BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keselamatan Pasien 2.1.1. Pengertian Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006). Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan (KTD), serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007). 2.1.2. Tujuan Keselamatan Pasien Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya adalah : a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit d. Terlaksananya
program-program
pencegahan
sehingga
tidak
terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan. WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh RS-RS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien tersebut adalah: 1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit.
Universitas Sumatera Utara
2. Pastikan Identfikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. 3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unitunit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada sat serah terima. 4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated) Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. 6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai
Universitas Sumatera Utara
“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. 7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube). Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar). 8. Gunakan alat injeksi sekali pakai Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.
Universitas Sumatera Utara
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik-tehnik yang lain. 2.1.3. Tehnik Pemberian Obat Perawat profesional mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pemberian obat. Untuk dapat memberikan obat secara benar dan efektif, perawat harus mengetahui tentang indikasi, dosis, dan cara pemberian obat dan efek samping yang mungkin terjadi dari setiap obat yang diberikan (Priharjo, 1995). Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai ia benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi, maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru tentang obat-obatan.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum memberikan suatu obat, maka perawat harus yakin bahwa obat tersebut benar-benar diorderkan oleh dokter. Dalam hal ini perawat berpegang pada prinsip lima benar yang meliputi: benar ordernya, benar obatnya, benar pasiennya, benar cara pemberiannya dan benar waktu pemberiannya. Perawat
mempunyai
peranan
dalam
melakukan
pengkajian
secara
berkelanjutan, perawat harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang farmakologi obat yang diberikan kepada pasien sehingga dapat mengobservasi keefektivitasan obat dan mendeteksi adanya kemungkinan toksisitas (Priharjo, 1995). Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk diminum atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan (http;//nersdora.multiply.com). 2.1.4. Identifikasi Pasien Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang
bukti-bukti
dari
seseorang
sehingga
kita
dapat
menetapkan
dan
mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain (www.ranocenter.net). Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan: 1. Mengenali secara fisik:
Universitas Sumatera Utara
a. Melihat wajah/fisik seseorang secara umum b. Membandingkan seseorang dengan gambar/foto 2. Memperoleh keterangan pribadi antara lain a. Nama b. Alamat c. Agama d. Tempat/Tanggal lahir e. Tanda tangan f. Nama orang tua/Suami/Istri dsb. 3. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan pribadi, dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat dipercaya berupa KTP, Pasport, SIM dsb. Masalah-masalah yang timbul akibat dari kesalahan identifikasi akan menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan waktu, tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat/tindakan dsb. Sebaiknya identifikasi pasien dilakukan sebelum pasien diperiksa/dirawat, oleh karena itu sedapat mungkin keterangan-keterangan dapat diminta langsung kepada pasien sendiri, tetapi bila tidak mungkin dapat dimintakan keterangan kepada famili atau teman terdekat yang ada. Pengumpulan data identifikasi dirumah sakit sebaiknya dilakukan dengan cara wawancara dan pengisian formulir dan akan lebih
Universitas Sumatera Utara
baik bila didukung dengan keterangan-keterangan lain yang bersifat legal, misalnya KTP, Pasport, SIM dsb (www.ranocenter.com). 2.1.5. Komunikasi Keperawatan Komunikasi merupakan proses yang sangant khusus dan berarti dalam berhubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (M. Jenny, 2003). Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model yang digunakan dalam menjelaskan bagaimana cara organisasi
dan orang
berkomunikasi. Dasar model umum proses komunikasi terlihat pada gambar dibawah ini, yang menunjukkan bahwa setiap komunikasi pasti ada pengirim pesan dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis maupun non verbal. Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal, dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal meliputi: nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stres pengirim pesan, sedangkan faktor eksternal meliputi: keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor internal dan faktor eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang ditentukan oleh lingkungan eksternal yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Faktor Internal Komunikator Faktor Eksternal
Tertulis Pesan Verbal Non verbal Faktor Internal Komunikan Faktor eksternal
Gambar 2.1. Diagram Proses Komunikasi (Marquis & Huston, 1998) 2.1.5.1. Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi (1) komun ikasi saat timbang terima; (2) interview/anamnesis; (3) komunikasi melalui komputer; (4) komunikasi rahasia pasien; (5) komunikasi melalui sentuhan; (6) komunikasi dalam pendokumentasian; (7) komunikasi antara perawat dengan tim kesehatan lainnya; (8) komunikasi antara perawat dan pasien.
Universitas Sumatera Utara
1. Komunikasi Saat Timbang Terima Pada saat timbang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dilakukan intervensi dan yang belum, serta respons pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan bersama dengan perawat lainnya, dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien. Cara ini lebih efektif dari pada harus menghabiskan waktu orang lain untuk membaca, dan membantu perawat dalam menerima timbang terima secara nyata. 2. Anamnesis Anamnesis atau wawancara kepada pasien merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh perawat kepada pasien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan (proses keperawatan). perawat melakukan anamnesis kepada pasien, keluarga, dokter dan tim kerja lainnya. 3. Komunikasi Melalui Komputer Komputer merupakan suatu alat komun ikasi cepat dan akurat pada manajemen keperawatan saat ini. Penulisan data-data klien dalam komputer akan mempermudah perawat lain dalam mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan intervensi yang akurat. Melalui komputer, informasi-informasi terbaru dapat cepat diperoleh dengan menggunakan internet, bila perawat mengalami kesul;itan dalam menangani masalah klien.
Universitas Sumatera Utara
4. Komunikasi Tentang Kerahasiaan. Pasien yang masuk dalam sistem pelayanan kesehatan menyerahkan rahasia dan rasa percaya kepada institusi. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema dalam menyimpan rahasia pasien, di satu sisi dia membutuhkan informasi dengan menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, di lain pihak dia harus memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapapun. 5. Komunikasi Melalui Sentuhan Komunikasi melalui sentuhan kepada pasien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara pasien dengan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat juga dapat berguna sebagai terapi bagi pasien, khususnya pasien dengan depresi, kecemasan, dan kebingungan dalam mengambil suatu keputusan. Tetapi yang perlu dicatat dalam sentuhan tersebut adalah perbedaan jenis kelamin antara perawat dan pasien, dalam situasi ini perlu adanya persetujuan. 6. Dokementasi Sebagai Alat Komunikasi. Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi keperawatan dalam memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan lainnya, dan merupakan dokumen paten dalam penberian asuhan keperawatan. Menurut Nursalam (2002) kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan, maka perawat dapat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran. Dalam kenyataannya,
dengan
semakin
kompleksnya
pelayanan
keperawatan
dan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan
dokumentasi
yang
efektif
memungkinkan
perawat
untuk
mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya, dan menjelaskan apa yang sudah, sedang dan akan dikerjakan perawat. 7. Komunikasi Perawat Dan Tim Kesehatan Lainnya. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar perawat dan tim kesehatan lainnya: dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan lain-lain. Pengembangan
model
praktik
keperawatan
profesional
merupakan
sarana
peningkatan komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya. 2.1.6. Keperawatan Perioperatif Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktifitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang menggangu pasien. Pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi (http://athearobiansyah.bogspot.com).
Universitas Sumatera Utara
Dalam pencapaian hasil terbaik bagi pasien diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerjasama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi: 1). Ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, 2). Ahli bedah dan asisten yang melakukan scub dan pembedahan, 3). Perawat intra operatif. Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktifitas selama pembedahan (http://athearobiansyah.bogspot.com). Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assistant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara Amerika utara dan Eropa. Namun demikian praktikny di Indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan didaerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostasis. Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dabn perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokternya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahann, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit,
Universitas Sumatera Utara
syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU. 2.1.7. Cairan Elektrolit Pekat (Consentrated) Farmakope Indonesia (1995) menyebutkan, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu; (1) obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, (2) sediaan padat kering atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama dan bentuknya, (3) sediaan mengandung satu atau lebih zat padat, pengencer atau bahan tambahan lain, (4) sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal, (5) sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai. Cara kerja menyiapkan obat dari ampul dan vial: 1. Siapkan peralatan meliputi: a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril b. Kapas alkohol c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan d. Air steril atau normal salin bila diperlukan e. Kassa pengusap f. Turniket untuk injeksi intravena
Universitas Sumatera Utara
g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan 2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah akurat. 3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan kemudian buka dengan cara sebagai berikut: a. Untuk ampul; pegang ampul dan bila cairan obat banyak terletak dibagian kepala, jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga obat turun ke bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil kassa steril letakkan diantara ampul dan ibu jari dengan jari-jari anda kemudian patahkan leher ampul ke arah berlawanan dengan anda. b. Untuk vial; bila perlu
campur larutan dengn memutar-mutar vial dalam
genggaman anda (bukan dengan mengocok). Buka logam penyegel kemudian disinfeksi karet vial dengan kaapas alkohol 70%. 4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut: a. Untuk obat dalam ampul; sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka penutup jarum kemudian secara hati-hati masukkan jarum yang terpasang pada spuit ke dalam ampul dan hisap cairan sesuai yang dibutuhkan. Bila spuit akaan digunakan untuk injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa. b. Untuk obat dalam vial; pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup jarum dan tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit. Secara hati-hati tusukkan jarum ditengah karet penutup vial lalu maasukkaan udara. Pertahankan jarum tidak
menyentuh cairan obat sehingga udara tidak
Universitas Sumatera Utara
membuat gelembung. Pegang
vial sejajar dengan mata lalu
tarik obat
secukupnya secara hati-hati. Tarik spuit dari vial kemudian tutup jarum dengan kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan jarum biasa. c. Bila obat berbentuk (powder), bacalah cara penggunaannya. Obat injeksi bentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil. Untuk membuat larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap udara dalam vial yang berisi obat tersebut dengan spuit (kecuali untuk obat yang tidak diperbolehkan). Masukkan air steril atau cairan lain sesuai yang dibutuhkan ke dalamnya, kemudian putar-putar vial sampai obat menjadi larutan. Bila obat merupakan multidosis, beri label pada vial tersebut tentang tanggal dicampur, banyaknya obat dalam vial dan tanda tangan anda. Bila perlu disimpan, baca cara penyimpanan nya sesuai yang dianjurkan oleh pabrik farmasi. d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka perawat harus berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial tersebut. Cara mencampur obat dari dua vial adalah: masukkan udara secukupnya pada vial A dan jaga jarum tidak menyentuh cairan. Lalu cabut jarum kemudian hisap udara secukupnya lalu masukkan pada vial B, hisap cairan obat dari B sesuai yang diperlukan kemudian cabut spuit tersebut. Ganti jarum kemudian tusuk kan pada vial A dan hisap cairan obat dari vial A sesuai yang diperlukan berikutnya cabut spuit dari vial A.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8. Akurasi Pemberian Obat Pada pengalihan Pelayanan Pada pemindahan pasien/penglihan pelayanan dari suatu ruangan ke ruangan yang lain juga memerlukan tindakan pelaksanaan benar pasien yang terdiri dari memeriksa kembali identitas pasien, mencocokkan nama pasien dengan nama didalam rekam medis dan mencocokkan nama pasien yang tertera dalam etiket/lebel obat dengan identitas pasien (http://www.inapatientsafety.persi.or.id). 2.1.9. Pemasangan Kateter dan NGT (Naso Gastric Tube) 2.1.9.1. Pemasangan Kateter Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan personil dalam memberikan asuhan kepada pasien. Cara drainage urine
yang lain seperti: kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang seling (intermiten) dapat digunakan sebagai kateterisasi menetap bila memungkinkan. 2.1.9.2 Tehnik Pemasangan Kateter 1. Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter. 2. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril 3. Gunakan peralatan seperti sarung tangan, kain penutup duk, kain kasa dan anti septik untuk desinfeksi hanya untuk satu kali pemasangan.
Universitas Sumatera Utara
4. Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah tarikan pada uretra. 2.1.9.3. Tindakan Pemasangan Kateter Prosedur pemasangan (insersi), pencabutan, dan/atau penggantian kateter urine. Sebelum pemasangan kateter, periksa untuk memastikan kateter akan dipasang dengan alasan tepat. 2.1.9.4. Prosedur Pemasangan Kateter a. Pastikan seluruh alat tersedia, kateter Indwelling steril dengan sistem drainase kontiniu tertutup atau didesinfeksi tingkat tinggi atau kateter lurus steril dan tempat pengumpulan urine yang bersih, semprit yang telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengisibalon pada kateter indwelling, sepasang sarung tangan steril
atau didesinfeksi tingkat tinggi, larutan anti septik
(khloriksidin glukonat 2% atau povidon iodine 10%), cunam dengan potongan kain kasa (2x2 cm) atau kuas kapas besar, paket minyak pelumas sekali pakai, sumber penerangan (lampu/senter) bila diperlukan, mangkuk untuk air hangat bersih, sabun, dan tempat sampah tertutup untuk pembuangan benda-benda terkontaminasi. b. Sebelum memulai prosedur anjurkan pasien perempuan membuka labianya dan bersihkan dengan hati-hati bagian uretra dan bagian dalam labianya, anjurkan pasien laki-laki menarik kulupnya dan bersihkan dengan hati-hati kepala penis dan kulup (bila pasien sadarr dan keadaan umumnya baik).
Universitas Sumatera Utara
c. Bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan dengan handuk kering yang bersih atau dengan udara. Sebaagai alternatif agar tangan tidak kelihatan kotor gunakan sekitar 1 sendok the, 5 ml larutan anti septik berbahan dasar lkohol tanpa air pada kedua tangan dan gosok dengan kuat diantara jari-jemari sampai kering. d. Kenakan sarung tanagan steril atatu yang telah didesinfeksi tingkat tinggi pada kedua tangan. e. Gunakan kateter kecil sesuai dengan sistem drainase yang baik. f. Untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan (tangan yang dominan), berdiri disebelah kanan pasien (dan disebelah kiri bila dominan bertangan kiri) g. Untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan menggunakan kuas kapas ataupun cunam dengan potongan kain kasa. h. Untuk pasien laki-laki, tarik ke belakang kulup dan pegang kepala penis dengan tangan yang tidak dominan, kemudian bersihkan kepala penis dan saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa. i. Apabila pemasangan kateter lurus, genggam kateter sekitar 5 cm (2 inci) dari ujung kateter dengan tangan yang dominan dan taruh ujung lainnya pada tempat pengumpulan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
j. Untuk perempuan, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 5-8 cm atau sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan 3 cm (1,5 inci). k. Untuk laki-laki, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 18-22 cm (7-9 inci) atau sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan sekitar 5-8 cm. l. Apabila memasang kateter indwelling, tekan lagi sekitar 5 cm (2 inci) setelah urine keluar dan hubungkan kateter ke tabung pengumpulan urine jika tidak memakai sistem tertutup. m. Pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati-hati agar penolakan terasa dan lepaskan kateter indwelling dengan tepat pada paha (untuk perempuan) atau bagian bawah abdomen pada laki-laki. n. Untuk kateter lurus (masuk dan keluar) biarkan urine keluar dengan perlahan ke dalam kantung pengumpulan dan kemudian cabut kateter. o. Taruh benda-benda kotor, termasuk kateter lurus. Apabila akan dibuang masukkan kedalam kantong plastik atau kedalam kantong tahan bocor dan tutup kantung sampah. p. Sebagai alternatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali, taruh pada larutan klorin 0,5 % dan rendam selama 10 menit untuk dekontaminasi. q. Lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkan dan taruh keduanya dalam plastik atau tempat sampah. r. Cuci tangan dengan sabun dan air (atau gunakan larutan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air).
Universitas Sumatera Utara
2.1.9.5. Nasogastric Tube Tindakan pemasangan selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah selang plastik (selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung, melewati tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung (http://en.wikipedia.org). 2.1.9.6. Defenisi NGT: Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberi nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot (http://dying.about.com/glossary/g/NG_tube.htm). 2.1.9.7. Tujuan dan Manfaat Tindakan Nasogastic Tube digunakan untuk: 1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung (cairan, udara, darah, racun) 2. Untuk memasukkan cairan (memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi) 3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa sunstansi isi lambung 4. Persiapan sebelum operasi dengan general anasthesia 5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anasthesia).
Universitas Sumatera Utara
2.1.9.8. Perencanaan Keperawatan Untuk Menghindari Beberapa Komplikasi 1. Komplikasi Mekanis a) Agar sonde tidak tersumbat Perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkaan air atau the sedikitnya tiap 24 jam, bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus harus dibersihkan setiaap 30 menit dengan menyemprotkan air atau teh. b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi Sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plaster yang baik tanpa menimbulkan posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+300). 2. Komplikasi Pulmonal aspirasi a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna untuk mengontrol letak sonde tepat lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde. 3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde a) Sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap pasien) panjaangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung sampai keujung distal sternum. b) Sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung.
Universitas Sumatera Utara
c) Sonde harus diletakkan dengan sempurna di sayap hidung dengaan plaster yang baik tanpa menimbulkan rasa sakit. d) Perawat dan pasien harus ssetia kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah masih tetap tidak berubah (tergeser). 2.1.9.9. Pemasangan NGT Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasoffaring klien kedalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung. Pelaksanaan harus seorang profesional kesehatan yang berkompeten dalam prosedur dan praktek dalam pekerjaannya. Pengetahuan dan keterampilan dibutuhkan untuk melakukan prosedur dengan aman adalah : 1. Anatomi dan fisiologi saluran gastri-intestinal bagian atas dan sistem pernafasan. 2. Kehati-hatian
dalam
prosedur
pemasangan
dan
kebijaksanaan
penatalaksanaan NGT. Pengetahuan yang mendalam pada pasien (misalnya: perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat membuat sulitnya pemasangan NGT tersebut 2.1.9.10. Peralatan 1. Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien) 2. Pelumas/jelly 3. Spuit berujung kateter 60 ml
Universitas Sumatera Utara
4. Stetoskop 5. Lampu senter/pen light 6. Klem 7. Handuk kecil 8. Tissue 9. Spatel lidah 10. Sarung tangan dispossible 11. Plaster 12. Kidney tray 13. Bak instrumen 2.1.9.11. Langkah Pemasangan a. Cuci tangan dan atur peralatan b. Jika memungkinkan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga c. Identifikasi kebutuhan ukuran ngt klien d. Bantu klien untuk posisi semifowler e. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan (atau sisi kiri bila bertangan dominan kiri) f. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal, minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yaang lain, bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas.
Universitas Sumatera Utara
g. Tempatkan handuk mandi di atas dada klien, pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien. h. Gunakan sarung tangan i. Tentukan panjang selangyang akan dimasukkan dan ditandai dengan plaster. j. Ukur jarak dari lubang hidung ketelinga, dengaan menempatkaan ujung melingkar slang pada daun telinga, lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum, tandai lokasi tonjolan sternum disepanjang slaang dengan plaster kecil. k. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung paling bersih, pada saat memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut. l. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan. m. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa sat klien menelan, jika klien batuk atau slang menggulung ditenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya, diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam. n. Ketika tanda plaster pada slang mencaapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi slang dan peeriksa penempaatannya,
minta klien membuka
mulut untuk melihat slang. Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan slang dan dorong udara
Universitas Sumatera Utara
sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang. o. Untuk mengamankan slang, gunting bagian tengah plaster sepanjang 2 inci, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inci plaster pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plaster lilitan mengitari slang. p. Plasterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan untuk memfiksasi slang. q. Kurangi manipulasi atatu merubah posisi klien sewaktu memasukkan ngt, termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkancervical injuri karena manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melakukan prosedur. r. Stabilisasikan posisi kepala. 2.1.10. Alat Injeksi Sekali Pakai 2.1.10.1. Jarum Suntik Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada tahun 1852, khususnya pada saat dikenalnya ampul gelas. Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak dapat diberikan secara subcutan, karena akan timbul rasa sakit dan iritasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.10.2. Persyaratan dalam Larutan Injeksi Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi : a. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan kimia dan sebagainya. b. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi dan antarbahan obat dan material dinding wadah. 2.1.10.3. Intravena Merupakan larutan yang mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. larutan ini biasanya isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan dan partikel padat, karena dapat menyumbat kaapiler dan menyebabkan kematian (www.blogpharmacy.co.cc) HIV/AIDS merupakan dua kata yang memiliki arti berbeda. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) adalah penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus tersebut diduga kuat berasal dari virus kera di Afrika yang telah mengalami mutasi. Jika seseorang terjangkit virus ini, maka tubuh manusia tidak mempunyai daya tahan, sehingga mudah diserang oleh
Universitas Sumatera Utara
berbagai macam penyakit. Dianggap mematikan karena penderita AIDS pada umumnya terkena lebih dari satu penytakit (www.scribd.com) Walaupun AIDS sangat mematikan, penularannya tidak semudah penularan virus lain. Virus HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa seperti jabat tangan, pelukan, batuk, bersin, peralatan makan dan mandi. Virus HIV dapat masuk melalui luka di kulit atau selaput lendir. Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual, tranfusi darah, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril, serta ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui. (www.scribd.com). 2.1.11. Kebersihan Tangan Praktik kesehatan dan kebersihan tangan (cuci tangan dan cuci tangan bedah) dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan kotoran dan debu serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Hal ini tidak hanya terdiri dari sebagian besar organisme yang ditularkan melalui kontak dengan pasien dan lingkungan, tetapi juga sebagian besar organisme tetap yang hidup pada lapisan-lapisan kulit yang lebih dalam (Panduan Pencegahan Infeksi, 2004). Larson (1995) dalam Panduan Pencegahan Infeksi (2004) menyebutkan kesehatan
dan
kebersihan
tangan
secara
bermakna
mengurangi
jumlah
mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien). Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi pedoman untuk praktik terbaik dalam hal ini terus berkembang. Misalnya, pilihan
Universitas Sumatera Utara
sabun biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol bergantung pada besarnya resiko konta dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin versus pembedahan) atau tersedianya bahan. 2.1.11.1. Mencuci Tangan Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu flora residen dan flora transien. Flora adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanisme, yang telah beradaptasi pada kehidupan ttangan manusia. Flora transier yang juga disebut flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari jenis tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanisme dan pencucian sabun dan detergen. Oleh karena itu cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting. Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidakdapat digantikan dengan memakai sarung tangan. Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu: 1). Cuci tangan higynik atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan dengan menggunakan sabun atau detergen. 2). Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan aseptik pafa pasien dengan menggunakan antiseptik. 3). Cuci tangan bedah (surgical
Universitas Sumatera Utara
hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril. 2.1.11.2. Sarana Cuci Tangan Air mengalir adalah sarana utama untuk cuci tangan dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut atau bak penampung yang memadai, maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanisme atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit. Sabun dan detergen bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat atau mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk timbulnya kembali mikroorganisme. Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas (Prawiroharjo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perilaku Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manuasia dengan lingkungannya yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif dan aktif (tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) sesuai batasan, perilaku kesehatan dapat dirumuskan ssegala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya (Sarwono, 1997). Menurut Bloom dalam Notoadmojo (1993) perilaku dibagi 3 (tiga) domain yang terdiri dari : domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Ketiga domain ini diukur
dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoadmodjo (1993), unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari : 1. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan. 2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya. 3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya. 4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya.
Universitas Sumatera Utara
Gibson (1997) mengatakan variabel yang mempengaruhi perilaku kerja terdiri dari 3 variabel yaitu : variabel individu (terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis), variabel psikologis (motivasi, persepsi, sikap kepribadian, belajar), variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, struktur dan design kerja).
2.3. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Notoadmodjo (1993), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
Universitas Sumatera Utara
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan analisis atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambaarkan (membuat bagan) membedakan memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis
menunjukkan
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Sikap (Attitude) Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiaapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 2.4.1. Tingkatan sikap Menurut Notoatdmojo (2003), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apakah ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuing)
Universitas Sumatera Utara
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi. 2.4.2. Praktek Atau Tindakan Sikap Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan : a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkatan pertama. b. Respon terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan adalah contoh indikator praktek tingkat dua. c. Mekanisme (mechanism) Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga. d. Adaptasi (adaptation)
Universitas Sumatera Utara
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya sendiri kebenaran tindakannya tersebut. 2.5. Keterampilan Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang karyawan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Menurut Garry Dessler, pelatihan memberikan pegawai baru atau yang ada sekarang keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru (Justine Sirait, 2006).
2.6. Rumah Sakit 2.6.1. Pengertian Menurut Departemen Kesehatan RI (1972 ) yang dimaksud dengan Rumah sakit adalah suatu kompleks atau ruangan yang di pergunakan untuk menampung dan merawat orang yang sakit dan bersalin, kamar orang yang sakit berada dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
kamar yang khusus, seperti Rumah Sakit khusus, rumah bersalin, lembaga masyarakat, kapal laut, dan lain-lain. Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, menyatakan bahwa rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat di manfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan peneliti kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik. Pengertian Rumah Sakit yang modern sering disalah tafsirkan oleh sebagian pihak sebagai gambaran sebuah Rumah Sakit yang gedung serta peralatan medis dan peralatan umum lainnya (hardware) serba mutakhir dan mahal. Pengertian ini sebelumnya tidak tepat. Istilah Rumah Sakit modern sebetulnya ialah Rumah Sakit yang memakai pendekatan konsepsi dan pelaksanaan dengan menggunakan dasar-dasar pemikiran dan manajemen pemikiran yang didasari atas situasi dan kondisi yang ada dan dengan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dari waktu ke waktu, harus selalu menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Milton Roemer dan Friedman dalam buku Doctor in hospital (1971) menyatakan bahwa Rumah Sakit setidaknya mempunyai lima fungsi : 1. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutiknya. Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah dan non bedah, harus tersedia. Pelayanan
Universitas Sumatera Utara
rawat inap ini juaga meliputi pelayanan keperawatn, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi, dan berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik lainnya. 2. Rumah Sakit harus memiliki pelayanan rawat jalan 3. Rumah Sakit punya tugas melakukan pendidikan dan pelatihan 4. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan, karena keberadaan pasien di Rumah Sakit merupakan modal dasar untuk penelitian ini 5. Rumah Sakit juga punya tanggung jawab untuk program pencegahan dan penyuluhan kesehatan bagi populasi di sekitarnya. 2.6.2. Fungsi dan Jenis Rumah Sakit Menurut SK Menkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi Rumah Sakit, fungsi Rumah Sakit adalah : a. Menyelenggarakan pelayanan medik b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik c. Menyelenggarakan pelayanan keperawatan d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan Sesuai dengan perkembangan yang dialami, pada saat ini rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu : 1. Menurut pemilik
Universitas Sumatera Utara
Jika ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit pemerintah (Government Hospital) dan rumah sakit swasta (Private Hospital). 2. Menurut filosofi yang dianut Jika ditinjau dari filosofi yang dianut, Rumah Sakit dapat dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital) dan rumah sakit yang mencari keuntungan (profit hospital). 3. Menurut pelayanan yang diberikan Jika ditinjau dari jenis pelayanan yang diselenggarakan, Rumah Sakit dapat dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit umum (general hospital) serta rumah sakit khusus (speciality hospital) jika hanya satu jenis yang diselenggarakan. 4. Menurut lokasi Rumah Sakit Jika ditinjau dari lokasinya, rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa macam yang semuanya tergantung dari pembagian sistem pemerintahan yang dianut. Misalnya rumah sakit pusat jika lokasinya di ibu kota negara, rumah sakit provinsi jika lokasinya di ibu kota provinsi dan rumah sakit kabupaten jika lokasinya di ibu kota kabupaten. 2.6.3. Pelayanan Rumah Sakit Rumah Sakit yang merupakan sub sistem dari pelayanan kesehatan juga merupakan suatu indikasi jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
primer manusia, baik sebagai individu, masyarakat, atau bangsa secara keseluruhan untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan. Dalam upaya menghasilkan proses dan keluaran pelayanan yang bermutu, efektif dan efisien yang berorientasi pada kepentingan pasien, Depkes RI telah menyusun kriteria- kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan Rumah sakit. Kriteria – kriteria tersebut tertuang dalam bentuk “standar pelayanan rumah sakit” sebagai suatu nilai/ modul yang dijadikan dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmi pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai yang di jiwai oleh etika profesi. Standar pelayanan rumah sakit mencakup 20 pelayanan di rumah sakit sebagai berikut : 1. Administrasi dan managemen, 2. pelayanan medis, 3. pelayanan gawat darurat, 4. kamar operasi, 5. pelayanan intensif, 6. pelayanan perinatal resiko tinggi, 7. pelayanan keperawatan, 8. pelayanan anestesi, 9. pelayanan radiologi, 10. pelayanan farmasi, 11. pelayanan laboratorium, 12. pelayanan rehabilitasi medik, 13. pelayanan gizi, 14. rekam medik, 15. pengendalian infeksi di rumah sakit, 16. pelayanan sterilisasi sentral, 17. keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, 18. pemeliharaan sarana, 19. pelayanan lain, 20. perpustakaan. Pelayanan kesehatan tersebut disediakan rumah sakit dalam bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu dan jam tertentu, rawat inap yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Pelayanaan Rawat Inap Rawat inap sebagai salah satu pelayanan yang ada di rumah sakit, merupakan bentuk perawatan dalam jangka waktu tertentu dimana pasien tinggal di rumah sakit. Umenta (1989), menyebutkan bahwa sistem penginapan pasien adalah fungsi rumah sakit, karena tanpa fasilitas ini rumah sakit tidak dapat membedakannya dengan upaya kesehatan lainnya.Bangsal, kamar termasuk segala perabotan harus memberi rasa nyaman bagi pasien, sehingga perawatan dan pengobatan dapat terlaksana secara efisien. Adapun rawat inap terdiri dari : (1) unit ruang perawatan umum, (2) unit ruang perawatan penyakit dalam, (3) unit ruang peraawatan bedah, (4) unit ruang perawatan obstetri dan ginekologi, (5) unit ruang peraawatan bayi, (6) unit ruang perawatan pediatri (Kepmenkes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992). 2.6.5. Pelayanan Perawatan Rawat Inap Undang-Undang No. 23/92 tentang Kesehatan, bahwa profesi keperawatan adalah merupakan profesi tersendiri yang setara dan mitra dari disiplin profesi kesehatan lainnya. Dalam melakukan registrasi dan praktik keperawatan, perawat diberi lisensi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 647/Menkes/SK/IV/2000 (Ismaini, 2001). Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan tau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Standar praktik menurut PPNI yang dikutip Nursalam (2001) tersebut dilaksanakan oleh perawat generalis maupun spesialis di seluruh tatanan pelayanan kesehatan di rumah sakit, Puskesmas maupun tatanan pelayanan kesehatan lain di masyarakat. Praktik keperawatan menurut PPNI (Ali, 2002) adalah tindakan pemberian asuhan keperawatan profesional baik secara mandiri maupun kolaborasi yang disesuaikan dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan ilmu keperawatan. praktik keperaawatan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Otonomi dalam pekerjaan 2. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat 3. Pengambilan keputusan yang mandiri 4. Kolaborasi dengan disiplin lain 5. Pemberian pembelaan (advocacy) dan 6. Memfasilitasi kepentingan pasien. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan di mana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam pekerjaan kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Aziz, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Praktik keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika, biomedik, perilaku, sosial), dan ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, diagnosis, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan evaluasi hasil-hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya (Kusnanto, 2004). Profesi keperawatan merupakan salah satu profesi luhur dibidang kesehatan. Pengertian pelayanan keperawatan sesuai WHO Expert Committee on Nursing adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi perawat, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu sosial (Aditama, 2003). Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab, dan kode etik profesi keperawatan (Nursalam, 2001). Sistem pelayanan perawat rawat inap terdiri dari (Kelompok Keperawatan CHS, 1989) : 1. Masukan : yaitu perawat, pasien dan fasilitas perawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Proses : yaitu intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi : keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Kemudian fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan. 3. Keluaran : yaitu berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan yang terpenuhi, aman nyaman, pasien puas, sesuai kaidah bio-psiko-sosio-spiritual. 4. Sistem informasi manajemen dan pengendalian. Sebagai pelayan profesional, keperawatan mempunyai karakteristik sebagai berikut (Scien E 1972; dalam PPNI 2001) : 1) Profesional, berbeda dengan amatir, terikat dengan pekerjaan seumur hidup dan merupakan sumber penghasilan utama; 2) mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan bagi pemilihan karier profesionalnya, dan mempunyai komitmen seumur hidup yang mantap terhadap kariernya; 3) memiliki kelompok ilmu pengetahuan yang mantap kokoh serta keterampila khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama; 4) profesional mengambil keputusan demi kliennya berdasarkan aplikasi prinsipprinsip dan teori-teori; 5) berorientasi kepada pelayanan, menggunakan keahlian demi kebutuhan klien ; 6) pelayanan yang diberikan kepada klien didasarkan kebutuhan objektif klien ; 7) mengetahui apa yang baik untuk klien, dan mempunyai otonomi dalam mempertimbangkan tindakannya ; 8) mempunyai kekuatan dan staatus dalam bidang keahliannya, dan pengetahuan mereka dianggap khusus (http://www. damandiri.or.id). Dalam memberikan pelayanan menurut Ali (2002), perawat harus melaksanakannya dengan :
Universitas Sumatera Utara
1. Disiplin Mengikuti tata tertib, norma-norma, kode etik sesuai dengan disiplin ilmu yang telah dikuasai. 2. Inovatif Perawat harus berwawasan luas dan harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berdasarkan kepada iman dan taqwa (IMTAQ). 3. Rasional Perawat harus berfikir dan bertindak secara rasional demi keselamatan pasien yang dirawat. 4. Integrated Perawat harus mampu bekerja sama dengan sesama profesi, tim kesehatan lain, pasien atau keluarga pasien berdasarkan azaz kemitraan. 5. Mampu dan mandiri Perawat harus mampu dann kompeten. 6. Ugem Perawat harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan berhasil. 2.6.6. Fungsi Pelayanan Keperawatan Rawat Inap Fungsi perawat menurut Aziz (2004) merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuia dengan perannya. Fungsi tersebut dapat brubah dengan keadaan
Universitas Sumatera Utara
yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya : fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen. a. Fungsi Independen Fungsi Independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam mlkukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhn cairan
dan elektrolit, pemenuhan
kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keaamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. b. Fungsi Dependen Fungsi
Dependen
merupakan
fungsi
perawat
dalam
melaksanakan
kegiatannya atas pesan dan instruksi dari perawat lain ataupun dari dokter. Sehingga ssebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat kepada perawat umum, atau perawat yang fungsinya sebagai perawat pelaksanan, juga dokter melimpahkan keperawat. c. Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberiaan pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita yang memiliki penyakit
Universitas Sumatera Utara
kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dokter maupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan kerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
2.7. Landasan Teoritis Keperawatan adalah proses kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan (Gillies, 2000). Ali (2002), menegaskan bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat. Pelayanan keperawatan adalah upaya untuk membantu individu baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan yang dimulai individu tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Perawat harus mempunyai pengetahuan, ketermpilan yang memadai tentang bagaiman obat-obat disiapkan dan diberikan kepada pasien juga harus mampu mengkaji efektivitas obat yang diberikan serta meendeteksi efek samping obat yang mungkin terjadi (Priharjo, 1993).
Universitas Sumatera Utara
WHO Collaborating Centre for Patien Safety (2007) menerbitkan sembilan solusi keselamatan pasien untuk mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit mendorong rumah sakit-rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamatan pasien rumah sakit. Pada penelitian ini teori Gibson akan dijadikan landasan teori utama untuk mengkaji hubungan pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat yang berorientasi pada keselamatan pasien.
2.8. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitiaan maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen
Praktik Keperawatan Pengetahuan Sikap Keterampilan
Variabel Dependen Keselamatan Pasien (Sembilan Solusi Keselamatan Pasien) Etika Pemberian Obat Terhadap Pasien Identifikasi Pasien Komunikasi Secara Benar Saat Serah Terima Pasien Tindakan Yang Tepat Terhadap Pasien Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated) Akurasi Pemberian Obat Pada Pasien Pemasangan Kateter Dan NGT Yang Tepat Terhadap Pasien Penggunaan Alat Injeksi sekali Pakai Terhadap Pasien Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan infeksi Nosokomial Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara