BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Tunggu 2.1.1 Pengertian Rumah Tunggu adalah suatu tempat atau ruangan yang berada dekat fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Poskesdes) yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara ibu hamil dan pendampingnya (suami/kader/dukun atau keluarga) selama beberapa hari, saat menunggu persalinan tiba dan beberapa hari setelah bersalin (Kemenkes RI, 2009).
Rumah Tunggu adalah tempat penampungan sementara ibu hamil menjelang persalinan dan keluarganya yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam (Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2009). 2.1.2 Sasaran program rumah tunggu Adapun sasaran program rumah tunggu adalah sebagai berikut: a.
Ibu dengan faktor resiko dan risiko tinggi yaitu: Primigravida kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun b.
Anak lebih dari 4
c.
Jarak persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun
d.
Kurang energi kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
11
26
e.
Anemia dengan Haemoglobin < 11 g/dl
f.
Tinggi badan kurang dari 145 cm atau dengan kelainan bentuk pinggul dan
tulang belakang g.
Riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
h.
Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: Tubercolosis kelainan
jantung gingal hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes melitus, Sistemik Lupus Erymathosus) tumor dan keganasan. i.
Riwayat
kehamilan buruk: Keguguran berulang, kehamilan ektopik
terganggu, molahidotosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital. j.
Persalinan dengan komplikasi: Persalinan dengan seksio sesaria, esktraksi
vakum/forceps. k.
Riwayat Nifas dengan komplikasi: Perdarahan pasca persalinan, infeksi masa
nifas, psikosis post partum (post partum blues). l.
Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat
cacat kongenital. m. Kelainan jumlah janin: Kehamilan Ganda, janin dampit. n.
Kelainan besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, janin besar
o.
Kelainan letak dan posisi janin: Lintang/oblique, sungsang pada usia
kehamilan lebih dari 32 minggu (Kemenkes RI, 2009).
2.1.3 Klasifikasi rumah tunggu Adapun klasifikasi di rumah tunggu sebagai berikut: a.
Rumah tunggu kelahiran tanpa pelayanan
27
Merupakan salah satu bentuk rumah tunggu kelahiran yang hanya menyediakan fasilitas untuk tinggal saja. Rumah ini dapat terdiri dari ruangan-ruangan yang berisi mebel standar, dapur dengan peralatannya serta kamar mandi. Ibu hamil dan pendampingnya dapat tinggal disini, tetapi dengan menyediakan keperluan sehariharinya sendiri, seperti berbelanja, memasak, mencuci dan membersihkan rumah serta memenuhi segala keperluan pribadinya. b.
Rumah Tunggu Kelahiran dengan pelayanan:
Rumah Tunggu ini selayaknya sebuah penginapan. Ibu hamil dapat tinggal disin i dengan mendapatkan pelayanan seperti makanan dan minuman, mencuci pakian dan lain-lain (tergantung kesepakatan setempat). Pengadaan kebutuhan sehari-hari untuk ibu hamil selama dirumah tunggu kelahiran dapat dikelola oleh masyarakat melalui biaya dari masyarakat sekitar, pemerintah daerah maupun donatur. c.
Rumah Tunggu Kelahiran dengan Pelayanan tambahan:
Rumah Tunggu Kelahiran model ini menyediakan berbagai macam kegiatan tambahan seperti memberikan ketrampilan perempuan, penyuluhan kesehatan, peningkatan pendapatan dan sebagainya (Kemenkes RI, 2009).
2.1.4 Lokasi dan fungsi rumah tunggu kelahiran Lokasi dan fungsi rumah tunggu kelahiran dapat di bedakan sebagai berikut: a.
Rumah tunggu poskesdes, yaitu rumah tunggu yang berada dekat
poskesdes,
digunakan
bagi
ibu
hamil
yang
non-risiko
28
b.
Rumah tunggu puskesmas yaitu, rumah tunggu yang berada di dekat
puskesmas, digunakan bagi ibu hamil yang non-resiko atau yang memiliki resiko yang dapat ditangani sesuai kemampuan puskesmas. c.
Rumah tunggu rumah sakit yaitu rumah tunggu yang berada dekat rumah
sakit, digunakan bagi ibu hamil dengan resiko tinggi (Depkes RI, 2009).
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Rumah Tunggu Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005), bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor perilaku (predisposing factors) dan faktor di luar perilaku (enabling factors dan reinforcing factor). 2.2.1 Faktor Predisposing (predisposing factors) Faktor predisposing meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, umur akan mempengaruhi motivasi perorangan maupun kelompok untuk melakukan tindakan.
a.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tau seseorang terhadap objek melalui indera yang dimililkinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoadmodjo, 2010).
Cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu cara tradisional (ilmiah) dan cara modern (non ilmiah). Cara tradisional (ilmiah) meliputi: (1) cara coba dan salah (trial and error), (2) cara kekerasan atau otoriter, (3) berdasarkan
29
pengalaman pribadi, (4) melalui jalan pikiran, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan. Cara modern atau non ilmiah, yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasi dan akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know) Artinya kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap suatu spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami (Comprehention) Artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. 3) Aplikasi (Aplication) Artinya kemampuan untuk untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata, yaitu menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, prinsip dan sebagainya. 4) Analisa (Analisys) Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek obyek kedalam komponen-komponen tetapi dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya
satu
sama
lain.
30
5) Sintesis (Synthesis) Artinya kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Artinya kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu material atau obyek. Penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Hasil pengukuran tingkat pengetahuan dengan menggunakan angket atau kuesioner pada umumnya berupa persentase yang menggambarkan tingkat pengetahuan baik, cukup atau pengetahuan kurang. Untuk mengetahui sekualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan (Notoatmodjo, 2007) yaitu tingkat pengetahuan baik (skor 76-100%), tingkat pengetahuan cukup (skor 56-75%), tingkat pengetahuan kurang (skor 055%).
Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang meliputi: 1) Pendidikan Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak juga pengetahuan yang dimilikinya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
31
terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Sesuatu yang pernah di alami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal. 2) Sumber informasi Orang yang memiliki sumber yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak pula. 3) Lingkungan Dalam lingkungan, seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir, dimana seseorang akan mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. 4) Sosial ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah. Untuk pendapatan setiap daerah disesuaikan dengan upah minimum regional (UMR) yang telah ditetapkan. 5) Umur Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu (usia lanjut) kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu pengetahuan akan berkurang.
b. Pendidikan Mubarak (2006) mengatakan makin tinggi pendidikan makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula informasi yang dimiliki. Penelitian Muniarti (2007) menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan
pelayanan
dasar
puskesmas.
32
Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, non formal dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal
berlangsung
tanpa
organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu,
dan
tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Sementara itu
pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka
perlukan
sebagai
warga
masyarakat yang produktif. Sedangkan
pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah atau universitas (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang pendidikan No 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Indonesia (dalam Hasbulah, 2005) membagi jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA dan SMK), dan pendidikan tinggi (akademi, institut, sekolah tinggi dan universitas).
c.
Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun
33
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut (Azwar, 2010). Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010). Newcomb dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Allport yang dikutip dari Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Tingkatan sikap terdiri atas: 1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2)
Merespons (responding)
34
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2010).
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap, terdiri dari: 1)
Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam
menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. 2)
Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan
yang
favourable.
35
Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap
obyek
sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourable dan tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2010). Skala yang digunakan yaitu: skala likert yaitu untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya di sebut sebagai variable penelitian (Sugiyono, 2012). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2010):
T = 50 + 10
Keterangan :
X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T −
X : Mean skor kelompok
36
s
3
: Deviasi standar skor kelompok
Umur
Menurut Trisnanto (2004), faktor umur sangat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap pelayanan kesehatan preventif dan kuratif. Penelitian Muniarti (2010) bahwa faktor resiko sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur diatas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35).
Usia berdasarkan resiko persalinan dibedakan antara usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Wanita yang hamil kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih muda mengalami komplikasi.
2.2.2 Faktor pendukung (enabling factors) Mencakup jarak pelayanan kesehatan dan pendapatan keluarga. a.
Jarak Pelayanan Kesehatan
Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang ditempuh responden menuju tempat pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lain nya (Notoatmodjo, 2003). Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah berpengaruh terhadap perilaku penggunaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jarak ke pelayanan kesehatan (meter) menurut Ari Prayogo, dkk (2009) dibagi menjadi dua yaitu: jarak dekat < 1000 meter dan jarak jauh > 1000 meter.
37
b. Pendapatan Keluarga Ninik (2005), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam
kehidupan
sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh pekerjaan.
Semakin
rendah
pendapatan
keluarga
semakin
tidak
mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam
kualitas
maupun
kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di
tingkat keluarga tidak mencukupi (Ninik, 2005).
Pendapatan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subyek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang di sarankan yaitu pendapatan dari pekerjaan, pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan serta dari faktor sub system (Sumardi, 2004). Pendapatan adalah total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu (Ninik, 2005). Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari pihak sendiri. Menurut Budioro (2002) keterbatasan sarana dan sumber daya, rendahnya penghasilan, adanya peraturan atau perundangan yang menjadi penghambat akan membatasi keberdayaan orang ataupun masyarakat untk merubah perilakunya. Menurut Upah Minimum Propinsi Nusa Tenggara Timur,
38
mencantumkan batasan penghasilan perbulan sebesar Rp 1.100.000. Acuan ini peneliti gunakan sebagai batasan instrumental untuk variabel pendapatan.
c.
Pekerjaan Ibu
Menurut Sugiharti (2011), kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan harapan bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dalam upaya pemenuhan kebutuhan.
Teori Maslow (teori kebutuhan) mengemukakan lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, perlindungan, kebutuhan sosialisasi, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan tingkat pertama yaitu kebutuhan fisiologis (kebutuhan sandang, pangan, papan) merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Menurut Notoatmodjo (2010) pekerjaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Bekerja: buruh, tani, swasta, dan PNS
b.
Tidak bekerja: Ibu rumah tangga dan pengangguran.
2.2.3 Faktor pendorong (reinforcing factors) Adalah faktor yang mendukung timbulnya tindakan kesehatan, anatara lain faktor provider
kesehatan.
39
a.
Petugas Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memilki pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan. Untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan baik berupa pendidikan gelar D3, S1, S2 dan S3, pendidikan non gelar, sampai dengan pelatihan khusus kejuruan seperti juru imunisasi dan malaria. Hal ini yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khususlah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya (Depkes, 2001).
Berdasarkan Instruksi menteri kesehatan RI No.828 MENKES VII 1999 tentang penerapan pelayanan prima dibidang kesehatan. Menjelaskan bahwa salah satu aspek yang penting dalam mempengaruhi pelayanan kesehatan yang prima adalah aspek kehandalan petugas terutama pada perilaku petugas.
Secara garis besar kualitas pelayanan tenaga kesehatan dapat di lihat berdasarkan prinsip pelayanan prima, yaitu ditinjau dari segi Sikap (attitude), perhatian (attention) dan segi tindakan (action) yang ditampilkan oleh tenaga kesehatan saat melayani pasien (Prasetyorini, 2003).
Sikap (attitude) adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, 1997). Sedangkan menurut Asri (2009) Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan
unruk
bertindak
sesuai
sikap
objek
tadi.
40
Perhatian (Attention) secara umum dapat diartikan sebagai suatu rasa peduli, hormat, dan menghargai orang lain. Artinya memberikan perhatian yang lebih kepada seseorang, bagaimana seseorang itu bertindak, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyanyangi (Asri, 2009).
Tindakan (Action) dalam tindakan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik perawatan yang diberikan secara langsung kepada klien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan, di mulai dari proses pengkajian sampai dengan evaluasi dalam upaya memperbaiki atau memelihara derajat kesehatan yang optimal. Dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien atau pasien (pustaka net, 2008). b. Tokoh Masyarakat Derajat
kesehatan
masyarakat
merupakan
salah
satu penentu
indikator
pembangunan masyarakat. Peningkatan status kesehatan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang menjadi tanggung jawab berbagai pihak dan jika ditinjau dari aspek pengguna dan penyedia pelayanan kesehatan maka ada tanggung jawab masyarakat, swasta dan pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan, system pelayanan dan sosial budaya serta perilaku yang berlaku pada masyarakat. Secara umum tokoh masyarakat merupakan kelompok referensi dan perilaku masyarakat (Notoatmodjo,
2010)
41
Pemberdayaan masyarakat untuk mencapai hasil yang maksimal, diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat, penggerakkan/pengorganisasian peran serta aktif masyarakat di tingkat desa (kader, dukun bayi, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan lainnya) dalam mempercepat penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir (Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2009).
42