berupa penutupan Program Studi dan/atau Perguruan Tinggi. 2.1.2
Logo instansi
Gambar 2.1 Logo Kopertis Wilayah IV
2.1.3
Badan Hukum Instansi
Kopertis dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1/PK/1968 tanggal 17 Februari 1968 yang berlaku surut mulai tanggal 10 Oktober 1967 berdasarkan keputusan tsb diatas dibentuk Koordinator Perguruan Tinggi ( KOPERTI ) yang mempunyai fungsi sebagai aparatur konsultatif dengan Kepala Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Sehubungan dengan makin bertambahnya pendirian perguruan tinggi terutama Perguruan Tinggi Swasta di Wilayah, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 079/O/1975 tanggal 17 April 1975 yang intinya membatasi ruang lingkup kerja Koordinator Perguruan Tinggi, khususnya untuk memberikan pelayanan kepada Perguruan Tinggi
23
Swasta maka Koordinator Perguruan Tinggi ( KOPERTI) di rubah menjadi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS). Dalam
rangka
penyesuaian
dengan
perkembangan
di
bidang
pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan surat keputusan Nomor : 062/O/1982 dan Nomor 0135/O/1990 tanggal 15 Maret 1990, tentang Organisasi dan Tata Kerja Koordinator Perguruan Tinggi Swasta yang didalamnya selain mengatur susunan organisasi dan tata kerja Kopertis juga merubah Wilayah kerja dari 7 Wilayah menjadi 12 Wilayah. Perkembangan Pendidikan Tinggi menuntut adanya otonomi yang lebih luas sehingga proses pendidikan dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien dan pengelolaan perguruan tinggi dituntut memenuhi akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah. Maka pada tahun 2001 keluar Surat Keputusan Mendiknas nomor 184/U/2001 tentang Pedoman Pengawasan – Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana di Perguruan Tinggi , dimana dengan berlakunya keputusan ini, keputusan dan segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku : 14. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1986 tentang Ujian Negara Bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta 15. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0198/U/1987 tentang Penyelenggaraan Ujian Sendiri Bagi Perguruan Tinggi Swasta Berstatus Disamakan
24
16. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 023/U/1993 tentang Pembinaan Fakultas Kedokteran di Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Masyarakat 17. Diktum Pertama angka 5, 6, dan 7, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 324/U/1997 tentang Pemberian Wewenang Kepada Pejabat Tertentu di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Untuk Mengesahkan Salinan Atau Fotocopy Ijazah/Surat tanda Tamat Belajar dan Surat Keterangan Pengganti Atau Dokumen Lainnya yang Berpenghargaan Sama Dengan Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar; 18. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 295/U/1998 tentang Tidak Berlakunya Beberapa Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bagi Perguruan Tinggi Yang Telah Diakreditasi; 19. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
19/DIKTI/Kep/1986; tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 020/U/1986 tentang Ujian Negara bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta; 20. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 357/D/0/1989 tentang Memberlakukan ljazah Bagi Lulusan Perguruan Tinggi Swasta Terdaftar, Diakul, Disamakan; 21. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
75/DIKTI/Kep/1993, tentang Ujian Negara bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran di Lingkungan Perguruan Tinggi Swasta;
25
22. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
421/DIKTI/Kep/I996; tentang Persyaratan dan Tata cara Ujian Negara bagi Mahasiswa Program Sarjana dan Diploma Perguruan Tinggi Swasta; 23. Keputusan
Direktur
304/DIKTI/Kep/1998;
Jenderal tentang
Pendidikan
Tindak
Lanjut
Tinggi Keputusan
Nomor Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 188/U/1998 tentang Akreditasi Program Studi pada Perguruan Tinggi untuk Program Sarjana; 24. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
314/DIKTI/Kep/1998; tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan terhadap program studi yang tidak Terakreditasi untuk program Sarjana di Perguruan Tinggi; 25. Keputusan
Direktur
347/DIKTI/Kep/I998;
Jenderal tentang
Pendidikan
Persyaratan
dan
Tinggi Tata
cara
Nomor Ujian
Pengawasan Mutu bagi Mahasiswa Program Pasca Sarjana Program Magister Perguruan Tinggi Swasta, 26. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Nomor
374/DIKTI/Kep/1998; tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Pengawasan Program Studi yang Terakreditasi untuk Program Sarjana di Perguruan Tinggi Sebagai pelaksannaan dari pasal 5 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 184/U/2001 dan dengan keluarnya SK Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 08/DIKTI/Kep/2002 tanggal 6 Februari 2002 tentang Petunjuk Teknis serta perubahan dan peraturan tambahan pada SK
26
Nomor 34 /DIKTI/Kep/2002 tanggal 3 Juli 2002, maka setiap perguruan tinggi wajib melaporkan proses belajar mengajar setiap program studinya selambat lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak akhir semester kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan bagi Perguruan Tinggi Swasta melalui Kopertis sesuai dengan Pedoman Evaluasi Kelayakan Penyelenggaraan Program Studi Atas Dasar Evaluasi Diri sebagaimana dalam lampiran Keputusan ini dengan menggunakan perangkat media data penyimpanan elektronik tanpa lampiran."
27
2.1.4
Struktur Organisasi dan Job Description
Gambar 2.2 Struktur Organisasi kopertis Wilayah IV Jawa Barat – Banten Koodinator : Prof.Dr.Ir.Abdul Hakim Halim, M.Sc Sekretaris : Drs.H.Sofyan Usman, M.Si Bagian Kelembagaan : Bag.Adm.Akreditasi dan Adm Kelembagaan : Dra.Hj.DeeceUdansyah, M.Si Sub.Bag.Adm.Akreditasi dan Publikasi : Drs.Wahyudin, M.Si Sub.Bag.Adm.Kelembagaan dan Kerjasama : Ade Ruhayat, S.Ip
28
Bagian Kemahasiswaan : Bag.Adm. Ujian Negara dan Adm Kemahasiswaan : Drs.Soedarsono, M.Si Sub.Bag.Adm.Ujian Negara : Muharam S.Sos Sub.Bag.Adm.Kemahasiswaan : H.Tatang Mulyana, SH Bagian Kepegawaian : Bagian Tata Usaha : Heni Hermina, SH.,M.Si Sub.Bag.Kepegawaian : Dra.Maemunah Sub.Bag.Keuangan : Hj.Entin Hartini, S.Sos.,M.Si Sub.Bag.Umum : Drs.Atin Afiatin. M.Si
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengenalan Borland Delphi 2.2.1.1 Pengertian Borland Delphi adalah sebuah alat pengembangan aplikasi-aplikasi untuk sistem operasi Microsoft Windows. Delphi sangat berguna dan mudah digunakan untuk membuat suatu program berbasis GUI (Graphical user interface) atau console (mode teks). Borland Delphi mempunyai “saudara” bernama Borland Kylix yaitu versi Delphi yang digunakan untuk membuat aplikasi pada sistem operasi Linux. Dengan dipasangkannya Borland Delphi dengan Borland Kylix maka pengembang software dapat membuat aplikasi berbasis Windows yang dapat dengan mudah dikompilasi ulang pada linux. Delphi merupakan bahasa pemrograman pertama yang memecahkan batasan antara bahasa tingkat tinggi, pengembangan aplikasi dengan cepat (Rapid Application Development/RAD). Ketika membuat aplikasi GUI dengan
29
Delphi, pengembang perangkat lunak akan mendapatkan bahasa pemrograman (dalam hal ini Object Pascal) yang dibungkus dalam lingkungan RAD. Semua user interface seperti form, tombol (button), dan objek list-list telah disertakan dalam Delphi dalam bentuk komponen atau control. Pengembang dapat dengan mudah menempatkan komponen-komponen tersebut ke dalam form. Pengembang dapat juga menempatkan control ActiveX pada form untuk membuat program-program khusus seperti Browser Web dalam waktu yang cepat. Delphi memungkinkan pengembang untuk merancang keseluruhan interface secara visual, dan dengan cepat dapat diimplementasikan sebuah kode perintah berbasis event (event driven) dengan mengklik mouse. Dengan Delphi, pengembang perangkat lunak dapat membuat program Windows dengan lebih cepat dan lebih mudah dari sebelumnya. 2.2.1.2 Sejarah Borland Delphi Mengenal Delphi berarti kita harus melakukan perjalanan ulang (flash back), dimana Delphi sendiri sudah melalui perjalanan panjang nan berliku-liku dan ujian dalam sejarahnya hingga dapat hadir dan dipakai hingga saat ini. Dimulai dengan ide brilian Prof. Niclaus Wirth yang mengemukakan paparan tentang Struktur Data dan Algoritma (Algorthm and Data Structure). Prof Niklaus Wirth menerjemahkan paparan ini yang kemudian dikristalisasi ke dalam bahasa yang populer dan digunakan pertama kalinya sebagai bahasa yang berorientasi pada hal-hal yang Science dan Ilmiah yaitu Pascal. Pascal sendiri kemudian distandarisasi ke dalam ANSI PASCAL (Pascal umum) oleh badan standarisasi Amerika Serikat (ANSI). Tahun 1983 (20 Nopember) Borland melakukan riset untuk menerjemahkan ide dari kristalisasi ANSI Pascal (Pascal yang distandarisasi) yang kemudian menelurkan
30
kompiler Pascal ke dalam pengembangan perangkat lunaknya yaitu Turbo Pascal 1.0. Turbo Pascal 1.0 berjalan pada sistem operasi PC/MS DOS dengan keterabatasan memory yang saat itu bisa berjalan pada ukuran 1 Mbyte saja. Tahun 1984 (17 April), Borland kembali merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal 1.0 menjadi Turbo Pascal 2.0. Tahun 1986 17 September), Borland kembali merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal 2.0 menjadi Turbo Pascal 3.0. Tahun 1987(20 Nopember) ,Borland kembali merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal 3.0 menjadi Turbo Pascal 4.0. Tahun 1988 (24 Agustu), Borland kembali merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal 4.0 menjadi Turbo Pascal 5.0. Tahun 1989 (2 May), Borland kembali merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal 5.0 menjadi Turbo Pascal 5.5. Tahun 1990 (23 Oktober), Borland kembali merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal 5.5 menjadi Turbo Pascal 6.0. Tahun 1991 (13 Pebruari), Borland melakukan migrasi perangkat lunaknya ke dalam platform sistem operasi Microsoft Windows dengan menelurkan produk Turbo Pascal for Windows 1.0. Tahun 1992 (8 Juni), Borland merevisi ulang perangkat lunak Turbo Pascal for
Windows 1.0 menjadi Turbo Pascal for Windows 1.5.
Tahun 1992 (27 Oktober), Borland melakukan revitalisasi Turbo Pascal 6.0 dan mengarahkan platform perangkat lunaknya menuju pemrograman berorientasi pada objek dengan menelurkan produk Borland Pascal 7.0 (With Objects). Tahun 1995 (14 Pebruari), bertepatan dengan hari Valentine, untuk pertama kalinya dalam sejarah Borland menelurkan produk terbarunya, yang merupakan gabungan pengembangan Turbo Pascal for Windows 1.5 dan Borland Pascal 7.0 (With Objects) dengan menerlurkan Borland Delphi for Windows 95 atau Borland Delphi 1.0. Tahun 1996 (10 Pebruari), setahun setelah kelahiran Delphi 1.0, Borland kembali merevisi ulang
31
perangkat lunak ini dan menelurkan produk Borland Delphi 2.0. Tahun 1997 (5 Agustus), Borland kembali merevisi ulang Delphi 2.0 dan menelurkan produk Borland Delphi 3.0.Tahun 1998 (17 Juni), Borland kembali merevisi ulang Delphi 3.0 dan menelurkan produk Borland Delphi 4.0. Tahun 1999 (10 Agustus), Borland kembali merevisi ulang Delphi 4.0 dan menelurkan produk Borland Delphi 5.0. Tahun 2001 (21 May), Borland kembali merevisi ulang Delphi 5.0 dan menelurkan produk Borland Delphi 6.0. Tahun 2002 (9 Agustus) , Borland kembali merevisi ulang Delphi 6.0 dan menelurkan produk Borland Delphi 7.0.
Tahun 2003 (22
Desember) bertepatan dengan The Mother Day alias Hari Ibu Nasional, Borland melakukan migrasi untuk memindahkan platform Delphi ke arah pemrograman .NeT (dot NET) dengan menelurkan produk Borland Delphi 8.0 for .NET. Tahun 2004 (12 Oktober), Borland menggabungkan pengembangan perangkat lunak C# dan Delphi ke dalam satu kendali Integrated Develompment and Environment (IDE) dengan menelurkan produk Borland Delphi 2005 . Tahun 2005 (10 Oktober), Borland kembali merevisi ulang perangkat lunakn Delphi 2005 ke dalam perangkat lunak baru Borland Delphi Studio 2006.
2.2.1.3 Kelebihan Borland Delphi Kelebihan-kelebihan yang dapat diambil ketika seorang pengembang perangkat lunak menggunakan Borland Delphi adalah : 1. Delphi mendukung Pemrograman Berorientasi Objek (Object Oriented Programming/OOP) 2. Pengembangan aplikasi secara cepat (Rapid Application Development/RAD) 3. Menggunakan bahasa tingkat tinggi
32
4. Hasil dari proses kompilasi berupa sebuah file yang dapat dieksekusi(executable file) sehingga mempermudah dalam pendistribusian progam dan mengurangi banyaknya file pendukung DLL.
2.2.1.4 Tipe Data Delphi Borland Delphi memeliki 6 (enam) tipe data, yaitu : 1. Tipe Data Integer atau Ordinal 2. Tipe Data Boolean 3. Tipe Data Floating Point atau Real 4. Tipe Data Enumerated 5. Tipe Data Sub Range 6. Tipe Data String dan Character
2.2.2 Basis Data Basis data (database), atau sering pula dieja basisdata, adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program komputer untuk memperoleh informasi dari basis data tersebut. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengelola dan memanggil kueri (query) basis data disebut sistem manajemen basis data (database management system, DBMS). Sistem basis data dipelajari dalam ilmu informasi. Istilah "basis data" berawal dari ilmu komputer. Meskipun kemudian artinya semakin luas, memasukkan hal-hal di luar bidang elektronika, artikel ini mengenai basis data komputer. Catatan yang mirip dengan basis data sebenarnya sudah ada sebelum
33
revolusi industri yaitu dalam bentuk buku besar, kuitansi dan kumpulan data yang berhubungan dengan bisnis. Konsep dasar dari basis data adalah kumpulan dari catatan-catatan, atau potongan dari pengetahuan. Sebuah basis data memiliki penjelasan terstruktur dari jenis fakta yang tersimpan di dalamnya: penjelasan ini disebut skema. Skema menggambarkan obyek yang diwakili suatu basis data, dan hubungan di antara obyek tersebut. Ada banyak cara untuk mengorganisasi skema, atau memodelkan struktur basis data: ini dikenal sebagai model basis data atau model data. Model yang umum digunakan sekarang adalah model relasional, yang menurut istilah layman mewakili semua informasi dalam bentuk tabel-tabel yang saling berhubungan dimana setiap tabel terdiri dari baris dan kolom (definisi yang sebenarnya menggunakan terminologi matematika). Dalam model ini, hubungan antar tabel diwakili denga menggunakan nilai yang sama antar tabel. Model yang lain seperti model hierarkis dan model jaringan menggunakan cara yang lebih eksplisit untuk mewakili hubungan antar tabel. Istilah basis data mengacu pada koleksi dari data-data yang saling berhubungan, dan perangkat lunaknya seharusnya mengacu sebagai sistem manajemen basis data (database management system/DBMS). Jika konteksnya sudah jelas, banyak administrator dan programer menggunakan istilah basis data untuk kedua arti tersebut. Perangkat lunak basis data yang banyak digunakan dalam pemrograman dan merupakan perangkat basis data aras tinggi (high level):
1. DB2
14.
FoxPro
2. Microsoft SQL Server
15.
Visual FoxPro
3. Oracle
16.
Arago
34
4. Sybase
17.
Force
5. Interbase
18.
Recital
6. XBase
19.
dbFast
7. Firebird
20.
dbXL
8. MySQL
21.
Quicksilver
9. PostgreSQL
22.
Clipper
10.
Microsoft Access
23.
FlagShip
11.
dBase III
24.
Harbour
12.
Paradox
25.
Visual dBase
13.
Lotus Smart Suite Approach
Selain perangkat lunak di atas, terdapat juga perangkat lunak pemrograman basis data aras rendah (low level), diantaranya: 1. Btrieve 2. Tsunami Record Manager DBMS (Database Management System) adalah software yang menangani semua akses ke basis data. Secara konsep apa yang terjadi adalah sebagai berikut : 1. user melakukan pengaksesan basis data untuk informasi yang diperlukannya menggunakan suatu bahasa manipulasi data, biasanya disebut SQL. 2. DBMS menerima request dari user & menganalisa request tersebut 3. DBMS memeriksa skema eksternal user, pemetaan eksternal/konseptual, skema konseptual, pemetaan konseptual/internal, & struktur penyimpanan. 4. DBMS mengeksekusi operasi-operasi yang diperlukan untuk memnuhi permintaan user.
35
2.1.1 Alat Pengembangan Sistem 2.1.1.1 Diagram Arus Data (Data Flow Diagram) Data flow diagram (DFD) digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau sistem baru yang akan dikembangkan DFD memperlihatkan aliran data dan pengembangan suatu sistem yang ditinjau dari segi data yang ditampilkan dengan simbol dan aliran tertentu. 2.1.1.2 Entity Relationship Diagram (ERD) E-R model didasarkan atas persepsi terhadap dunia nyata yanga terdiri dari sekumpulan objek, disebut entity dan hubungan antar objek tersebut, disebut relationship. Entity adalah objek di dunia yang bersifat unik. Setiap entity mempunyai atribut yang membedakannya dengan entity lainnya. Pemodelan data dengan model E-R menggunakan diagram E-R. Diagram E-R terdiri dari : 1. Kotak persegi panjang, menggambarkan himpunan entity 2. Elip, menggambarkan atribut-atribut entity 3. Diamon, menggambarkan hubungan antara himpunan entity 4. Garis, yang menghubungkan antar objek dalam diagram E-R 2.1.1.3 Kamus Data (Data Dictionary) Kamus data adalah katalog tentang data kebutuhan-kebutuhan informasi dari suatu sistem informasi kamus data dapat mendefinisikan data yang mengalir pada sistem dengan lengkap. Kamus data dapat digunakan pada tahap analisa dan perancangan sistem, kamus data
36
disunakan untuk merancang masukan, merancang laporan-laporan dan database. Dengan adanya kamus data di dapat definisi definisi dari bentukbentuk yang tidak dimengerti dalam DFD bersifat global hanya ditujukan nama arus data saja. Keterangan lebih lanjut tentang struktur dari arus data dapat dilihat dikamus data. 2.1.2 Aliran Dokumen Aliran dokumen dapat diketahui oleh adanya model dokumen flow-map, yang sudah ada di suatu perusahaan, atau berdasarkan ingatan salah satu pegawai. 2.1.3 Waterfall Model Fase-fase dalam Waterfall Model menurut referensi Sommerville :
Gambar 2.3 Waterfall Model 1. Requirements analysis and definition: Mengumpulkan kebutuhan secara lengkap kemudian kemudian dianalisis dan didefinisikan kebutuhan yang harus
37
dipenuhi oleh program yang akan dibangun. Fase ini harus dikerjakan secara lengkap untuk bisa menghasilkan desain yang lengkap. 2. System and software design: Desain dikerjakan setelah kebutuhan selesai dikumpulkan secara lengkap. 3. Implementation and unit testing: desain program diterjemahkan ke dalam kodekode dengan menggunakan bahasa pemrograman yang sudah ditentukan. Program yang dibangun langsung diuji baik secara unit. 4. Integration and system testing: Penyatuan unit-unit program kemudian diuji secara keseluruhan (system testing). 5. Operation and maintenance: mengoperasikan program dilingkungannya dan melakukan pemeliharaan, seperti penyesuaian atau perubahan karena adaptasi dengan situasi sebenarnya Masalah dengan waterfall : 1. Perubahan sulit dilakukan karena sifatnya yang kaku. 2. Karena sifat kakunya, model ini cocok ketika kebutuhan dikumpulkan secara lengkap sehingga perubahan bisa ditekan sekecil mungkin. Tapi pada kenyataannya jarang sekali konsumen/pengguna yang bisa memberikan kebutuhan secara lengkap, perubahan kebutuhan adalah sesuatu yang wajar terjadi. 3. Waterfall pada umumnya digunakan untuk rekayasa sistem yang besar dimana proyek dikerjakan di beberapa tempat berbeda, dan dibagi menjadi beberapa bagian sub-proyek.
38