BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi PJK atau Penyakit Jantung Koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung.20 PJK juga disebut penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease=CAD), penyakit jantung iskemik (IHD), atau pe nyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah ke miokardium (otot jantung).20. Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran pembuluh darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi yang lebih parah, kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian.21
2.1.2 Epidemiologi Setengah dari semua kematian di negara maju dan seperempat dari kematian di negara berkembang adalah disebabkan oleh Penyakit Kardiovaskular yang terdiri dari hipertensi dan penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis.22 PJK dilaporkan sebagai penyebab utama kematian di dunia pada pria dan wanita, bertanggung jawab untuk lebih dari 7 juta kematian setiap tahun.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun di negara-negara maju PJK adalah penyebab kematian paling umum, secara umum lebih dari 60% kematian terjadi pada negara berkembang. Hal ini jelas bahwa dalam spektrum yang luas prevalensi kematian PJK berlangsung cepat, dan meskipun banyak usaha untuk memperbaiki tingkat kematian yang tidak proporsional. Pada tahun 2030, diproyeksikan bahwa jumlah kematian disebabkan PJK akan meningkat hingga 137% di negara berkembang, dan hingga 48% di daerah di mana PJK diharapkan menurun kejadiannya, tetap saja PJK tersebut akan tetap menjadi penyebab utama kematian diseluruh dunia.23 2.1.3 Etiologi Penyebab utama dari penyakit arteri koroner adalah terjadinya arterosklerosis. Arterosklerosis adalah kelainan pada dinding pembuluh darah yang berkembang menjadi plak (adanya timbunan lemak, kolesterol di lapisan imtima arteri) yang dapat mengganggu aliran pembuluh darah apabila terbentuk cukup besar.19 Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada prinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu; 1. Arterosklerosis Arterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga progresif mempersempit pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium.24
Universitas Sumatera Utara
2. Trombosis Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lama kelamaan berakibat robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek tersebut, kemudian akan bersatu dengan kepingkeping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan serangan jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak menyebabkan stroke.21
2.1.4
Patogenesis Plak Aterosklerosis Pada teori infiltrasi lipid menyatakan bahwa proses aterosklerosis
berkembang Sebagai reaksi dinding pembuluh darah terhadap peningkatan filtrasi lipid dan protein plasma darah. Sedangkan pada teori trombogenik, aterosklerosis terjadi sebagai akibat episode berulang thrombosis mural dan organisasinya, sehingga mengakibatkan pembentukan bercak yang menonjol.25 Aterogenesis dimulai saat terjadi jejas pada endotel akibat berbagai factor resiko dengan berbagai intensitas. Salah satu penjejas utama endotel adalah LDL plasma yang tinggi. LDL akan mengalami oksidasi menjadi LDL-oks yang mudah sekali menempel dan menumpuk pada dinding pembuluh darah, menjadi deposit lipid. Penumpukan ini menyebabkan jejas.25 Pada keadaan terjejas, endotel normal akan menjadi endotel yang hiperpermeabel, yang ditunjukkan dengan terjadinya berbagai proses eksudasi
Universitas Sumatera Utara
(misalnya; protein, glukoprotein) dan infiltrasi monosit ke dalam lapisan pembuluh darah, akibat peningkatan adhesivitas terhadap lipoprotein, leukosit, trombosit dan kandungan plasma lain.26 Selain itu endotel terjejas juga memiliki prokoagulan yang lebih banyak dibandingkan antikoagulan, serta mengalami pemacuan molekul adhesi leukosit seperti L-selectin integrin, platelet-endothelialcell adhesionmolecule (PECAM-1) dan molekul adhesi endotel seperti E-selectin, P-selectin, intracellular cell adhesion molecule (ICAM-1) dan vascular-cell adhesion molecule (VCAM-1).27 Keadaan ini mengakibatkan makromolekul lebih mudah menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan jejas pada endotel.26 Sel endotel berfungsi sebagai vasodilator, anti trombotik dan anti inflamasi. Sel endotel, paling sedikit mensintesis tiga faktor vasodilator yang berbeda; Nitrit Oxide (NO), Prostasiklin (PG1) dan EDHF (endothelium-derived hyperpolarizing factor) yang belum teridentifikasi. Pada beberapa kondisi patologis, sel endotel juga mensinstesis beberapa faktor vasokonstriksi (EDCF-endothelium-derived constriction
factor)
termasuk
endothelin,
superoksid
dan
prostaglandin
vasokontriktor.28 Respon inflamasi yang terjadi pada aterogenesis diperantarai oleh makrofag derivate monosit dan limfosit T, yang apabila berlanjut akan meningkatkan jumlah makrofag dan limfosit yang beremigrasi. Aktivasi makrofag dan limfosit menimbulkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin kemokin dan faktor pertumbuhan, yang dapat menginduksi kerusakan lebih lanjut dan akhirnya menimbulkan nekrosis fokal. Respon inflamasi ini apabila terus berlanjut akan menstimulasi migrasi dan proliferasi miosit yang saling bercampur pada area
Universitas Sumatera Utara
inflamasi dan membentuk lesi intermedia. Apabila inflamasi tidak mereda, maka arteri akan mengalami remodeling, yaitu penebalan dan pelebaran dinding arteri secara bertahap hingga lumen arteri tidak dapat berdilatasi kembali.29 Klasifikasi lesi aterosklerosis dapat dibagi menjadi enam tipe, yaitu; 30 1) Lesi tipe I (lesi inisial), memperlihatkan perubahan paling dini, dan hanya terdapat pada anak-anak yang dapat dideteksi secara mikroskopi dan kimiawi. Secara seluler ditandai dengan adanya penimbunan sejumlah sel busa pada tunika intima arteri serta penebalan adaptif 2) Lesi tipe II (garis lemak), merupakan lesi yang pertama kali dapat terlihat dengan mata telanjang, beruba bercak dan bintik serta garis lemak berwarna kuning pada intima. Secara mikroskopis ditemukan adanya kumpulan lapisan sel busa, miosit berisi butiran lemak, sel limfosit T dan sel mast pada tunika intima 3) Lesi tipe III, disebut juga tipe intermedia, transisional atau preateroma dan merupakan bentuk peralihan dari lesi tipe II dan lesi tipe lanjut (tipe IV). Pada tipe ini ditandai dengan timbunan butiran dan partikel lipid ekstrasel pada tunika intima disekitar lapisan miosit yang mengalami penebalan adaptif. Di sekitar sel busa dan makrofag juga ditemukan timbunan lipid yang tebal memisahkan miosit. 4) Pada tipe lanjut (Tipe IV, V dan VI) didefinisikan sebagai akumulasi lipid di intima yang berkaitan dengan disorganisasi dan penebalan intima, deformitas dinding arteri, dan sering disertai komplikasi fisura, hematoma, dan thrombosis. Pada lesi ini terdapat deposit lipid ekstrasel yang cukup besar untuk merusak intima, sedangkan pada
Universitas Sumatera Utara
stadium amat lanjut, deposit lipid memodifikasi tunika media dan adventitia di bawahnya. Pada lesi tipe ini juga terjadi mekanisme trombotik yang lebih menonjol dalam mempercepat aterosklerosis.
Gambar 2.1 Atheroscleosis Timeline.31 (Pepine CJ, 1998)
2.1.5
Patofisiologi
2.1.5.1 Bentuk Lesi Sebelumnya dianggap sebagai penyakit penyimpan kolesterol, dipahami atherogenesis sebagai interaksi yang kompleks dari faktor resiko termasuk sel-sel dari dinding arteri dan darah dan pesan molekul yang di tukarkan.32 Inflammasi juga berperan pada lokal, miokardial dan sistemik komplikasi dari atherosclerosis. Ketika endotelium arteri bertemu produk bakteri tertentu atau faktor risiko yang beragam seperti dislipidemia, hormon vasokonstriktor yang memicu hipertensi,
Universitas Sumatera Utara
produk glycoxidation terkait dengan hiperglikemia, atau
sitokin proinflamasi
yang berasal dari kelebihan jaringan adiposa, sel-sel ini menambah ekspresi molekul adhesi yang membantu menempelnya leukosit darah ke permukaan dalam dari dinding arteri. Transmigrasi leukosit yang terbawa tergantung sebagian besar pada ekspresi sitokin hemoattractant diatur oleh sinyal yang terkait dengan faktorfaktor risiko biasa dan muncul pada aterosklerosis. Setelah berada di intima arteri, leukosit, terutama fagosit mononuklear dan T limfosit, berkomunikasi dengan endotel dan Smooth Muscle Cells (SMCs), sel-sel endogen dinding arteri. Pesan utama yang dipertukarkan antara jenis sel yang terlibat dalam aterogenesis tergantung pada mediator inflamasi dan imunitas, termasuk molekul kecil yang terdiri dari mediator lipid seperti prostanoid dan turunan lainnya dari asam arakidonat, misalnya; leukotriene, autakoid lain, seperti histamin, yang mengatur tonus pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Barubaru ini, banyak perhatian telah difokuskan pada mediator protein inflamasi dan imunitas, termasuk sitokin dan komponen kompleks. Sebagai akibat utama dari keadaan inflamasi yang berlangsung pada atheroma awal, SMCs berpindah dari tunika intima media ke dalam intima. Sel-sel ini berproliferasi dan menguraikan kompleks yang kaya matriks extraselular. Bersamaan dengan sel endotel dan monosit, menghasilkan Matriks MetalloProteinases (MMPs) dalam berbagai signal respon oxidative, hemodinamik, inflamasi, dan autoimmune. MMPs, seimbang dengan penghambat jaringan endogenous, mengatur banyak fungsi selsel
vaskular, termasuk aktivasi, proliferasi, migrasi, dan kematian sel, serta
pembentukan sel pembuluh darah baru, perbaikan bentuk, penyembuhan dan destruksi dari matriks arteri dan miokardium.33
Universitas Sumatera Utara
Unsur tertentu dari matriks ekstraselular (terutama proteoglikan) mengikat lipoprotein, memperpanjang lipoprotein menetap di intima, dan membuat lebih rentan terhadap modifikasi oksidatif dan glikasi (non enzymaticc konjugasi dengan gula).34 Produk modifikasi lipoprotein ini, termasuk fosfolipid teroksidasi dan produk akhir glikasi selanjutnya, mempertahankan dan menyebarkan respon inflamasi.35 Sebagai lesi yang sedang berproses, kemudian terjadi kalsifikasi melalui mekanisme yang sama seperti pada pembentukan tulang.36 Selain proliferasi, kematian sel (termasuk apoptosis) umumnya terjadi pada lesi aterosklerotik yang terbentuk.37 Kematian makrofag yang menyelubungi lipid dapat menyebabkan deposisi ekstraseluler faktor jaringan (TF=tissue factor), beberapa dalam bentuk partikel. Lipid ekstraseluler yang terakumulasi di intima dapat menyatu dan membentuk lipid yang banyak "nekrotik" inti dari plak aterosklerosis. 38
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Skema Sederhana keanekaragaman lesi pada aterosklerosis koroner manusia. Skema ini menggambarkan 2 morfologi bebeda plak aterosklerotik koroner. Lesi stenosis cenderung memiliki core lipid yang lebih kecil, lebih fibrosis, dan kalsifikasi; topi berserat tebal; dan kompensasi pembesaran
lebih
sedikit
(remodeling
positif).
Mereka
biasanya
menghasilkan iskemia dikelola dengan tepat oleh terapi medis gabungan dan sering revaskularisasi untuk menghilangkan gejala. Lesi Non stenotik umumnya lebih banyak jumlah plak stenosis dan cenderung memiliki core lipid lebih besar dan tipis, topi berserat rentan pecah dan trombosis. Mereka sering mengalami pembesaran kompensasi yang cukup besar yang lesinya cenderung tak terukur dengan angiografi. Plak Nonstenotic bisa terjadi tanpa gejala selama bertahun-tahun tapi ketika terganggu dapat memprovokasi episode angina tidak stabil atau MI. Manajemen lesi nonstenotic harus mencakup modifikasi gaya hidup (dan farmakoterapi di berisiko tinggi individu). Skematik pembesaran segmen diperlihatkan pada penampang longitudinal (kiri) dan penampang (kanan). Banyak lesi aterosklerotik koroner bias berada diantara 2 perbedaan ini, menghasilkan manifestasi klinis campuran, dan memerlukan berbagai penatalaksanaan. Karena kedua jenis lesi biasanya hidup berdampingan pada individu berisiko tinggi, manajemen yang optimal sering membutuhkan baik revaskularisasi dan terapi sistemik. PTCA yaitu percutaneous transluminal coronary; CABG, coronary artery bypass graft.39
Universitas Sumatera Utara
2.1.6
Faktor Resiko Secara statistik, seseorang dengan faktor resiko kardiovaskuler akan
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita gangguan koroner dibandingkan mereka yang tanpa faktor resiko. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki, semakin berlipat pula kemungkinan terkena penyakit jantung koroner. Faktor-faktor resiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat diubah dan yang tak dapat diubah.39 1. Faktor resiko yang masih dapat diubah a. Hipertensi b.
Diabetes Mellitus
c. Merokok d. Hiperlipidemia e. Obesitas f. Gaya hidup tidak aktif 2. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah, yaitu : a. Jenis kelamin b. Keturunan (genetik) c. Usia
2.1.7
Manifestasi klinis Arterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai
akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak adekuat
Universitas Sumatera Utara
(ischemia) yang ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup.40 Kerusakan sel akibat iskemia dapat terjadi dalam beberapa tingkat. Manifestasi utama iskemia adalah nyeri dada. Angina adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan reversibel sel-sel jantung. Iskemia yang lebih berat disertai kerusakan sel disebut infark miokardium. Jantung yang mengalami degenerasi akan digantikan dengan jaringan sikatrik. Kerusakan jantung yang sangat luas dapat menyebabkan jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan darah pada tubuh akibat curah jantung yang tidak adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner berupa perubahan pola EKG, aneurisma ventrikel, disritmia dan kematian mendadak.3
2.1.8
Pemeriksaan Diagnostik Pada Penyakit Jantung Koroner Pemeriksaan penunjang secara non invasif pada pasien penyakit jantung
koroner (PJK) antara lain; elektrokardiogram istirahat, tes latihan, radiografi thorak serta elektrokardiografi. Pemeriksaan penunjang secara invasif yang penting dilakukan adalah Coronary Angiography.3
2.1.9 Terapi farmakologi Pasien yang menderita angina stabil biasanya akan mendapat terapi farmakologis berupa obat anti iskemia seperti nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium. Obat anti agregasi trombosit yang diberikan berupa aspirin, triklopidin, klopidogrel, glikoprotein IIb / IIa inhibitor sedangkan obat anti trombin yang
Universitas Sumatera Utara
diberikan adalah heparin. Terapi pada pasien infark miokard adalah analgesik (opiate), aspirin, heparin, trombolisis, penyekat beta, diuretic, ACE inhibitor.41
2.2
Angiografi Koroner
2.2.1
Definisi Angiografi koroner adalah prosedur diagnosa dan intervensi yang
dilakukan untuk menilai fungsi jantung dan pembuluh darah secara komprehensif dimana satu atau lebih kateter berdiameter ±2 mm dimasukkan melalui sayatan kecil ke pembuluh darah perifer di lengan seperti vena dan arteri antecubital atau dari tungkai vena dan arteri femoralis dengan panduan alat fluoroskopi. Prosedur dilakukan dengan bius lokal, lalu kateter dimasukkan melalui jalur pembuluh darah sampai jantung, dengan bantuan zat kontras yang disuntikkan dapat diketahui adanya kelainan anatomi jantung, penyempitan/sumbatan pembuluh koroner, gangguan fungsi pompa jantung, dsb.2 Pemeriksaan ini merupakan hal penting untuk mendeteksi penyakit jantung koroner serta untuk tindakan lebih lanjut seperti balonisasi koroner baik dengan maupun tanpa stent, atau operasi bedah pintas koroner. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit katup jantung dan kelainan jantung bawaan.33 Tujuan dari angiografi koroner adalah untuk menentukan anatomi koroner dan derajat obstruksi luminal arteri koroner. Informasi yang diperoleh dari tindakan ini meliputi identifikasi lokasi, panjang, diameter, dan kontur arteri koroner; keberadaan dan tingkat keparahan obstruksi luminal koroner, karakterisasi sifat obstruksi (termasuk adanya ateroma, trombus, diseksi, spasme,
Universitas Sumatera Utara
atau bridging miokard), dan penilaian dari aliran darah. Selain itu, keberadaan dan luasnya kolateral pembuluh darah koroner dapat dinilai.42 Sumbatan pada pembuluh darah koroner dianggap bermakna apabila mengalami penyempitan sebesar >50% atau >70%. Sumbatan tersebut diklasifikasikan menjadi single, double, dan triple vessel disease.42
2.2.2
Indikasi Kateterisasi jantung bertujuan untuk mendapat gambaran data objektif
secara pasti tentang perubahan anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan pada jantung dan pembuluh darah. Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada tidaknya kelainan jantung, jenis kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara pengobatan yang tepat, dan menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk mengetahui tekanan pada ruang-ruang di jantung, melihat bagaimana darah melewati jantung, mengambil sampel darah, menginjeksikan zat kontras untuk melihat adanya hambatan pada pembuluh darah, atau abnormalitas dari ruang jantung, serta melakukan koreksi pada kelainan jantung tersebut.43 Berdasarkan data diatas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu:
43
1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasil kateterisasi sehingga diperoleh gambaran antomi dan fisiologi secara pasti 2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindakan lanjut dari diagnosis yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Kontraindikasi Kontraindikasi dari kateterisasi jantung ini sangat bervariasi. Hal ini
bergantung pada kemajuan teknik, peralatan serta ketrampilan operator. Seiring berkembangnya pengetahuan mengenai kateterisasi jantung, hampir dikatakan tidak ada lagi kontra indikasi absolut, yang ada hanya kontraindikasi relatif. Halhal yang termasuk dalam kontraindikasi relatif adalah: 44 a. Ventrikel iritabel yang tidak dapat di kontrol b. Hypokalemia / intoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi c. Hipertensi yang tidak dapat di koreksi d. Penyakit demam berulang e. Gagal jantung dengan edema paru akut f. Gangguan pembekuan: waktu protrombin > 18 detik g. Gagal ginjal hebat /anuria h. Alergi bahan kontras. i. Satu-satunya yang dianggap sebagai kontraindikasi absolut adalah apabila pasien dan keluarga pasien menolak untuk dilakukan kateterisasi . Derajat keparahan lesi koroner dideskripsikan sebagai persentase penyempitan dan bila penyempitan lebih dari 50% biasanya dikatakan sebagai penyempitan
(stenosis)
bermakna.
Penyakit
jantung
koroner
sering
diklasifikasikan sebagai penyakit 1 pembuluh, 2 pembuluh atau 3 pembuluh tergantung pada distribusi lesi bermakna pada 3 pembuluh darah koroner utama.39 Angiografi koroner memberikan informasi tentang sejauh mana PJK (misalnya, tunggal, ganda, atau triple Vessel); beratnya stenosis arteri koroner
Universitas Sumatera Utara
(misalnya, kurang atau lebih dari 70% penyempitan diameter lumen) dan lokasi PJK (misalnya, proksimal atau distal). Stenosis signifikan biasanya didefinisikan sebagai penyempitan luminal lebih besar dari atau sama dengan 70%. Sebuah penyempitan dianggap proksimal jika terletak di proksimal arteri koroner yang tepat pada margin akut, arteri koroner utama kiri, arteri anterior proksimal kiri turun ke perforator septum pertama, atau arteri proksimal sirkumfleksa kiri untuk pertama cabang marginal tumpul. Angiographer yang biasanya mengevaluasi arteri koroner distal untuk yang mungkin digunakan dengan anastomosis vena graft yang harus dilakukan operasi bypass arteri koroner sebagai pilihan pengobatan.2
2.3
Trombosit Dan Limfosit
2.3.1
Trombosit Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara melepaskan
diri (fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya (megakariosit) melalui rangsangan trombopoetin. Megakariosit berasal dari megakarioblas yang timbul dari proses diferensiasi sel asal hemapoetik Prekursor myeloid paling awal yang membentuk megakariosit.45 Megakariosit matang, dengan proses replikasi endomitotik inti secara sinkron, volume, sitoplasmanya bertambah besar pada waktu jumlah inti bertambah dua kali lipat. Biasanya pada keadaan 8 inti, replikasi inti lebih lanjut dan pertumbuhan sel berhenti, sitoplasma menjadi granular dan selanjutnya trombosit dibebaskan. Setiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Pada manusia interval waktu dari diferensiasi sel asal sampai dihasilkan trombosit
Universitas Sumatera Utara
kurang lebih 10 hari. Umur trombosit normal 7–10 hari, diameter trombosit ratarata 1-2 μm dan volume sel rerata 5,8 fl. Hitung trombosit normal sekitar 150– 400 x 103 / μl.45
2.3.1.1 Morfologi Trombosit Dalam keadaan inaktif trombosit bentuknya seperti cakram bikonveks dengan diameter 2–4 μm. Dengan mikroskop elektron, trombosit dapat dibagi menjadi 4 zone dengan masing-masing zone mempunyai fungsi khusus. Keempat zone adalah zone perifer yang berguna untuk adhesi dan agregasi, zone sol gel menunjang struktur dan mekanisme kontraksi, zone organel yang berperan dalam pengeluaran isi trombosit serta zone membran yang keluar dari isi granula saat pelepasan.39
2.3.1.2 Fungsi Trombosit Trombosit diaktifkan oleh trombin yang dihasilkan dari kaskade koagulasi dan melalui kontak dengan kompartemen intima memicu pembentukan trombus. Jika trombus menyumbat pembuluh terus-menerus, infark miokard akut dapat mengakibatkan (area biru kehitaman di dinding anterior dari ventrikel kiri, kanan bawah). Trombus akhirnya dapat menyerap sebagai akibat dari endogen atau terapi trombolisis. Namun, respon penyembuhan luka dipicu oleh trombin yang dihasilkan selama pembekuan darah dapat merangsang proliferasi otot polos. Trombosit yang diturunkan dari faktor pertumbuhan (PDGF= Platelet -Derived Growth Factor) dilepaskan dari trombosit yang teraktivasi merangsang migrasi sel otot polos. Transformasi faktor pertumbuhan-b (TFG-b = Transformation Factor
Universitas Sumatera Utara
Growth–b), juga dibebaskan dari trombosit teraktivasi, merangsang produksi kolagen interstitial. Migrasi Ini meningkatkan proliferasi dan sintesis matriks ekstraselular oleh sel-sel otot polos menebalkan fibrous cap dan menyebabkan perluasan dari intima, sering ke arah dalam, menghasilkan penyempitan lumen. Lesi stenosis dihasilkan oleh bertambahnya plak fibrous yang dapat menghambat aliran, terutama dalam situasi meningkatnya kebutuhan jantung, menyebabkan iskemia, biasanya memicu gejala seperti angina pectoris. Plak stenosis bertambah, menjadi lebih berserat, bisa tidak rentan pecah dan terjadi trombosis baru. Lipid yang rendah dapat mengurangi kadar lemak dan mengurangi respon inflamasi intima, menghasilkan plak yang lebih 'stabil' dengan fibrosa cap yang tebal dan menetap di lumen (tengah).39
Gambar 2.3 Peran trombosit pada pembentukan thrombus.31
Trombosit adalah sel darah pertama yang tiba ke tempat aktivasi endotel. Yaitu glikoprotein Ib dan IIb/IIIa melibatkan molekul permukaan sel endotel, yang
dapat
membantu
aktivasi
endotel.
Hambatan
adhesi
trombosit
Universitas Sumatera Utara
berkurang,
infiltrasi
leukosit
dan
aterosklerosis
pada
keadaan
hiperkolesterolemi.46 Jumlah trombosit sama pada laki-laki dan wanita sampai usia 14 tahun, tetapi kemudian wanita memiliki trombosit lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Jumlah trombosit menurun sangat cepat pada usia anak-anak, dan stabil kembali pada usia dewasa dan menurun kembali pada usia lanjut 47 2.3.1.3 Platelet Distribution Width Pengukuran PDW (platelet distribution width) dan MPV (mean platelet volume) telah dilakukan sejak tahun 1970- an dan sekarang telah menjadi pemeriksaan rutin. Platelet distribution width (PDW) mengukur variasi ukuran trombosit yang beredar dalam darah perifer, trombosit muda berukuran lebih besar dan trombosit tua mempunyai ukuran yang lebih kecil. Jadi, dalam sirkulasi darah terdapat trombosit bifasik trombosit muda mempunyai ukuran yang lebih besar dan ukuran trombosit akan menurun seiring dengan makin bertambahnya usia.48 TABEL 2.1 Mekanisme Peran Trombosit Pada PJK49 Trombosis dan inflamasi Perlekatan neotrofil dan monosit pada membrane subendotelial Meningkatnya kemampuan aggregasi dan resistensi terhadap Nitric Oxide Ikatan Trombosit-Monosit Ekspresi P-selectin membantu peradangan, aterosklerosis, dan trombosis Modifikasi oksidatif low-density lipoprotein Proliferasi sel-sel otot polos Berasal dari rangkaian sirkulasi dari diferensiasi 40L (CD40L) yang memiliki fungsi proaterogenik dan protrombik Sintesa dari IL-1B
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Limfosit Limphopoeisis normal adalah komponen penting dalam pertahanan tubuh.
Yang melibatkan proliferasi dan fungsi dari beberapa jenis sel limfoid termasuk sel B, yang merupakan sel-sel yang memproduksi antibodi. Sel T yang melaksanakan fungsi kekebalan yang dimediasi oleh sel dan sebagian besar bertanggung jawab untuk kontrol pengaturan dari sistem kekebalan tubuh, dan sel pembunuh alami (Natural Killer=NK), yang berperan lebih seperti makrofag dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi dan keganasan.50 2.3.2.1
Struktur Limfosit Limfosit adalah bagian dari leukosit yang agranular, merupakan sel yang
sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit di dalam darah. Bentuk normal, inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribosom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Limfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12 µm ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit dapat digolongkan
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.45
2.3.2.2 Perkembangan Limfosit Dalam Proses imun Seperti kita ketahui bahwa limfosit yang bersikulasi terutama berasal dari timus dan organ limfoid perifer, limpa, limfonodus, tonsil dan sebagainya. Akan tetapi mungkin semua sel pregenitor limfosit berasal dari sum-sum tulang, beberapa diantara limfositnya yang secara relatif tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus, lalu memperbanyak diri, disini sel limfosit yang berperan adalah limfosit T, kemudian dapat masuk kembali kedalam aliran darah, kembali kedalam sum-sum tulang atau ke organ limfoid perifer dan dapat hidup beberapa bulan atau tahun. Sel T limfosit bertanggung jawab terhadap reaksi imun seluler dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Limfosit lain tetap diam di sum-sum tulang berdiferensiasi menjadi limfosit B berdiam dan berkembang didalam ruangnya. Sel limfosit B berfungsi untuk memproduksi antibodi. Respon antibodi humoral yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibodi, fagositosis meningkat, lisis sel dan sel pembunuh (killer cell atau NK Cell) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara morfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen. Tahap akhir dari diferensiasi sel limfosit B yang diaktifkan berwujud sebagai sel plasma. Sel plasma mempunyai retikulum endoplasma kasar yang luas yang penuh dengan molekul-molekul antibodi, sel limfosit T yang diaktifkan mempunyai sedikit endoplasma yang kasar tapi penuh dengan ribosom bebas.51
Universitas Sumatera Utara
Peradangan juga berpartisipasi pada lesi lokal, miokard, dan komplikasi sistemik aterosklerosis. Ketika endotelium arteri bertemu produk bakteri tertentu atau faktor risiko yang beragam seperti dislipidemia, hormon vasokonstriktor pada hipertensi, produk glikoksidasi terkait dengan hiperglikemia, atau sitokin proinflamasi yang berasal dari jaringan adiposa yang berlebihan, sel-sel ini meningkatkan ekspresi molekul adhesi yang membantu penempelan leukosit ke permukaan dalam dari dinding arteri. Transmigrasi leukosit yang melekat sebagian besar tergantung pada ekspresi sitokin chemoattractant yang diatur oleh sinyal berhubungan dengan faktor-faktor risiko biasa yang muncul pada aterosklerosis. Setelah menempel di intima arteri, leukosit terutama fagosit mononuklear dan limfosit T berkomunikasi dengan sel endotel dan otot polos (SMCs = smooth Muscle Cells), sel endogen yang ada di dinding arteri tersebut.15 Sel-sel inflamasi dan imun melewati darah, terutama pada bagian yang terdapat ateroma, sisanya melewati sel endotel vaskular dan otot polos. Ateroma didahului oleh timbunan lemak, akumulasi sel sarat lemak dibawah endotelium.30 Sebagian besar sel-sel dalam timbunan lemak ini adalah makrofag, dengan beberapa sel limfosit T. Noda lemak pada orang muda umumnya, tidak pernah menimbulkan gejala dan tidak berkembang menjadi ateromata atau akhirnya menghilang. Di tengah suatu ateroma, sel-sel busa (Foam Cell) dan tetesan lipid ekstraseluler membentuk inti region, yang dikelilingi oleh pembungkus sel otot polos dan kolagen yang kaya matrik. Sel limfosit T, makrofag, dan sel mast masuk ke lesi dan sangat banyak di daerah pinggir dimana ateroma tumbuh. Banyak sel-sel imun memperlihatkan tanda-tanda aktivasi dan menghasilkan sitokin inflamasi52
Universitas Sumatera Utara
Rupture khusus terjadi di mana penutup fibrosa tipis dan sebagian hancur. Pada bagian tersebut, sel-sel imun banyak diaktifkan. Mereka menghasilkan banyak molekul inflamasi dan enzim proteolitik yang dapat melemahkan penutup fibrosa dan mengaktifkan sel-sel di inti, mengubah plak stabil menjadi rentan, struktur yang tidak stabil yang bisa pecah, menyebabkan trombus, dan menimbulkan sindrom koroner akut.2 Sel adhesi
endotel
leukosit,
aktif
yang
mengungkapkan
menyebabkan
beberapa
sel-sel
darah
jenis
bergulir
molekul sepanjang
permukaan pembuluh darah untuk beredar di lokasi aktivasi. Karena adhesi sel vaskular
molekul-1(VCAM-1)
biasanya
diatur
dalam
menghadapi
hiperkolesterolemia, sel-sel yang membawa reseptor penghalang pada VCAM1 (yaitu, monosit dan limfosit) khususnya menempel pada tempat ini setelah selsel darah ditempel, kemokin yang diproduksi di dasar intima yang merangsang mereka untuk bermigrasi melalui interendothelial junction dan masuk
ke
dalam
ruang
subendothelial.
Pelepasan
genetik
atau blokade farmakologis kemokin tertentu dan adhesi molekul untuk sel mononuklear menghambat aterosklerosis 53
Gamba 2.4 Tahapan migrasi leukosit.54
Universitas Sumatera Utara
1. Leukosit mengikat P-selectin menimbulkan aktivasi endotelium, lalu 2. Bergulir, pemindaian endotel untuk mengaktifkan sinyal. 3. Mengaktifkan sinyal, integrin pada permukaan sel dari leukosit mengalami perubahan struktural dan dapat mengikat kuat ke-ICAM 1 dan VCAM-1. 4. Leukosit kemudian dapat bermigrasi ke intima arteri dengan cara mengikat PECAM-1 di cell junction. 5. Leukosit sebagai
bermigrasi MCP-1),
sepanjang
yang
gradien
membantu
kemokin
untuk
(digambarkan
melokalisasi
respon
inflamasi dalam intima. Adhesi sel molekul kemudian dialihkan ke dalam sirkulasi dalam bentuk larut.
TABEL 2.2 Mekanisme dari Aksi White Blood Cells pada PJK48 Cedera Sel endothelial disebabkan oleh enzim proteolotik Sumbatan pembuluh darah Perfusi yang menurun Aggregasi leukosit yang abnormal Efek pada aliran darah Meningkatnya jumlah monosit Berhubungan dengan faktor resiko aterosklerotik Ketidak stabilan elektirk Keterlibatan sindrom stress hematologi Perubahan molekul adhesi pada aterosklerosis Proliferasi dari sel otot polos dalam pembuluh darah Sekresi protease menyebabkan paparan thrombogenic kolagen dalam pembuluh koroner
Universitas Sumatera Utara
2.4 Rasio Trombosit Limfosit Rasio Trombosit Limfosit (RTL) sebuah parameter hematologi bagi status Inflamasi dan protrombosis, yang menunjukkan hubungan dengan buruknya prognosis pada pasien dengan penyakit jantung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuksel M et al, di dapatkan bahwa Rasio Trombosit Limfosit secara bebas berhubungan dengan penyempitan pembuluh darah koroner. Dimana pasien memiliki RTL yang tinggi (> 111) di prediksikan memiliki penyempitan pembuluh darah yang lebih besar.18
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Teori
Rasio Trombosit Limfosit (RTL) Meningkat
Universitas Sumatera Utara