BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Persistensi Laba Persistensi laba menurut Penman (1992) dalam Wijayanti (2006) adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan dimasa mendatang (expected future earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current earnings) serta dihubungkan dengan perubahan harga saham, besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Persistensi laba merupakan salah satu alat ukur kualitas laba dimana laba
yang berkualitas dapat menunjukkan
kesinambungan laba, sehingga laba yang persisten cenderung stabil atau tidak berfluktuasi disetiap periode. Sedangkan Meythi (2006) dalam Pramitasari (2009) menyatakan bahwa persistensi laba adalah properti laba yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa mendatang. Lipe (1990) dan Sloan (1996) dalam Wijayanti (2006) menggunakan koefisien regresi dari regresi antara laba akuntansi perioda sekarang dengan perioda yang akan datang sebagai proksi persistensi laba akuntansi. Laba akuntansi dianggap semakin persisten, jika koefisien variasinya semakin kecil. Persistensi laba merupakan salah satu komponen nilai prediktif laba dan unsur relevansi. Laba dikatakan persisten ketika aliran kas dan laba akrual berpengaruh terhadap laba tahun depan dan perusahaan dapat mempertahankan
15
16
jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa yang akan datang. Informasi yang berkaitan dengan persistensi laba membantu investor dalam menentukan kualitas laba dan nilai perusahaan (Barth dan Hutton, 2004 dalam Irfan, 2013). Menurut Panman (2001) dan Revsine (2002) dalam Zdulhiyanov (2015) persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai salah satu pengukuran kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur relevansi yaitu nilai prediksi (predictive value) sehingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang dan masa depan. Relevansi adalah salah satu karakter kualitatif laporan keuangan (Dechow, 2002 dalam Djamaluddin, 2008). Predictive value adalah nilai perkiraan dari informasiinformasi sebelumnya untuk memberikan prediksi di masa yang akan datang dan merupakan salah satu komponen relevansi selain feedback value dan timeliness. Bila perusahaan tiba tiba melaporkan laba dengan tingkat kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya maka ada kemungkinan manajemen telah merekayasa dengan menggunakan cara-cara yang tidak etis. Sebaliknya bila perusahaan tiba-tiba melaporkan laba tingkat penurunan yang sangat drastis atau mengalami kerugian dalam jumlah besar tanpa keterangan yang memadai juga patut dicurigai karena mungkin saja manajemen berusaha untuk menghindari pajak (Lako, 2007:52). Persistensi
laba
mengindikasikan
laba
yang
berkualitas
karena
menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu, serta menggambarkan perusahaan tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menyesatkan pengguna informasi, karena laba perusahaan yang tidak
17
berfluktuatif tajam. Investor menginginkan laba yang persisten karena investor dapat memprediksi nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham (Zdulhiyanov, 2015). Laba yang dilaporkan oleh perusahaan juga menjadi dasar dalam penetapan pajak. Sering kali terjadi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan ini disebabkan perbedaan tujuan masing-masing pelaporan laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book tax differences) dapat memberikan informasi tentang management discretion akrual. Kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen menjadi pusat perhatian pihak eksternal perusahaan (Djamaluddin, 2008). Salah satu penilaian laba yang berkualitas adalah memiliki kesinambungan pada laba yang diperoleh setiap periodenya sehingga nantinya laba yang persisten cenderung stabil dan dapat mempertahankan labanya dari waktu ke waktu. Dimana persistensi laba akuntansi merupakan laba akuntansi yang diharapkan dimasa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current earnings). Oleh karena itu, salah satu komponen untuk menilai kualitas laba adalah persistensi laba. Di dalam penelitian ini yang digunakan sebagai proxy dari persistensi laba adalah laba akuntansi sebelum pajak (PTBI). Laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) adalah laba atau rugi bersih yang diperoleh perusahaan sebelum dikurangi
18
dengan beban pajak. Persistensi laba dapat ditentukan dengan rumus laba sebelum pajak dibagi dengan rata-rata total aset,sebagai berikut (Hanlon, 2005):
Laba Sebelum Pajak Rata-rata Total Aset
2.1.2 Kualitas Laba Kualitas laba dalam akuntansi, merujuk pada kemasukakalan seluruh laba yang dilaporkan. Kualitas laba merupakan suatu ukuran untuk mencocokkan apakah laba yang dihasilkan sama dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Kualitas laba semakin tinggi jika mendekati perencanaan awal atau melebihi target dari rencana awal. Kualitas laba rendah jika dalam menyajikan laba tidak sesuai dengan laba sebenarnya sehingga informasi yang di dapat dari laporan laba menjadi bias dan dampaknya menyesatkan kreditor dan investor dalam mengambil keputusan (Rinawati, 2011 dalam Paulus, 2012). Kualitas laba adalah kemampuan laba dalam laporan keuangan untuk menjelaskan kondisi laba perusahaan yang sesungguhnya sekaligus digunakan dalam memprediksi laba masa depan. Laba merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang mendapat banyak perhatian dan sering digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh para pengguna laporan keuangan, apabila laba yang disajikan tidak dapat diandalkan maka keputusan para pengguna yang didasarkan pada informasi dalam laporan keuangan juga tidak akan tepat (Zdulhiyanov, 2015).
19
Laba dalam laporan keuangan sering digunakan oleh manajemen untuk menarik calon investor dan kreditor sehingga laba tersebut sering direkayasa sedemikian rupa oleh manajemen untuk mempengaruhi keputusan akhir pihakpihak tersebut. Hal ini sesuai dengan signalling theory yang menunjukkan kecenderungan adanya informasi asimetri antara manajemen dan pihak di luar perusahaan. Pihak internal perusahaan secara umum mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi nyata perusahaan saat ini dan prospeknya dimasa depan dibanding pihak eksternal (Wijayanti, 2006). Karena kualitas laba akuntansi yang dilaporkan manajemen menjadi pusat perhatian pihak eksternal perusahaan maka diharapkan laba yang dilaporkan adalah laba yang berkualitas yakni laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandarin, 2003 dalam Wijayanti, 2006). Sedangkan menurut Hayn (1995) dalam Wijayanti (2006) bahwa gangguan persepsian dalam laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Peristiwa transitori adalah peristiwa yang hanya terjadi pada waktu tertentu, terjadinya persisten atau tidak terus-menerus, dan mengakibatkan angka laba (rugi) yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi berfluktuasi. Semakin besar gangguan persepsian yang terkandung dalam laba akuntansi, maka semakin rendah kualitas laba akuntansi. Biaya (manfaat) pajak tangguhan yang berasal dari perbedaan temporer antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat dianggap sebagai gangguan persepsian
20
dalam laba akuntansi, karena dua hal : (1) biaya (manfaat) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi merupakan hasil dari penerapan konsep akuntansi akrual dalam pengakuan pendapatan dan biaya serta memiliki konsikuensi pajak; (2) biaya (manfaat) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi merupakan komponen transitori, yang berarti bahwa biaya (manfaat) pajak tangguhan tersebut tidak terjadi secara terus-menerus dan hanya terjadi pada perioda tertentu, yaitu selama perusahaan menerapkan metoda dan kebijakan akuntansi yang berbeda dengan peraturan pajak. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ini ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatannya
dalam
pengambilan
keputusan.
Kemampuan
prediksi
menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di masa mendatang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa yang akan datang (Paulus, 2012). 2.1.3 Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book tax differences) 2.1.3.1 Pengertian Laba Akuntansi dan Laba Fiskal Salah satu alat untuk mengukur keberhasilan dan prestasi perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba merupakan bagian dari laporan keuangan yang mendapat banyak perhatian para pengguna informasi keuangan, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan. Dimana laba sangat berperan penting untuk masa depan perusahaan serta menilai kinerja suatu perusahaan, selain itu laba juga
21
penting sebagai informasi bagi investor dalam investasi oleh karena itu perusahaan harus mempunyai kemampuan yang baik untuk menjamin masa depan perusahaan (Zdulhiyanov, 2015). Menurut Harahap (2005:263) berpendapat bahwa : “Laba merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain: laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan, dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan, serta sebagai dasar dalam penilaian prestasi atau kinerja perusahaan.” Menurut PSAK 46 paragraf ketujuh laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih sebelum dikurangi beban pajak. Sedangkan menurut Pramitasari (2009) laba akuntansi adalah selisih antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Laba dalam laporan keuangan selalu menjadi pusat perhatian bagi banyak pemakai informasi akuntansi. Para akuntan mengatakan bahwa laba akuntansi merupakan representasi dari kinerja perusahaan selama perioda tertentu dimasa lalu, dan kinerja itu merupakan ukuran realitas ekonomik yang berhasil dicapai oleh perusahaan selama perioda tersebut (Akhmad, 2007 dalam Pramitasari, 2009). Sedangkan menurut Belkaoui (2003:332) dalam Zdulhiyanov (2015) menyatakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis. Dalam metode historical cost (biaya historis) laba diukur berdasarkan selisih aktiva bersih awal dan akhir periode yang masing-masing diukur dengan biaya historis, sehingga hasilnya akan
22
sama dengan laba yang dihitung sebagai selisih pendapatan dan biaya. Didalam laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi beberapa komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah pajak. Sehingga dalam menentukan besarnya laba akuntansi investor dapat melihat dari perhitungan laba setelah pajak. Laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya (Muqodim, 2003 dalam Zdulhiyanov, 2015). Sementara itu, laba fiskal atau laba kena pajak adalah laba atau rugi bersih selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan (PSAK No. 46). Salah satu sumber pendapatan negara terbesar merupakan dari sektor pajak, baik orang pribadi maupun badan sebagai objek pajak wajib membayar pajak guna turut serta membangun pembangunan di negara ini. Kontribusi pajak dari perusahaanperusahaan yang beroperasi di Indonesia dapat dikatakan cukup besar. Untuk menghitung berapa besar pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan kepada negara, terlebih dahulu harus diketahui berapa laba fiskalnya. Menurut PSAK No. 46 Revisi 2010, laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi). Komponen-komponen dalam laba fiskal adalah pendapatan/penghasilan dan beban-beban menurut perpajakan atau komponen-komponen laba akuntansi yang diakui dalam perpajakan. Penghitungan laba fiskal adalah pendapatanpendapatan menurut perpajakan dikurangi dengan beban-beban menurut
23
perpajakan. Laba fiskal tersebut biasanya digunakan sebagai dasar dalam perhitungan pajak penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaanya membedakan penghasilan menjadi dua yaitu penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Penghasilan yang merupakan objek pajak pun dibedakan menjadi dua, yaitu penghasilan yang dikenakanan pajak penghasilan yang bersifat final dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang tidak bersifat final. Selain itu peraturan perpajakan membagi beban menjadi dua, yaitu beban yang boleh dikurangkan (deductible expenses) dan beban yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses). Pengelompokkan penghasilan dan beban oleh peraturan perpajakan mengakibatkan laba akuntansi berbeda dengan laba fiskal. Untuk menghitung besarnya laba fiskal perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi sebelum pajak penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan UndangUndang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya yang dikenal dengan istilah rekonsiliasi fiskal. Proses rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal adalah sebagai berikut: a. Penghasilan/pendapatan diklasifikasikan antara penghasilan yang bukan objek pajak dan penghasilan yang merupakan objek pajak b. Dari penghasilan yang merupakan objek pajak, tentukan penghasilan mana yang
pengenaan
pajaknya
bersifat
final,
selebihnya
merupakan
24
penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. c. Biaya atau pengeluaran diklasifikasikan antara biaya atau pengeluaran yang boleh dikurangkan dengan biaya/pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan d. Selisih antara penghasilan yang merupakan objek pajak tidak termasuk penghasilan
yang
pengenaan
pajaknya
bersifat
final
dengan
biaya/pengeluaran yang boleh dikurangkan merupakan laba atau rugi fiskal. Rekonsiliasi fiskal bertujuan agar laporan keuangan komersial sebelum datanya dimasukkan dalam SPT Tahunan PPh terlebih dahulu disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Rekonsilasi fiskal perlu dilakukan karena terdapat beberapa perbedaan perlakuan baik itu mengenai pengakuan penghasilan maupun mengenai biaya atau beban. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilkan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. 2.1.3.2 Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book Tax Differences) Perbedaan antara standar akuntansi dengan ketentuan pajak mengharuskan manajemen untuk menyusun dua macam laporan laba rugi pada setiap akhir periode, yaitu laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi fiskal. Laporan laba rugi komersial merupakan pelaporan laba yang dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan dan menghasilkan laba bersih sebelum pajak (laba akuntansi),
25
sedangkan laporan laba rugi fiskal dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiskal. Menurut Zain (2008:118) perbedaan utama antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan oleh perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, tahun pajak atau tahun buku, metode akuntansi yang digunakan dan konsep yang menjadi acuannya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi pajak yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan akuntansi keuangan yang mengacu kepada standar akuntansi keuangan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas yang pada akhirnya akan menimbulkan jumlah laba yang berbeda antara laba akuntansi dengan laba fiskal atau yang dikenal dengan istilah book tax differences. Peraturan pajak di Indonesia mengharuskan laba fiskal dihitung berdasarkan metoda akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi, yaitu metoda akrual. Sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut, karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan perpajakan (Wijayanti, 2006). Hampir semua perhitungan laba akuntansi yang dihasilkan harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak, karena tidak semua ketentuan dalam standar akuntansi keuangan digunakan dalam
26
peraturan perpajakan dengan kata lain banyak dari ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standar Akuntansi Keuangan (Djamaluddin, 2008). Dimana standar akuntansi keuangan lebih memberikan kelonggaran dalam hal pengakuan pendapatan dan beban dibandingkan ketentuan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal diakhir perioda pembukuan menyebabkan terjadinya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara PABU dan peraturan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal melalui perbedaan permanen dan perbedaan temporer atau koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif (Zain, 2008:221). Penyesuaian yang dilakukan terhadap penghasilan atau biaya yang termasuk koreksi fiskal positif adalah penghasilan yang menurut fiskal akan bertambah dan atau biaya yang berkurang menurut fiskal atau dengan kata lain koreksi fiskal positif adalah koreksi yang akan menyebabkan laba fiskal bertambah. Di sisi lain, penyesuaian yang dilakukan terhadap penghasilan atau biaya yang termasuk koreksi fiskal negatif adalah penghasilan yang menurut fiskal akan berkurang dan atau biaya yang bertambah menurut fiskal atau dengan kata lain koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang akan menyebabkan laba fiskal berkurang. Menurut Sari (2013:315) perbedaan antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak dapat dikategorikan atas perbedaan yang sifatnya permanent dan perbedaan yang sifatnya sementara.
27
1. Perbedaan Permanen (permanent differences) Pada dasarnya perbedaan permanen tersebut muncul, disebabkan oleh kebijakan ekonomi atau disebabkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang menghendaki
penghapusan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan yang memberatkan salah satu sub sektor dari sub sektor perekonomian. Dengan demikian akan terjadi perbedaan sebagai berikut: a. Bagi akuntansi keuangan merupakan penghasilan, tetapi bagi akuntansi pajak penghasilan tersebut bukan merupakan penghasilan yang ditangguhkan pengenaan pajaknya. b. Bagi akuntansi keuangan sudah merupakan pengeluaran, tetapi bagi akuntansi pajak pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. c. Bagi akuntansi keuangan tidak/belum merupakan biaya, tetapi bagi akuntansi pajak pengeluaran tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya. d. Ketentuan penghitungan penghasilan dan biaya yang diatur secara khusus, terutama transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Menurut Wijayanti (2006) perbedaan permanen merupakan item-item yang dimasukkan dalam salah satu ukuran laba, tetapi tidak pernah dimasukkan dalam ukuran laba lain. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal dan sebaliknya. Undang-undang No.17 tahun 2000 menjelaskan adanya penerimaan yang tidak merupakan objek pajak dan
28
pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan terhadap penghasilan. Penerimaan dan pengeluaran tersebut adalah sebagai berikut: a. Pendapatan dividen, bunga royalti, sewa, hadiah, penghargaan dan imbalan jasa tertentu yang sudah dikenakan pajak final. b. Penggantian imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang telah ditetapkan menteri keuangan. c. Jumlah imbalan yang melebihi kewajaran yang diberikan kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa. d. Sanksi perpajakan berupa denda dan bunga. Beban yang berkaitan dengan jamuan. e. Pajak Penghasilan f. Dan lainnya. 2. Perbedaan Sementara atau Waktu (Temporary or Timing Differences) Pada dasarnya perbedaan waktu disebabkan karena perbedaan waktu pengakuan penghasilan, biaya dan beban yang bersifat sementara yang mengakibatkan adanya penundaan atau antisipasi penghasilan atau beban. Perbedaan tersebut dibagi dalam empat kelompok: a.
Penghasilan yang berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah dapat dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan penghasilan yang masih akan diterima.
29
b.
Penghasilan yang berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan penghasilan yang diterima dimuka.
c.
Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan sebagai biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang dibayar dimuka.
d.
Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan sebagai biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang masih akan dibayar.
Menurut PSAK No.46 paragraf ketujuh perbedaan temporer adalah perbedaan antar jumlah tercatat aset atau kewajiban dengan DPP. Perbedaan temporer ini dapat berupa: a.
Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah (amount) dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered). Atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).
b.
Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang dapat dikurangkan (deductible amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).
30
Beda temporer merupakan perbedaan antara dasar pengenaan pajak (DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban (fiskal) dengan nilai tercatat aktiva dan kewajiban tersebut (komersial), yang berakibat pada kenaikan atau bertambahnya laba fiskal periode mendatang atau berkurangnya laba fiskal periode mendatang, dimana pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau diselesaikan. Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan persyaratan waktu pengakuan item pendapatan dan biaya. Untuk tujuan pelaporan keuangan, pendapatan diakui ketika diperoleh dan biaya diakui pada saat terjadinya, atau accrual basis. Dan PABU memberikan kebebasan bagi manajemen untuk memilih prosedur akuntansinya, sehingga manajer dapat memilih salah satu diantara beberapa metoda akuntansi yang berbeda. Sedangkan untuk tujuan pajak, perusahaan hanya mengakui pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan pada perioda bersangkutan. Dengan kata lain, pendapatan dicatat ketika kas diterima, penangguhan pendapatan (unearned) tidak dimasukkan dalam laba fiskal, dan biaya diakui pada saat kas dikeluarkan, atau cash basic. Lagi pula, peraturan pajak tidak memberikan banyak kebebasan bagi manajemen untuk memilih prosedur akuntansi dalam pelaporan pajaknya (Wijayanti, 2006). Berdasarkan dua kelompok penyebab perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, penelitian ini hanya memfokuskan pada perbedaan temporer sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2006). Penelitian ini tidak menggunakan perbedaan permanen dalam analisis utama karena perbedaan permanen
hanya
mempengaruhi
perioda
terjadinya
saja
dan
tidak
mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan dengan proses akrual, selain itu
31
perbedaan permanen tidak menimbulkan konsikuensi adanya penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Sebaliknya, perbedaan temporer dapat menimbulkan jumlah pajak yang dapat ditambahkan atau dikurangkan dimasa depan (future taxable and future deductible amounts), yang berhubungan dengan proses akrual sehingga dapat digunakan untuk penilaian kualitas laba masa depan. Book tax differences pada penelitian ini diproksikan oleh perbedaan temporer dan ditunjukkan oleh akun biaya (manfaat) pajak tangguhan (deferred tax expense). Variabel book tax differences mewakili subsampel perusahaan dengan perbedaan besar positif (Large Positive Book Tax Differences), perbedaan besar negatif (Large Negative Book Tax Differences), dan perbedaan kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal (Small Book Tax Differences). 2.1.3.2.1 Large Positive Book Tax Differences Large positive book tax differences (perbedaan besar positif) merupakan selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal. Large positive book tax differences terjadi akibat adanya perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan (Prabowo, 2010 dalam Rizki, 2014). Menurut Soewito (2009) large positive book tax differences timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak penghasilan) dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan undang-undang pajak penghasilan beserta peraturan pelaksanaanya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau
32
menambah biaya-biaya komersial tersebut, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar dari pada beban pajak menurut peraturan perpajakan, sehingga large positive book tax differences akan menimbulkan beban pajak tangguhan (deffered tax expenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Menurut Prabowo (2010) dalam Rizki (2014) secara garis besar penyebab timbulnya large positive book tax differences ada dua, yaitu: a.
Terdapatnya pendapatan atau keuntungan tertentu yang telah diakui dalam laporan keuangan tahun berjalan, sebagai contoh, keuntungan yang belum direalisasikan atas investasi dalam efek yang diperdagangkan pada periode terjadinya. Kenaikan nilai tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Sedangkan dalam penghitungan pajak keuntungan tersebut belum diakui. Pajak baru mengakui keuntungan tersebut apabila keuntungan tersebut telah terealisasi yaitu pada saat efek tersebut dijual.
b.
Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perhitungan pajak tahun berjalan, tetapi baru akan dikurangkan dalam tahun mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan. Sebagai contoh, beban penyusutan yang timbul akibat perbedaan masa manfaat aktiva lebih pendek dibandingkan estimasi masa manfaat aktiva yang dilakukan oleh manajemen, sehingga beban penyusutan menurut pajak lebih besar dari
33
perhitungan dalam laporan keuangan komersil. Akibatnya laba komersil sebelum pajak lebih besar dari laba fiskal. Large positive book tax differences merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer (diwakili oleh akun biaya pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun (Revsine et al., 2001 dalam Wijayanti, 2006). Rumus untuk memperoleh large positive book tax differences adalah (Wijayanti, 2006):
Beban Pajak Tangguhan Rata-rata Total Aset
2.1.3.2.2 Large Negative Book Tax Differences Large negative book tax differences (perbedaan besar negatif) adalah selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal. Karena adanya perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan jadi terbentuk large negative book tax differences (Prabowo, 2011 dalam Rizki, 2014). Large negative book tax differences timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal positif dalam laporan rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal positif terjadi ketika penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak) dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan undang-undang pajak penghasilan beserta
34
peraturan pelaksanaanya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan, sehingga large negative book tax differences akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laba rugi dan aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (Soewito, 2009). Menurut Prabowo (2010) dalam Rizki (2014) secara garis besar Large negative book tax differences timbul akibat dua hal, yaitu : a. Terdapatnya penghasilan atau keuntungan kena pajak belum diakui di laporan keuangan tetapi telah diakui di laporan perpajakan. Sebagai contoh, pendapatan sewa yang diterima dimuka diakui sebagai pendapatan untuk tujuan perpajakan namun diakui pada periode-periode di masa depan untuk tujuan laporan keuangan. b. Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perpajakan pada tahun mendatang, tetapi dikurangkan pada tahun berjalan untuk tujuan pelaporan keuangan. Sebagai contoh, beban garansi dan beban piutang tak tertagih boleh dikurangkan untuk tujuan perpajakan hanya ketika benar-benar terjadi atau kerugian benar-benar terealisasi, tetapi biaya tersebut diperhitungkan dimuka untuk tujuan pelaporan keuangan.
35
Large negative book tax differences merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer per tahun (diwakili oleh akun manfaat pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun (Revsine et al., 2001 dalam Wijayanti, 2006). Rumus untuk memperoleh large negative book tax differences adalah (Wijayanti, 2006):
Manfaat Pajak Tangguhan Rata-rata Total Aset
2.1.3.2.3 Small Book Tax Differences Small book tax differences (perbedaan kecil) adalah merupakan perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, dimana mempunyai nilai perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal yang relatif kecil, sehingga mengindikasikan kualitas laba yang dihasilkan baik (Prabowo, 2011 dalam Rizki, 2014). Perusahaan yang termasuk dalam kelompok small book tax differences dan large book tax differences dapat ditentukan dengan melakukan sistem quantile. Sistem quantile dilakukan dengan cara mengurutkan perbedaan temporer perusahaan yang diwakili dengan akun beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan kemudian seperlima urutan tertinggi masuk dalam kelompok large positive book tax differences dan seperlima terendah masuk dalam kelompok large negative book tax differences, sedangkan sisanya termasuk dalam kelompok small book tax differences (Hanlon, 2005).
36
2.2
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai peranan book tax differences dalam
persistensi laba belakangan ini telah banyak diteliti. Wijayanti (2006) melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, akrual dan arus kas. Hasil penelitian Wijayanti (2006) membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai persistensi laba lebih rendah dibandingkan perusahaan dengan small book tax differences. Selain itu Wijayanti (2006) juga menguji kandungan komponen laba akrual dalam book tax differences. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax differences. Hanlon (2005) melakukan penelitian mengenai The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and Cash Flow When Firms Have Large Book Tax Differences. Hasil penelitian Hanlon (2005) menyimpulkan bahwa perusahaan dengan large positive book tax differences memiliki persistensi yang lebih rendah dari perusahaan dengan small book tax differences dan juga menyimpulkan bahwa perusahaan dengan large negative book tax differences memiliki persistensi yang siginifikan lebih rendah dari perusahaan dengan small book tax differences. Wiryandari dan Yulianti (2009) melakukan penelitian mengenai Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Pajak Dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba. Hasil dari penelitian Yulianti (2009) ini membuktikan bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan negatif dan
37
signifikan dengan probabilitas perusahaan dalam melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. Hasil lainnya bahwa akrual memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan dengan probabilitas perusahaan dalam melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian dan membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive book tax differences memiliki laba satu periode ke depan yang kurang persisten dibanding perusahaan dengan small book tax differences. Djamaluddin dan Wijayanti (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual dan Aliran Kas. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences tidak terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax differences. Singkatnya book tax differences tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Komponen akrual juga tidak terbukti secara statistik dapat mempengaruhi persistensi laba akuntansi. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006). Fajri dan Mayangsari (2012) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Pajak terhadap Manajemen Laba dan Persistensi Laba. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki large positive book tax differences mempunyai persistensi laba lebih rendah dibandingkan perusahaan small book tax differences. Hasil lainnya yaitu aliran kas dan laba akrual sama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perisistensi laba. Serta membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki large
38
positive book tax differences mempunyai persistensi akrual untuk laba dimasa mendatang yang lebih rendah dibanding dengan perusahaan yang memiliki small book tax differences. Afriyanto (2012) meneliti Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba. Hasilnya membuktikan bahwa laba akuntansi periode berjalan dan selisih negatif berpengaruh positif signifikan terhadap laba akuntansi periode mendatang dan laba akuntansi periode berjalan dan selisih positif berpengaruh negatif signifikan terhadap laba akuntansi periode mendatang. Asma (2013) meneliti mengenai Pengaruh Aliran Kas dan Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba. Hasil dari penelitian Asma (2013) membuktikan bahwa aliran kas (AKO) berpengaruh signifikan positif terhadap persistensi laba serta perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba. Berikut hasil penelitian-penelitian terdahulu yang disajikan dalam bentuk tabel: Tabel 2.1 Penelitan Terdahulu Peneliti Handayani Tri Wijayanti STIE AtMA Bakti Surakarta (SIMPOSI UM NASIONA L AKUNTAN SI 9
Judul Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, Dan Arus Kas
Variabel Laba sebelum pajak masa depan (Y)
Kumulatif return tidak normal masa depan ( ) (Y)
Indikator Variabel Y : - Laba sebelum pajak masa depan sebagai proksi laba akuntansi adalah Laba perusahaan sebelum biaya pajak kini (current tax expense) dan pos luar biasa (extraordinary item)
Hasil Penelitian - Book tax differences secara negatif berpengaruh signifikan secara statistik terhadap persistensi laba akuntansi satu periode kedepan - Perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences signifikan
Perbedaan Penelitian Penelitian Handayani Tri Wijayanti menggunakan kumulatif return tidak normal masa depan (CAR ) sebagai variabel Y untuk menginvestigasi ekspektasi laba dimasa depan yang diletakkan pada harga saham dan menggunakan Aliran
39
PADANG) 2006
- Kumulatif return tidak normal masa depan ( ) ,dimana CAR dihitung menggunakan metoda studi peristiwa dengan perioda tujuh hari (Warastuti, 2003)
Variabel Moderasi : Aliran Kas Operasi (PTCF) Laba Akrual (PTACC)
Variabel Moderasi :
Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book tax differences) (X)
Variabel X : - Book tax differences : Large Positive Book Tax Differences (LPBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer (diwakili oleh akun biaya pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0.
- Aliran kas operasi (PTCF) dihitung sebagai total aliran kas operasi dikurangi aliran kas dari pos luar biasa dan ditambah pajak penghasilan - Laba akrual (PTACC) dihitung sebagai laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi oleh aliran kas operasi sebelum pajak (PTCF)
Large Negative Book Tax Differences (LNBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer, kemudian seperlima urutan terbawah dari sampel mewakili kelompok LNBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. Small Book Tax Differences dengan cara subsampel sisa dari urutan setelah penentuan LPBTD
secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax differences. - Perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax differences - Harga saham tidak mencerminkan informasi yang digunakan dalam model ekspektasi. Berarti bahwa investor belum mampu membedakan komponen laba dalam menentukan persistensi laba.
kas Aliran Kas Operasi (PTCF), Laba Akrual (PTACC) sebagai variabel moderasi, sedangkan penelitian ini tidak.
40
Michelle Hanlon The Accounting Review 80 (March). Pp 137-166 2005
The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and Cash Flow When Firms Have Large Book Tax Differences
Earnings Persistence (Y)
Variabel Moderasi : Accrual Cash Flow
Deffered Tax (X)
dan LNBTD Variabel Y : - Earnings Persistence diukur menggunakan koefisien regresi antara laba akuntansi sebelum pajak periode t+1 yang merupakan proksi persistensi laba satu periode ke depan dengan Laba akuntansi sebelum pajak periode t. Variabel Moderasi : - Accrual dihitung menggunakan laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi oleh aliran kas operasi sebelum pajak (PTCF) - Cash flow dihitung menggunakan total aliran kas operasi dikurangi aliran kas dari pos luar biasa dan ditambah pajak penghasilan Variabel X : - Book tax differences : Large Positive Book Tax Differences (LPBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer (diwakili oleh akun biaya pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. Large Negative Book Tax Differences (LNBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer, kemudian seperlima urutan terbawah dari sampel mewakili kelompok LNBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. Small Book Tax Differences dengan cara subsampel sisa dari urutan setelah penentuan LPBTD dan LNBTD
- Perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences mempunyai persistensi yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan dengan small book tax differences
Pada penelitian Michelle Hanlon menggunakan Aliran kas dan Akrual sebagai variabel moderasi sedangkan pada penelitian ini tidak menggunakan Aliran kas dan Akrual sebagai variabel moderasi.
41
Santi Aryn Wiryandari dan Yulianti Universitas Indonesia
Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi & Laba Pajak Dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba
Manajemen Laba (Y)
Variabel Y : - Manajemen laba diukur dengan menggunakan beban pajak tangguhan (deferred tax expense) dan akrual perusahaan. Skala pengukuran variabel profitabilitas perusahaan i melakukan manajemen laba di tahun t. Dimana EM (Equity Market Value) adalah laba bersih dibagi dengan nilai pasar ekuitas awal tahun yang menunjukkan ekspektasi pasar terhadap laba yang dilaporkan perusahaan : = α + +
Persistensi Laba (Y)
-
+ +
Persistensi laba dihitung dengan menggunakan laba akuntansi sebelum pajak periode t+1 (pretax income) yang merupakan proksi persistensi laba satu periode ke depan.
Book Tax differences (X)
Variabel X : - Book tax differences diukur dengan menggunakan indikator variabel Large positive book tax differences. Dalam mengukur Large positive book tax differences, perbedaan temporer kena pajak dikelompokkan menjadi lima kelompok. Perusahaan yang terdapat dalam kelompok dengan nilai tertinggi diberi notasi 1 dan sisanya 0.
Persistensi Laba (Y)
Variabel Y : - Persistensi laba diukur dengan menggunakan : laba sebelum pajak
- Variabel beban pajak tangguhan memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. - Variabel akrual memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan dengan probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. - Perusahaan dengan Large postive book tax differences memiliki laba satu periode ke depan yang kurang persisten dibanding perusahaan dengan Small Book tax differences.
Pada penelitian Santi Aryn Wiryandari dan Yulianti menggunakan manajemen laba sebagai variabel Y sedangkan penelitian ini hanya menggunakan persistensi laba sebagai variabel Y.
- Perusahaan dengan large positive (negative) book tax differences tidak
Pada penelitian Subekti Djamaluddin, Handayani Tri Wijayanti dan
-
Subekti Djamaluddi n Universitas
Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi
42
Negeri Sebelas Maret Handayani Tri Wijayanti STIE ATMA BAKTI Rahmawati Universitas Negeri Sebelas Maret Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 11, Hal 53-74 2008
dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Aliran Kas.
Kumulatif return tidak normal masa depan ( ) (Y)
Variabel Moderasi : Akrual Laba (PTACC) Aliran Kas Operasi (PTCF)
Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (X)
masa depan PTBI yang merupakan proksi laba akuntansi adalah laba perusahaan sebelum biaya pajak penghasilan kini dan pos luar biasa. Persistensi laba diukur dengan koefisien regresi laba akuntansi tahun berjalan terhadap laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang. - Kumulatif return tidak normal masa depan ( ) ,dimana CAR dihitung menggunakan metoda studi peristiwa dengan perioda tujuh hari (Warastuti, 2003) Variabel Moderasi : - Akrual laba (PTACC) dihitung dengan menggunakan laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi oleh aliran kas operasi sebelum pajak (PTCF) . - Aliran kas (PTCF) dihitung dengan menggunakan total aliran kas operasi dikurangi aliran kas dari pos luar biasa dan ditambah pajak penghasilan Variabel X : - Book tax differences : Large Positive Book Tax Differences (LPBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer (diwakili oleh akun biaya pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. Large Negative Book Tax Differences (LNBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer,
terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah dibanding dengan perusahaan small book tax differences - Komponen Akrual tidak terbukti secara statistik dapat mempengaruhi persistensi laba akuntansi.
Rahmawati menggunakan kumulatif return tidak normal masa depan sebagai variabel Y, sedangkan penelitian ini hanya menggunakan persistensi laba sebagai variabel Y.
43
kemudian seperlima urutan terbawah dari sampel mewakili kelompok LNBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0. Small Book Tax Differences dengan cara subsampel sisa dari urutan setelah penentuan LPBTD dan LNBTD. Achmad Fajri dan Sekar Mayangsari Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol 12, No.1, April 2012
Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Pajak terhadap Manajemen Laba dan Persistensi Laba
Manajemen Laba (Y)
Variabel Y : - Manajemen laba diukur dengan mencari nilai EM sebagai sebagai skala pengukuran variabel perusahaan i melakukan manajemen laba di tahun t. Pengukuran dilakukan dengan cara membagi laba bersih dengan nilai pasar ekuitas awal tahun. EM = Laba bersih Nilai pasar ekuitas awal tahun
Persistensi Laba (Y)
- Persistensi laba dihitung menggunakan laba akuntansi sebelum pajak periode t+1(Pre tax income)
Beban Pajak Tangguhan (X) Akrual (X) Book tax differences (X) Aliran kas operasi (PTCF) (X) Laba Akrual (PTACC) (X)
Variabel X : - Beban pajak tangguhan diukur menggunakan nilai beban pajak tangguhan yang dilaporkan perusahaan dalam laporan keuangannya. - Akrual diukur menggunakan metode akrual. Taccit = EBEIit – (CFOit – EIDOit). - Book tax differences : Large Positive Book Tax Differences (LPBTD) dengan cara mengurutkan perbedaan temporer per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi kode 0.
- Perusahaan yang memiliki Large positive book tax differences mempunyai persistensi laba lebih rendah dibandingkan perusahaan small book tax differences. - Aliran kas dan Laba Akrual sama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba - Perusahaan yang memiliki Large positive book tax differences mempunyai persistensi akrual untuk laba dimasa mendatang yang lebih rendah dibanding dengan perusahaan yang memiliki Small book tax differences
Pada penelitian Achmad Fajri dan Sekar Mayangsari menggunakan indikator Aliran kas sebagai variabel X, sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan book tax differennces sebagai variabel X.
44
Pungki Afriyanto Universitas Brawijaya
Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba
Persistensi Laba (Y)
Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Pajak (X)
Small Book Tax Differences dengan cara subsampel sisa dari urutan setelah penentuan LPBTD dan LNBTD. - Aliran kas operasi hitung sebagai total aliran kas operasi dikurangi aliran kas dari pos luar biasa dan ditambah pajak penghasilan. (PTCF) - Laba Akrual dihitung sebagai laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi oleh aliran kas operasi sebelum pajak. (PTACC). Variabel Y : - Persistensi laba diukur dengan menggunakan : Laba akuntansi sebelum pajak periode t+1 yang merupakan proksi persistensi laba satu periode ke depan (LBP ) dengan laba akuntansi sebelum pajak periode t (LBP t) Variabel X : - Book tax differences :
- Laba akuntansi periode berjalan dan selisih negatif berpengaruh positif signifikan terhadap laba akuntansi periode mendatang - Laba akuntansi periode berjalan dan selisih positif berpengaruh negatif signifikan terhadap laba akuntansi periode mendatang.
Perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba laba fiskal bernilai negatif periode t (SAF Negatif t)
Tuti Nur Asma Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
Pengaruh Aliran Kas dan Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba
Persistensi laba (Y)
Aliran kas (X) Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal (X)
Perbedaan besar anatara laba akuntansi dan laba fiskal bernilai positif periode t (SAF Positif t) Variabel Y : - Persistensi laba diukur dengan menggunakan koefisien regresi antara laba akuntansi sebelum pajak satu periode masa depan dengan laba akuntansi sebelum pajak periode sekarang. (Wijayanti, 2006) Variabel X : - Aliran kas dihitung berdasarkan total aliran kas operasi pada tahun berjalan. - Perbedaan laba akuntansi dengan
- Aliran kas operasi (AKO) berpengaruh signifikan positif terhadap persistensi laba - Perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba.
Pada penelitian yang dilakukan Tuti Nur Asma menggunakan Aliran kas sebagai variabel X, sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal sebagai variabel X.
45
laba fiskal diukur dengan menggunakan proksi beban pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan Total Aset (t-1)
Sumber: Jurnal Ilmiah Akuntansi (data diolah kembali)
2.3
Kerangka Pemikiran Laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan gambaran
dari hasil kinerja yang dilakukan oleh manajemen yang dilihat melalui laba, sehinggan bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan seperti investor, kreditor, dan pembayaran pajak. Tujuan umum pelaporan keuangan yaitu menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi stakeholder perusahaan untuk membantu pengambilan keputusan. Laporan laba rugi yang menyediakan informasi mengenai hasil kegiatan perusahaan selama periode berjalan menjadi salah satu komponen laporan keuangan utama yang dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan oleh para stakeholder. Laporan laba rugi ini sering dijadikan tolok ukur kinerja suatu perusahaan (Martini dan Persada, 2009 dalam Irfan, 2013). Laporan laba rugi akan menjadi lebih bermanfaat jika memenuhi kualifikasi relevance dan reliable. Namun tidak jarang perusahaan melakukan manipulasi laba dalam melaporkan labanya, sehingga mengakibatkan kualitas laba menjadi buruk dan kurang persisten. Hal tersebut dilakukan agar kinerja perusahaan selalu tampak baik di mata stakeholder. Laba yang dimanipulasi tersebut tentunya menyesatkan bagi para pemakai laporan keuangan untuk mengambil keputusan (Wijayanti, 2006).
46
Book tax differences dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba dalam mencerminkan persistensi laba perusahaan serta bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran penghasilan kena pajak, sehingga book tax differences dapat memberikan informasi tentang kewenangan manajemen (management discretion) dalam proses akrual. Persistensi laba bukan merupakan komponen dari definisi kualitas primer laba, namun persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba. Pemilihan persistensi laba sebagai ukuran kualitas laba dikarenakan laba sangat relevan
dalam
perspektif kegunaan
pengambilan keputusan dan dapat
mencerminkan tujuan dari informasi akuntansi. Persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik kualitatif relevansi yaitu prediktive value (Wijayanti, 2006). Dengan demikian beberapa informasi dalam book tax differences yang dapat mempengaruhi persistensi laba, dapat membantu investor dalam menentukan kualitas laba perusahaan. Salah satu pendapat yang mendukung bahwa perbedaan laba akuntansi dan fiskal (book tax differences) dapat mencerminkan informasi mengenai persistensi laba adalah penelitian yang dilakukan oleh Hanlon (2005). Penelitian tersebut membagi perbedaan laba akuntansi dan fiskal (book tax differences) menjadi tiga kelompok yaitu perbedaan besar positif (large positive book tax differences), perbedaan besar negatif (large negative book tax differences), dan perbedaan kecil (small book tax differences). Penelitian tersebut menyatakan bahwa naiknya laba yang dilaporkan oleh manajemen yang disebabkan oleh pilihan metoda akuntansi
47
dalam proses akrual akan menyebabkan adanya perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal (Wijayanti, 2006). Asumsi-asumsi yang mendasari penelitian book tax differences untuk menilai kualitas laba adalah kemampuan manajer untuk memanipulasi pelaporan laba akuntansi dalam satu periode waktu, tetapi tidak untuk memanipulasi pelaporan laba kena pajak (Phillips et al., 2003 dalam Yulianti, 2009). Oleh karena itu, manajer lebih senang meningkatkan laba akuntansi tanpa menyebabkan peningkatan pada laba fiskal dengan memanfaatkan keleluasaan peraturan generally acepted accounting principles (GAAP) atau di Indonesia yang dikenal dengan istilah prinsip akuntansi berlaku umum (PABU) (Hanlon, 2005). Laba fiskal sebagai dasar pengenaan pajak berbanding lurus dengan beban pajak. Jika laba fiskal bertambah berarti beban pajak yang harus dibayarkan semakin besar, begitu pula jika laba fiskal berkurang maka beban pajak masa depan akan semakin kecil. Hal tersebut akan berpengaruh pada laba bersih yang merupakan jumlah neto laba yang dihasilkan oleh perusahaan setelah dikurangi dengan beban pajak. Jika penghasilan sebelum pajak konstan, semakin kecil beban pajak yang dibayarkan maka laba bersih yang dihasilkan semakin besar, begitupun sebaliknya. Menurut Wijayanti (2006) terdapat bermacam-macam sumber pendapat mengenai informasi yang ada didalam book tax differences, apakah book tax differences yang besar merupakan indikasi rendahnya persistensi laba akuntansi, belum ada hasil yang pasti. Penelitian ini mendasarkan pendapat dalam literatur analisis keuangan yang fokus utamanya adalah book tax differences dalam menilai
48
kualitas laba dan persistensi laba akuntansi. Sedangkan pada penelitian Joos et al., (2000) dalam Wijayanti (2006) membuktikan bahwa perusahaan dengan book tax differences besar baik positif (laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal) maupun negatif (laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal) secara bersamasama mempunyai kualitas laba lebih rendah. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh book tax differences terhadap persistensi laba dan menggunakan variabel kualitatif dengan 3 kelas yaitu Large positive book tax differences (LPBTD), Large negative book tax differences (LNBTD), dan Small book tax differences (Small BTD). Metode yang digunakan yaitu metode dummy, berdasarkan aturan variabel dummy hanya perlu 2 variabel untuk membentuk model regresinya (Widarjono, 2007 dalam Zdulhiyanov, 2015). Small book tax differences dianggap persisten sehingga dijadikan dasar (acuan), maka semua perbandingan book tax differences baik berupa positif (negatif) dikaitkan dengan small book tax differences (Wijayanti, 2006). Large positive book tax differences merupakan selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal. Menurut Soewito (2009) large positive book tax differences timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal negatif sehingga akan menimbulkan beban pajak tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Large negative book tax differences merupakan selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal.
49
Large negative book tax differences timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal positif sehingga akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laporan laba rugi dan aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Large positive book tax differences dan large negative book tax differences diduga mempunyai kualitas laba yang rendah dan kurang persisten karena munculnya saldo aktiva (kewajiban) pajak tangguhan harus ditelusuri lebih lanjut, karena perubahan dalam hubungannya dengan akun neraca memungkinkan digunakan sebagai suatu cara untuk merekayasa (menaikkan atau menurunkan) laba secara semu dalam kebijakan manajemen (management discretion), sehingga large positive book tax differences dan large negative book tax differences secara bersama-sama mengindikasikan tidak dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa yang akan datang. (Revsine et al., 1999 dalam Hanlon 2005).
50
Large Positive Book Tax Differences (
) Persistensi Laba (Y)
Large Negative Book Tax Differences (
)
Gambar 2.1 Model Penelitian Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Book Tax Differences) Terhadap Persistensi Laba
Keterangan : : Objek yang menjadi fokus penelitian : Menunjukkan hubungan fungsional
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan paradigma penelitian yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1: Large positive book tax differences berpengaruh secara parsial terhadap persistensi laba
51
H2: Large negative book tax differences berpengaruh secara parsial terhadap persistensi laba H3: Large positive dan negative book tax differences berpengaruh secara simultan terhadap persistensi laba