BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1
Rumah Sakit
2.1.1
Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,
tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multi disiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih yang menggunakan prasarana dan sarana fisik, perbekalan farmasi dan alat kesehatan. Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorokan; mata; syaraf; jiwa; kulit dan kelamin; jantung; paru; radiologi; anestesi; rehabilitasi medis; patologi anatomi. Pelayanan medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi, gastrohepatologi, nefrologi, geriatri, dan lain-lain.
xvi 4
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit
umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. Berdasarkan SK MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 rumah sakit umum mempunyai fungsi: a. menyelenggarakan pelayanan medis; b. menyelenggarakan pelayanan penunjang medis; c. menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan; d. menyelenggarakan pelayanan rujukan; e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan; g. menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
2.1.3
Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut: A. Berdasarkan Kepemilikan 1. Rumah Sakit Pemerintah, terdiri dari: a. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan;
xvii 5
Universitas Sumatera Utara
b. Rumah Sakit Pemerintah Daerah; c. Rumah Sakit Militer; d. Rumah Sakit BUMN. 2. Rumah Sakit Swasta yang dikelola oleh masyarakat. B. Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas: 1. Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam jenis penyakit; 2. Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan untuk pasien dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin. C. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Terdiri atas 2 jenis, yaitu: 1. Rumah Sakit Pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi; 2. Rumah
Sakit
Non
Pendidikan,
yaitu
rumah
sakit
yang
tidak
menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi Rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.
xviii 6
Universitas Sumatera Utara
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas. c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
2.1.4
Misi dan Visi Rumah Sakit Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah
sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya. Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong, visi merupakan gambaran mengenai keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Adapun pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh seluruh anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan energi untuk pengembangan organisasi. Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Trisnantoro, 2005).
xix 7
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Indikator Pelayanan Rumah Sakit Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995
diawali dengan 5 jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis, administrasi dan manajemen dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi 12 pelayanan yaitu kamar operasi, pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan keselamatan serta kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16 bidang pelayanan di rumah sakit. Pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan Kesehatan dilakukan untuk membantu proses persiapan akreditasi. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: 1. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. 2. Length Of Stay (LOS): lamanya dirawat LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit yang tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersama dengan interpretasi BTO dan TOI. 3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur rumah sakit.
xx 8
Universitas Sumatera Utara
4. Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek.
2.2
Rekam Medik Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan
kesakitan penderita dan ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar dan Amalia, 2004). Kegunaan rekam medik: a. dasar perencanaan dan keberkelanjutan perawatan penderita b. merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada perawatan penderita c. melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita dan penanganan atau pengobatan selama dirawat di rumah sakit. d. digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita.
xxi 9
Universitas Sumatera Utara
e. membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab f. menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan g. dasar perhitungan biaya karena dengan menggunakan data dalam rekam medik mempermudah
bagian
keuangan
untuk
menetapkan
besarnya
biaya
pengobatan seorang penderita (Siregar dan Amalia, 2004).
2.3
Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih
dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. PFT adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional. Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar dan pendukung kemajuan IFRS dan ia adalah dokter yang mempunyai pengetahuan mendalam di bidang farmakologi klinik. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang ditunjuk oleh kepala
xxii 10
Universitas Sumatera Utara
IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah sakit. Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah: 1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF; 2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk kategori khusus; 3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi; 4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; 5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat; 6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional; 7. membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar dan Amalia, 2004). PFT ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.
xxiii 11
Universitas Sumatera Utara
2.4
Formularium Rumah Sakit Formularium rumah sakit adalah daftar obat baku yang dipakai oleh rumah
sakit yang dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit, terdiri dari obatobatan yang tercantum Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan beberapa jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan rumah
sakit
yang
bersangkutan
(SK
Dirjen
YanMed
No.
0428/YanMed/RSKS/SK/89 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permenkes No. 085/MenKes/Per/I/1989). Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit. Kegunaan formularium di rumah sakit: 1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit 2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar 3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal (Siregar dan Amalia, 2004).
2.5
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan
seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
xxiv 12
Universitas Sumatera Utara
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
2.5.1
Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelayanan farmasi
minimal dan pelayanan farmasi klinis.
2.5.1.1 Pelayanan Farmasi Minimal Dalam pelaksanaannya, pelayanan farmasi minimal dibagi atas: a. Produksi Instalasi farmasi rumah sakit memproduksi produk non steril serta pengemasan kembali produk-produk tertentu. b. Perbekalan Merupakan unit pelaksana instalasi farmasi rumah sakit yang meliputi pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi. Pengadaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi. Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat.
xxv 13
Universitas Sumatera Utara
Pedoman perencanaan berdasarkan: 1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau formularium, standar terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku; 2. data catatan medik; 3. anggaran yang tersedia; 4. penetapan prioritas; 5. siklus penyakit; 6. sisa stok; 7. data pemakaian periode lalu; 8. perencanaan pengembangan. Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan. Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi di dalam ruang penyimpanan dengan tujuan untuk: 1.
menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan dengan sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban;
2.
memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad;
3.
memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu disusun berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO);
4.
menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
c. Distribusi Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran obatobatan dan alat kesehatan.
xxvi 14
Universitas Sumatera Utara
Sistem distribusi obat harus menjamin: 1. obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat; 2. dosis yang tepat dan jumlah yang tepat; 3. kemasan yang menjamin mutu obat d. Administrasi Administrasi
yang
teratur
sangat
dibutuhkan
untuk
menjamin
terselenggaranya sistem pembukuan yang baik. Oleh karena itu tugas administrasi di instalasi farmasi dikoordinir oleh koordinator yang bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi rumah sakit.
2.5.1.2 Pelayanan Farmasi Klinis Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual. Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat. Menurut SK MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993 pelayanan farmasi klinis meliputi: a.
melakukan konseling;
b.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
c.
pencampuran obat suntik secara aseptik;
xxvii 15
Universitas Sumatera Utara
d.
menganalisa efektivitas biaya secara farmakoekonomi;
e.
penentuan kadar obat dalam darah;
f.
penanganan obat sitostatika;
g.
penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN);
h.
pemantauan dan pengkajian penggunaan obat;
i.
pendidikan dan penelitian (Aslam, dkk., 2003).
2.5.2 Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR) PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksanakan secara efektif dan efisien dimana pemanfaatan atau efikasi, keamanan (safety) dan mutu (quality) obat terjamin; serta penggunaan obat secara 4 T + 1 W, artinya obat harus diberikan dengan tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan senantiasa waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat yang tidak diinginkan. Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari: a.
pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan;
b.
perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam jenis, jumlah, waktu dan tempat yang tepat;
c.
pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dan skala prioritas untuk pengadaan yang tepat;
d.
penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat kesehatan;
xxviii 16
Universitas Sumatera Utara
e.
penyaluran kepada unit-unit pelayanan dan penunjang yang membutuhkan obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Pusat, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap;
f.
penulisan resep oleh dokter (Prescribing Process);
g.
peracikan oleh farmasis (Dispensing Process);
h.
pemberian oleh perawat kepada penderita (Administration Process);
i.
penggunaan oleh penderita (Consuming Process);
j.
pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis dan penderita. Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari
pertama sampai langkah ke 10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional (LSK-PPOSR), dimana jika semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat mencegah timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dalam pengelolaan dan penggunaan obat serta alat kesehatan.
2.6
Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD) Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh: a. besarnya angka kematian akibat infeksi nasokomial;
xxix 17
Universitas Sumatera Utara
b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia di lingkungan rumah sakit. Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima,
memproses,
mensterilkan,
menyimpan
serta
mendistribusikan
peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan, pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi label, sterilisasi, sampai proses distribusi (Hidayat, 2003). Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003).
2.7
Instalasi Gas Medis
2.7.1
Defenisi Gas Medis
a. instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas medis sampai ke outlet; b. gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan; c. instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan;
xxx 18
Universitas Sumatera Utara
d. sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis; e. outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding.
2.7.2
Penyimpanan Gas Medis Persyaratan penyimpanan gas medis:
a. tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi bencana; b. lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan tempatnya; c. penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian; d. lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau sejenisnya; e. gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut (SK Menkes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002).
xxxi 19
Universitas Sumatera Utara