BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penyakit Jantung Koroner Jantung merupakan suatu organ yang terdiri dari otot, memiliki 4 ruangan,
berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan dan berbentuk seperti sebuah kerucut. Jantung terletak pada sisi kiri dari rongga dada bagian atas. Sisi kanan dari jantung terbagi menjadi 2 ruangan : atrium kanan dan ventrikel kanan. Sisi kiri dari jantung terbagi menjadi dua ruangan yaitu atrium kiri dan ventrikel kiri (Hull, 1993). Jantung merupakan salah satu organ vital dari sekian banyak organ vital lainnya. Jantung terletak dalam rongga dada pada bagian kiri agak ketengah, tepatnya diatas sekat diafragma yang memisahkan rongga dada dengan rongga perut. Fungsi utama jantung adalah sebagai pemompa darah, agar darah bisa bersirkulasi ke seluruh tubuh, (Irawan, 1998). Darah sendiri berfungsi sebagai pengangkut zat-zat makanan yang diperlukan tubuh, sekaligus juga oksigen. Disamping itu darah juga berfungsi untuk mengangkut zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti sisa-sisa metabolisme dan karbon dioksida untuk dikeluarkan dari tubuh, (Joewono, 2003). Secara sederhana ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan kita masing-masing dan terdiri dari : 1. Dua ruang atas disebut serambi jantung atau ”atrium” sebelah kanan dan kiri.
Dua ruang bawah disebut bilik jantung atau ”ventrical” sebelah kanan dan kiri. Empat buah klep jantung, dua diantaranya menghubungkan serambi dan bilik kanan serta serambi dan bilik kiri (tricuspid dan mitral). Sedangkan dua buah
Universitas Sumatera Utara
yang lain mengatur aliran darah keluar jantung dari bilik kiri dan kanan (aorta dan pulmonary). 2. Suatu sistem listrik yang terdiri dari simpul-simpul Sinoatrial node (SA) dan
Atrioventricular node (AV) serta serabut syaraf, yaitu suatu kelompok jaringan khusus yang secara periodik dan teratur menyebarkan aliran listrik yang berfungsi sebagai pengatur irama denyut jantung. Proses pemompaan darah sehingga darah dapat bersirkulasi ke tubuh dan paruparu mengikuti urutan sebagai berikut : a. Pada saat jantung sedang relaks (diastole), darah kurang oksigen dari vena
tubuh mengalir ke serambi kanan. Pada saat yang sama, serambi kiri terisi dengan darah yang kaya oksigen dari paru-paru. b. Pusat listrik (node) yang ada di dalam serambi kanan menembakkan arus
listrik yang menyebabkan kedua serambi berkerut secara serempak. Pada saat yang sama, katup-katup di antara serambi dan bilik terbuka, memungkinkan darah mengalir kedalam bilik. c. Tahap berikutnya adalah pemompaan dari bilik. Pada tahap ini sinyal listrik
dari node yang lain menyebabkan kedua bilik berkerut secara serempak. Ini mendorong darah yang kurang oksigen dari bilik kanan ke dalam paru-paru. Darah yang kaya oksigen dari bilik kiri didesak ke dalam arteri utama yang disebut ”aorta” dan dari sini darah dialirkan ke seluruh tubuh. Klep-klep tertutup untuk menjamin agar tidak ada aliran balik kedalam serambi. d. Setelah pengerutan bilik, jantung mengendur, dan memungkinkan serambi
terisi darah sehngga proses sirkulasi dimulai kembali, (Joewono, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Definisi Penyakit Jantung Koroner Jantung merupakan mesin pompa darah yang berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan kanan, dan berbentuk seperti kerucut. Jantung terbagi menjadi empat ruangan yaitu dua ruangan atas yang disebut atrium (serambi) dan dua ruang bawah yang disebut ventrikel (bilik), (Irawan, 1998). Menurut WHO Coronary Heart Desease (PJK) adalah ketidaksanggupan jantung, akut maupun kronik yang timbul karena kekurangan suplai darah pada miokardium sehubungan dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner dan menurut American Heart Organitation (AHA), PJK merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah disertai adanya plak yang akan mengganggu aliran darah ke otot jantung. Kemudian terjadi kerusakan otot jantung yang akibatnya dapat menggangu fungsi jantung, (Fahmi, 2004). Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyempitan pembuluh darah arteri koroner yang memeberi pasokan zat makanan dan O2 ke otototot jantung terutama bilik kiri yang memompa darah ke seluruh tubuh, (Sani, 2001). 2.1.2. Mekanisme Terjadinya Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner diawali dengan terjadinya atherosklerosis yatu keadaan pengerasan dinding pembuluh darah. Telah diketahui bahwa atherosklerosis terjadi sejak masa anak-anak yang didukung dengan pemeriksaan patologis. Disfusi endotel merupakan proses awal terjadinya atherosklerosis. Disfusi endotel ini akan menurunkan produksi nitric oxide (NO) yang merupakan mediator regulasi vaskuler sehingga terjadi gangguan keseimbangan faktor relaksasi dan kontraksi. Sehingga bila
Universitas Sumatera Utara
terjadi penurunan NO akan terjadi peningkatan tegangan vaskuler, mengubah geometri/remodelling, trombosis, inflamasi, oksidasi dan proliferasi. Penyebab disfusi endotel yang akan mengakibatkan atherosklerosis adalah peningkatan LDL, radikal bebas yang disebabkan rokok, hipertensi dan diabetes melitus, keturunan, peningkatan kadar homosistein plasma, infeksi mikroorganisme (seperti kuman clamydia pneumoniae, pelicobacter pylori, virus herves dan hepatitis) dan kombinasi beberapa faktor. Faktor-faktor resiko tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat menurunkan produksi NO dan aktifitasnya. Penyebab dari disfungsi endotel adalah injury yang akan meningkatkan permeabilitas dan adhesi endotel dengan leukosit atau platelet. Juga menginduksi endotel mengubah antikoagulan menjadi prokoagulan, molekul vasoaktif, sitokin dan faktor pertumbuhan. Proses inflamasi ini berlangsung terus dengan meningkatnya jumlah makrofag dan limfosit yang berimigrasi dari darah ke daerah lesi dan akan melepaskan enzim hidrolitik, sitokin dan faktor pertumbuhan dan akhirnya terjadi nekrosis. Adanya akumulasi monosit dan migrasi sel otot polos akan membentuk jaringan fibrosis yang menutup lesi. Garis lemak yang terjadi sejak masa kanak-kanak akan menjadi plak fibrosa serta disusul klasifikasi (pengapuran). Sehingga menimbulkan kekakuan pembuluh darah, (Madiyono, 2003).
2.2. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbedabeda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya, perlu dilakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit,
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, dan pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK, (Joewono, 2003). Gambaran klinik adanya PJK dapat berupa angina pectoris, infark miokardium (akut miokard infark), payah jantung (iskemic heart diseases) dan mati mendadak (sudden death). Pada umumnya gangguan suplai darah arteri koronaria dianggap berbahaya bila terjadi penyempitan sebesar 70% atau lebih pada pangkal atau cabang utama arteri koronaria. Penyempitan yang kurang dari 50% kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada beratnya arterisklerosis dan luasnya gangguan dan apakah serangan itu lama atau masih baru, (Bustan, 2000). 1. Angina Pectoris Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau rasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Hal ini sering timbul saat pasien melakukan aktifitas dan segera hilang saat aktifitas dihentikan. Angina pectoris biasanya berkaitan dengan PJK aterosklerotik tetapi dalam beberapa kasus dapat merupakan kelanjutan dari aterosklerosis aorta berat, insufiensi atau hipertropi kardiomiopati tanpa disertai obstruksi, aortitis sifilitika, peningkatan kebutuhan metabolik (seperti hipertiroidisme atau pasca pengobatan tiroid), anemia yang jelas takikardia proksimal dengan frekuensi ventrikuler cepat, emboli atau spasme koroner), (Mansjoer, 2001). Nyeri dada yang khas dari angina pectoris ialah rasa tertekan, seperti merasa terpilin, sperti terbakar (panas yang berpusat di daerah retrostenal (dibalik tulang
Universitas Sumatera Utara
sternum yang berada ditengah-tengah dada) yang bisa menjalar kelengan kiri, leher, bahu dan punggung. Dalam hal ini angina pectoris bisa digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : a. Angina pectoris stabil, yaitu gejala yang timbul frekuensinya tetap, baik lamanya maupun kadar pencetusnya. b. Angina pectoris tidak stabil, yaitu pola gejala yang timbul berubah-ubah, baik frekuensinya, lamanya, maupun kenyerian yang dirasakan. c. Angina prinzmental, yang biasanya timbul sewaktu sedang beristirahat. Biasanya disebabkan oleh spasme pembuluh darah koroner. Secara elektrokardiografi (EKG), timbulnya angina pectoris sering pula dibarengi dengan depresi segmen ST dan inversi gelombang T. Kelainan segmen ST (depresi segmen ST) sangat nyata pada pemeriksaan uji beban masuk (Irawan, 1998). 2. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infraction (serangan jantung) Acute myocard infraction atau serangan jantung akut umumnya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh arteri koroner secara tiba-tiba, karena pecahnya plak lemak ateroskeloris pada arteri koroner. Plak lemak tersebut menjadi titik-titik lemah dari arteri itu dan cenderung untuk pecah. Pada waktu pecah, gumpalan cepat terbentuk dan mengakibtkan penghambatan (okulasi) arteri yang menyeluruh, serta memutuskan aliran darah ke otot jantung. Ini mengakibatkan rasa sakit dada yang hebat pada pusat dada dan menyebar sampai lengan atau leher (Joewono, 2003). 3. Ischemic Heart Disease (payah jantung) Ischemic Heart Disease adalah suatu keadaan dimana terjadi pengurangan oksigen secara temporer pada jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh
Universitas Sumatera Utara
darah atau karena penyakit tertentu. Ischemic ini ada yang disebut sebagai silent ischemic dimana penderitanya tidak merasakan gejala yang timbul (Andari, 2001). Payah jantung terjadi karena denyut jantung sudah sedemikian lemahnya sehingga jantung tidak lagi dapat memompa darah dengan baik. Rasa sakit akibat payah jantung bertahan berjam-jam. Gejala yang timbul ialah gelisah, pusing, keringat dingin, gangguan gastro intestinal (muntah, diare, mual) dan shock yang menyebabkan tensi turun serta nadi cepat, (Bustan, 2000). 4. Kematian Mendadak (sudden death) Kematian mendadak (sudden death) terjadi pada 50% penderita yang tanpa keluhan sebelumnya. Sedangkan selebihnya disertai keluhan yang mati mendadak 6 jam setelah keluhan. Proses mati mendadak ini dimulai dengan trombosis pembuluh darah koroner yang disusul dengan nekrosis yang disertai aritmia ventrikel (Bustan, 2000). Salah satu unsur dalam makanan adalah lemak. Lemak tidak dapat larut dalam darah kecuali terikat oleh protein tertentu. Lemak akan mengalami pemecahan asam lemak bebas, trigliserida dan kolesterol. Selama dalam peredaran darah ada kecenderungan kolesterol menempel pada dinding pembuluh darah sehingga mempersempit pembuluh darah, menjadi tidak lancar dan lemak terlarut dalam darah sehingga tidak mencukupi proses metabolisme dan mengganggu keseimbangan kebutuhan oksigen dan penyediaan oksigen. Penyempitan
ini
dapat
menyebabkan
penyumbatan
pembuluh
darah.
Bila
penyumbatan ini terjadi di pembuluh koronaria dinamakan penyakit jantung koroner.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Gejala Penyakit Jantung Nyeri pada dada merupakan tanda paling umum dan sering dialami setiap kali terjadi serangan jantung. Variasi rasa sakit sangat besar dan terjadi tiba-tiba di setiap saat. Rasa nyeri ini selanjutnya menyebar ke leher, tulang rahang, dan lengan kiri, rasa nyeri dapat berlanjut ke daerah antara kedua bahu atau rongga lambung dan terkadang timbul ketidakteraturan denyut jantung, gejala lain umumnya meliputi lemah dan pusing, kulit pucat, dingin dan basah serta dapat berlanjut ke pingsan (shock) (Mursito, 2002). Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan suplai oksigen. Semua orang merasakan hal semacam ini merupakan serangan jantung atau bukan, gejala lain yang menyertai adalah rasa tercekik, kondisi seperti ini timbul secara tak terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras, misal fisik dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan emosional, (Krisnatuti, 2002).
2.4. Faktor-faktor Resiko Penyebab PJK Faktor resiko adalah semua faktor penyebab (etiologi) ditambah dengan faktor epidemiologi yang berhubungan dengan terjadinya suatu penyakit. Secara garis besar faktor resiko dapat dibagi 2 (dua) yaitu, faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah (Unchangeable Risk Factors) Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah terdiri dari
keturunan, jenis
kelamin, umur dan stress. 1. Keturunan Keturunan mengambil peranan penting dalam menentukan resiko alamiah dari PJK. Penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita PJK di bawah umur 55 tahun menunjukkan bahwa ada anggota lain dari keluarga tersebut yang mempunyai penyakit jantung yang bersifat premature. Beberapa kelompok keluarga yang mempunyai predisposisi PJK adalah ayah (37%), ibu (9,98%), saudara sekandung (27,6%), saudara kembar laki-laki ( 43%) dan saudara kembar perempuan 21%, (Bustan, 2000). 2. Jenis Kelamin Pria lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan wanita, setelah manopause frekuensinya sama antara pria dan wanita. Pria beresiko terkena PJK setelah berusia 40 tahun, sedangkan wanita setelah berusia 50 tahun. Wanita lebih terlindungi dari PJK mungkin karena hormon estrogen pada wanita (Soeharto, 200) Pravalensi PJK lebih tinggi pada laki-laki dari pada wanita. Pada umur 45-54 tahun rasio terkena PJK pada laki-laki 6 kali dari pada wanita. Pada umur 50 tahun ASDR laki-laki dan wanita akibat PJK tidak berbeda, dan pada umur 80 tahun ASDR pada kedua jenis kelamin sama (Sitepu, M, 1997). 3. Umur Jelas sekali umur merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap terjadinya PJK, terutama terhadap terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri
Universitas Sumatera Utara
koroner. Saluran arteri koroner ini dapat dibandingkan dengan saluran pipa ledeng, makin tua umurnya makin besar kemungkinan timbulnya ”kerak” di dindingnya, yang menyebabkan terganggunya aliran dalam pipa (Soeharto,2000). 4. Stress Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi dan dapat berakibat mempercepat kekejangan arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu. Dalam jangka panjang, terlalu banyak peristiwa yang menegangkan dalam satu tahun dapat menjadi awal serangan jantung (Payne, 1995). 2.4.2. Faktor Resiko yang Dapat Diubah (Changeable Risk Factors) 1. Hipertensi Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus beban pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan, menjadi tebal dan kaku, sehingga mengurangi elastisitasnya. Tekanan darah yang terus menerus tinggi dapat pula menyebabkan dinding arteri rusak atau luka dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner (aterosklerosis). Proses ini menyempitkan lumen yang terdapat pada pembuluh darah, sehingga aliran darah menjadi terhalang. Dengan demikian hipertensi merupakan salah satu resiko PJK (Soeharto, 2000). 2. Kolesterol Kolesterol dalam zat makanan yang kita makan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Sejauh pemasukan ini masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh akan tetap sehat, tetapi kelebihan kolesterol dapat mengendap di dalam pembuluh darah arteri,
sehingga
menyebabkan
penyempitan
dan
pengerasan
yang
dikenal
aterosklerosis, sehingga menyebabkan suplai darah ke otot jantung tidak cukup
Universitas Sumatera Utara
jumlahnya sehingga timbul sakit atau nyeri dada yang disebut angina, bahkan dapat menjurus ke serangan jantung (Soeharto, 2000). 3. Pola Makan Pola makan adalah frekuensi jumlah serta jenis makanan yang dikonsumsi. Tujuannya untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal, untuk itu tubuh perlu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang seimbang sesuai Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Yang dimaksud dengan PUGS adalah pedoman dasar tentang gizi seimbang yang disusun sebagai penuntun pada perilaku konsumsi makanan di masyarakat secara baik dan benar. Berdasarkan fungsi utama zat gizi makanan harus mengandung sumber energi, sumber protein dan sumber zat pengatur. Untuk memudahkan penyusunan menu sehari-hari yang bervariasi dan bergizi dapat digunakan daftar bahan makanan penukar. Penukar ini dapat digunakan dalam keadaan sehat maupun sakit (Almatsier, 2004). 4. Merokok Asap merokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin, zat ini merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO2) yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat dari pada sel darah merah untuk menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan termasuk jantung (Irawan, 1998).
Universitas Sumatera Utara
5. Diabetes melitus Diabetes menyebabkan faktor resiko PJK yaitu bila kadar glukosa darah naik, terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, gula darah tersebut dapat mendorong terjadinya pengendapan (arterosklerosis) pada arteri koroner. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida. Kadar glukosa darah stabil berkisar antara 70-140 mg/dl. Jika kadar glukosa darah melebihi angka tadi maka dapat dipastikan jika seseorang telah positif menderita diabetes melitus (Vitahealth, 2004). 6. Kegemukan dan kurang aktivitas Kegemukan dan kurang aktivitas merupakan salah satu faktor risiko PJK, namun berbeda dengan faktor risiko yang lain, kegemukan mendorong timbulnya faktor risiko yang lain seperti diabetes melitus, hipertensi yang pada taraf selanjutnya meningkatkan risiko PJK. Tekanan darah tinggi tidak jarang terjadi pada penderita obesitas. Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras. Adanya beban ekstra bagi jantung itu, ditambah dengan terjadinya pengerasan pembuluh darah arteri koroner, cenderung mendorong terjadinya kegagalan jantung (Soeharto, 2000).
2.5.
Pola Konsumsi Makanan (Kebiasaan Makan) Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi pangan masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter pola pangan harapan (PPH) (Baliwati, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soehardjo, (1996), pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga), memilih bahan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh, fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial. Pola makan adalah frekuensi, jumlah serta jenis makanan yang dikonsumsi untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal. Pola makan yang baik harus mengandung gizi yang seimbang sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau sekelompok manusia itu tumbuh (Khumaidi, 1994). 2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan Menurut Sanjur, 1982 yang dikutip Khumaidi (1994), kebiasaan makan dibagi menjadi dua yaitu : a. Bahwa kebiasaan makan secara budya dipandang sebagai variabel tak bebas (dependent variable) yang terbentuk pada diri seseirang karena ia pelajari (learned). b. Kebiasaan makan yang terdapat pada diri seseorang bukan karena proses pendidikan tertentu atau yang sengaja ia pelajari (unlearned). Lebih bersifat inherited (diturunkan dari orang tua, nenek moyang dan sebagainya). Banyak ditemukan pada masyarakat yang terbelakang, terisolir, rendah pendidikannya dan tidak mampu (golongan subsistens).
Universitas Sumatera Utara
Faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu (Khumaidi, 1994) : 1). Faktor ekstrintik (yang berasal dari luar diri manusia), 2). Faktor instrinsik (dari dalam diri manusia). 2.5.2. Status Gizi PJK Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau sekelompokkelompok yang ditentukan oleh derajat kesehatan kebutuhan fisik akan energi dan zatzat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan, dampak fisiknya diukur secara anthropometri (Soehardjo, 1996). Penilaian status gizi dengan melakukan pengukuran anthropometri adalah teknik yang paling sering dipergunakan terutama untuk penilaian status gizi balita, karena lebih mudah untuk melakukannya dan parameter ini lebih sesuai dan cukup sensitif. Status gizi seseorang, baik anak balita maupun remaja dan dewasa dapat diukur dan ditentukan dengan berbagai kriteria, antara lain dengan menentukan perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, tebalnya lapisan lemak kulit pada bagian otot bisep, trisep, supracapular dan subcapular. Penilaian status gizi orang dewasa (umur diatas 18 tahun), sering digunakan dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu cara yang sederhana untuk mengetahui kekurangan berat badan atau kelebihan berat badan. Menurut Depkes RI (1996), pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus ataupun gemuk dengan menggunakan rumus : Berat badan (kg) IMT Tinggi Badan (meter)²
Universitas Sumatera Utara
Banyak mengkonsumsi lemak hewani (lemak jenuh) akan meningkatkan kolesterol dalam darah, dalam proses jangka panjang akan mengakibatkan penimbunan (flak) di pembuluh darah sehingga pengaliran darah ke seluruh tubuh dapat saja terganggu atau terhambat. Apabila perubahan ini terjadi pada pembuluh darah koronaria menyebabkan penyakit jantung koroner (Krisnatuti, dkk, 2002) 2.5.3. Pengaturan Diet pada penderita jantung Koroner Pengaturan diet merupakan salah satu upaya strategis untuk memperkecil resiko penyakit jantung koroner. Dengan memperhatikan faktor resiko penyakit jantung koroner dan peranan gizi dapat mengurangi resiko tersebut. Menurut Krisnatuti prinsip diet yang dapat dianjurkan sebagai berikut : 1.
Masukan energi yang seimbang, artinya harus sesuai dengan kebutuhan
2.
Energi yang berasal dari lemak tidak lebih dari 30%
3.
Membatasi konsumsi lemak
4.
Membatasi konsumsi alkohol dan kopi
5.
Lebih banyak dan lebih bervariasi menggunakan sayur dan buah
6.
Batasi penggunaan makanan yang diawetkan dan perbanyak makanan segar
7.
Tidak merokok. Sedangkan syarat diet yang dianjurkan untuk penderita jantung koroner adalah
sebagai berikut : rendah kalori (terutama bagi penderita yang terlalu gemuk), protein dan lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, rendah garam bila ada tekanan darah tinggi, mudah dicerna, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, porsi kecil dan frekuensi pemberian tergolong sering (Krisnatuti dan Yenrina, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.5.4. Makanan yang Boleh dan tidak Boleh Diberikan Bagi Penderita Penyakit Jantung Koroner Penatalaksanaan diet perlu juga memperhatikan pola makan penderita sebelum sakit. Ini dimaksudkan agar pola makan tidak terlalu menyimpang dari biasanya sehingga makanan dapat mudah diterima oleh penderita (Krisnatuti dan Yenrina, 1999). Tabel 2.1 Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan kepada Penderita PJK Golongan Bahan Sumber hidrat arang Sumber protein hewani Sumber protein nabati Sumber lemak
Boleh Diberikan
Tidak boleh diberikan
Beras, bulgur, singkong, talas, kentang, macaroni, mie, bihun, roti, biscuit, tepung, gula Daging sapi kurus, ayam, bebek, ikan, telur, susu dalam jumlah terbatas
Kue yang terlalu manis dan gurih seperti cake, tarcis, dodol
Kacang kering maksimum 25 gram/hari, tahu, tempe, oncom Minyak, margarin, mentega sedapat mungkin tidak untuk menggoreng, kelapa, santan encer dalam jumlah terbatas. Sayuran yang tidak mengandung gas, bayam, Sayuran kangkung, buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong, tomat dan wortel Semua buah, nangka, durian, advokad, hanya Buah-buahan diperbolehkan dalam jumlah terbatas Bumbu dapur, pala, kayu manis, asam, gula, Bumbu garam Teh encer, cokelat, sirop, susu dalam jumlah Minuman terbatas (Krisnatuti dan Yenria, 1999)
Semua daging berlemak ham, sosis Goreng-gorengan, santan kental
Sayuran yang menimbulkan gas, sawi, kol, lobak.
Cabai dan bumbu lain yang merangsang Kopi, teh kental, minuman yang mengandung soda dan alkohol
Makanan yang menolong bagi penderita penyakit jantung koroner adalah sebagai berikut (Wirakusumah, 2001) : 1. Sumber antioksidan, meliputi : a. Sumber B-Karoten, yaitu ubi jalar, wortel, labu kuning, mangga bayam dan kailan b. Sumber vitamin E, yaitu asparagus, taoge, minyak sayur dan kacang-kacangan
Universitas Sumatera Utara
c. Sumber vitamin C, yaitu daun singkong, mangga, jeruk, brokoli, sawi dan jambu biji. 2. Sumber asam lemak omega 3, yaitu jenis ikan laut (teri, sarden, tenggiri dan tembang), serta minyak ikan. 3. Sumber asam folat, yaitu kacang-kacangan (kacang hijau, kacang merah dan kacang polong), sari jeruk asli, bayam dan hati ayam. 4. Sumber vitamin B6, yaitu pisang, daging ayam tanpa lemak, beras merah, oatmeal dan tuna putih dalam kaleng. 5. Sumber flavonoid, yaitu melon, anggur, jeruk, pepaya, mangga, kesemek dan jambu biji. 6. Makanan tinggi serat, yaitu serealia, kacang-kacangan, labu, jagung, apel dan sayuran. 7. Bawang putih 8. Sumberlycopene, yaitu tomat masak 9. Minyak zaitun. Makanan yang harus dikurangi oleh penderita penyakit jantung koroner adalah sebagai berikut : daging berlemak, telur, susu penuh (whole milk), jeroan, makanan tinggi kolesterol dan lemak jenuh (Wirakusumah, 2001). Banyak mengkonsumsi lemak hewani (lemak jenuh) akan meningkatkan kolesterol dalam darah, dalam proses jangka panjang akan mengakibatkan penimbunan (flak) di pembuluh darah sehingga aliran darah ke seluruh tubuh dapat terganggu.
Apabila perubahan ini
terjadi pada pembuluh darah
koronaria
menyebabkan PJK (Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan teori dan tujuan penelitian yang ingin dilihat, maka
kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
-
Karakteristik Penderita Jantung Koroner Umur Jenis kelamin Pekerjaan Pendapatan Status Gizi Lama penderita PJK Penyakit Jantung Koroner
-
Pola Makan Jenis dan frekuensi makan Kuantitas Makan
Gambar. 1. Kerangka Konsep Penelitian Penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan dan pola makan), tetapi pada penelititan ini peneliti membatasi pengaruh timbulnya PJK.
Universitas Sumatera Utara