5
TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh suatu lapisan jaringan ikat yang disebut perikardium. Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena cava superior dan inferior kemudian masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspidalis, trabecular anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak di bagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau conus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh crista supraventrikular yang terletak tepat di atas daun katup trikuspidalis (Guyton dan Hall 2008). Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan. Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apex cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan (Guyton dan Hall 2008; Sherwood 2001). Katup jantung terdiri atas empat katup yaitu katup trikuspidalis yang memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspidalis yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri, serta dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta, sedangkan katup pulmonal adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta (Sherwood 2001). Gambar skematik penampang jantung seperti pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Gambaran penampang jantung anjing (O’Grady dan O’Sullivan 2004)
Syaraf Jantung Efektivitas pompa jantung dikendalikan oleh syaraf parasimpatis (syaraf vagus) yang sangat banyak menyuplai jantung dan syaraf simpatis. Perangsangan syaraf vagus akan menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung syaraf vagus. Hormon asetilkolin akan dapat menurunkan irama nodus sinus dan menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung nodus atrioventrikular (NAV), sehingga akan menghambat penjalaran impuls jantung yang menuju ventrikel. Hormon asetilkolin juga akan meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion kalium, sehingga akan mempermudah terjadinya kebocoran kalium yang cepat dari serabut-serabut konduksi yang mengakibatkan peningkatan kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi). Kejadian hiperpolarisasi dapat menyebabkan penurunan denyut jantung. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion kalium akan menghambat masuknya ion kalsium, sehingga dapat menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi ventrikel dan denyut jantung yang disebut
sebagai
inotropik
negatif.
Keadaan
hiperpolarisasi
pada
NAV
menyebabkan perangsangan syaraf vagus akan menyulitkan serabut atrium
7
mencetuskan listrik dalam jumlah yang cukup untuk merangsang serabut nodus. Penurunan arus listrik yang sedang hanya akan memperlambat konduksi impuls, namun penurunan yang besar akan menghambat konduksi secara keseluruhan (Guyton dan Hall 2008; Rogers 1999). Mekanisme perangsangan syaraf vagus seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Perangsangan Syaraf Vagus
Nodus Sinoatrial (NSA)
Meningkatkan Permeabilitas Membran Terhadap Ion Kalium
Hiperpolarisasi
Nodus Atrioventrikular (NAV)
Penurunan Arus Listrik
Penurunan Konduksi Impuls (Dromotropik Negatif)
Otot Atrium
Penghambatan Masuknya Ion Kalsium Melalui Membran
Penurunan Kontraksi Otot Jantung (Inotropik Negatif)
Denyut Jantung Menurun (Kromotropik Negatif) Gambar 3 Mekanisme perangsangan oleh syaraf vagus (Guyton dan Hall 2008)
Perangsangan syaraf simpatis pada jantung akan menimbulkan pengaruh yang berlawanan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh perangsangan syaraf vagus. Perangsangan syaraf simpatis akan melepaskan hormon norepinefrin yang dapat meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion natrium dan kalsium. Pada nodus sinus, peningkatan permeabilitas natrium-kalsium akan menyebabkan potensial membran istirahat akan menjadi lebih positif dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan penyimpangan ke atas dari potensial membran diastolik
8
menuju nilai ambang untuk mempercepat self exitation sehingga akan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Di dalam NAV dan berkas AV, peningkatan permeabilitas natrium–kalsium akan membuat potensial aksi lebih mudah merangsang serabut berikutnya sehingga akan meningkatkan konduksi impuls. Adanya pengaruh syaraf simpatik, peningkatan permeabilitas ion kalsium dapat menyebabkan peningkatan kontraksi jantung, sebab ion kalsium mempunyai peran yang sangat kuat dalam merangsang proses kontraksi miofibril otot jantung, sehingga dapat bersifat inotropik positif (Guyton dan Hall 2008; Rogers 1999). Mekanisme perangsangan syaraf simpatis pada jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Perangsangan Syaraf Simpatis
Nodus Sinoatrial (NSA)
Permeabilitas Membran Terhadap ion Na dan Ca Meningkat, penurunan ion K
Hipopolarisasi
Nodus Atrioventrikular (NAV)
Otot Atrium dan Ventrikel
Perangsangan BerkasNAV
Peningkatan Permeabilitas Ion Kalsium
Peningkatan Konduksi Impuls (Dromotropik Positif)
Peningkatan Kontraksi Otot Jantung (Inotropik Positif)
Denyut Jantung Meningkat (Kromotropik positif) Gambar 4 Pengaruh perangsangan syaraf simpatis pada jantung (Guyton dan Hall 2008)
9
Pengaruh perangsangan syaraf vagus dan syaraf simpatis pada jantung juga dapat mempengaruhi cardiac output (curah jantung). Perangsangan syaraf simpatis akan dapat meningkatkan jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (curah jantung), karena adanya peningkatan tekanan atrium. Sebaliknya, perangsangan syaraf parasimpatis akan menurunkan nilai curah jantung, bahkan pada titik nol. Selain karena pengaruh denyut jantung, curah jantung diperngaruhi juga oleh stroke volume pada otot jantung. Stroke volume dipengaruhi oleh perangsangan syaraf simpatis, hormon epinefrin pada plasma, dan volume akhir diastolik. Perangsangan syaraf simpatis dan pengaruh hormon epinefrin akan menyebabkan peningkatan stroke volume. Volume akhir diastolik juga berbanding lurus dengan stroke volume. Hubungan volume akhir diastolik dengan stroke volume berlaku hukum Frank-Starling pada jantung, yaitu semakin besar otot jantung direnggangkan selama pengisian, semakin besar kekuatan kontraksi dan semakin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta (Guyton dan Hall, 2008; Rogers 1999). Mekanisme terjadinya curah jantung digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
Aktivitas Syaraf Parasimpatis (Menurun)
Aktivasi Syaraf Simpatis Epinefrin (Meningkat)
Denyut Jantung/ Nodus SA (Meningkat)
Volume Akhir Diastolik (Meningkat)
Stroke Volume (Meningkat)
Cardiac Output (Curah Jantung)
Gambar 5 Mekanisme terjadinya curah jantung (Guyton dan Hall 2008)
10
Elektrofisiologi dan Konduksi Jantung Setiap sel termasuk sel jantung, dilapisi oleh membran sel yang memisahkan bagian luar dan bagian dalam sel. Adanya membran sel akan memungkinkan terjadinya perpindahan ion yang mempunyai konsentrasi berbeda untuk menjaga keseimbangan pada bagian intraseluler dan ekstraseluler. Perbedaan voltase antara di dalam dan luar sel otot jantung akan menyebabkan terbuka
atau
menutupnya
ion-channel.
Jika
ion-channel
terbuka
akan
memungkinkan terjadinya perpindahan ion melewati membran sel. Perbedaan konsentrasi antara intraseluler dan ekstraseluler dibentuk dan dijaga oleh adanya pompa sodium, yaitu ion Na+, K+, ATP-ase yang sudah terdapat di dalam sel. Pompa sodium berperan penting dalam menjaga keseimbangan proses bioelektrikal sel-sel pacu jantung (Kusumoto 2009). Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat dua jenis sel otot jantung yaitu sebagian besar terdiri atas sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja mekanis, yaitu memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan sendiri potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah sel otoritmik, sel yang tidak berkontraksi namun mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab terhadap kontraksi sel-sel pekerja (Guyton dan Hall 2008). Perbandingan muatan ion antara di dalam dan luar sel relatif seimbang, dimana pada fase polarisasi muatan ion positif khususnya Na+ berada di luar sel. Secara fisiologi bahwa proses terjadinya bioelektrikal secara terus menerus tanpa adanya pengaruh luar. Proses ini dapat berjalan lambat atau cepat akibat pengaruh sistem inervasi syaraf serta gangguan keseimbangan elektrolit. Jika permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel secara mendadak (fase ke-0), setelah itu proses depolarisasi terjadi pada fase ke-1 dan ke-2 dimana muatan dalam sel relatif positif, sesaat setelah depolarisasi ion K+ keluar dari dalam sel. Fase ke-2 atau fase plateau, setelah ambang tercapai, terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran
11
ion Ca2+. Pada fase ke-3, pompa sodium akan berperan optimal untuk mengembalikan keseimbangan muatan ion antara di dalam dan luar sel. Pompa sodium akan mengeluarkan ion Na+ dari sel dan memasukan ion K+ dari luar sel. Pada fase ke-4, membran sel siap untuk menerima perubahan untuk mengulang aksi potensial (Kusumoto 2009; Luna 2007). Fase diagram potensial aksi jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram fase potensial aksi (http://www.cvphysiology.com)
Menurut Thaler (2009) dari sudut pandang elektrokardiografi, jantung tersusun atas tiga tipe sel, yaitu 1) sel pacu jantung, 2) sel penghantar listrik, dan 3) sel miokardium. Sel pacu jantung banyak terdapat di bagian atas atrium kanan yang disebut nodus sinoatrial (NSA). Sel-sel NSA mencetuskan impuls bergantung pada aktivitas syaraf otonom misalnya stimulasi simpatik dari adrenalin akan mempercepat NSA sedangkan syaraf vagus memperlambat serta bergantung pada kebutuhan tubuh akan adanya peningkatan curah jantung. Sel penghantar listrik merupakan sel yang tipis dan panjang. Seperti halnya kabel sirkuit listrik, sel-sel ini menghantarkan arus listrik dengan cepat dan efisien ke seluruh daerah jantung. Sel penghantar listrik di ventrikel akan membentuk jalur listrik yang berbeda. Sistem jalur konduksi di atrium lebih bervariasi, salah satunya adalah adanya serabut-serabut di puncak septum intra-
12
atrium di berkas Bachman yang memungkinkan adanya aktivasi yang cepat dari atrium kiri ke atrium kanan. Sel miokardium adalah sel yang menyusun jaringan jantung. Miokardium bertanggung jawab atas kerja kontraksi dan relaksasi berulang-ulang sehingga dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Sel miokardium banyak mengandung protein kontraktil aktin dan miosin. Adanya depolarisasi menyebabkan kalsium dilepaskan ke dalam sel miokardium yang memungkinkan protein kontraktil aktin dan miosin berinteraksi dan menyebabkan sel berkontraksi. Sel miokardium dapat menghantarkan arus listrik sama seperti sel penghantar listrik tetapi kurang efisien. Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang arus listrik tersebar dari NSA melalui sistem penghantar menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot yang dikenal dengan depolarisasi, kemudian diikuti oleh pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik yaitu kontraksi otot dan diastolik yaitu relaksasi otot. Aktivitas listrik dari sel dicatat secara grafik dengan perantaraan elektroda intrasel mempunyai bentuk yang khas, yang disebut potensial aksi. Aktivitas listrik dari sel miokardium dapat dilihat pada suatu gambaran elektrokardiogram (EKG). Gelombang-gelombang EKG berkorelasi dengan penyebaran rangsangan listrik melalui sistem penghantar dan miokardium (Kusumoto 2009). Dalam keadaan istirahat, sel jantung berada dalam keadaan terpolarisasi secara elektris, yaitu bagian dalamnya bermuatan lebih negatif daripada luarnya. Polaritas listrik ini dijaga oleh pompa membran yang menjamin agar ion-ion (terutama Na+, Cl-, K+, dan Ca2+) yang diperlukan untuk mempertahankan bagian dalam sel supaya relatif bersifat elektronegatif, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.1 (Thaler 2009).
13
1
4
2
5
3
6
Gambar 7 Gambaran skematik terjadinya depolarisasi dan repolarisasi pada otot Jantung (Kusumoto 2009)
Menurut Guyton dan Hall (2008) dan Kusumoto (2009) proses depolarisasi dan repolarisasi dijelaskan sebagai berikut: 1. Proses depolarisasi diperlihatkan sebagai muatan positif di sisi dalam dan muatan negatif di sisi luar. Separuh bagian pertama dari serabut sudah terdepolarisasi, sementara separuh lagi masih dalam keadaan polarisasi. Oleh karena itu, elektroda kiri yang terletak di luar serabut berada pada daerah kenegatifan dan elektroda kanan berada pada daerah kepositifan, seperti pada Gambar 7.2. 2. Pada Gambar 7.3 dan 7.4, digambarkan proses depolarisasi telah menyebar ke seluruh serabut otot dan rekaman sebelah kanan sudah kembali ke garis dasar nol karena kedua elektroda memiliki kenegatifan yang sama. Gelombang yang telah mengakhiri penjalarannya disebut gelombang depolarisasi, karena gelombang ini timbul dari penyebaran depolarisasi sepanjang membran serabut otot. 3. Pada Gambar 7.5 menunjukkan proses repolarisasi pada separuh bagian yang terjadi di dalam serabut otot yang sama, dengan kepositifan kembali ke sisi luar dari serabut otot. Pada titik ini, elektroda kiri berada pada daerah
14
kenegatifan. Akibatnya, rekaman yang ditunjukkan di sebelah kanan akan menjadi negatif. 4. Pada Gambar 7.6, seluruh serabut otot telah mengalami repolarisasi dan kedua elektroda mengalami kepositifan, sehingga tidak ada perbedaan potensial listrik yang dapat direkam di antara kedua elektroda. Gelombang negatif yang telah mengakhiri penjalaran disebut gelombang repolarisasi, sebab gelombang ini berasal dari penyebaran proses repolarisasi di sepanjang membran serabut otot. Sistem konduksi jantung menggambarkan arah arus listrik jantung yang akan terekam sebagai hasil sadapan EKG. Sistem konduksi jantung yang berperan dalam EKG antara lain nodus sinoatrial (NSA), nodus atrioventrikular (NAV), berkas His, dan serabut Purkinje. Gambar skematis penyebaran sistem konduksi jantung melalui jaringan khusus seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Aorta
Atrial exitation Exitation across AV node Exitation of ventricles begins
Sino-atrial (SA) node Pulmonary artery Left atrium
Atrioventricular Bundle (HIS) Right atrium
Left ventricle
Atrio ventricular (AV) node
Right ventricle
Interventricular septum
Gambar 8 Gambaran skematik penyebaran (http://faculty.ksu.edu.sa)
sistem konduksi
jantung
Impuls listrik jantung dihasilkan oleh NSA, yang disebut juga Pacemaker. NSA terletak di batas atrium kanan dan vena cava superior. Sel-sel NSA bekerja secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls listrik yang kemudian menjalar ke atrium menuju NAV yang terletak di sekat internodus bagian sebelah kanan di
15
atas katup trikuspidalis, sehingga menyebabkan terjadinya depolarisasi atrium. Proses penyebaran pacuan jantung dalam miokardium atrium berlangsung dari sel yang satu ke sel yang lainnya, berkat adanya syncitial myocardium (Kusumoto 2009).
Elektrokardiografi Alat elektrokardiograf ditemukan pertama kali oleh Willem Einthoven pada abad ke-19 dan penemuan tersebut telah mengantarkannya mendapatkan hadiah Nobel pada bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1924. Elektrokardiograf digunakan untuk melihat rekaman EKG dan denyut jantung (Cunningham 2002). Untuk mendapatkan gambaran EKG, dipasang dua elektroda di sekitar letak jantung. Satu elektroda dihubungkan pada kutub positif alat EKG dan dinamakan elektroda positif, sedangkan elektroda lainnya dipasang pada kutub negatif dan dinamakan elektroda negatif. Selain itu masih diperlukan satu elektroda lagi untuk menghubungkan pasien melalui elektrokardiograf dengan tanah. Elektroda ini dinamakan elektroda G (Grounding). Pasangan elektroda dalam perekaman EKG dinamakan sadapan atau hantaran atau disebut juga lead (Kertohoesodo 1987). Sadapan EKG standar pada hewan biasanya menggunakan sadapan ekstremitas, yang terdiri dari enam sadapan. Enam sadapan standar direkam dari elektroda yang dipasang pada ekstremitas. Enam sadapan ekstremitas terdiri dari tiga buah sadapan bipolar standar, yaitu sadapan I, II, dan III, serta tiga buah sadapan lengan sebagai sadapan tambahan, yaitu aVR, aVL, dan aVF (Hampton 2003; Thaler 2009). Sadapan ekstremitas memandang jantung dalam sebuah bidang vertikal yang disebut bidang frontal. Bidang frontal dapat dibayangkan sebagai satu lingkaran yang berhimpitan dengan tubuh hewan. Lingkaran ini kemudian ditandai dengan derajat-derajat sudut orientasi yang dikenal sebagai vektor-vektor EKG. Skema dari vektor EKG diilustrasikan seperti pada Gambar 9 (O’Grady dan O’Sullivan 2004; Thaler 2009).
16
Gambar 9 Ilustrasi diagram bidang frontal pada potongan melintang jantung ditandai dengan sudut orientasi (O’Grady dan O’Sullivan 2004) Hasil sadapan yang diperoleh dapat menggambarkan permukaan jantung secara anatomik. Sadapan II, III, dan aVF dapat memandang permukaan inferior jantung, karena sadapan ini dapat menggambarkan hampir keseluruhan jantung, sehingga disebut juga sadapan inferior. Sadapan I dan aVL mempunyai pandangan paling jelas terhadap dinding lateral kiri jantung, sehingga disebut juga sadapan lateral kiri. Secara klinis standar sadapan yang dipergunakan adalah sadapan II (Thaler 2009). Untuk menghasilkan enam sadapan bidang frontal, setiap elektroda secara bergantian berperan sebagai kutub positif atau negatif. Setiap sadapan mempunyai sudut orientasi, yakni sudut pandangnya sendiri yang khas terhadap jantung. Sudut tiap sadapan dapat ditentukan dengan cara menarik garis dari elektroda negatif ke elektroda positif (Martin 2007; Thaler 2009). Ilustrasi dari gambaran sudut orientasi pada enam sadapan ekstremitas seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
17
Gambar 10 Ilustrasi sudut orientasi pada enam sadapan ekstremitas yang bergantian berperan sebagai kutub positif atau negatif (Martin 2007) Dari Gambar 9 dan 10, hasil sadapan ekstremitas standar dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sadapan I dihasilkan dengan cara menjadikan kaki depan kiri sebagai kutub positif dan kaki depan kanan sebagai kutub negatif, sehingga sudut orientasinya adalah 0o. 2. Sadapan II dihasilkan dengan cara menjadikan kaki belakang sebagai kutub positif dan kaki depan kanan sebagai kutub negatif, sehingga menghasilkan sudut orientasi 60o. 3. Sadapan III dihasilkan dengan cara menjadikan kaki belakang sebagai kutub positif dan kaki depan kiri sebagai kutub negatif, sehingga menghasilkan sudut orientasi 120o (Martin 2007; Thaler 2009). Sadapan ekstremitas unipolar (sadapan tambahan) merupakan rekaman perbedaan potensial listrik antara kaki depan kanan (aVR), kaki depan kiri (aVL), atau kaki-kaki belakang (aVF) terhadap indifferent electrode yang berpotensial 0 (nol). Sadapan tambahan dapat dihasilkan sebagai berikut: 1. Sadapan aVL dihasilkan dengan cara menjadikan kaki depan kiri sebagai kutub positif dan kaki belakang kanan sebagai kutub negatif, sehingga diperoleh sudut orientasi -30o.
18
2. Sadapan aVR dihasilkan dengan cara menjadikan kaki depan kanan sebagai kutub positif dan kaki belakang sebagai kutub negatif, sehingga akan dihasilkan sudut orientasi -150o. 3. Sadapan aVF dihasilkan dengan cara menjadikan salah satu kaki belakang sebagai kutub positif dan kaki belakang lainnya sebagai kutub negatif, sehingga dihasilkan sudut orientasi 90o (Martin 2007; Thaler 2009). Untuk mendapatkan rekaman EKG secara tepat dan baik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti posisi hewan, pengendalian (restrain), dan lokasi penempatan sadapan pada tubuh hewan (Colleman dan Robson 2005). Posisi hewan dan lokasi penempatan sadapan pada tubuh hewan sebaiknya memenuhi standar EKG yang tepat pada waktu melakukan perekaman EKG. Pada hewan anjing, posisi standar perekaman EKG adalah right lateral recumbency dengan kaki depan dan kaki belakang dipegang sehingga tegak lurus dengan tubuh. Elektroda yang digunakan adalah elektroda bipolar (Cunningham 2002; Edwards 1993). Hasil sadapan EKG digambarkan di atas pita kertas berlapis plastik putih dan bergaris halus serta terbagi dalam kotak seluas 1 mm2. Kotak tersebut dikelompokkan dalam kotak tebal seluas 5 x 5 mm. pada waktu dilakukan perekaman EKG, pita kertas dijalankan dengan kecepatan 25 mm tiap detik atau 50 mm tiap detik. Pita kertas rekaman EKG seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Keterangan: P amp = amplitude gelombang P; P dur = durasi gelombang P; PR int = interval PR; R amp = amplitude gelombang R; QRS dur = durasi gelombang kompleks QRS; QT int = interval QT; T amp = amplitude gelombang T
Gambar 11 Kertas rekam EKG beserta gambaran EKG normal (O’Grady dan O’Sullivan 2004)
19
Dalam EKG garis lurus merupakan garis isoelektris karena menandakan seluruh permukaan miokardium memiliki potensial listrik yang sama, yaitu dengan selisih 0 mV. Belokan dari garis isoelektris disebut dengan defleksi. Jika defleksi mengarah ke atas dinamakan defleksi positif, sedangkan jika mengarah ke bawah dinamakan defleksi negatif. Arah defleksi ke atas atau ke bawah tergantung pada letak elektroda yang digunakan terhadap arah penyebaran potensial listrik pada miokardium (Swenson 1984; Kertohoesodo 1987). Pada saat terjadi depolarisasi atrium akan terjadi perubahan arus listrik jantung. Perubahan yang terjadi akan menimbulkan adanya defleksi. Defleksi yang dihasilkan pada proses ini digambarkan pada kertas EKG sebagai defleksi P (Thaler 2009). Selama impuls listrik menjalar menuju NAV maupun berkas His, pada EKG tergambar garis isoelektris karena potensial listrik pada permukaan atrium maupun ventrikel tetap sama. Defleksi mulai tergambar lagi setelah pacuan jantung sampai pada sekat interventrikular melalui berkas His atau fasikulus septal dan mendepolarisasi sekat interventrikular sehingga menimbulkan defleksi Q. Sel-sel NAV sendiri juga dapat mengeluarkan impuls listrik dengan frekuensi lebih rendah daripada NSA, sehingga pada hasil sadapan EKG impuls listrik dari NAV tertutup oleh impuls listrik dari NSA. Bila NSA mengalami gangguan, maka impuls listrik akan dikeluarkan oleh NAV (Kertohoesodo 1987 dan Thaler 2009). Pacuan jantung menjalar ke seluruh miokardium dinding ventrikel kanan maupun kiri melalui dua jalan, yaitu melalui NAV ke berkas His kanan dan kiri dan secara cepat disebarkan ke seluruh miokardium melalui serat serabut Purkinje. Sel-sel ventrikel lainnya diaktifkan melalui penyebaran impuls dari sel ke sel melalui gap junction. Dengan demikian, atrium berkontraksi sebagai satu kesatuan, kemudian diikuti oleh kontraksi ventrikel serta melalui sel-sel miokardium satu ke sel miokardium lainnya walaupun tidak begitu cepat, misalnya pada dinding atrium (Kertohoesodo 1987). Depolarisasi seluruh dinding ventrikel kanan dan kiri yang lebih tebal dari dinding atrium, dapat diselesaikan dalam waktu kira-kira sama dengan depolarisasi seluruh dinding atrium. Depolarisasi seluruh dinding ventrikel akan menghasilkan defleksi R. Dapat dijelaskan pula bahwa bentuk defleksi P karena adanya depolarisasi ventrikel yang dinamakan kompleks QRS, dengan bentuk
20
yang lebih kompleks daripada defleksi P. Pada akhir defleksi P dan awal kompleks QRS terdapat garis lurus yang dinamakan segmen PQ. Namun kadang defleksi Q tidak terlihat sehingga segmen PQ sering disebut dengan segmen PR. Segmen PQ menunjukkan selang waktu antara depolarisasi atrium dan ventrikel, sedangkan interval PR menunjukkan waktu yang diperlukan jantung dalam melakukan depolarisasi atrium sampai sebelum terjadinya depolarisasi ventrikel (Thaler 2009). Segmen merupakan garis yang menghubungkan antara gelombang satu dengan gelombang sesudahnya. Interval menunjukkan panjang gelombang beserta garis isoelektris sesudah gelombang tersebut. Dengan demikian, segmen hanya berupa garis, sedangkan interval terdiri dari gelombang dan garis yang mengikutinya. Pada akhir segmen PQ atau awal kompleks QRS terjadi repolarisasi atrium yang telah menyelesaikan sistol. Defleksi yang ditimbulkan oleh repolarisasi atrium tersebut biasanya tidak tampak kerena terlampau datar atau terbenam pada kompleks QRS yang terjadi pada waktu yang sama (Kertohoesodo 1987). Thaler (2009) mengungkapkan penamaan standar pada kompleks QRS, yaitu: 1. Jika defleksi pertama ke bawah, gelombang ini disebut gelombang Q 2. Defleksi ke atas yang pertama disebut gelombang R. 3. Bila terdapat defleksi ke atas kedua, maka gelombang ini disebut sebagai gelombang R’ (R-pelengkap atau R-prime). 4. Defleksi ke bawah pertama yang mengikuti defleksi ke atas disebut gelombang S. Setelah miokardium dinding ventrikel selesai berdepolarisasi, terdapat gambaran garis isoelektris pendek yang dinamakan segmen ST yang menunjukkan selang waktu antara depolarisasi atau repolarisasi ventrikel (Thaler 2009). Setelah terjadi segmen ST, akan tergambar defleksi T akibat adanya repolarisasi dinding ventrikel. Sistol ventrikel kanan dan kiri terjadi pada akhir kompleks QRS dan kemudian disusul oleh diastole ventrikel. Akhir sistol ventrikel terjadi bersamaan dengan akhir repolarisasi dinding ventrikel (Kertohoesodo 1987).
21
Setelah defleksi T berakhir, biasanya tergambar suatu garis isoelektris yang menggambarkan jantung dalam keadaan istirahat atau diastase, dengan kondisi seluruh miokardium terpolarisasi. Keadaan ini merupakan keadaan saat sel jantung tidak dapat stimulasi syaraf. Kadang terjadi defleksi kecil pada awal garis isoelektris yang dinamakan defleksi U. Defleksi U menunjukkan repolarisasi yang terlambat pada serabut Purkinje di ventrikel jantung (Edwards 1993; Kusumoto 2009). Hasil sadapan EKG yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan sadapan EKG normal. Kisaran sadapan EKG normal pada anjing seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisaran sadapan elektrokardiogram (EKG) normal pada anjing Parameter
Kisaran Normal pada Anjing Nelson
Tilley
70 – 160 kali permenit
70 – 160 kali permenit
0,4 mV
0,4 mV
Interval PR
0,06 – 0,13 detik
0,06 – 0,13 detik
Interval QRS
0,04 – 0,05 detik
Maksimum 0,05 detik
3 mV
3 mV
0,2 mV
Maksimum 0,2 mV
Tidak lebih dari 1/3 R
Tidak lebih dari ¼ R
Denyut jantung Gelombang P (maksimum)
Gelombang R (maksimum) Segmen ST Gelombang T
(positif, negatif, bifasik) Interval QT
0,15 – 0,25 detik
0,15 – 0,25 detik
40o – 100o
40o – 100o
Aksis jantung Sumber: Nelson 2003 dan Tilley et al. 2008
Aksis Jantung Sadapan ekstremitas memiliki sudut orientasi tertentu dalam pembentukan aksis jantung. Aksis jantung yang merupakan vektor rata-rata baik dari depolarisasi atrium maupun ventrikel dapat digunakan untuk mengetahui abnormalitas perluasan jantung. Aksis jantung hanya dapat ditentukan pada bidang frontal dengan kompleks QRS yang hampir bifasik. Aksis QRS tersebut
22
harus terletak kira-kira tegak lurus terhadap aksis aliran listrik (Martin 2007; Thaler 2009). Letak aksis jantung normal anjing seperti pada Gambar 12.
Gambar 12 Letak skematis aksis jantung anjing (warna hijau) (O’Grady dan O’Sullivan 2004)
Untuk memperoleh nilai aksis jantung pada bidang frontal, ada beberapa metode yang umum dipergunakan, diantaranya dengan metode vektor dan metode defleksi tertinggi dari sadapan (O’Grady dan O’Sullivan 2004; Thaler 2009; Widjaja 1990). 1. Metode vektor, yaitu menggunakan hasil dari sadapan I, II, III dan diagram bidang frontal. Dengan melakukan perhitungan dari arah defleksi gelombang QRS pada setiap dua sadapan, dimana gelombang P dan T tidak termasuk dalam perhitungan. Sebagai contoh menggunakan kompleks QRS pada sadapan I dan III. Pada sadapan I gelombang Q dan gelombang R dijumlahkan, demikian pula pada sadapan III. Hasil penjumlahan digambarkan pada sistem heksasial bidang frontal yang kemudian ditarik garis tegak lurus. Hasil perpotongan garis tegak lurus dibuatkan gambar vektor yang merupakan nilai aksis jantung.
23
2. Metode defleksi tertinggi, dapat diperkirakan dengan cepat dari hasil sadapan I dan aVF. Hasil perkiraan aksis jantung dengan metode defleksi tertinggi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Metode penentuan aksis jantung dengan metode defleksi tertinggi Aksis
Sadapan I
Sadapan aVF
Aksis normal
Positif
Positif
Deviasi aksis ke kiri
Positif
Negatif
Deviasi aksis ke kanan
Negatif
Positif
Deviasi aksis ekstrim ke kanan
Negatif
Negatif
Sumber: Thaler 2009
Xylazin HCl Xylazin HCl merupakan golongan alpha2-adrenoceptor stimulant yang memiliki potensi sebagai sedativa, pelemas otot, dan analgesia. Xylazin HCl bekerja sebagai penghambat pelepasan norepineprin dan insulin. Efek agonis xylazine HCl pada reseptor alpha terletak di jantung dengan menekan sistem kardiovaskular (Seymour dan Novakovski 2007). Xylazin HCl menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat memberikan efek sedasi, analgesia, dan pada akhirnya ketidaksadaran karena teranestesi. Xylazin HCl menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada sistem syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazin HCl juga dapat menekan termoregulator (Adams 2001). Xylazin HCl sebagai agen sedativa sering biasa digunakan pada hewan anjing, kucing, serta kuda untuk handling dan bedah minor. Xylazin HCl sering juga digunakan sebagai agen preanestesi. Kelemahan xylazine HCl adalah efek analgesia yang tidak dapat diukur, mengakibatkan bradikardia jantung, hipotensi, hipoventilasi, aritmia, menghasilkan efek seperti tertidur, dan khusus pada anjing serta kucing dapat disertai dengan efek muntah (Dart 1999). Rute pemberian xylazin HCl dapat dengan intramuskular (IM), subkutan (SC), maupun intravena (IV) karena dapat diabsorbsi oleh tubuh dengan baik dan cepat. Pada anjing dan kucing, onset pemberian xylazin HCl baik secara IM
24
maupun SC sekitar 10–15 menit, dan secara IV memiliki onset yang lebih cepat yaitu 2–5 menit. Xylazin HCl menimbulkan efek analgesik yang relatif sebentar yaitu 15–30 menit, namun memiliki efek sedativa yang cukup lama yaitu sekitar 1–2 jam tergantung pada jumlah dosis yang diberikan. Dosis yang diberikan pada anjing secara IM atau SC adalah 1,1–2,2 mg/kg berat badan (BB), sedangkan jika pemberiannya dengan IV dosis anjurannya adalah 1,1 mg/kgBB. Hewan pulih dari pengaruh Xylazin HCl sekitar 2–4 jam setelah pemberian (Plumb 2005).
Atropin Sulfat Atropin sulfat adalah preparat antimuskarinik yang merupakan agen parasimpatolitik dan antikolinergik, dapat menyebabkan penghambatan asetilkolin pada sistem syaraf vagus yang berakibat terhalangnya arus listrik dari NSA ke NAV. Terhalangnya impuls listrik ini sering disebut sebagai AV-block. Atropin sulfat seolah-olah dapat menyebabkan AV-block derajat pertama sampai dengan derajat kedua. Gambaran AV-block derajat pertama ditandai dengan pemanjangan interval PR. Atropin sulfat adalah obat yang paling umum digunakan sebagai antimuskarinik pada pencegahan bradikardia karena dapat menyebabkan penurunan tonus nervus vagus. Pada jantung berakibat pada peningkatan kronotropik (kronotropik positif) dan dromotopik (dromotropik positif) dengan sedikit atau tidak sama sekali terjadinya peningkatan efek inotropik. Penggunaan atropin sulfat pada anjing adalah sebagai preanestetikum dengan dosis 0,02–0,04 mg/kgBB IM atau SC (Plumb, 2005). Atropin sulfat digunakan untuk mengurangi salivasi, sekresi bronkial, dan mencegah muntah karena pemberian xylazin HCl. Kejadian aritmia jantung dan takikardia akibat pemberian atropin sulfat pernah dilaporkan pada anjing (Lumb dan Jones 1996).
Ketamin HCl Ketamin HCl adalah anestetikum golongan nonbarbiturat dan termasuk golongan disosiatif anestesi yaitu pada dosis rendah dapat sebagai preanestesi dan pada dosis yang lebih tinggi dapat sebagai anestesi umum. Ketamin HCl
25
merupakan analgesik yang kuat dan reaksi anestesinya tidak menyebabkan mengantuk (Kul et al. 2001). Ketamin HCl memperpanjang kerja Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang merupakan zat penghambat neurotransmiter di otak dengan cara menghambat pengikatannya pada ujung syaraf (Cullen 1997). Reseptor GABA dapat merubah permeabilitas ion Cl- dan menyebabkan pelepasan norepineprin pada syaraf simpatis. Pelepasan GABA pada medula spinalis dapat menyebabkan depolarisasi (Adams 2001). Selain menghambat kerja GABA, ketamin HCl juga dapat menghambat pelepasan serotonin, norepineprin, dan dopamin pada sistem syaraf pusat (Plumb 2005). Kerja ketamin HCl dapat menyebabkan gangguan fungsi pada beberapa tempat di otak karena tertekannya thalamus dan korteks serebral. Pengaruh yang bisa ditimbulkan akibat pemberian ketamin HCl berupa dilatasi pupil, hipertensi arterial, halusinasi, salivasi, gerakan tungkai spontan, dan peningkatan tonus otot. Pada masa pemulihan dapat menimbulkan agitasi (gelisah, menangis, disorientasi, dan halusinasi) yang disebut sebagai emergence phenomenom (Gunawan 2009). Ketamin HCl memberikan efek secara langsung dapat menstimulasi pusat adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan norepineprin. Pada sistem kardiovaskular, ketamin HCl dapat menyebabkan peningkatan cardiac output, denyut jantung, dan tekanan darah (Adams 2001). Ketamin HCl dapat mengubah aktivitas listrik jantung dengan memperpanjang interval PR dan QT, tetapi tidak mempengaruhi bentuk gelombang EKG. Pemberian ketamin HCl dapat meningkatkan denyut jantung (takhikardia) (Karib dan Kabo 2002; McKelvey dan Hollingshead 2003). Ketamin HCl dapat diberikan pada anjing maupun kucing secara intra muskular, sering diberikan secara kombinasi antara ketamin HCl-xylazin HCl, ketamin HCl-diazepam, serta ketamin HCl–halotan. Pemberian dengan kombinasi zat lain dapat meningkatkan relaksasi otot, efek analgesik, dan menghindari efek samping akibat pemberian anestesi ketamin HCl. Dosis anestesi pada anjing adalah 11 mg/kgBB (Plumb 2005).
26
Propofol Propofol merupakan derivat fenol yang digunakan sebagai anestesikum IV, dapat digunakan untuk induksi dan pemeliharaan pada anestesi umum. Mekanisme kerja propofol berlangsung di reseptor GABA. Propofol dapat menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik, serta dapat menyebabkan hipotensi arterial, bradikardia, dan depresi respirasi terutama jika diberikan pada dosis yang tinggi. Propofol juga menyebabkan terjadinya vasodilatasi vena dan arteri sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan relaksasi pembuluh darah (Miler 2010; Stawicki 2007). Eliminasi propofol terjadi pada hati menjadi suatu metabolit tidak aktif. Waktu paruh propofol diperkirakan antara 2–24 jam, namun dalam kenyataannya lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Waktu paruh pemberian pada anjing adalah 1,4 jam. Pada sistem kardiovaskular dapat menyebabkan depresi jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali yang disertai dengan peningkatan denyut nadi, namun pengaruh terhadap frekuensi denyut jantung sangat minim (McKelvey dan Hollingshead 2003; Plumb 2005). Pemberian anestesi pada anjing dengan kombinasi propofol (4 mg/kg) dengan ketamin HCl (2 mg/kg) secara IV yang dilanjutkan dengan infusi IV dengan propofol (0,5 mg/kg/menit) dan ketamin HCl (0,2 mg/kg/menit) dapat menghasilkan anestesi dengan hemodinamik yang stabil (Intelisano et al. 2008).