7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Auditing Pada dasarnya pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan
pengendalian sudah sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pengertian pemeriksaan terdapat dua unsur yang selalu kita temui yaitu kondisi dan kriteria. Kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya melekat pada objek yang diperiksa. Kriteria adalah yang seharusnya dikerjakan atau hal yang seharusnya melekat pada objek yang diperiksa. Kriteria merupakan bahan pembanding sehingga dapat menetapkan apakah kondisi menyimpang atau tidak. Pengertian auditing menurut Arens (2008:4) : “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan.Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”. 2.1.1 Auditor Internal Dalam dunia usaha dan pemerintahan kata-kata ini telah memiliki arti khusus, dan penting untuk tetap membedakan keduanya. Kontrol sebagai kata kerja mencerminkan tindakan untuk memastikan bahwa apa yang seharusnya dilakukan akan dilakukan dan mencegah apa yang dilarang, sehingga tujuan manajemen yang telah ditetapkan dapat dicapai, sementara kontrol sebagai kata benda mencerminkan sarana untuk membantu kontrol yang dilakukan oleh si pengendali. Auditor internal yang harus berorientasi manajemen dan berorientasi tujuan, membutuhkan definisi sendiri definisi yang menghubungkan fungsi
8
kontrol dan pengawasan manajemen dengan sarana yang digunakan untuk melaksanakan fungsi tersebut pada setiap aktivitas organisasi (Sawyer,2009:59). Pengertian auditor internal menurut Mulyadi (2008:29) : “Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipenuhi. menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai organisasi”. Auditor internal didefinisikan sebagai suatu aktivitas independen, objektif dan pemberian konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi-operasi organisasi.Seseorang yang membantu suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan
risiko.
Kecukupan
kontrol
dan
pengelolaan
organisasi
(Sawyer,2009:12). Pengertian auditor internal menurut Fonorow dalam Agoes (2013:204). Audit internal adalah suatu penilaian, yang dilakukan oleh pegawai peusahaan (auditor internal) yang terlatih, ,mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi kegunaan dari catatan catatan (akuntansi) perusahaan dan pengendalian intern yang terdapat pada perusahaan. Orang yang melakukan audit internal adalah seorang auditor internal atau pegawai perusahaan itu sendiri.
2.1.2.1 Profesi Auditor Internal Banyak jabatan yang mencari identifikasi profesional.Indentifikasi berlaku untuk banyak pekerjaan profesional atau praktisi lainnya. Katalog kriteria
9
berikut yang digunakan untuk menilai kualitas profesional suatu jabatan (Sawyer,2009:10) : 1.
Pelayanan kepada publik, auditor internal memberikan jasa untuk
meningkatkan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif. Kode etik profesi ini mensyaratkan anggota IIA (Institute of Internal Auditor) menghindari terlibat dalam kegiatan ilegal. Auditor internal juga melayani publik melalui hubungan kerja mereka dengan komite audit, dean direksi, dan badan pengelola lainnya. 2.
Pelatihan khusus berjangka panjang, dalam beberapa kasus dan beberapa
negara di dunia, departemen audit internal menerima orang yang memiliki pendidikan atau
pelatihan
yang
bervariasi.
Hanya
orang-orang
yang
menunjukkan keahlian, lulus tes, dan mendapatkan sertifikat yang dapat menyebut dirinya profesional. 3.
Mentaati kode etik, anggota IIA harus menaati kode etik IIA, mereka juga
harus menaati standar. 4.
Menjadi anggota asosiasi dan menghadiri pertemuan-pertemuan, hal ini
untuk memperluas gagasan dan wawasan para auditor internal. 5.
Publikasi jurnal yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian praktik,
memublikasikan juranl bertujuan untuk meningkatkan keahlian praktik auditor internal. 6.
Menguji pengetahuan para kandidat auditor bersertifikat, IIA dalam hal ini
melakukan program sertifikasi yang akan mendapatkan gelar Certified Internal Auditor (CIA).
10
7.
Lisensi oleh negara atau sertifikasi oleh dewan, profesi auditor internal tidak
dibatasi oleh izin. Siapapun yang dapat meyakinkan pemberi kerja mengenai kemampuannya di bidang audit internal bisa direkrut. Jadi, banyak kriteria sebuah profesi yang melekat pada audit internal :(a) memiliki dasar ilmu yang jelas. (b) program sertifikasi.(c) program pengembangan profesional berkelanjutan.(d) adanya kode etik.(e) pernyataan tanggung jawab.(f) seperangkat standar.(g) jurnal profesi.(h) jumlah litelatur yang semakin meningkat.
2.1.2.2 Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal Perbedaan antara auditor internal dan eksternal disajikan pada tabel berikut ini :
11
Tabel 2.1.2.3 Perbedaan Audit Internal dan Audit Eksternal
Audit Internal 1. Merupakan karyawan perusahaan, atau bisa saja merupakan entitas independen. 2. Melayani kebutuhan organisasi, meskipun fungsinya harus dikelola oleh perusahaan. 3. Fokus pada kejadiankejadian di masa depan dengan mengevaluasi kontrol yang dirancang untuk meyakinkan pencapaian tujuan organisasi. 4. Langsung berkaitan dengan pencegahan kecurangan dalam segala bentuknya atau perluasan dalam setiap aktivitas yang rendah. 5. Independen terhadap aktivitas yang diaudit, tetapi siap sedia untuk menanggapi kebutuhan dan keinginan dari semua tingkatan manajemen. 6. Menelaah aktivitas secara terus-menerus.
Audit Eksternal 1. Merupakan orang yang independen di luar perusahaan. 2. Melayani pihak ketiga yang memerlukan informasi keuangan yang dapat diandalkan. 3. Fokus pada ketetpatan dan kemudahan pemahaman dari kejadian-kejadian masa lalu yang dinyatakan dalam laporan keuangan. 4. Sekali-sekali memerhatikan pencegahan dan pendeteksian kecurangan secara umum, namun akan memberikan perhatian lebih bila kecurangan tersebut akan memengaruhi laporan keuangan secara material. 5. Independen terhadap manajemen dan dewan direksi baik dalam kenyataan maupun secara mental. 6. Menelaah catatan-catatan yang mendukung laporan keuangan secara periodik biasanya sekali setahun.
Sumber : (Sawyer, 2009:8)
Tanggung jawab auditor eksternal adalah memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Tujuan auditor eksternal adalah menentukan kewajaran penyajian posisi keuangan perusahaan dan hasil-hasil usaha untuk periode tersebut. Auditor eksternal harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa laporan
12
keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten dengan tahun sebelumnya dan bahwa aktiva telah diamankan dengan semestinya, sedangkan auditor internal memberikan informasi yang diperlukan manajer dalam menjalankan tanggung jawab mereka secara efektif. Auditor internal bertindak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional perusahaan dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektivitas kinerja perusahaan. Auditor internal memiliki peranan yang penting dalam semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan dan risiko-risiko terkait dalam menjalankan usaha (Sawyer, 2009:6). Terdapat juga beberapa persamaan antara auditor internal dan auditor eksternal menurut Agoes (2013:207), yaitu sebagai berikut : 1. Masing- masing auditor internal harus mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja di bidang akuntansi, keuangan, perpajakan, manajemen dan komputer. 2. Keduanya harus membuat rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit progam) secara tertulis. 3. Semua
prosedur
pemeriksaan dan
hasil
pemeriksaan
harus
didokumentasikan secara lengkap dan jelas dalam kertas kerja pemeriksaan (audit working papers). 4. Audit staf harus selalu melakukan pendidikan profesi berkelanjutan.
13
5. Auditor internal maupun auditor eksternal harus mempunyai audit manual. Sebagai pedoman dan melaksanakan pemeriksaannya dan harus memiliki kode etik serta sistem pengendalian mutu.
2.1.2.4 Peran Auditor Internal (Internal Auditor) Pada saat ini peran auditor internal dalam suatu perusahaan semakin diperlukan, terutama pada perusahaan yang memiliki skala operasi yang luas dan besar. Auditor internal tidak hanya berperan untuk mengurangi kebocoran dan penyelewengan dalam perusahaan, akan tetapi lebih dari itu yaitu sebagai penghasil informasi yang tepat dan tidak memihak serta dapat membantu meningkatkan mutu pimpinan dalam pengendalian perusahaan. Auditor internal memberikan informasi yang diperlukan manajemen dalam menjalankan tanggung jawab mereka secara efektif.Auditor internal bertidak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional perusahaan dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektivitas kinerja perusahaan. Auditor internal memiliki peranan yang penting dalam semua hal yang berkaitan dengan pengolahan perusahaan dan risiko-risiko terkait dalam menjalankan usaha (Sawyer,2009:7).
2.1.2.5 Peranan Auditor internal (Internal Auditor) dalam investigasi kecurangan Auditor
internal
harus
memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kecurangan, kesalahan, manipulasi, inefisiensi, pemborosan,
14
ketidakefektifan, dan conflict of interest. Mereka juga harus hati-hati terhadap kondisi dan kegiatan yang memungkinkan terjadinya irregularities. Lebih baik mencegah terjadinya kecurangan daripada menangani kecurangan yang sudah terjadi. Jika auditor internal menemukan indikasi dan mencurigai terjadinya kecurangan di perusahaan, maka ia harus memberitahukan hal tersebut kepada top management. Jika indikasi tersebut cukup kuat, manejemen akan menugaskan suatu tim untuk melakukan investigasi. Peran auditor internal dalam menemukan indikasi terjadinya dan melakukan investigasi terhadap kecurangan sangat besar (Agoes, 2013:214-215).
2.1.2.6 Standar Profesional Audit Internal Menurut Hery (2010:73) standar profesional Audit Internal terbagi atas empat macam diantaranya yaitu : Independensi a. Mandiri dan Objektif Audit Internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian Audit Internal sangat penting treutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit interrnal. Status organisasi Audit Internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi Audit Internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan secara maksimal.
15
Kemampuan Profesional a. Pengetahuan dan kemampuan Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh Audit Internal. Dalam setiap pemeriksaan, pimpinan Audit Internal haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik, perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan unutk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
b. Pengawasan Pimpinan Audit Internal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang dimulai dengan perencanaan,
yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan
penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup : Memberikan instruksi kepada para staf Audit Internal pada awal pemeriksaan dan menyetujui program-program pemeriksaan. Melihat
apakah
program
pemeriksaan
yang
telah
disetujui
dilaksanakan, kecuali bila terdapat penyimpangan yang dibenarkan atau disalahkan.
16
Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan, kesimpulan-kesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan. Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu. Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai.
c. Ketelitian Profesional Audit Internal harus dapat bekerja secara teliti dalam melaksanakan pemeriksaan. Audit Internal harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan (ketidakefesienan), dan konflik kepentingan.
3. Lingkup Pekerjaan a. Keandalan informasi Audit Internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna. b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundangundangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan, seperti kebijakan, rencana,
17
prosedur, dan peraturan perundang-undangan. Audit Internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. c. Perlindungan aktiva Audit Internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi aktiva perusahaan terhadap berbagai jenis kerugian, seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian, dan kegiatan yang ilegal. Pada saat memverifikasi keberadaan suatu aktiva, Audit Internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat. d. Penggunaan sumber daya Audit Internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefesienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit Internal bertanggung jawab untuk :
Telah
menetapkan
suatu
standar
operasional
untuk
mengukur
keekonomisan dan efesiensi
Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi
Berbagai penyimpangan dari standar operasional telah diidentifikasi, dianalisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan telah dilakukan
e. Pencapaian tujuan Audit Internal harus dapat memberikan kepatian bahwa semua pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahan.
18
4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan Audit Internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan pemeriksaan dengan meliputi :
Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan
Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa
Penentuan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan
Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu
Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang atau area yang akan diperiksa
Penetapan program pemeriksaan
Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil pemeriksaan disampaikan
Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan
b. Pengujian dan pengevaluasian Audit Internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari informasi tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan.
c. Pelaporan hasil pemeriksaan Audit Internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak, dan terbebas dari distorsi.
19
Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yanng tepat waktu adalah laporan yang pemberitaanya tidak ditunda dan mempercepat kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit Internal juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan.
d. Tindak lanjut pemeriksaan Audit Internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut Audit Internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh menejemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.
2.1.3 Pengendalian Intern Menurut Susanto (2013:95) pengendalian intern dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen dan karyawan yang dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui: (1) efisiensi dan efektifitas, (2) penyajian
20
laporan keuangan yang dapat dipercaya, (3) ketaatan terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku. Committee of Sponsoring organization of the Treadway Commisson (COSO) dalam Susanto (2013:95) menyatakan bahwa dasar bagi dilakukannya pengendalian intern adalah tujuan. Tanpa tujuan pengendalian intern tidak ada artinya apa apa. Pengendalian internal yang dilakukan pada bidang perkreditan menjadi lebih matang, proses analisa permohonan kredit dilakukan lebih teliti, lebih terarah dan lebih seksama dan pengamanan kredit lebih diperketat sehingga kredit tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kesepakatan antara bank dan debitur.
2.1.3.1 Tujuan Pengendalian Intern Menurut Sawyer (2005: 62) mengatakan bahwa tujuan-tujuan umum yang akan dicapai dari sistem pengendalian intern adalah: 1. meningkatkan susunan, keekonomisan, efisiensi, dan efektivitas operasi serta kualitas barang dan jasa sesuai misi organisasi; 2. mengamankan sumber daya terhadap kemungkinan kerugian akibat pelepasan, penyalahgunaan, kesalahan pengelolaan, kekeliruan, dan kecurangan; 3. meningkatkan kepatuhan pada hukum dan arahan manajemen; dan 4. membuat data keuangan dan manajemen yang dapat diandalkan serta pengungkapan yang wajar pada pelaporan yang tepat waktu.
21
2.1.3.2 Komponen Pengendalian Intern Pengendalian intern (internal control) menurut COSO (Commite of Sponsoring Organization) dalam Arens, dkk (2008: 376) yang diterjemahkan oleh Wibowo, terdiri atas beberapa komponen, yaitu: 1.
lingkungan pengendalian (control environment), merupakan tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan tentang pengendalian intern dan arti pentingnya.
2.
penilaian risiko (risk assessment), manajemen harus menyadari dan menghadapi risiko. Manajemen harus menetapkan tujuannya dipadukan dengan kegiatan keuangan serta kegiatan lainnya agar dapat beroperasi secara terkoordinasi. Manajemen juga harus membuat mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola risiko terkait.
3.
aktivitas pengendalian (control activities), kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan manajemen untuk mencapai tujuannya bagi pelaporan keuangan.
4.
informasi dan komunikasi, metode yang digunakan untuk memulai, mencatat,
memproses,
dan
melaporkan
transaksi
entitas
serta
mempertahankan akuntabitlitas aktiva terkait dan 5.
pemantauan (monitoring), merupakan penilaian berkelanjutan dan periodik oleh
manajemen terhadap
pelaksanaan pengendalian
intern untuk
menentukan apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dimaksud dan dimodifikasi bila perlu.
22
2.1.4 Sistem Pengendalian Intern Menurut Mulyadi (2010:163) mengatakan sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi,
mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen. Menurut Susanto (2013:95). Sistem pengendalian digunakan untuk pencapaian tujuan atau menghindari akibat yang tidak diharapkan (resiko) karena upaya pencapai tersebut, pengendalian intern sendiri merupakan sistem. Oleh karena itu seperti sistem lainnya harus memiliki ciri seperti tujuan yang didefinisikan dengan jelas, komponen-komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai tujuan dan menbangun sistem pengendalian intern merupakan tanggung jawab manajemen. Kekuatan sistem pengendalian intern sangat tergantung kepada orang yang melakukanya, sebaik apapun sistem pengendalian intern akan gagal bila dijalankan oleh yang kompeten. Sistem pengendalian intern berkaitan dengan aktivitas operasi suatu organisasi dan ada dengan alasan bisnis yang mendasar. Pengendalian intern akan sangat efektif bila pengendalian tersebut menyatu dengan infrastruktur dan merupakan bagian penting bagi mendorong peningkatan kualitas dan inisiatif, menghindari biaya yang tidak seharusnya dan menghasilkan respon yang cepat terhadap perubahan keadaan (Susanto, 2013:96).
23
Susanto (2013:96) menyatakan terdapat beberapa komponen yang berkaitan dengan sistem pengendalian intern : 1. Lingkungan pengendalian, merupakan dasar bagi semua komponen pengendalian intern lain yang melahirkan hierarki dalam membentuk organisasi. 2. Penilaian resiko, meruapkan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dalam mengidentifikasi dan menganalisis resiko yang menghambat perusahaan dalam mencapai tujuan. 3. Pengendalian aktivitas, kebijakan dan prosedur yang dimiliki manajemen untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa manajemen telah dijalankan sebagai mana seharusnya. 4. Informasi dan Komunikasi, informasi yang diperlukan oleh semua tingkatan manajemen organisasi untuk mengambil keputusan, laporan keuangan dan mengetahui kepatuhan terhadap kebijakan yang telah ditentukan. 5. Monitoring, sebagai komponen dari sistem pengendalian intern, merupakan proses penilaian terhadap kualitas kinerja sistem pengendalian intern.
2.1.5
Penyelewengan / penyimpangan (fraud)
2.1.5.1 Pengertian fraud Dengan makin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalanya perusahaan menjadi makin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top management dapat tercapai, keamanan perusahaan terjamin
24
dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, managemen perlu mengadakan pengendalian intern yang baik (Agoes, 2013:212). Penyelewengan / kecurangan (fraud) merupakan pelanggran hukum, kebohongan atau tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud memperoleh keuntungan secara tidak sah (melawan hukum), penyalahgunaan jabatan, pelanggaran prosedur, dll. Penyelewengan ini akan menjadi sumber dan sangat berpengaruh sekali terhadap resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan (Susanto, 2013:92).
2.1.5.2 Kondisi Penyebab Fraud Tunggal (2012:10) menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi penyebab fraud, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Insentif atau tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan fraud . b. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan fraud . c. Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.
25
Menurut Agoes (2013:213) beberapa penyebab terjadinya kecurangan antara lain : 1. Kelemahan pengendalian intern: a. Tidak adanya job description sehingga terjadi perangkapan tugas b. Kurang baiknya sistem otorisasi, tidak berfungsinya audit internal, kurangnya pegawai yang kapabel dan tidak adanya rotation of duties. 2. Adanya pegawai dan pejabat perusahaan yang tidak jujur. 3. Manajemen terlalu yakin bahwa orang kepercayaannya tidak mungkin berbuat curang, padahal justru sering terjadi bahwa orang kepercayaan tersebut yang melakukan kecurangan. 4. Terlalu beratnya target yang ditentukan top management, sehingga manajer pelaksanaan cenderung melaporkan hasil kerja yang lebih baik dari yang sebenarnya.
2.1.5.3 Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Fraud Fraud
umumnya terjadi karena
adanya tekanan untuk
melakukan
penyelewengan dan dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Faktor pendorong
fraud
boleh
diartikan
sebagai
pola
pemanfaatan
“kesempatan/peluang” untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang merugikan.
26
Kumaat (2011:139) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya fraud adalah sebagai berikut: 1. Desain pengendalian internalnya kurang tepat, sehingga meninggalkan “celah” risiko. 2. Praktek yang menyimpang dari desain atau kelaziman (common business sense) yang berlaku. 3. Pemantauan (pengendalian) yang tidak konsisten terhadap implementasi business process. 4. Evaluasi yang tidak berjalan terhadap business process yang berlaku. Simanjuntak (2008:4) dalam Nur (2012) menyatakan terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu: 1. Greed (keserakahan). Keserakahan berhubungan dengan moral individu. Pandangan hidup dan lingkunagn berperan dalam pembentukan moral seseorang.
2. Opportunity (kesempatan). Kesempatan untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Umumnya, manajemen suatu organisasi atau perusahaan memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
27
3. Need (kebutuhan). Berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain tekanan yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan. 4. Exposure (pengungkapan). Terungkapnya suatu kecurangan dalam organisasi atau perusahaan belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut baik pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
2.1.5.4 Pencegahan Fraud Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar bagi Perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka akan berakibat fatal bagi Perusahaan. Untuk itu, manajemen Perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud. Pencegahan fraud Pusdiklatwas BPKP (2008:37) merupakan upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu:
28
1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan. 2. Menurunkan tekanan kepada pegawai agar ia mampu memenuhi kebutuhannya. 3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan fraud yang dilakukan”. Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh Perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh Perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.
2.1.5.5 Tujuan Pencegahan Fraud Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:38) pencegahan fraud yang efektif memiliki lima tujuan yaitu : 1. Preventation, yaitu mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua lini organisasi. 2. Deterrence, yaitu menangkal pelaku potensial bahkan tindakan untuk bersifat coba-coba. 3. Discruption, yaitu mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh mungkin. 4. Identification, yaitu mengidentifikasi kegiatan beresiko tinggi dan kelemahan pengendalian.
29
5. Civil action prosecution, yaitu melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas perbuatan fraud pelakunya. Fraud merupakan suatu masalah di dalam Perusahaan dan harus dicegah sedini mungkin, Amin Widjaja Tunggal (2012:59) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tata kelola untuk mencegah fraud diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi Riset menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghalangi fraud adalah mengimplementasikan program serta pengendalian anti fraud , yang di dasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut Perusahaan. Nilai-nilai semacam itu menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat diterima, bahwa pegawai dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka. Nilai-nilai itu membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi mencakup enam unsur. a. Menetapkan Tone at the Top Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk menetapkan “Tone at the Top” terhadap perilaku etis dalam Perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan memperkuat kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. Tone at the Top yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar bagi kode etik perilaku yang lebih terinci, yang dapat
30
dikembangkan untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai perilaku yang diperbolehkan dan dilarang.
b. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif Dari riset yang dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih jarang terjadi bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan mereka ketimbang bila mereka merasa diperalat, diancam, atau diabaikan. Tempat kerja yang positif dapat
mendongkrak
semangat
karyawan,
yang
dapat
mengurangi
kemungkinan karyawan melakukan fraud terhadap Perusahaan.
c. Memperkerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat Agar berhasil mencegah fraud, perusahaan yang dikelola dengan baik mengimplementasikan kebijakan penyaringan yang efektif untuk mengurangi kemungkinan memperkerjkan dan mempromosikan orang-orang yang memiliki tingkat kejujuran yang rendah, terutama yang akan menduduki jabatan yang bertanggung jawab atau penting. Pengecekan latar belakang, memverifikasi pendidikan, riwayat pekerjaan, serta referensi calon karyawan, termasuk referensi tentang karakter dan integritas. Setelah karyawan diangkat, evaluasi yang berkelanjutan atas kepatuahn pegawai itu pada nilai-nilai dan kode perilaku perusahaan juga akan mengurangi fraud.
31
d. Pelatihan Semua pegawai baru harus dilatih tentang ekspektasi Perusahaan menyangkut perilaku etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu tentang tugasnya untuk menyampaikan fraud aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk, menyampaikannya. Selain itu, pelatihan kewaspadaan terhadap fraud juga harus disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai itu, misalnya, pelatihan yang berbeda untuk agen pembelian dan penjualan.
e. Konfirmasi Sebagian Perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara periodik mengkonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode perilaku. Pegawai diminta untuk menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi Perusahaan serta sudah mematuhi kode perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran. Konfirmasi tersebut akan membantu mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu menghalangi pegawai melakukan fraud atau pelanggaran etika lainnya.
2. Tanggung jawab Manajemen untuk Mengevaluasi Pencegahan Fraud Fraud tidak mungkin terjadi tanpa adanya kesempatan untuk melakukannya dan menyembunyikan perbuatan itu. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mencegah fraud, mengambil langkah-langkah yang teridentifikasi untuk mencegah fraud, serta memantau pengendalian internal yang mencegah dan mengidentifikasi fraud .
32
3. Pengawasan Oleh Komite Audit Komite audit mengemban tanggung jawab utama mengawasi pelaporan keuangan serta proses pengendalian internal organisasi. Dalam memenuhi tanggung jawab ini komite audit memperhitungkan potensi diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta mengawasi proses pencegahan fraud oleh manajemen, dan program serta pengendalian anti fraud. Komite audit juga membantu menciptakan “tone at the top” yang efektif tentang pentingnya kejujuran dan perilaku etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadap fraud.
2.1.5.6 Metode Pencegahan Fraud Pusdiklatwas BPKP (2008:38) menyatakan beberapa metode pencegahan yang lazim ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut: 1. Penetapan kebijakan anti fraud. 2. Prosedur pencegahan baku. 3. Organisasi. 4. Teknik pengendalian. 5. Kepekaan terhadap fraud ”. Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencegah tindakan-tindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk menjalankannya sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik.
33
Pada
dasarnya
komitmen
manajemen
dan
kebijakan
suatu
instansi/organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur penanganan pencegahan secara tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung. Adanya audit commitee yang independen menjadi nilai plus karena unit Audit Internal mempunyai tanggung jawab untuk melakukan evaluasi secara berkala atas aktivitas organisasi secara berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi untuk menganalisis pengendal;ian intern dan tetap waspada terhadap fraud saat melaksanakan audit. Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi sumber atau peluang terjadinya fraud, yang pada gilirannya menimbulkan kerugian financial bagi organisasi sehingga diperlukan teknikteknik pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. Kerugian dan fraud dapat dicegah pula apabila organisasi atau instansi mempunyai staf yang berpengalaman sehingga mereka peka terhadap sinyal-sinyal fraud.
2.1.6 Peranan Auditor
Internal dalam meminimalisir fraud pemberian
KUR Mikro Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Audit Internal memainkan peran yang penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Menurut Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah sebagai berikut:
34
“ Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang pastinya akan memberi Nilai Tambah bagi Sumber Daya dan Perusahaan”. Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa audit internal merupakan suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan Perusahaan untuk memberikan saran kepada manajemen. Menurut Tunggal (2012:65) Auditor Internal memainkan peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Auditor Internal dapat mencegah sekaligus mendeteksi fraud. Menurut Tunggal (2012:59) terdapat tiga unsur untuk mencegah dan mendeteksi fraud, yaitu : 1. Budaya jujur dan etika yang tinggi. 2. Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko fraud. 3. Pengawasan oleh komite audit. Jadi berdasarkan tiga unsur diatas dapat dilihat bahwa banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah fraud yaitu dengan adanya Auditor Internal sebagai perantara dalam pencegahan fraud. Pendapat menurut penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai berikut :
Penelitian yang menguji “Pengaruh Audit internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud” penelitian tersebut memberikan hasil terdapat
35
pengaruh signifikan antara Audit Internal terhadap penceghan dan pendeteksian fraud dapat diterima (Amalia, 2013).
2.1.7 Peranan Sistem Pengendalian Intern dalam meminimalisir fraud pemberian KUR Mikro Menurut Tunakotta (2007:22) bahwa dalam mencegah
fraud dimulai
dengan sistem pengendalian intern. Disamping sistem pengendalian intern ada dua konsep penting lainnya dalam meminimalisir fraud, yakni menanamkan tentang kesadaran adanya fraud (fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud ( fraud risk). hubungan antara sistem pengendalian intern dengan masalah kecurangan dalam suatu perusahan sangat berkaitan. Dengan adanya sistem pengendalian intern dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dan membantu perusahaan dalam meminimalisir fraud. Pendapat menurut penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini dilakukan :
Puspitasari (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pengendalian Intern dan Komitmen dalam
pencegahan Fraud
pengadaan barang” penelitian tersebut memberikan hasil terdapat pengaruh signifikan antara pengendalian intern dan komitmen organisasi dalam pencegahan fraud pengadaan barang. Artinya bahwa semakin baik penerapan pengendalian intern dan komitmen organisasi maka fraud dapat dicegah.
36
2.1.8 Peranan Auditor Internal dan Sistem Pengenadalian Intern dalam meminimalisir fraud pemberian KUR mikro Auditor Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Peranan auditor internal sangat besar sekali dalam mencegah terjadinya kecurangan maupun dalam investigasi kecurangan jika kecurangan sudah terjadi, walaupun auditor internal tidak menjamin bahwa kcurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan seksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi indikasi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermanfaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecuranngan (Agoes,2013:216). Kaitannya antara sistem pengendalian intern dengan fraud sangat erat. Menurut Susanto (2013:93), pertahanan pertama terhadap fraud adalah pengendalian intern. Sistem pengendalian intern yang komprehensif, diterapkan secara menyeluruh dan memonitorir secara reguler aktivitas suatu organisasi merupakan langkah penting untuk menjaga dan mendeteksi resiko kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan dibidang keuangan. Saat ini peran auditor internal dan eksternal sangat penting dalam mendeteksi adanya penyelewengan keuangan yang beresiko merugikan perusahaan. Jadi kesimpulannya adalah bahwa hubungan antara auditor internal dan sistem pengendalian intern sangat berkaitan, tanpa adanya auditor internal sistem pengendalian intern tidak akan berjalan efektif. Kekuatan sistem pengendalian intern sangat tergantung kepada orang yang melakukanya, sebaik apapun sistem
37
pengendalian intern akan gagal bila dijalankan oleh seseorang yang tidak kompeten (Susanto,2013:95).
2.2
Kerangka Pemikiran
Standards for the Professional Practice of Internal Auditing dalam Agoes (2013:214), menyatakan bahwa auditor internal harus melakukan pemeriksaan internnya dengan hati-hati dan menggunakan kemahiran jabatannya. Peranan auditor
internal
dalam
investigasi
kecurangan
harus
memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecurangan, kesalahan, manipulasi, inefisiensi, pemborosan, ketidakefektifan, dan conflict of interest. Berarti auditor harus membuka mata lebar-lebar, memasang telinga dengan baik dan harus mengetahui modus operandi macam-macam kecurangan, lebih baik mencegah terjadinya kecurangan daripada harus menangani kecurangan. Menurut Agoes (2013:216) Beberapa saran untuk mencegah terjadinya kecurangan adalah : 1. Tingkatkan Pengendalian Intern, 2. Lakukan seleksi pegawai secara ketat, gunakan jasa psikolog dan hindari kesalahan dalam penerimaan pegawai, 3. Tingkatkan keandalan internal audit departement. Peranan auditor internal sangat besar sekali dalam mencegah terjadinya kecurangan maupun dalam melakukan investigasi jika kecurangan sudah terjadi. Walaupun auditor internal tidak menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan seksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi adanya indikasi terjadinya kecurangan dan dapat
38
memberikan saran-saran yang bermanfaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan. Menurut Susanto (2013:93) pertahanan pertama terhadap fraud adalah pengendalian intern. Sistem pengendalian intern yang komprehensif, diterapkan secara menyeluruh dan memonitorir secara reguler aktivitas suatu organisasi merupakan langkah penting untuk menjaga dan mendeteksi resiko kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan dibidang keuangan. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:11) fraud adalah sebagai berikut: “Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan, pencurian dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi, kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”.
Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis bahwa bisa dicegah atau paling sedikitnya bisa diminimalisir dengan menerapkan pengendalian anti fraud.
39
Dari landasan teori yang telah diuraikan, kemudian digambarkan didalam kerangka teoritis yang merupakan alur pemikiran peneliti yang disusun sebagai berikut :
Audit internal Hery (2010:73) Meminimalisir Fraud (kecurangan) Pusdiklatwas BPKP (2008:37)
Sistem pengendalian intern Susanto (2013:95)
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran
40
2.3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Sugiyono (2013:93) adalah : “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belumdidasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris”. Berdasarkan teori hubungan variabel-variabel independen terhadap variabelvariabel dependen maka terbentuklah hipotesis sebagai berikut : Ho3 : Auditor internal dan Sistem Pengendalian Intern tidak berperan dalam meminimalisir fraud pemberian KUR mikro. Ha3 : Auditor internal dan Sistem Pengendalian Intern berperan dalam meminimalisir fraud pemberian KUR mikro.
41