BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Bawaan Penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir.1 Insidens PJB berkisar 6 sampai 10 per 1000 kelahiran hidup.3 Pada umumnya prevalensnya sama antara laki-laki dan perempuan.18 Hanya beberapa kelaianan tertentu seperti koarktasio aorta, stenosis aorta, tetralogi Fallot, dan transposisi pembuluh darah besar, lebih sering pada anak laki-laki. Tetapi pada duktus arteriosus persisten dan defek septum atrium lebih banyak pada anak perempuan.18 Jumlah pasien PJB asianotik jauh lebih besar daripada sianotik, yakni berkisar 3 sampai 4 kali.3 Defek Septum Ventrikel ( DSV ) merupakan PJB yang paling banyak dijumpai.3 2.1.1 Etiologi Penyebab PJB tidak diketahui secara pasti. Sekitar 2-5 % kelainan ini erat hubungannya dengan abnormalitas kromosom yang diduga menjadi faktor endogen.18 Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X, diabetes mellitus, lupus eritematosus, defisiensi vitamin khususnya vitamin D, rokok, alkohol diduga menjadi faktor eksogen PJB.3,18 Penyakit rubella yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan PJB, terutama duktus arteriosus
7
persisten, DSV, atau stenosis pulmonal perifer. Para ahli menduga lebih dari 90 % kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Dan apapun penyebabnya, harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan.3 2.1.2 Klasifikasi PJB dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit jantung bawaan asianotik dan sianotik.1,3,5,6 PJB asianotik ini tidak ditemukan gejala atau tanda sianosis, tetapi ditemukan pirau kiri ke kanan atau obstruksi jalan keluar ventrikel. PJB sianotik bersifat lebih komplek dan ditandai dengan adanya sianosis akibat adanya pirau kanan ke kiri sehingga darah dari vena sistemik yang mengandung rendah oksigen akan kembali lagi ke sirkulasi sistemik. 3,5,6 2.1.3 PJB Asianotik PJB asianotik ini merupakan bagian terbesar dari seluruh PJB. Sesuai dengan namanya, PJB ini tidak ditemukan gejala atau tanda sianosis.3,5,6 Bergantung pada ada atau tidaknya pirau3, kelompok ini dibagi menjadi : (1) PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan, yaitu DSV, defek septum atrium ( DSA ), defek septum atrioventrikularis, duktus arteriosus persisten. (2) PJB asianotik tanpa pirau, yaitu stenosis pulmonal, stenosis aorta, serta koarktasio aorta. 2.1.3.1 Defek Septum Ventrikel ( DSV ) Merupakan PJB yang sering ditemukan, yaitu sekitar 30 % dari seluruh kelaianan jantung kongenital.3 Prognosis sangat ditentukan dengan besar kecilnya defek dan resistensi pulmonal.3,18 Hanya sekitar 25 % pasien dengan DSV dapat
8
bertahan hidup sampai usia 20 tahun dan kurang dari 10 % yang masih mampu mencapai usia 40 tahun.18 Pada defek yang kecil pasien tidak memperlihatkan keluhan, tidak ada gangguan tumbuh kembang. Pada defek yang sedang dan besar, anak biasanya mengalami sesak nafas pada waktu minum, tidak menghabiskan makanan atau butuh waktu lama untuk menghabiskannya, aktivitas terbatas, gangguan pertumbuhan terlihat nyata, dan sering mengalami ISPA. Pada defek yang besar,
resistensi pulmonal bisa berkembang melebihi resistensi
sistemik, sehingga akan tampak sianosis dan disebut Sindrom Eisenmenger. Dapat terjadi endokarditis infektif.3,15,18 2.1.3.2 Defek Septum Atrium ( DSA ) DSA adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Secara anatomis dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius.3,15 DSA meliputi 10 % dari seluruh penyakit jantung bawaan dan DSA sekundum meliputi 80 % dari seluruh DSA.3,18 Defek Septum Atrium Sekundum Terdapat lubang patologis di tempat fossa ovalis. Komplikasi jarang dijumpai pada usia anak karena rata-rata asimptomatis. Bila pirau cukup besar maka pasien mengalami sesak napas dan sering mengalami infeksi paru. Tumbuh kembang biasanya normal.3,15 Tergantung dari besarnya defek akan menyebabkan aliran darah pulmonal 3-4 kali lebih banyak sehingga tekanan di pulmonal lamalama dapat meningkat, menyebabkan pirau bidireksional sehingga anak mulai tampak biru, ini dikenal dengan Sindrom Eisenmenger.18
9
Defek Septum Atrium Primum Kelainan ini akan lebih berat daripada defek septum sekundum.3 Di awal kehidupannya akan menunjukan tanda-tanda gagal jantung yang parah dan disertai tumbuh kembang yang amat terganggu. Gagal jantung ditentukan oleh beratringannya insufisiensi mitral yang menyertainya. Bila insufisiensi mitral cukup besar, anak akan sering mengeluh cepat capek, sering batuk pilek, dan sesak nafas.18 2.1.3.3 Defek Septum Atrioventrikularis Pada kelainan ini tidak terjadi pemisahan antara cincin katup mitral dan katup trikuspid sehingga terdapat satu lubang besar cincin katup atrioventrikular yang menghubungkan kedua atrium dan kedua ventrikel secara bersama. Kelainan ini sering menyertai sindrom Down. Gagal jantung terjadi pada bulan pertama dan hipertensi pulmonal sering terjadi.1,3,15,18 2.1.3.4 Duktus Arteriosus Persisten Duktus arteriosus persisten adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir.3,15 Kelainan ini merupakan 7 % dari seluruh penyakit jantung bawaan. Sering dijumpai pada bayi prematur. Pada duktus arteriosus persisten kecil, anak biasanya asimptomatik dan tumbuh kembang normal. Pada duktus arteriosus persisten yang sedang dan besar akan timbul gejala kesulitan makan dan minum, infeksi saluran napas, tetapi hanya duktus arteriosus persisten yang besar tumbuh kembangnya akan jelas terganggu dan mengalami gagal jantung pada bulan pertama.3,18
10
2.1.3.5 Stenosis Pulmonal Istilah ini digunakan secara umum untuk menunjukan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau a. pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada stenosis pulmonal murni, sering tidak menunjukan gejala, status gizinya baik sehingga tumbuh kembang normal, toleransi latihan normal, tidak terdapat infeksi saluran napas berulang. Tetapi terkadang terdapat keluhan cepat lelah karena curah jantung berkurang.3 2.1.3.6 Stenosis Aorta Di negara barat, insidensnya 5 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, tetapi untuk Asia, insidensnya jauh lebih sedikit. Sering tidak terdiagnosis pada masa anak karena katup berfungsi normal sehingga tidak memberikan gejala. Tetapi pada stenosis berat, dapat menyebabkan gagal jantung.3,15 2.1.3.7 Koarktasio Aorta Merupakan penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi pada daerah duktus arteriosus. Kelainan jantung asianotik yang paling banyak menyebabkan gagal jantung pada minggu pertama setelah lahir.18 Gejala dapat timbul mendadak, seperti sesak nafas, hepatomegali, dengan nadi kecil, oliguria atau anuria. Tanda klasik adalah nadi brakhialis yang teraba normal atau kuat, sedangkan nadi femoralis serta dorsalis pedis tidak teraba atau teraba kecil.3
11
2.1.4 PJB sianotik Sekitar seperlima pasien dengan PJB bermanifestasi sebagai kelainan kardiovaskuler yang mengancam jiwa pada bulan pertama kehidupan bayi. Kelompok kelainan ini dikenal sebagai penyakit jantung yang kritis dan sebagian besar tergolong PJB sianotik. Manifestasi klinis yang selalu terdapat adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan terdapatnya >5g/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi, deteksinya tergantung kadar hemoglobin. Walau tanda khasnya adalah sianosis, tapi terkadang sianosis ini sukar dideteksi atau justru penyakit lain memberikan gejala sianosis juga, misal pada PJB sianotik dengan aliran paru meningkat sehingga saturasi oksigen meningkat sianosis menjadi tidak terdeteksi, pada PJB asianotik dapat memberikan gambaran sianosis apabila terdapat gagal jantung, atau pada depresi SSP yang menyebabkan depresi pernafasan akan menyebabkan sianosis.18 2.1.4.1 Tetralogi Fallot Merupakan PJB sianotik yang paling banyak ditemukan dengan insidens 10 % dari seluruh penyakit jantung bawaan.3 Tetralogi Fallot merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu DSV, over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Yang paling penting dalam menentukan derajat penyakitnya adalah stenosis pulmonal. Manifestasi klinis mencerminkan derajat hipoksia. Terjadi sianosis karena terjadi pirau kanan ke kiri melalui DSV dan menurunnya sirkulasi pulmonal, sianosis jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi tetap manifestasi yang perlu diwaspadai adalah serangan sianotik dengan ditandai
12
sesak nafas mendadak, napas cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, dapat kejang atau sinkop. Komplikasinya yaitu bencana serebrovaskular, abses otak, endokarditis infektif, anemia relatif, thrombosis paru, dan perdarahan. Gagal jantung tidak terjadi pada kelainan jantung ini.1,3,15,18 2.1.4.2 Transposisi Pembuluh Darah Besar PJB sianotik yang paling sering dijumpai pada khusus pada masa neonatus, yaitu sekitar 25 % .18 Insidensnya meliputi 5-10 % dari semua penyakit jantung bawaan dan lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Di sini, terjadi perubahan posisi aorta dan a. pulmonalis. Bentuk jantung seperti telur karena penyempitan
mediastinum
akibat
posisi
abnormal
arteri
pulmonalis.
Kehidupannya hanya dapat berlangsung jika terdapat pencampuran antara aliran balik paru dan sistemik. Sianosis tampak sangat jelas apabila komunikasi sirkulasi paru dan sistemik tidak adekuat. Sianosisnya tidak berkurang sama sekali dengan pemberian oksigen 100%. Sianosis akan progresif jika duktus arteriosus menutup, bayi akan asidosis dan timbul gagal jantung. Bayi akan menjadi sesak nafas, sering mengalami pneumonia dan pertumbuhan terlamabat. Serangan sianotik jarang terjadi.3,15,18
2.2 Pertumbuhan Pertumbuhan berkaitan masalah perubahan dalam ukuran, besar, jumlah atau dimensi sel, organ atau individu yang dapat diukur berdasar ukuran berat(gram,pound), panjang(cm, meter), umur tulang dan keseimbangan
13
metabolik.5,10,19 Pertumbuhan yang optimal sangat dipengaruhi oleh potensi biologisnya. Tingkat pencapaian fungsi biologis merupakan hasil interaksi dari faktor genetik, faktor lingkungan bio-fisiko-psikososial dan perilaku. pertumbuhan
19
20
Ciri-ciri
yaitu terjadi perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya
ciri-ciri lama, timbulnya ciri-ciri baru. 2.2.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
2.2.1.1 Faktor Internal ( Genetik ) Faktor
genetik
merupakan
modal
dasar
mencapai
hasil
proses
pertumbuhan. Yang termasuk faktor internal antara lain faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila faktor ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan optimal maka akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Di negara maju, gangguan pertumbuhan lebih sering dikarenakan faktor genetik ini, tetapi di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain disebabkan oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak memungkinkannya tumbuh secara optimal.10,19,20 2.2.1.2 Faktor Eksternal ( Lingkungan ) Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal. Secara garis besar, faktor lingkungan dapat dibagi tiga, yaitu faktor pranatal, faktor natal, dan faktor pascanatal. a. Faktor pranatal Faktor lingkungan pranatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan. Lingkungan pranatal yang
14
mempengaruhi, antara lain : gizi ibu pada saat hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, dan anoksia embrio. 10,19,20 b. Faktor natal Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.20 c. Faktor pascanatal Faktor lingkungan pascanatal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak, yaitu lingkungan biologis, lingkungan fisik, faktor psikososial, faktor keluarga dan adat. 1) Lingkungan biologis Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis / kelainan kongenital, fungsi metabolism yang saling terkait satu dengan yang lain. Faktor yang dominan mempengaruhi pertumbuhan adalah status gizi bayi yang dilahirkan. Apabila setelah dilahirkan bayi mengalami kekurangan gizi, dapat dipastikan pertumbuhan anak akan terhambat dan tidak akan mengikuti potensi genetik yang optimal. Gizi dipengaruhi oleh ketahanan makan keluarga. Ketahanan makan keluarga mencakup ketersedian makanan dan pembagian yang adil karena seringkali kepentingan budaya bertabrakan dengan kepentingan biologis. Perawatan kesehatan seperti menimbang anak secara rutin setiap bulan akan menunjang tumbuh kembang anak.10,19
15
2) Lingkungan fisik Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah cuaca dan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Cuaca dan geografis berkaitan erat dengan pertanian dan kandungan unsur mineral dalam tanah. Musim kemarau yang dapat mengakibatkan gagal panen yang menyebabkan persediaan pangan menurun sehingga asupan gizi keluarga rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan gizi kurang dan pertumbuhan anak terhambat. Keadaan sanitasi yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit infeksi.10,19 3) Faktor psikososial Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak adalah stimulasi, motivasi, ganjaran atau hukuman. Kelompok sebaya, stress, cinta dan kasih saying serta kualitas interaksi antara anak dan orang tua.10,19,20 4) Faktor keluarga dan adat istiadat Yang berpengaruh terhadap pertumbuhan antara lain pekerjaan atau pendapatan keluarga, stabilitas rumah tangga, adat istiadat, agama, norma dan tabu serta urbanisasi. Masih banyaknya pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah.10,19
16
Jenis-jenis pertumbuhan20 : 1) Pertumbuhan linear Bentuk dari ukuran linear adalah ukuran yang berhubungan dengan panjang. Contohnya panjang badan, lingkar dada, dan lingkar kepala. Ukuran linear yang rendah biasanya menunjukan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada masa lampau.20 2) Pertumbuhan massa jaringan Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contohnya berat badan, lingkar lengan atas , dan tebal lemak di bawah kulit. Ukuran yang kecil atau rendah, menunjukan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein pada waktu pengukuran dilakukan.20
2.2.2 Gizi untuk tumbuh kembang 2.2.2.1 Kebutuhan energi Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka-panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI.21 Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan untuk metabolisme basal.22,21
17
Rumus untuk menetapkan kebutuhan energi pada bayi dan anak, menggunakan Rumus Nelson dengan tahap-tahap perhitungan22 : BMR = ± 55 kkal/kgBB/jam
=
A
Aktivitas = 25% x A
=
B
=
C
=
D
Aksi dinamis spesifik = 10% x C
+
+
E Kalori untuk pertumbuhan = 12% x A
=
F
+
G Terbuang melalui feses = 10% x G
=
H
Kebutuhan energi sehari
=
I
+
2.2.2.2 Angka Kecukupan Protein (AKP) Kebutuhan protein menurut FAO/WHO (1985) adalah “konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menuyusui.21 Tabel 2. Angka kecukupan protein menurut kelompok umur dinyatakan dalam taraf asupan terjamin21 Kelompok umur AKP (nilai PST) gram/kg berat badan (tahun) Laki – laki Perempuan 0 – 0,5 1,86 1,86 (85% dari ASI) (85% dari ASI) 0,5 – 2,0 1,39 1,39 (80% dari ASI) (80% dari ASI) 4–5 1,08 1,08 5 – 10 1,00 1,00 10 – 18 1,96 0,90
18
2.2.3 Parameter Penilaian Pertumbuhan Parameter penilaian pertumbuhan, yaitu ukuran antropometri, gejala/tanda pada pemeriksaan fisik, gejala/tanda pada pemeriksaan laboratorium, gejala/tanda pada pemeriksaan radiologis.10 2.2.3.1 Antropometri Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot dan jaringan lemak.23 Pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan20, yaitu : 1) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat untuk sampel yang besar 2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilatih untuk itu. 3) Alatnya murah dan mudah dibawa. 4) Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan 5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. 6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas. 7) Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu. 8) Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi. Namun memiliki beberapa kelemahan20,yaitu : 1) Tidak sensitif 2) Faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
19
3) Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Jenis parameter yang digunakan : 1) Umur Faktor Umur sangat penting dalam penentuan gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.20 2) Berat Badan Berat badan ( BB ) merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan.10 Membutuhkan data lain seperti umur, jenis kelamin dan panjang badan / tinggi badan untuk interprestasikannya.23 Pada masa bayi-balita, BB dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti asites, dehidrasi., edema dan adanya tumor.20 BB menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang.19 BB diukur dengan menggunakan timbangan digital atau timbangan dacin.20 BB dicatat dengan ketelitian sampai 0,01 kg pada bayi dan 0,1 kg pada anak yang lebih besar.21 3) Panjang Badan / Tinggi Badan Panjang badan / Tinggi badan merupakan parameter penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat.20 Keistimewaannya adalah nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju
20
tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat lagi pada masa remaja. Peningkatan nilai rata-rata tinggi orang dewasa suatu bangsa merupakan salah satu indikator peningkatan kesejahteraan / kemakmuran, jika potensi genetik belum mencapai maksimal.19 Panjang badan ( PB ) digunakan untuk anak umur 0-24 bulan. Tinggi badan ( TB ) digunakan untuk umur lebih dari 24 bulan. Pengukuran PB dapat menggunakan infantometer dan pengukuran TB dapat menggunakan stadiometer, mikrotoa dan tinggi duduk. Pengukuran PB lebih panjang 0,5 cm sampai 1,5 cm daripada pengukuran TB. Anak dengan keterbatasan fisik misalnya kontraktur tidak memungkinkan pengukuran PB / TB, sehingga digunakan cara pengukuran alternatif, yaitu rentang lengan, panjang lengan atas dan panjang tungkai bawah.19 Pengukuran PB / TB dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm.23
2.2.3.2 Indeks antropometri Kombinasi dari beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010, standar antropometri yang digunakan mengacu pada WHO 2005.24
21
Tabel 3. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks24 Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak umur 0 – 60 bulan Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak umur 0 – 60 bulan Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Anak umur 0 – 60 bulan
Kategori Status Gizi Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Sangat pendek Pendek Normal Tinggi
Ambang Batas (Z-score) < -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD < -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD < -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD
Sangat kurus Kurus Normal Gemuk
< -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD
2.2.3.2.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur ( BB/U ) Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan pertumbuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Berat badan adalah salah satu parameter yang menggambarkan massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak, misal terserang infeksi. Dengan karakteristik ini, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.20,23 2.2.3.2.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur ( TB/U ) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi pada waktu pendek, pengaruhnya akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Sehingga, indeks ini lebih menggambarkan status gizi masa lalu.20,23
22
2.2.3.2.3 Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan ( BB/TB ) Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini merupakan indikator yang baik dan lebih tepat untuk menilai status gizi saat ini.20,23
2.2.3.3 Z-score Z-score atau disebut juga Standar deviasi unit. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan.20 Penggunaan standar ini yang paling mendekati dengan pertumbuhan untuk anak yang berada di lingkungan kurang optimal dengan nutrisi yang adekuat dan standar ini bebas dari bias sosioekonomi, RAS, dan psikologikal.11 1 SD unit ( 1 Z-score ) kurang lebih sama dengan 11 % dari median BB/U 1 SD unit ( 1 Z-score ) kira-kira 10 % dari median BB/TB 1 SD unit ( 1 Z-score) kira-kira 5 % dari median TB/U Rumus perhitungan Z-score adalah z-skor =
2.2.4 Penilaian pertumbuhan Penilaian pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam survailans kesehatan di bidang psikiatri karena hampir setiap masalah dalam fisiologi, interpersonal dan sosial dapat memberikan dampak yang buruk pada pertumbuhan. Penilaian pertumbuhan dimulai dengan memplot hasil pengukuran
23
tinggi badan , berat badan pada kurva standar.19 Di Indonesia, pemantauan pertumbuhan menggunakan kurva pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Ada lima garis pertumbuhan25 yaitu: 1) Tumbuh kejar atau catch-up growth artinya arah garis pertumbuhan melebihi arah garis baku. 2) Tumbuh normal atau Normal Growth artinya arah garis pertumbuhan sejajar atau berimpit dengan arah garis baku. 3) Growth Faltering artinya arah garis pertumbuhan kurang dari arah garis baku atau pertumbuhan kurang dari yang diharapkan. 4) Flat Growth artinya arah garis pertumbuhan datar atau berat badan tetap. 5) Loss of Growth artinya arah garis pertumbuhan menurun dari arah garis baku.
2.3 Pertumbuhan pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan(PJB) Anak dengan PJB rawan mengalami gangguan pertumbuhan dan hal ini telah banyak diteliti. Mereka mengalami malnutrisi kronik dengan pengurangan lemak subkutan, otot yang mengecil dan retardasi pertumbuhan linier.26 Anak dengan PJB juga beresiko terjadi ketidakseimbangan energi yang mengakibatkan defisiensi nutrisi tertentu atau ketidakcukupan total energi.27 Kekurangan energi, protein dan nutrisi lain akan berefek ke pertumbuhan.11 Pada saat lahir, rata-rata berat badan anak PJB tergolong normal, tapi dengan cepat akan terkena dampaknya pada awal kehidupan. Pada anak PJB sianotik, berat badan dan tinggi
24
badan akan terkena dampak yang sama besar. Tetapi, pada PJB asianotik, berat badan akan lebih terkena dampak. 9,28 Tabel 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan pertumbuhan pada pasien PJB13,28 Peningkatan kebutuhan energi
Berkurangnya asupan makanan
Peningkatan kehilangan nutrisi
Penggunaan nutrisi yang tidak efisien Kelainan kongestif
jantung
Peningkatan BMR (karena takipneu dan takikardi) Peningkatan Total Energy Expenditure Peningkatan kebutuhan nutrisi otot-otot jantung dan pernapasan Infeksi Prematuritas Abnormalitas komposisi tubuh Anorexia atau cepat merasa kenyang Disfagia Refluks gastroesophageal Agen farmakologi Penurunan volume lambung karena hepatomegali Malabsorbsi gastrointestinal Hiperosmolaritas Hambatan aliran vena Enteropati yang menyebabkan kehilangan protein Hilangnya elektrolit dari ginjal Asidosis Hipoksia Peningkatan tekanan pulmonal Berkurangnya cardiac output dan renal blood flow Respon terhadap stress Berkurangnya kapasitas gaster atau ketidakmampuan untuk mentolerir peningkatan volume asupan makanan
Belum diketahui secara pasti penyebab gangguan pertumbuhan yang terjadi pada PJB. Beberapa hipotesis dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan antara PJB dan pertumbuhan. Kombinasi tipe PJB, masukan nutrisi yang kurang, malabsorbsi, kegagalan penggunaan energi untuk tumbuh karena adanya anoxia, dan hipermetabolisme merupakan faktor jantung yang diperkirakan menyebabkan gangguan pertumbuhan.8,11-13,28 Faktor non-jantung seperti faktor genetik, umur
25
saat dioperasi dan faktor psikososial juga dapat mempengaruhi gangguan pertumbuhan yang terjadi.8,12,28 1) Tipe PJB Derajat gangguan pertumbuhan berhubungan dengan beratnya kerusakan hemodinamik yang terjadi yang menyebabkan oksigenasi menurun.7 Pada PJB asianotik terdapat lesi yang menyebabkan peningkatan jumlah volume, ini yang menyebabkan shunt dari kiri ke kanan.15 Pada lesi ini terdapat hubungan antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru, yang menyebabkan darah yang kaya oksigen kembali ke paru. Peningkatan volume darah di paru menurunkan compliance paru dan meningkatkan usaha nafas. Cairan akan merembes ke spatium intersisial dan alveolus yang menyebabkan edema paru. Karena output dari ventrikel kiri banyak kembali ke paru, maka untuk menjaga output ke sistemik tetap tinggi, maka heart rate dan stroke volume akan dinaikan dengan cara meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Ini menyebabkan peningkatan katekolamin di sirkulasi dikombinasikan dengan usaha nafas akan menghasilkan peningkatan konsumsi total body oxygen yang biasanya diluar kemampuan sirkulasi untuk mencukupinya. Penggunaan oksigen ini memberi gejala tambahan seperti berkeringat, irritabilitas, dan gagal tumbuh.15 Dan dikatakan pada PJB asianotik terjadi malnutrisi yang akut sehingga berat badan lebih terpengaruh.9
26
Pada PJB sianotik selain terjadi hipoksia, juga terjadi pencampuran darah yang kaya oksigen dan yang rendah oksigen.29 Akibat terjadinya hipoksemia ini mengakibatkan menurunya nafsu makan dan meningkatnya aktivitas fungsi jantung paru yang diikuti dengan termoregulasi yang tidak efisien dan naiknya kebutuhan kalori.29 Sebagai hasil akhir proses tersebut akan
terjadi
perubahan-perubahan
pada
jaringan
tubuh
dengan
berkurangnya sel lemak secara menyeluruh sehingga dikatakan terjadi malnutrisi yang kronik sehingga berat badan dan tinggi badan akan terpengaruh sama besar.9,15 Pada PJB sianotik, terdapat hambatan pada maturasi tulang yang bervariasi tergantung dengan berat hipoksemianya.28 2) Masukan nutrisi yang tidak adekuat Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pemasukan kalori pada PJB kemungkinan disebabkan oleh hilangnya nafsu makan, sesak napas, kelelahan, muntah yang berlebihan, infeksi saluran napas, anoreksia dan asidosis. Keadaan ini terutama terjadi pada PJB dengan gagal jantung kongestif.8,13,27,28 Anak dengan gagal jantung kiri atau PJB yang disertai dengan sianosis akan mengalami sesak dan mudah lelah sebelum dapat menghabiskan makanan yang dibutuhkan. Hepatomegali akibat gagal jantung dapat mengurangi volume lambung dan meningkatkan potensi untuk terjadinya refluks gastroesofageal dan aspirasi. 8,13,27,28 Walaupun anak dengan lesi yang ringan tetap tidak menutup kemungkinan terjadi intake yang kurang karena biasanya pada lesi yang ringan, anak akan makan secara berlebih sehingga jumlah cairan dan
27
sodium di darah meningkat, ini menyebabkan gagal jantung dekompensasi dan intake menjadi menurun.7 Anak dengan PJB mungkin mengonsumsi kalori sesuai untuk umurnya, tetapi jumlah ini kurang untuk kebutuhan BB/U yang diharapkan dan untuk mengejar pertumbuhan.14,26 3) Hipermetabolisme Hipermetabolisme dihubungkan dengan peningkatan konsumsi oksigen oleh jantung yang hipertrofi dan stimulasi metabolisme karena peningkatan sekresi katekolamin.12 Hipermetabolisme ini berdampak dengan masukan energi dan penggunaan energi.11 BMR yang tinggi pada anak PJB terjadi karena anak ini memiliki komposisi tubuh yang abnormal khusunya lean body mass yang tinggi, selain itu juga dikarenakan peningkatan sistem hematopoetik dan aktivitas otot pernafasan karena pada anak dengan hipertrofi ventrikel kanan terdapat peningkatan konsumsi resting O2.13,26,28 Anak dengan PJB rentan mengalami infeksi, infeksi ini akan menyebabkan kenaikan suhu basal dan stress metabolik.13,27 Dengan adanya hipermetabolisme, nutrisi yang masuk sebagian besar untuk mencukupi metabolisme yang tinggi , sehingga yang disimpan untuk pertumbuhan jumlahnya sedikit.26 Metabolisme jantung dan jaringan lain yang tidak efisien juga menyebabkan energi yang tersisa untuk pertumbuhan sedikit.30 Energi yang digunakan untuk pertumbuhan dapat digambarkan dengan penimbunan lemak tubuh.26
28
4) Malabsorbsi Malabsorbsi mengakibatkan berkurangnya energi yang dapat dimetabolisme meskipun masukan kalori cukup. Anak dengan gagal jantung kanan akan menyebabkan peningkatan tekanan vena sistemik, yang menyebabkan edema pada dinding usus dan permukaan mukosa yang menyebabkan absorbsi nutrisi dan drainase limfa terganggu.9 Anoxia atau kongesti vena usus dapat menyebabkan malabsorbsi.14 Malabsorbsi khususnya lemak dan protein, dengan manifestasi adanya steatorea dan protein lossing enteropathy, terjadi pada bayi dengan malnutrisi pada anak PJB.8,11,31 Pada anak yang menjalani Fontan procedure juga beresiko terjadi protein-losing enteropathy (PLE), ini menyebabkan kehilangan protein dan nutrisi lain dari sistem pencernaan.28 5) Hipoksia kronis Hipoksia yang menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa protein.8 Hipoksia juga mengakibatkan jantung kembali menggunakan metabolisme glikolisis.30 Hipoksia kronis diduga juga menyebabkan berkurangnya sel lemak pada awal kehidupan anak PJB. Selain itu hipoksia kronis juga memegang peranan penting dalam terjadinya anorexia dan tidak efisiennya proses metabolisme di tingkat seluler.27
29