6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Tempat-Tempat Umum Tempat umum merupakan tempat penyebaran segala penyakit terutama penyakit-penyakit yang media transmisinya adalah makanan, minuman, udara dan air. Tempat umum sangat erat kaitannya dengan sanitasi dalam penularan penyakit (Mukono, 2000). Yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Yuliarsih et al., 2002). Maka sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit (Marsito, 2013). 2.2 Sanitasi Kolam Renang Kolam renang adalah suatu usaha bagi umum yang menyediakan tempat untuk berenang, berekreasi, berolahraga serta jasa pelayanan lainnya menggunakan air bersih yang telah diolah. Kolam renang sebagai tempat umum perlu memperhatikan sanitasi dalam mencegah penularan penyakit. Sanitasi kolam renang adalah suatu upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian atau pengawasan terhadap faktor lingkungan yang berada di kolam renang yang berpengaruh pada manusia guna memutuskan mata rantai penularan penyakit (Mukono, 2004).
6
Universitas Sumatera Utara
7
2.2.1
Syarat-Syarat yang Harus Diperhatikan dalam Pengawasan Sanitasi Kolam Renang
1. Penyediaan Air Kolam Renang Menurut Mukono (2000) air yang dipakai di dalam kolam renang sebaiknya harus sama kualitasnya dengan air minum sehingga memenuhi kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi. Sesuai dengan syarat air kolam renang PerMenKes No. 416/Menkes/Per/IX/1990 adalah sebagai berikut : a. Syarat Fisik Syarat fisik air kolam renang adalah bebas dari bau yang mengganggu, bebas dari benda terapung dan jernih. Piringan sechi yang diletakkan pada dasar kolam renang yang terdalam dapat dilihat jelas dari tepi kolam pada jarak lurus 9 meter. b. Syarat Kimiawi Persyaratan air kolam renang secara kimia adalah sebagai berikut : a) Kadar maksimum aluminium (Al) yang diperbolehkan adalah 0,2 mg/l. b) Air untuk kandungan kebasaan (CaCO3) antara 50-500 mg/L. c) Kadar oksigen terabsorbsi (O2) maksimum yang diperbolehkan 1 mg/L. d) pH antara 6,5-8,5. e) Sisa klor yang diperbolehkan adalah 0,2-0,5 mg/L. f) Tembaga sebagai Cu maksimum diperbolehkan adalah 1,5 mg/L.
Universitas Sumatera Utara
8
c. Syarat Mikrobiologi Syarat mikrobiologi air kolam renang adalah 200 jumlah koloni per 1ml untuk jumlah kuman, sedangkan untuk koliform total adalah nol dalam setiap 100ml. Menurut Isnawati et al. (2010) parameter kualitas air minum/air bersih yang ditetapkan dalam Permenkes hanya mencantumkan coli tinja dan total coliform sebagai indikator parameter mikrobiologis. Di luar negeri, misalnya Government Of British Columbia memasukkan E. coli, Enterococci, Pseudornonas uerogenosa dan Fecal coliforms sebagai kriteria indikator mikrobiologi, disamping merekomendasikan memonitor secara berselangseling, diantaranya adalah Candida albicans. 2. Kesehatan Kolam Renang Persyaratan
kolam
renang
sesuai
dengan
PerMenKes
No.
61/Menkes/Per/I/1991 menyangkut beberapa hal, yaitu : 1. Umum a. Lingkungan kolam renang harus selalu dalam keadaan bersih dan dapat mencegah
kemungkinan
terjadinya
penularan
penyakit
serta
tidak
memungkinkan bersarang dan berkembangbiaknya vektor penular penyakit. b. Bangunan kolam renang serta peralatannya harus memenuhi persyaratan kesehatan dan mencegah terjadinya kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
9
2. Tata Bangunan Setiap bangunan di lingkungan kolam renang harus ditata dan dipergunakan sesuai dengan fungsinya, serta memenuhi persyaratan kesehatan antara lain tidak mengakibatkan pencemaran terhadap air kolam renang. 3. Konstruksi Bangunan a. Lantai a) Setiap lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin dan mudah dibersihkan. b) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup (2-3 persen) kearah saluran pembuangan air limbah. b. Dinding a) Permukaan dinding harus mudah dibersihkan. b) Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air. c. Ventilasi Sistem ventilasi dapat menjamin peredaran udara di dalam kamar/ruang dengan baik. d. Sistem Pencahayaan a) Tersedia sarana pencahayaan dengan intensitas sesuai dengan fungsinya. b) Khusus untuk kolam renang yang dipergunakan pada malam hari, didalam kolam harus dilengkapi dengan lampu berkekuatan 12 volt.
Universitas Sumatera Utara
10
e. Atap Tidak bocor dan tidak memungkinkan terjadinya genangan air. f. Langit-langit a) Mudah dibersihkan. b) Tinggi minimal 2,5m dari lantai. g. Pintu Dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. 4. Kelengkapan Kolam Renang Selain area untuk renang, kolam renang minimal harus memiliki bagunan dan fasilitas : bak cuci kaki, kamar/pancuran bilas, kamar ganti dan penitipan barang/pakaian, kamar P3K, fasilitas sanitasi (bak sampah, jamban dan peturasan, serta tempat cuci tangan) dan gudang bahan-bahan kimia serta perlengkapan lain. 5. Persyaratan Bangunan dan Fasilitas Sanitasi a. Area untuk kolam renang a) Harus ada pemisahan yang jelas antara kolam renang dengan area lainnya sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat masuk. b) Kolam harus selalu terisi penuh dengan air. c) Maksimum jumlah perenang yang diizinkan sebanding dengan luas permukaan kolam dibagi dengan 3m2. d) Lantai, dinding kolam harus kuat, kedap air, rata, mudah dibersihkan, serta berwarna putih atau terang. Sudut-sudut dinding dan dasar kolam renang melengkung (konus).
Universitas Sumatera Utara
11
e) Saluran air yang masuk ke tempat kolam renang menjamin tidak terjadi hubungan langsung (cross connection) antara air bersih dan air kotor. Lubang pembuangan air kotor harus berada di dasar kolam yang paling rendah, berseberangan dengan lubang pemasukan air. f) Lubang saluran pembuangan kolam renang dilengkapi dengan ruji-ruji tidak membahayakan perenang. g) Pada kedalaman kurang dari 1,5m, kemiringan lantai kolam renang tidak lebih dari 10%, pada kedalaman lebih dari 1,5m kemiringan lantai kolam renang tidak lebih dari 30%. h) Dinding kolam renang harus rata dan vertikal, bila diperlukan fasilitas injakan, pegangan dan tangga, tidak diperbolehkan adanya penonjolan. i) Kolam renang harus dilengkapi dengan saluran peluap di kedua belah sisinya. j) Tangga kolam renang harus vertikal, dan terbuat dari bahan berbentuk bulat dan tahan karat. k) Lantai di tepi kolam renang yang kedap air memiliki lebar minimal 1m, tidak licin dan permukaanya miring ke luar kolam. l) Harus ada tanda-tanda yang jelas untuk menunjukkan kedalaman kolam dan tanda pemisah untuk orang yang dapat berenang dengan yang tidak dapat berenang. m) Apabila dilengkapi dengan papan loncat, papan luncur, harus sesuai dengan ketentuan teknis untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Bak cuci kaki untuk kolam renang a) Harus tersedia bak cuci kaki yang berukuran minimal panjang 1,5m dan lebar 1,5m serta dalam 20cm juga harus selalu terisi air yang penuh. b) Kadar sisa chlor pada air bak cuci kaki 2ppm. c. Fasilitas Sanitasi a) Kamar/pancuran bilas. 1. Harus tersedia pancuran bilas minimal 1 pancuran untuk 40 perenang. 2. Pancuran bilas untuk pria harus terpisah dari panuran bilas untuk wanita. b) Tempat sampah 1. Harus terbuat dari bahan yang cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya. 2. Mempunyai tutup yang mudah dibuka/ditutup tanpa mengotori tangan. 3. Mudah diisi dan dikosongkan/dibersihkan. 4. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan. 5. Sampah disetiap ruang di buang setiap hari. 6. Harus tersedia tempat pengumpulan sampah sementara yang tidak terbuat dari bak beton pemanen, tidak terjadi
Universitas Sumatera Utara
13
tempat perindukan serangga dan binatang pengerat serta terhindar dari gangguan binatang lain. 7. Tempat
pengumpul sampah sementara
harus terletak di
tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah minimal 3 kali 24 jam dikosongkan. c) Jamban dan Peturasan 1. Jamban untuk wanita terpisah dengan jamban pria. 2. Harus tersedia minimal 1 buah jamban untuk tiap 40 orang wanita dan 1 buah jamban untuk tiap 60 orang pria. 3. Harus tersedia 1 buah peturasan untuk tiap 60 orang pria. 4. Apabila
kapasitas
kolam
renang
kurang
dari
jumlah
pengunjung diatas, maka harus disediakan minimal 2 buah jamban dan 2 buah peturasan untuk pria dan 3 buah jamban untuk wanita. 5. Jamban kedap air dan tidak licin, dinding berwarna terang, jamban leher angsa, ventilasi dan penerangan cukup, tersedia air pembersih yang cukup, luas lantai minimal 1m2. 6. Kontruksi peturasan terbuat dari bahan kedap air, tahan karat, sistem leher angsa, luas lantai minimal 1,5m2. 7. Bila peturasan dibuat sistem talang atau memanjang, maka untuk tiap satu peturasan panjangnya minimal 60cm.
Universitas Sumatera Utara
14
d) Tempat cuci tangan 1. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, pengering tangan dan cermin. 2. Terletak di tempat yang mudah dijangkau dan berdekatan dengan jamban peturasan dan kamar ganti pakaian. e) Gudang bahan kimia 1. Tersedia gudang khusus tempat pengelolaan bahan – bahan kimia. 2. Penempatan
kalsium
hipoklorit
harus
terpisah
dengan
alumunium sulfat atau bahan – bahan kimia lainnya. 6. Perlengkapan Lain a. Tersedia papan pengumuman yang berisi antara lain : larangan berenang bagi penderita penyakit kulit, penyakit kelamin, penyakit epilepsy, penyakit jantung dan lain–lain. b. Tersedia perlengkapan pertolongan bagi perenang antara lain : pelampung, tali penyelamat dan lain–lain. c. Untuk kolam renang selain perlengkapan seperti tersebut pada huruf a, dan b, harus tersedia : a) Alat untuk mengukur kadar pH dan sisa chlor air kolam renang secara berkala. b) Hasil pengukuran sisa chlor dan pH air kolam renang, diumumkan kepada pengunjung melalui papan pengumuman. c) Tersedia tata tertib berenang dan anjuran kebersihan.
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.2 Sisa Klor Klorida adalah senyawa halogen khlor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya NaCl sangat tidak beracun, tetapi karbonil khlorida sangat beracun. Di Indonesia khlor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak, Cl akan menimbulan rasa asin, korosi pada pipa sistem penyediaan air panas. Sebagai desinfektan, residu khlor di dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi khlor ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (CL-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa karsinogenik. Oleh karena itu di berbagai negara maju sekarang ini khlorinasi sebagai proses desinfeksi tidak lagi digunakan (Slamet, 1996). Sisa klor adalah kadar klor yang tersisa setelah proses desinfeksi. Sisa klor yang terlalu kecil tidak dapat diandalkan untuk tujuan penyimpanan dan keamanan konsumen. Sedangkan sisa klor yang terlalu besar dapat menimbulkan bau tidak enak pada air dan berbahaya bagi kesehatan (Chandra, 2006). 2.2.3 Desinfeksi Desinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih tersisa dan menyediakan klorin sisa (Chandra, 2006). Lebih dari 50% bakteri yang berbahaya di dalam air akan mati dalam waktu 2 hari dan 90% akan mati pada akhir 1 minggu. Klorin telah terbukti merupakan desinfeksi yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan banyak makhluk mikroskopis (Linsley, 1991). Bahan – bahan desinfeksi yang dipakai tidak boleh membahayakan, dapat diterima masyarakat pemakai, serta mempunyai efek desinfeksi untuk waktu yang
Universitas Sumatera Utara
16
cukup lama. Beberapa cara desinfeksi yang dapat dilakukan (Handayani, 2008), yaitu dengan : 1. Penggunaan ozon (ozonisasi). 2. Penyinaran dengan sinar ultra violet. 3. Perebusan. 4. Penambahan senyawa klor (klorinasi). 2.2.4 Penambahan Senyawa Klor (Klorinasi) Klorinasi adalah proses pemberian klorin pada air yang telah difiltrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Proses klorinasi ini banyak digunakan dalam mengolah limbah industri, air kolam renang dan air minum di negara-negara berkembang karena biayanya relatif lebih murah, mudah dan efektif sebagai desinfektan. Senyawa-senyawa klor yang banyak digunakan dalam proses klorinasi umumnya adalah gas klorin, senyawa hipoklorit, klorin dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurat dan kloramin. Kegunaan pemakaian klorin : 1. Bersifat bakerisidal dan germisidal. 2. Dapat mengoksidasi zat besi, manganese dan hidrogen sulfid. 3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak. 4. Dapat digunakan untuk mengendalikan perkembangan algae dan organisme penghasil lumut yang dapat merubah bau dan rasa pada air. 5. Dapat membantu proses koagulasi (Chandra, 2006).
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.5 Cara Kerja Klorin Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini akan dinetralisir oleh sifat basa dari klorin sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipoklorit. Reaksi kimia : H2O + Cl2
HCl + HOCl
HOCl
H+ + OCl-
Klorin sebagai desinfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl-). Klorin dapat bekerja dengan efektif sebagai desinfektan jika bekerja dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat desinfektan yang dimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang. Prinsip pemberian klorin : Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan klorinasi yaitu : 1. Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses klorinasi. 2. Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara seksama agar dapat digunakan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dan membunuh kuman patogen serta tetap terdapat sisa klorin bebas dalam air. 3. Tujuan klorinasi pada air adalah untuk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l (nilai batas aman) di dalam air untuk membunuh kontaminasi kuman patogen pada saat penyimpanan dan distribusi air.
Universitas Sumatera Utara
18
4. Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin yang dapat dipakai untuk membunuh kuman patogen dan untuk mengoksidasi bahan organik serta tetap dapat menyisakan klorin bebas sebesar 0,2 mg/L di dalam air (Chandra, 2006). 2.2.6 Metode klorinasi Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian gas klorin, kloramin, atau perkloron. Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas klorin ini disebut sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah Paaterson’s Chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006). 2.2.7 Perhitungan Kebutuhan Klor Menurut Ramadhina (2013) dosis klor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Harus dilakukan pengukuran DPC (Daya Pengikat Chlor). 2. Sisa klor antara 0,2 – 0,5 mg/L. Prechlorinasi harus dilakukan dengan DPC Penetapan DPC: 1. Siapkan labu erlenmeyer 500 ml/botol yang berisi sebanyak 3 buah. 2. Siapkan larutan kaporit 0,1% (0,1 gram/100ml air).
Universitas Sumatera Utara
19
3. Isi contoh air baku 250ml yang sudah disaring ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan larutan kaporit masing-masing 0,5ml; 0,75ml; 1,0ml ke dalam labu erlenmeyer. 4. Kocok dan simpan di ruang gelap selama 30 menit. 5. Periksa dan catat sisa klor dari masing-masing labu erlenmeyer. Hitung DPC dengan rumus: DPC = ([ 1000/250 x V x M ] – D) mg/L Keterangan: V = ml larutan kaporit 0,1% yang ditambahkan. M = kadar kaporit dalam air (misalnya = 60%). D = sisa klor dalam air. Pendosisan gas klor: 1. Debit air Instalasi = 1500 l/det. 2. Misalnya daya pengikat klor untuk air baku = 1,8 mg/L. 3. Sisa klor yang diinginkan 0,5 mg/L. 4. Dosis (Rs) = 1,8 mg/l + 0,5 mg/L = 2,3 mg/L. 5. Klor aktif gas klor = 99,9% = 100%. Jumlah gas klor yang dibutuhkan : = 1500 l/det x 2,3 mg/L = 3,45 g/det = 12,42 ≈ 12,5 kg/jam.
Universitas Sumatera Utara
20
2.3 Tipe-Tipe Kolam Renang Kolam renang menurut cara pengisian airnya dibagi dalam tiga tipe menurut PerMenKes No. 61/Menkes/Per/I/1991, yaitu : 1. Fill Draw Type Semua air kolam renang yang terlihat sudah kotor dibuang, kolam dibersihkan, lalu dimasukkan air yang baru dan bersih. Dasar penentuan air sudah kotor atau belum dapat dipakai, yaitu : a. Secara fisik terlihat air memang sudah keruh atau kotor. b. Menghitung jumlah orang yang mandi sampai jumlah tertentu dihitung dari karcis yang terjual. 2. Flow-Through Type Air terus menerus mengalir, jadi air selalu diganti dengan air yang baru. Ini merupakan tipe terbaik, tetapi sangat boros dengan pemakaian air. Mungkin bisa dilakukan jika letak kolam renang berdekatan dengan aliran air sungai yang setelah melalui pengolahan dialirkan kedalam kolam renang. 3. Recirculating Type Pada tipe ini air kolam renang dialirkan melalui saringan (filter), air yang telah bersih diberi desinfektan, lalu dialirkan kembali kedalam kolam renang. Tipe ini yang terbanyak dipakai terutama untuk kolam renang di kota-kota dimana harga air bersih cukup tinggi. Bagi kolam renang tipe resirkulasi maka pengolahan airnya merupakan hal yang sangat penting, sebab kualitas air kolam tersebut untuk seluruhnya adalah
Universitas Sumatera Utara
21
bergantung kepada bagaimana air tersebut diolah (hasil pengolahan). Dibawah ini skema instalasi-instalasi pada sebuah kolam renang tipe resirkulasi terdiri atas.
Cara-cara membersihkan/menyaring air kolam : Air kolam yang sudah kotor (terpakai) keluar melalui outlet dan dialirkan terus ke chemical feeder, hair catcher, screen chamber, filter dan chlorine feeder dan setelah bersih dikembalikan melalui inlet ke dalam kolam lagi. Fungsi dari instalasi-instalasi penyaringan : 1. Chemical feeder : terdiri atas tiga tempat (pot) berbentuk silinder a. Pot I berisi tawas (Al2O4)3 b. Pot II berisi kapur (CaCO3 atau soda ash (Na2CO3)) c. Pot III berisi prusi (CuSO4) Ketiga pot ini diisi larutan zat-zat kimia tersebut dan dialirkan/diteteskan melalui pipa kecil ke dalam peredaran air kolam. a. Zat tawas dengan zat kapur/soda ash adalah zat-zat koagulasi yaitu bahan kimia yang dapat melaksanakan proses koagulasi.
Universitas Sumatera Utara
22
b. Zat prusi (CuSO4) berguna untuk membasmi lumut yang dapat menimbulkan kekeruhan atau bau-bauan tidak enak dari air. 2. Hair catcher Adalah penangkap rambut, pada alat ini rambut ditangkap dengan maksud tidak merusak pompa-pompa air. 3. Screen chamber, terdiri dari : a. Two compartment screen chamber (bak pengendap bilik dua) b. Tree compartment screen chamber (bak pengendap bilik tiga) Beberapa fungsi screen chamber : a. Bak pengendap (sedimentation tank) b. Bak pemeriksa (surge tank) c. Bak keseimbangan (balanching tank) d. Bak pematah arus (flow breakage tank) Filter, terdiri dari 3 : a. Filter diatomea (bahan penyaring adalah ganggang diatomea) b. Filter pasir cepat (bahan penyaring adalah pasir) c. Filter antharalift (bahan penyaring digunakan batu-batu antharalift) 4. Chlorine feeder Yaitu alat untuk memberikan zat-zat khlor kedalam air guna maksud pendesinfeksian (penghapushamaan). Chlorine feeder ada 3 macam : a. Pot feeding : pemberian khlor dalam bentu larutan b. Chlorinator : pemberian khlor dalam bentuk gas
Universitas Sumatera Utara
23
c. Batc feeding : pemberian khlor dengan cara menarik karung goni yang berpori-pori yang berisi kaporit dengan tali dari satu sudut ke sudut lain dari kolam. Pertanaman disekeliling kolam harus harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Minimal 5 m dari tepi kolam harus diplester. b. Antara 5-10 m ditanami rumput. c. Antara 10-15m dapat ditanami bunga-bungaan atau antara lain tanaman rumput yang rendah. d. Minimal 15m dari tepi kolam dapat ditanami pohon-pohon yang besar. Hal ini untuk mencegah agar air kolam renang jangan dikotori oleh daundaunan atau ranting-ranting. Selain itu pohon-pohon besar yang ditanami terlalu dekat pada kolam akan menimbulkan kelembaban pada halaman dibawahnya dan dapat menimbulkan lumut dengan subur Depkes (1983). 2.4 Penyakit-Penyakit yang Bisa Ditularkan Melalui Kolam Renang Penyakit-Penyakit yang bisa ditularkan melalui kolam renang menurut Permenkes No. 61/Menkes/Per/I/1991, yaitu : 1. Penyakit mata : Conjunctivitis, keratitis, karena virus, bakteri atau jamur. 2. Penyakit telinga : OMA (Otitis Media Acuta), OMP (Otitis Media Perforata), Otitis Eksterna. 3. Penyakit hidung: Flu, sinusitis, dll.
Universitas Sumatera Utara
24
4. Penyakit tenggorokan : Pharyngitis, Tonsilitis, Diephteri, dll. 5. Penyakit perut: Typhus abdominalis, paratyphus, disentri, hepatitis, gastroenteritis, dll. 6. Penyakit syaraf : Poliomyelitis. 7. Kecelakaan-kecelakaan. 8. Iritasi mata oleh karena: 1. Kadar sisa khlor terlalu tinggi. 2. pH air yang terlalu rendah. 9. Penyakit kulit : Penyakit kulit termasuk Scabies, impetigo, panau, dermatitis, ekzeem dan kurap air. Kadas/kurap/kutu air sebenarnya disebabkan oleh jamur yang sama yaitu golongan dermatofitosis (Suci, 2014). Menurut Siregar (2004) kandidiasis pada selasela jari dan kaki sering dikenal sebagai kutu air dimana penyebab utamanya adalah Candida albicans yaitu kandidiasis intertriginosa (infeksi pada lipatan kulit). 2.4.1 Sifat-Sifat Candida albicans Candida adalah genus jamur mirip ragi yang biasanya bagian dari flora normal mulut, kulit, saluran pencernaan dan vagina (Hermawan, 2013). Menurut Simatupang (2009) Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa, selaput pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Di tempat-tempat ini ragi dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
25
dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun baik secara lokal maupun sistemik. Candida kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan, terutama jika imunitas berperantara sel terganggu. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila dimasukkan secara intravena (kateter, jarum, hiperalimentasi, penyalahgunaan narkotika dan sebagainya). Lebih dari 150 spesies Candida telah diidentifikasi. Sebanyak paling sedikit tujuh puluh persen infeksi Candida pada manusia disebabkan oleh Candida albicans (Simatupang, 2009). Candida albicans adalah jamur diploid dan agen oportunistik yang mampu menyebabkan infeksi pada daerah oral dan genital pada manusia. Candida albicans adalah sebagian dari mikroorganisme flora normal rongga mulut, mukosa membran, dan saluran gastrointestin. Candida albicans mengkolonisasi di permukaan mukosa pada waktu atau sesudah kelahiran manusia dan resiko untuk terjadinya infeksi selalu didapat (Geo et al., 2004). Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4.5-6.5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28˚C – 37˚C. Candida albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada
Universitas Sumatera Utara
26
Candida albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 suasana aerob (Atni, 2010). Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan dalam proses perlekatan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut memberi bentuk pada sel dan melindungi sel yeast dari lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400nm (Atni, 2010). 2.4.2 Patogenesis Candida albicans Pada Kejadian Kandidiasis Delapan puluh persen orang normal menunjukkan kolonisasi Candida albicans pada orofaring, traktus gastrointestinalis dan vagina. Perkembangan penyakit karena spesies Candida bergantung pada interaksi kompleks antara organisme yang patogen dengan mekanisme pertahanan tubuh pejamu. Infeksi kandida merupakan infeksi oportunistik yang dimungkinkan karena menurunnya pertahanan tubuh pejamu juga karena menggunakan air tercemar (Mulyati et al., 1994). Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insidens kolonisasi dan infeksi kandida adalah : 1. Faktor mekanis : trauma (luka bakar, abrasi), oklusi lokal, lembab dan atau maserasi, gigi palsu, bebat tertutup atau pakaian dan kegemukan. 2. Faktor nutrisi : avitaminosis, defisiensi besi (kandidiasis mukokutaneus kronis), defisiensi folat, vitamin B dan malnutrisi generalis.
Universitas Sumatera Utara
27
3. Perubahan fisiologis : umur ekstrim (sangat muda/sangat tua), kehamilan, kandidiasis vulvoganitis terjadi pada 50% wanita hamil terutama pada trimester terakhir dan menstruasi. 4. Penyakit sistemik : down’s syndrome, akrodermatitis enteropatika, penyakit endokrin
(diabetes
mellitus,
penyakit
cushing,
hipoadrenalisme,
hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), uremia, keganasan terutama hematologi (leukemia akut, agranulositosis), timoma, imunodefisiensi (sindroma AID, sindroma imunodefisiensi kombinasi berat, defisiensi myelo peroksidase, sindroma chediak–higashi, sindroma hiper immunoglobinemia E, penyakit granulomatosus kronis, sindroma di George, sindroma nezelof). 5. Penyebab iatrogenik : pemasangan kateter, dan pemberian IV, radiasi sinar-X (xerostomia), obat-obatan (oral – parenteral – topikal - aerosol), antara lain : kortikosteroid dan imunosupresi lain, antibiotik spektrum luas, metronidazol, trankuilaiser, kontrasepsi oral (estrogen), kolkhisin, fenilbutason, histamine 2blocker (Suyoso, 2013). 6. Umur : orang tua dan bayi lebih mudah terinfeksi karena status imunologisnya tidak sempurna. 7. Iklim panas dan kelembaban menyebabkan banyak keringat terutama pada lipatan kulit, menyebabkan kulit maserasi dan ini mempermudah invasi kandida. 8. Kebiasaan dan pekerjaan yang banyak yang berhubungan dengan air mempermudah invasi kandida.
Universitas Sumatera Utara
28
9. Kebersihan dan kontak dengan penderita yang sudah terkena infeksi kandidiasis di mulut dapat menularkan infeksi kepada pasangannya melalui ciuman (Siregar, 2004). Faktor penting lainnya adalah perbedaan virulensi di antara spesies Candida juga dalam mulainya infeksi kandida termasuk perlekatan Candida dengan sel epitel dan invasi berikutnya. Mekanisme invasi masih tidak jelas tetapi mungkin menyangkut kerja enzim keratinolitik, fosfolipase atau enzim proteolitik galur spesifik. Pseudohifa dapat menembus intraselular kedalam korneosit. Ruang terang terlihat di sekitar kandida, menandakan suatu proses lisis jaringan kulit epitel yang sedang berlangsung. Bentuk hifa maupun ragi (yeast) keduanya dapat menembus jaringan pejamu dan kedua bentuk menunjukkan virulensi yang potensial dan berperanan infeksi pada manusia. Bentuk hifa mempercepat kemampuan Candida invasi jaringan (Suyoso, 2013). 2.4.3
Morfologi dan Identifikasi Candida albicans dengan Pemeriksaan Langsung dan Biakan Morfologi dan identifikasi Candida albicans dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan, yaitu : 1. Pemeriksaan Mikroskopik : Pemeriksaan mikroskopik melalui dahak, eksudat, trombib dan sebagainya dapat diperiksa dengan sediaan mikroskopik yang diwarnai Gram, terhadap pseudohifa dan sel-sel bertunas. Kerokan kulit atau kuku diletakkan pada tetesan kalium hidroksida 10% (Jawetz et al., 1984). Pada sediaan apus, Candida tampak sebagai ragi lonjong, bertunas, gram-positif, berukuran 2-3 x
Universitas Sumatera Utara
29
4-6 µm, dan sel-sel bertunas yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa) (Brooks et al., 1996).
Gambar 1. Bentuk mikroskopis Candida albicans 2. Pemeriksaan dengan media Sabouraud's Dextrose Agar Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat Sabouraud's Dextrose Agar yang dikultur pada temperatur 37°C, umumnya berbentuk bulat seperti pasta, berwarna krem dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang lebih tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape (Nurhasanah, 2010).
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 2. Candida albicans pada Sabouraud's Dextrose Agar 2.4.4 Pengobatan Candida albicans pada Kejadian Kandidiasis 1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi. Lesi-lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan daerah-daerah tersebut tetap sejuk, berbedak, kering dan penghentian pemakai antibiotika. 2. Topikal a. Larutan ungu gentian ½-1% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari. b. Nistatin, berupa krim, salap dan emulsi. c. Amfoteresin B. d. Grup azol anatara lain : a) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak. b) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim. c) Tiokonazol, bufanazol, isokonazol.
Universitas Sumatera Utara
31
d) Siklopiroksolamin 1%, larutan krim. e) Antimikotik lain yang berspektrum luas. 3. Sistemik a. Dimulai terapi dengan fluconazol (Simatupang, 2009). 2.4.5 Pencegahan Candida albicans Pada Kejadian Kandidiasis Tindakan pencegahan yang paling penting adalah menghindari gangguan keseimbangan pada flora normal dan gangguan daya tahan inang. Infeksi kandida tidak menular, karena sebagian individu dalam keadaan normal sudah mengandung organisme tersebut. Tindakan pencegahan ini efektif pada pasien dengan risiko tinggi (Simatupang, 2009). Tindakan pencegahan setelah berenang dapat dilakukan dengan segera mengganti pakaian yang kering daripada duduk dengan pakaian renang yang basah dalam waktu yang lama (Hendrawati, 2008). American Chemistry Council (2010) mengeluarkan tips terkait kolam renang, yaitu basahi tubuh dengan air kamar mandi sebelum masuk ke kolam, jangan biarkan berlama-lama berendam di air kolam dan saat istirahat siram tubuh dengan air. Menurut Judarwanto (2010) selesai berenang segera mandi dengan sabun antiseptik dan mengeringkan badan. Menurut Kurniasih (2011) membersihkan diri setelah berenang di tempat bilasan kolam renang dan sesampainya di rumah. 2.4.6 Keluhan Kesehatan Karena Candida albicans pada Air Kolam Renang Keluhan kesehatan karena Candida albicans pada air kolam renang adalah penyakit kulit (kandidiasis kutis), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
32
1. Kandidiasis intertriginosa Kandidiasis intertriginosa dimana lesi-lesi timbul pada tempat predileksi, yaitu daerah–daerah lipatan kulit, seperti ketiak, bawah payudara, lipat paha, intergluteal, antara jari-jari tangan dan jari-jari kaki, sekitar pusat dan lipat leher. Kelainan yang tampak berupa kemerahan kulit yang berbatas tegas, erosi dan bersisik. Lesi-lesi tersebut sering dikelilingi oleh lesi-lesi satelit berupa vesikelvesikel dan pustula milier, yang bila memecah meninggalkan daerah-daerah yang erosi dan selanjutnya dapat berkembang menyerupai lesi-lesi primernya. Kelainan pada sela-sela jari sering ditemukan pada orang yang banyak berhubungan dengan air, seperti tukang cuci atau petani di sawah, orang-orang yang memakai kaus dan sepatu terus menerus. Kandidiasis pada kaki dan sela-sela jari ini sering dikenal sebagai kutu air. Kulit di sela-sela jari menjadi lunak, terjadi maserasi dan dapat mengelupas menyerupai kepala susu. Faktor predisposisi kandidiasis intertriginosa ini ialah diabetes melitus, kegemukan, banyak keringat, pemakaian obat-obat antibiotik, kortikosteroid, sitostatik dan penyakit-penyakit yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun (Siregar, 2004). 2. Kuku Kandidiasis kuku sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuklekuk. Kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium. Rasa nyeri, bengkak
Universitas Sumatera Utara
33
kemerahan
pada
lipat
kuku,
yang menyerupai
paronikia
piogenik
dapat
mengakibatkan penebalan dan alur transversal pada kuku dan akhirnya kuku tanggal (Kuswadji, 1999). Menurut Kurniasih (2011) penyakit kulit sering ditimbulkan dari kolam renang. Penyakit kulit tersebut diakibatkan oleh jamur. Tumbuhnya jamur pada kulit tidak langsung seketika pada saat berenang namun dirasakan pada satu hari setelah berenang. 2.5 Keluhan Kesehatan Karena Sisa Klor Pada Air Kolam Renang Penyakit mata akan memberikan keluhan berupa mata merah, mata terasa gatal, mata kotor atau belek, mata terasa sakit dan banyak air mata. Bila terdapat salah satu gejala tersebut maka diperlukan pemeriksaan mata dan perawatan khusus. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut misalnya konjungtivitis. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah arteri konjungtiva posterior dan arteri siliar anterior maka akan terjadi mata merah. Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtival dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, mata kering (dry eyes), kurang tidur, iritasi akibat klorida, asap dan benda asing, ataupun injeksi pada jaringan konjungtiva. Gejala umum pada konjungtivitis adalah mata merah, sekret atau mata kotor, dan pedas seperti kelilipan. Konjungtivitis akan mengenai kedua mata akibat mengenai mata yang sebelahnya. Bila hanya terdapat pada satu mata maka ini biasanya hanya disebabkan alergi atau moloskum kontagiosum. Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi
Universitas Sumatera Utara
34
lambat sesudah beberapa hari kontak seperti reaksi terhadap obat, reaksi, dan toksik. Reaksi alergik dari hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan keluhan berupa mata gatal, panas, berair dan mata merah. Umumnya konjungtivitis alergi disebabkan oleh bahan kimia (Ilyas, 2008). Mata menjadi merah umumnya bukan karena kemasukan bakteri, mata merah karena kaporit pada air kolam renang, dimana kaporit mengandung antiseptik yang dapat melindungi mata dari berbagai zat berbahaya. Untuk mata merah setelah berenang tidak perlu khawatir karena hal ini tidak berbahaya dan dapat pulih dengan sendirinya (Indriasari, 2009). Iritasi mata dapat diredakan dengan diberi obat tetes atau salep mata yang mengandung antibiotik dan istirahatkan mata secukupnya. Untuk membersihkan mata tidak perlu boor water, dengan air bersih sudah cukup kemudian segera ke dokter, jangan ditunda lagi, karena iritasi yang terlanjur parah menyebabkan pterigium (daging tumbuh), yang lama-kelamaan dapat menutupi pupil mata dan mengganggu penglihatan (Indriasari, 2009). Pengobatan diutamakan dengan cara menghindarkan penyebab dengan pencetus penyakit dan memberikan astringen kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya (Ilyas, 2008). Pencegahan dengan berenang memakai kacamata khusus renang yang memiliki ukuran yang sesuai dan tidak longgar agar dapat menahan air tidak masuk ke mata (Kurniasih, 2011).
Universitas Sumatera Utara
35
2.6 Kerangka Konsep
Sanitasi Kolam Renang
Sisa klor
Keluhan Kesehatan 1. Ada keluhan 2. Tidak ada keluhan
Candida albicans
Universitas Sumatera Utara