BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori tentang Dukungan Organisasi II.1.1. Pengertian Dukungan Organisasi Eisenberger, et. al., 1986; Rhoades & Eisenberger, 2002; dalam Shannock (2006) menyatakan: Persepsi Dukungan Organisasi mengacu pada persepsi pegawai mengenai sejauhmana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Hal ini didasarkan pada teori pertukaran sosial atau social exchange teory dimana hubungan antara pegawai dan organisasinya adalah merupakan suatu hubungan pertukaran, misalnya suatu pegawai mau bekerja disuatu organisasi karena pegawai tersebut hendak mempertukarkan usaha dan loyalitasnya dengan imbalan material sosioemosional tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pegawai mempunyai harapan akan adanya dukungan organisasi terhadap kebutuhan mereka. Teori tentang dukungan organisasi dibangun karena adanya harapan ini dalam diri pegawai. (Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa, 1986:500) Berdasarkan penelitian yang dilakukannya Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa bahwa pegawai menganggap kerja adalah suatu bentuk pertukaran dengan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan-kebutuhannya sehingga mereka selalu melakukan penilaian apakah organisasi mempunyai perhatian terhadap segala jerih payah yang telah disumbangkan dan mampu memberikan imabalan yang memadai, atau dengan kata lain, jika pegawai bekerja secara ekstra, apakah organisasi akan memberikan imbalan yang lebih pula? Pegawai juga menilai apakah kebutuhan sesioemosionalnya seperti kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan juga terpenuhi. Untuk menentukan kesiapan organisasi dalam memberikan penghargaan terhadap setiap jerih payah yang dilakukan dan untuk memenuhi sosioemosionalnya, pegawai membentuk suatu keyakinan umum tentang seberapa jauh organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Eisenberger et. al., menjelaskan bahwa dukungan organisasi pegawai dibangun oleh perlakukan-perlakuan organisasi yang diterima misalnya dalam pembayaran honorarium, kenaikan jabatan, pemerkayaan pekerjaan, dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan organisasi. Penilaian pegawai terhadap organisasi juga dilakukan dengan memperhatikan frekuensi, kesungguhan dan ketulusan organisasi dalam memberikan pernyataan perhargaan dan pengakuan terhadap hasil usaha mereka (1986: 501). Pemberian penghargaan atau penciptaan kondisi kerja yang menyenangkan, jika dilakukan karena kemauan organisasi sendiri akan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap dukungan organisasi dibandingkan dengan jika diberikan karena tekanan dari luar misalnya tekanan serikat pekerja atau peraturan perundangan. (Rhoades and Eisenberger, 2002: 698).
Universitas Sumatera Utara
Teori dukungan organisasi dalam Eisenberger et. al., dalam Justin (2003): Teori dukungan organisasi bahwa pembentukan persepsi dukungan organisasi didukung oleh kecenderungan pegawai yang menganggap organisasi memiliki karakteristik seperti manusia. Yang dimaksud dengan karakteristik disini adalah norma balas membalas (norm of recipocity). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gouldner, manusia mempunyai norma balas membalas. Orang yang telah menerima suatu keuntungan tertentu akan mempunyai rasa kewajiban untuk membalas apa yang telah diterimanya (dalam Eisenberger, Fasolo & Davis-LaMastro, 1990: 51). Levinson dalam Jastin menyatakan (2003) menyatakan: Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh agen organisasi dipandang sebagai tindakan dari organisasi. Perilaku manajemen dan kebijakan-kebijakan organisasi merupakan dasar bagi pegawai untuk menginterpretasikan mengenai dukungan organisasi. Persepsi dukungan organisasi akan meningkat jika organisasi terlihat menerapkan reward yang baik, peluang peningkatan karir, dan kebijakan-kebijakan positif di tempat kerja. Organization Support Theory dalam Eisenberger et. al., dalam justin (2003) menganggap bahwa dukungan organisasi menghasilkan suatu perasaan wajib bagi pegawai untuk membantu organisasi mencapai tujuannya, meningkatkan komitmen terhadap organisasi dan pengharapan bahwa kinerja yang tinggi akan dicatat dan dihargai. Dukungan organisasi juga menghasilkan perasaan wajib bagi pegawai untuk menjaga kesejahteraan organisasi yang dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya. Oleh karena itu dukungan organisasi memberikan hasil positif untuk pegawai dan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
II.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Organisasi Dukungan organisasi dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki oleh individu, serta pengamatan mengenai keseharian organisasi dalam memperlakukan seseorang. Dalam hal ini sikap organisasi terhadap ide-ide yang dilontarkan oleh pegawai, respon terhadap pegawai yang mengalami masalah serta perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan dan kesehatan pegawai merupakan tiga aspek yang menjadi perhatian utama dari pegawai. Ketiga aspek yang menjadi perhatian utama dari pegawai yaitu: 1. Sikap Organisasi Terhadap Ide-Ide Pegawai Dukungan organisasi dipengaruhi oleh sikap organisasi terhadap ide-ide yang dilontarkan oleh pegawai. Bila organisasi melihat ide dari pegawai sebagai sumbangan yang kontruktif, yang mungkin saja dapat diwujudkan melalui perencanaan yang matang, maka individu yang bekerja ditempat tersebut memiliki persepsi yang positif akan dukungan organisasi terhadap diri mereka. Sebaliknya, dukungan organisasi akan akan menjadi negatif bila perusahaan selalu menolak ide dari pegawai dan segala sesuatu merupakan keputusan dari pimpinan puncak. 2. Respon Terhadap Pegawai Yang Menghadapi Masalah Dukungan organisasi juga dipengaruhi oleh respon terhadap pegawai yang menghadapi masalah. Bila organisasi cenderung untuk berdiam diri dan tidak memperlihatkan usaha untuk membantu individu yang terlibat masalah, maka
Universitas Sumatera Utara
pegawai akan melihat bahwa tidak ada dukungan yang diberikan organisasi terhadap pegawai. 3. Respon Terhadap Kesejahteraan dan Kesehatan Pegawai Perhatian organisasi akan kesejahteraan pegawai juga mempengaruhi tingkat persepsi dukungan organisasi pegawai. Pegawai yang melihat bahwa organisasi berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan individu yang bekerja didalamnya, akan melihat hal ini sebagai suatu hal yang positif. Pegawai melihat bahwa organisasi memberikan dukungan agar setiap orang dapat bekerja secara optimal demi tercapainya tujuan bersama. Pada dasarnya dukungan organisasi merupakan suatu persepsi pegawai bahwa dirinya dihargai dan diperhatikan oleh organisasi atau perusahaan tempatnya bekerja. Bila organisasi memperhatikan dan menghargai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mencapai tujuan perusahaan maka individu akan mempersepsikan bahwa organisasi memberikan dukungan terhadap mereka. (Eisenberger et. al., dalam Allen and Brady, 1997) Rhoades and Eisenberger (2002) menyatakan, “Kepedulian, rasa dihargai dan keanggotaan diyakini berhubungan dukungan organisasi, untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosional pegawai sehingga peran dan identitas sosial menjadi terintegrasi dengan organisasi“.
Universitas Sumatera Utara
II.2. Teori tentang Kinerja II.2.1. Pengertian Kinerja Mangkunegara (2000), menyatakan, “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Hasibuan (2001), mengemukakan, “kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Mahsun (2006), menyatakan, “kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”. Daft (2007), menyatakan, “kinerja yaitu kemampuan organisasi untuk mempertahankan tujuannya dengan menggunakan sember daya secara efektif dan efisien. Rivai (2005), menyatakan, “kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanankan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran dan criteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama”.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah kesedian seseorang
atau
kelompok
orang
untuk
melakukan
sesuatu
kegiatan
dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. II.2.2. Teori tentang Penilaian Kinerja Penilaian Kinerja pegawai dilakukan untuk mengetahui prestasi yang dapat dicapai oleh setiap pegawai. Penilaian ini penting bagi setiap pegawai dan berguna bagi
setiap
organisasi
untuk
menetapkan
kebijakan
tindakan
selanjutnya.
Sebagaimana dijelaskan dibawah ini : Penilaian Kinerja menurut Dessler (2006), “Suatu prosedur yang meliputi : penetapan standart kerja, penilaian kinerja nyata pegawai yang berkaitan dengan standart kerja, dan penyediaan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi pegawai tersebut untuk menghilangkan kekurangan kinerja atau meneruskan kinerja yang labeih baik. Sehingga penilaian kinerja merupakan mekanisme yang dapat digunakan untuk menilai apakah kinerja pegawai sudah sesuai dengan standart kerja perusahaan, dan sebagai media untuk memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya”. Dharma (2005) menyatakan, “penilaian kinerja merupakan system formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara periodic yang ditentukan oleh organisasi”. Siswanto (2002) menyatakan, “penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen, untuk menilai tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/ deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun”.
Universitas Sumatera Utara
Soeprihanto (2000) menyatakan “penilaian kinerja adalah system
yang
digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang pegawai telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan”. Rivai (2005) menyatakan, “penilaian kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standart hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditemukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Untuk memperluas wawasan, kinerja kerja seseorang didefenisikan sebagai sesuatu yang ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan dan motivasi, bisa saja menunjukkan kinerja kerja sesuai yang diharapkan, apabila banyak rintangan yang dihadapi. Atau dengan kata lain, ia tidak memiliki kesempatan untuk menampilkan kinerja sesuai yang diharapkan”. Rivai (2005) kemudian menyimpulkan bahwa penilaian kinerja kerja secara keseluruhan merupakan alat yang baik untuk: 1. Menentukan apakan karyawan telah memiliki hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standart kinerja. 2. Melakukan penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan pegawai. 3. Menganalisis kinerja pegawai dan membuat rekomendasi perbaikan. Penilaian kinerja dinilai oleh manajemen sumber daya manusia sebagai alat yang memiliki manfaat yang tidak hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kerja para pegawai, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi pegawai itu sendiri. Tetapi penilaian kinerja (performance appraisal) juga memiliki kelemahankelemahannya, karena susahnya menilai hasil kerja pegawai yang terkadang bersifat ambigu maka sistem penilaian kinerja harus menggunakan standart-standart yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
II.2.3. Faktor-faktor Penilaian Kinerja Menurut Heriono (2009) faktor penilaian tersebut terdiri atas empat aspek, yaitu: 1. Hasil Kerja, yaitu pencapaian hasil kerja atau target pegawai sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. Hasil kerja bisa dilihat dari : a. Pengetahuan tentang jabatan b. Kualitas kerja c. Produktivitas d. Adaptasi&Fleksibilitas 2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama pegawai maupun terhadap pegawai. Perilaku bisa dilihat dari : a. Kooperatif & Kerjasama b. TanggungJawab c. Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi 3. Atribut Kompetensi yaitu kemahiran dan penguasaan pegawai sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya. Atribut &kompetensi bisa dilihat dari: a. Inisiatif dan pemecahan masalah b. Kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja pegawai dengan pegawai lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan. Namun ada beberapa faktor-faktor penilaian kinerja yang sering digunakan oleh perusahaan, antara lain: mutu hasil kerja, volume hasil kerja, pengetahuan dan keterampilan teknis, kemampuan mengorganisasi pekerjaan, kehadiran tepat waktu, kepemimpinan,
kerjasama,
inisiatif,
kemampuan
mengemukakan
pendapat,
kemampuan mencari peluang bisnis, kreativitas, ketekunan, kemampuan menjalin network. Simamora (1997) menyatakan tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian kinerja yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta perilaku-perilaku inovatif dan spontan. Sedangkan menurut Davis (1996) faktor-faktor penilaian kinerja sebagai berikut: 1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas akhir dalam jabatan. 2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai tuntutan dalam jabatan 3.
Job behavior,
kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang
mendukung peningkatan prestasi kerja 4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan. Jadi dari semua faktor yang ada hanya hasil kerja, perilaku pegawai dan atribut kompetensi merupakan faktor-faktor yang sangat relevan yang mempengaruhi jalannya penilaian kinerja dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
II.2.4. Tujuan Penilaian Kinerja Ivancevich (2006) menyatakan, tujuan yang biasanya dapt dicapai oleh sebuah organisasi atau perusahaan yaitu: 1. Menyediakan dasar untuk alokasi penghargaan, termasuk kenaikan gaji, promosi, transfer, pemberhentian 2. Mengidentifikasi pegawai yang berpotensi tinggi 3. Memvalidasi efektifitas dari prosedur pemilihan pegawai 4. Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya 5. Menstimulasi perbaikan kinerja 6. Mengembangkan cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat kinerja 7. Mengidentifikasi kesempatan pengembangan dan pelatihan 8. Membentuk kesepakatan pengawas-pegawai ekspektasi kinerja Kedelapan tujuan spesifik ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yang lebih luas. Empat tujuan yang pertama memiliki orientasi pertimbangan yaitu memusatkan kinerja masa lalu dan menyediakan dasar untuk membuat pertimbangan mengenai pegawai mana yang seharusnya diberi penghargaan dan seberapa efektif program organisasi yang ada seperti pemilihan dan pelatihan. Empat yang terakhir memiliki orientasi pengembangan yaitu lebih menaruh perhatian pada memperbaiki kinerja masa depan dengan memastikan ekspektasi dengan jelas dan dengan mengidentifikasi cara untuk memfasilitasi kinerja pegawai dengan pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
Sama halnya dengan Ruky (2001) menyatakan bahwa tujuan penilaian kinerja yaitu: 1. Meningkatkan prestasi pegawai, baik secara individu maupun kelompok. Pegawai bersama-sama dengan atasan dapat menetapkan sasaran kerja dan standart prestasi yang akan diraih serta menilai hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu yang ditetapkan. 2. Mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan direfleksikan dalam peningkatan produktifitas. 3. Merangsang minat dalam pengembangan dengan pribadi dengan tujuan untuk meningkatkan hasil karya dan prestasi pribadi serta potensi laten karyawan dengan cara memberikan umpan balik pada mereka tentang prestasi yang telah dicapai. 4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan pegawai yang lebih tepat guna. 5. Menyediakan alat atau sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan tingkat gaji atau imbalan yang sesuai sebagai bagian dari kebajikan dan sistem imbalan yang baik. 6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaan tentang pekerjaan dan hal-hal yang terkait dengan itu dengan jalur komunikasi terbuka sehingga diharapkan proses penilaian kerja akan mengeratkan hubungan antara atasan dan bawahan.
Universitas Sumatera Utara
II.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja Rivai (2005) menyatakan bahwa Manfaat Penilaian Kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka mengetahui manfaat yang mereka harapkan. Manfaat pagi pegawai: 1. Meningkatkan motivasi 2. Meningkatkan Kepuasan kerja 3. Adanya kejelasan hasil yang diharapkan mereka 4. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif 5. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar 6. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin 7. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas 8. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi 9. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana mereka dapat mengatasinya 10. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut 11. Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan 12. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun, dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita pegawai 13. Meningkatkan hubungn yang harmonis dan aktif dengan atasan
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Ruky (2001) juga menyatakan bahawa manfaat penilaian kinerja yaitu: 1. Penyusunan program pelatihan dan pengembangan pegawai Hal ini untuk mengetahui dan mengindentifikasi pelatihan tambahan apa saja yang masih harus diberikan kepada pegawai untuk membantu agar mencapai standart prestasi yang ditetapkan. 2. Penyusunan program suksesi dan kaderisasi Mengidentifikasi
siapa
saja
pegawai
yang
mempunyai
potensi
untuk
dikembangkan karirnya dengan dicalonkan untuk menduduki jabatan-jabatan yang tanggungjawabnya lebih besar pada masa akan datang 3. Pembinaan pegawai Pembinaan ini berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung atau oleh seorang penasehat yang diangkat oleh organisasi atau perusahaan. II.2.6. Metode Penilaian Kinerja Kinerja dapat diukur dengan berbagai cara. Secara umum pengukuran penilaian kinerja dibagi kedalam dua kelompok yaitu penilaian kinerja secara mutlak (Absolute Measure of Performance), standart kinerja telah ditetapkan terlebih dahulu oleh manajemen. Dan yang kedua adalah Penilaian Kinerja secara Relatif (Relative Measure of Performance), dimana pada penilaian kinerja ini dilakukan dengan membandingkan kinerja individu dengan individu yang lain yang memiliki lingkup pekerjaan yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Metode penilaian kinerja kerja oleh Handoko (1994) dibagi kedalam dua kelompok yaitu metode yang berorientasi pada prestasi masa lalu dan metode yang berorientasi pada prestasi masa datang: a. Metode yang berorientasi pada masa lalu: Dilakukan untuk penilaian prestasi kerja yang telah terjadi dan yang sampai dengan derajat tertentu yang dapat diukur. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mengubah prestasi kerja dimasa lalu. Akan tetapi dengan melakukan evaluasi prestasi kerja dimasa lalu, para karyawan akan memperoleh umpan balik mengenai upaya yang telah mereka lakukan. Umpan balik dapat digunakan untuk mengarahkan dan memperbaiki prestasi kerja mereka. Tekhnik-tekhnik ini misalnya: 1. Rating Scale, Bentuk penilaian kinerja kerja yang tertua dan yang paling banyak digunakan hingga saat ini. Evaluasi subjektif dilakukan oleh penilai terhadap prestasi kerja pegawai dengan skala tertentu dari rendah hingga tinggi. Didasari pendapatan penilaian yang membandingkan hasil pekerjaan pegawai dengan faktor-faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja. 2. Checklist Metode dimana penilai tunggal memilih kalimat atau kata-kata yang dapat menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik karyawan. Metode ini dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikan gambaran prestasi kerja secara akurat, apabila daftar penilaian berisi item-item memadai. 3. Metode Peristiwa Kritis Metode dimana penilai memberikan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau bahkan sangat jelek berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaannya. 4. Field Review Method, Metode dimana divisi sumber daya manusia mengirimkan wakilnya untuk membantu para supervisor dalam menilai para pegawainya. Wakil dari divisi Sumber Daya Manusia inilah yang nantinya akan mempersiapkan evaluasi mengenai prestasi kerja setiap karyawan sesuai dengan informasi yang diberikan oleh supervisor. 5. Tes dan Observasi Prestasi Kerja Metode dimana penilaian kinerja kerja dilakukan berdasarkan suatu tes pengetahuan dan keterampilan, sehingga tes ini harus reliable dan valid. 6. Metode Evaluasi Kelompok, Metode dimana supervisor langsung memberikan evaluasi kerja terhadap kelompok kerja. Metode ini mengahsilkan ranking pegawai yang terbaik dan terburuk.
Universitas Sumatera Utara
b. Metode yang Berorientasi Pada Prestasi Masa Datang: 1. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal) Metode dimana karyawan yang bersangkutan diminta untuk menilai dirinya sehingga perilaku defensif cenderung tidak terjadi. 2. Penilaian Psikologis (Pcychological Appraisal) Metode dimana penilaian pada umumnya dilakukan melalui wawancara yang mendalam, tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung, dan review terhadap evaluasi lainnya. 3. Management by Objectives Approach Metode dimana setiap pegawai dan supervisor secara bersama-sama menetapkan tujuan dan sasaran pekerjaan masing-masing. Berdasarkan sasaran-sasaran tersebut penilaian kinerja kerja dilakukan bersama-sama pula. 4. Tekhnik Pusat Penilaian, Metode dimana bentuk penilaian Pegawai distandarisasi tergantung dari berbagai tipe penilaian dan penilaianya. Penilaian dapat berupa wawancara, tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi, dan lain-lain. II.3. Teori tentang Prestasi Kerja II.3.1. Pengertian Prestasi Kerja Istilah prestasi kerja sering kita dengar atau sangat penting bagi sebuah organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuannya. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia prestasi kerja seorang karyawan dalam sebuah organisasi atau
Universitas Sumatera Utara
perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja bagi pegawai itu sendiri dan juga untuk keberhasilan organisasi. Prestasi kerja adalah hasil kerja seorang pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standart, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Prabowo (2005) menyatakan bahwa, ”prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang untuk mengetahui sejauhmana seseorang mencapai prestasi yang diukur dan dinilai”. Suryabrata (1984) menyatakan bahwa, ”prestasi adalah suatu hasil yang ingin dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan”. Bernardin dan Russel dalam Ruky (2001) menyatakan, “prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Prestasi menekankan pengertian sebagai hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi”. Asad (1991) mendefinisikan, ”prestasi kerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam mengerjakan tugas dan pekerjaannya secara efisien dan efektif. Prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan”. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell & Siegal (1990) menyatakan bahwa, ”prestasi merupakan hasil sejauhmana angota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lawler (dalam As’ad, 1991), ”prestasi adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh
karyawan dalam mengerjakan tugasnya secara efesien dan
efektif”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulakan bahwa prestasi kerja pegawai merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan melalui suatu prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dapat terpenuhinya standart pelaksanaan. Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah disusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia Prestasi kerja yang dicapai pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi beberapa factor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah prestasi kerja pegawai tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak factor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja yaitu motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
II.3.2. Konsekuensi dari Prestasi Kerja Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari pegawainya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Prestasi kerja pegawai akan membawa dampak bagi pegawai yang bersangkutan maupun oragnisasi atau perusahaan tempat ia bekerja. Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat keluar masuk pegawai (turn over), serta memantapkan manajemen perusahaan. Sebaliknya, prestasi kerja pegawai yang rendah dapat menurunkan tingkat kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat keluar masuk pegawai, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Bagi pegawai, tingkat prestasi kerja yang tinggi dapat memberikan keuntungan tersendiri, seperti meningkatkan gaji,memperluas kesempatan untuk dipromosikan, menurunnya kemungkinan untuk didemosikan, serta membuat ia semakin ahli dan berpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Sebaliknya, tingkat prestasi kerja pegawai yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sebenarnya tidak kompeten dalam pekerjaannya, akibatnya ia sukar untuk dipromosikan ke jenjang pekerjaan yang tingkatannya lebih tinggi, memperbesar kemungkinan untuk didemosikan, dan pada akhirnya dapat juga menyebabkan pegawai tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja.
Universitas Sumatera Utara