BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit Internal Pada dasarnya pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan pengendalian sudah sesuai dengan yang diharapkan.dalam pengertian pemeriksaan terdapat dua unsur yang selalu kita temui yaitu kondisi dan kriteria.kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya yang melekat pada objek yang diperiksa. Kriteria merupakan bahan pembanding sehingga dapat menetapkan apakah suatu kondisi tersebut menyimpang atau tidak.faktor utama diperlukannya audit internal adalah meluasnya rentang kendali yang dihadapi pimpinan perusahaan yang memperkerjakan ribuan karyawan dan mengelola kegiatan di berbagai tempat yang terpencar.berbagai penyimpangan dan ketidak wajaran dalam menyelenggarakan buku perusahaan merupakan masalah nyata yang harus dihadapi. Untuk mendeteksi dan mencegah berbagai masalah yang ada didalam menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut, audit internal yang memadai adalah audit internal yang memenuhi standar profesi audit (SPAI). Menurut Hiro Tugiman (2003), Standar Profesi Audit Internal meliputi :
9
10
a. Independensi atau kemandirian unit audit internal yang membuatnya terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para pemeriksa internal. b. Keahlian dan penggunaan kemahiran professional secara cermat dan seksama para auditor internal c. Lingkup pekerjaan audit internal d. Pelaksanaan tugas audit internal e. Manajemen unit audit internal 2.1.1 Pengertian Audit Internal Audit Internal telah berkembang dari yang hanya sekedar profesi yang memfokuskan diri pada masalah-masalah teknis akuntansi menjadi profesi yang memiliki orientasi memberikan jasa bernilai tambah bagi manajemen. Audit internal merupakan elemen pengawasan dari struktur pengendalian intern dalam suatu perusahaan, yang dibuat untuk memantau efektivitas dari elemen-elemen struktur dari pengendalian intern lainnya. Menurut Mulyadi (2002:202) pengertian audit internal yaitu adalah sebagai berikut “Audit Internal merupakan kegiatan penilaian bebas yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggungjawab mereka dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentarkomentar penting terhadap kegiatan manajemen”. Sedanngkan menurut Hiro Tugiman (2001:11) pengertian audit internal yaitu sebagai berikut :
11
“Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.” Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulakn bahwa audit internal adalah suatu aktivitas penilaian yang bersifat independensi ini diharapkan auditor internal dapat memberi laporan yang objektif kepada manajemen atas hasil temuan serta kesimpulan selama pemeriksaan dan dapat melakukan evaluasi terhadap operasional resiko, proses pengaturan yang efektif, dengan pendekatan yang sistematis, dan apakah telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian audit internal mencakup : a. Audit Internal merupakan suatu aktivitas penilaian independent dalam suatu organisasi.ini berarti bahwa seseorang yang melakukan penilaian tersebut adalah pegawai perusahaan. b. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal, independensi dan objektivitas harus dipegang. c. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal bertanggung jawab langsung pada pimpinan. d. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik financial maupun non financial e. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur telah ditetapkan dijalankan sesuai dengan target dalam mencapai tujuan organisasi.
12
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa audit internal adalah : 1. Suatu aktivitas independen dan objektif Definisi terdahulu menggambarkan audit internal sebagai fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam organisasi, sedangkan definisi terbaru mengakui profesi yang lebih fleksibel dan meninggalkan konsep independensi yang didefinisikan secara sempit. 2. Aktivitas pemberian jaminan dan konsultasi Fungsi penilaian tidak lagi menjadi jasa yang diberikan oleh audit internal dan tidak mengantisipasi peran auditor yang meningkat dan pengaruhnya yang semakin berkembang dalam organisasi. Konsep aktivitas pemberian pinjaman dan konsultasi memfokuskan pada para pengguna jasa, bila profesi auditor internal tidak dapat memenuhi kebutuhan para pengguna, mereka akan memperolehnya dari pihak luar perusahaan. 3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambahan serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi Konsep ini menempatkan audit internal ke inti organisasi. Perubahan filosofi ini sepenuhnya dapat diterima oleh semua auditor. Sebagaian auditor merasa bahwa istilah “memberi nilai tambah” akan menjadi using dan sebagian orang merasa bahwa auditor internal auditor hanya bertangg ung jawab pada komite audit.
13
4. Membantu organisasi dalam usaha pencapaian tujuan Definisi baru berusaha meningkatkan audit internal dengan faktor penting dan proses inti dengan menempatkan aktivitas audit internal sebagai suatu usaha untuk organisasi dalam mencapai tujuannya. 5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses pengelolaan organisasi 2.1.2 Tujuan Audit Internal Tujuan audit internal menurut The Chief of Internal Auditors (Sawyer, 2005:28) yaitu: “The objective of internal audit to provide guidance and related matters to the organization so as to assist management in the dischange of its responsibilities for installing and maintaining controls that to ensure organizatiomal objective are achieved. To this end it furnishes them with analysis, appraisals, recommendation and information concerning the activities reviewed”.
Menurut pernyataan CIA, tujuan audit internal adalah untuk menyediakan suatu pedoman bagi organisasi yang dapat membantu manajemen dalam melaksanakan tanggungjawabnya untuk membentuk dan memelihara pengendalian yang dapat memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk itu fungsi audit internal akan memberikan analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi, dan membentuk informasi mengenai aktivasi yang diperiksa.
14
Menurut The Institute of Internal Auditors (1995:29) tujuan audit internal adalah sebagai berikut: “The scope of internal auditing should encompass the examination and evaluation of the adequacy and effectiviness of the organization’s system of internal control and the quality of perfomance in carrying out assigned responsibilities.” Menurut IIA, ruang lingkup audit internal harus mencakup pemeriksaan dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal dan kualita kinerja dalam melaksanakan tanggungjawab yang diberikan. 2.1.3 Fungsi Dan Tanggung Jawab Auditor Internal Fungsi audit internal membutuhkan pemeriksaan yang berkualitas tinggi.Fungsi audit internal ini tidak akan berhasil dan berjalan tanpa adanya orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup, mempunyai daya imajinasi yang kuat, serta berinisiatif dan mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi audit internal juga ditentukan oleh dukungan dan bantuan yang penuh dan nyata yang diberikan oleh pimpinan tertinggi perusahaan. Fungsi audit internal menurut Hiro Tugiman (2006;11) adalah sebagai berikut : “Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.tujuannya adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.”
15
Sedangkan menurut SPAP yang dikeluarkan IAI (2012:319.28), fungsi pemeriksaan internal dinyatakan sebagai berikut : “Fungsi audit internal ditetapkan dalam satuan usaha untuk memeriksa dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas kebijakan dan prosedur struktur pengendalian internal lain, penetapan suatu fungsi audit internal yang efektif mencakup pertimbangan wewenang dan hubungan pelaporannya, kualifikasi staf dan sumber dayanya.” Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi pemeriksaan internal meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Penilaian terhadap prosedur dan masalah-masalah yang berhubungan dengan itu, seperti penilaian efesiensi prosedur yang telah ditetapkan dan pengembangan serta penyempurnaan prosedur tersebut b. Penilaian terhadap data yang dihasilkan oleh system akuntansi dan membuat analisis lebih lanjut untuk mendukung kesimpulan tertentu c. Penilaian kegiatan yang menyangkut ketaatan terhadap kebijakan, peraturan pemerintah dan kewajiban-kewajiban dengan pihak luar. Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas penyediaan informasi untuk menilai keefektifan sistem pengendalian internal dan mutu pekerjaan orang dalam perusahaan. Oleh karena itu, kepala bagian audit internal harus menyiapkan uraian tugas yang lengkap mengenai tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab bagian audit internal.
16
Hal ini sesuai dengan SPAI yang dikutip oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004;8) tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit internal : “Tujuan kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam eharter audit internal, konsisten dengan SPAI, dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi.” Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan, wewenang, dan tanggung jawab audit internal di dalam suatu perusahaan harus dijelaskan secara rinci dan jelas dalam dokumen tertulis yang formal dan disetujui oleh dewan komisaris. Dokumen tersebut harus menjelaskan tujuan dari bagian audit khususnya mengenai ruang lingkup audit. Namun demikian, bagian audit internal tidak memilik tanggung jawab atau kewenangan terhadap aktivitas yang diauditnya.
2.1.4 Keriteria Auditor Internal 2.1.4.1 Independensi Menurut Mulyadi (2002), independensi adalah : “sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, dapat diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.” Independensi bukan hanya penting secara formal tetapi juga dalam bertindak dan pola berfikir.banyak ahli di bidang akuntansi dan auditing, telah menciptakan landasan yang kuat pada konsep independensi.
17
Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan, Independensi memungkinkan auditor internal untuk melakukan pekerjaan audit secara bebas dan objektif. Hal ini berarti dalam memberikan penilaian auditor internal tidak melihat kepada siapapun, serta dapat membuat pertimbangan penting secara netral dan tidak menyimpang. Hal ini dapat tercapai apabila audit internal di berikan status dan kedudukan yang jelas, seperti yang dikemukakan Hiro Tugiman (2006;20), sebagai berikut : “para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif.kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa perangsangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan obejktif pada auditor internal,”
Independensi mengakut dua aspek, yaitu : a. Status organisasi Merupakan kedudukan formal di dalam suatu perusahaan secara keseluruhan, status organisasi auditor internal harus memberikan kebebasan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang di berikan. Dukungan dari manajemen senior dan dewan direksi sangat diperlukan oleh auditor internal agar dapat bekerja sama dengan pihak yang akan diperiksa dan dapat menyelesaikan tugasnya secara bebas dan tidak ada campur tangan pihak lain.
b. Objektivitas Auditor Yaitu auditor tidak boleh terlibat dalam pengembalian keputusan operasional persuhaan, termasuk dalam desain system manajemen operasi.
18
Audit internal harus selalu bersikap obejktif dalam melakukan audit. Objektifitas merupakan kebebasan sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor internal dalam melakukan audit, dan auditor internal tidak boleh membiarkan pertimbangan auditnya dipengaruhi oleh orang lain Objektivitas auditor internal menurut Standar Profesi Audit Internal (2004) adalah sebagai berikut : “auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif , tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).” 2.1.4.2 Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas penyedian informasi untuk menilai efektivitas system pengendalian intern (SPI) dan mutu pengelolaan organisasi perusahaan. Oleh karena itu satuan kerja audit internal menyiapkan uraian tugas yang lengkap mengenai tujuan , kewenangan, dan tanggung jawab satuan kerja audit internal. Hal itu sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal (2004) tentang tanggung jawab dan kewenangan audit internal : “Tujuan, Kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam character audit internal, konsisten dengan standar profesi audit internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi.” Dari kutipan diatas diketahui bahwa tujuan,kewenangan dan tanggung jawab audit internal didalam organisasi harus dinyatakan secara sah dalam
19
dokumen kewenangan dan tanggung jawab audit internal, selain itu setaip orang dalam organisasi harus memiliki tugas dan tanggung jawab atas pengendalian internal nya, misalnya : a. Manajemen, terdiri dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang pada pokoknya bertanggung jawab dan mengasumsikan “kepemilikan” system pengendalian intern tersebut, lebih dari individu yang lain, dan sebagai role mode menetapkan “ tone of the top” yang mempengaruhi integritas, etika, budaya kerja, dan factor-faktor lain untuk lingkungan pengendalian yang positif. b. Dewan komisaris, bertanggung jawab melakukan pengawasan dan memastikan bahwa kebijakan, pengaturan, dan pedoman yang telah disediakan telah dilaksanakan secara efektif. c. Dewan direktur, bertanggung jawab untuk menyediakan kebijakan, pengaturan, dan pedoman untuk dilaksanakan, sedangkan setiap anggota dewan harus bekerja secara efektif, yakni harus bersifat obyektif, cakap, dan cermat dalam mengelola operasionalitas perusahaan. d. Auditor internal, memainkan peranan penting dalam mengevaluasi efektifitas system pengendalian, dan sebagai “member of the authority”,Fungsi audit internal harus memainkan peran audit dan monitoring secara signifikan.
20
2.1.4.3 Kemampuan Profesional Menurut Hiro Tugiman (2006;27) kemampuan professional adalah sebagai berikut “merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan bebagai displin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.” Kemampuan Profesional Mencakup : 1. bagian audit internal, harus : a. memberikan jaminan atau kepastian teknis dan latar belakang pendidikan
para
pemeriksa
internal
telah
sesuai
dengan
pemeriksaan yang akan dilaksanakan. b. memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. c. memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya. 2. Audit Internal harus : a. Mengetahui standar profesional dalam melakukan pemeriksaan. b. Memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang penting dalam pelaksanaan pemeriksaan. c. Memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara efektif.
21
d. Meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan. e. Melaksanakan ketelitian professional yang sepantasnya dalam melakukan pemeriksaan.
2.1.4.4 Tujuan dan ruang lingkup audit internal Menurut Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal SPAI (2004;81) menyatakan bahwa : “Tujuan, Kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dan character audit internal, konsisten dengan SPAI dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan tanggung jawab dewan pengawas organisasi” Tujuan audit internal menurut Hiro Tugiman (2006;99) adalah sebagai berikut : “Tujuan pelaksanaan audit adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Tujuan internal mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya wajar”.
Ruang lingkup pekerjaan audit internal meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan system pengendalian internal yang dimiliki oleh
perusahaan
(HiroTugiman,2006:41).
dan
kualitas
pelaksanaan
tanggung
jawab
22
2.1.4.5 Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dapat dinyatakan oleh Hiro Tugiman (2006:53) sebagai berikut : “Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti (follow up).” Pelakasanaan kegiatan pemeriksaan, meliputi : 1.Perencanaan Pemeriksaan Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasi dan harus meliputi : a. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan. b. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan yang akan di audit. c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan. d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. e. Melaksanakan survey secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan, risiko-risiko, dan pengawasan-pengawasan, serta untuk memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang akan di periksa. f. Penulisan program pemeriksaan g. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan akan disampaikan. h. Memperoleh persetujuan bagi rencan kerja pemeriksaan.
23
2. pengujian dan pengevaluasian informasi Internal auditor haruslah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut: a. Semua informasi yang berhubungan dengan tujuan audit dan ruang lingkup kerja harus dikumpulkan. b. Informasi haruslah mencukupi,kompeten, relevan dan berguna untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi. c. Prosedur pemeriksaan, teknik pengujian dan penarikan contoh yang dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila memungkinkan dan diperluas atau diubah bila keadaan menghendaki demikian. d. Prosedur pengumpulan, analisis penafsiran, dan pembuktian kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap objektif auditor terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dicapai. e. Kertaskerja audit adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh auditor dan tinjauan atau ditelaah oleh manajemen bagian audit internal. Kertas kerja ini harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan dianalisis serta dibuat harus mendukung dasar temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang akan dilaporkan.
24
3. Pencapaian Hasil Pemeriksaan Internal auditor harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. a. Laporan tertulis yang ditandatangani haruslah dikeluarkan setelah pengujian terhadap pemeriksaan (audit examination) selesai dilakukan. Laporan sementara dapat dibuat secara tertulis atau lisan dan diserahkan secara formal atau informal. b. Internal auditor harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum mengeluarkan laporan akhir. c. Suatu laporan haruslah objektif,jelas,singkat, konstruktif dan tepat waktu. d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil pelaksanaan audit, dan bila di pandang perlu, laporan harus pula berisikan pernyataan tentang pendapat auditor. e. Laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi bagi berbagai perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan yang dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif. f. Pandangan dari pihak auditee tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan audit. g. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjukan harus mereview dan menyetujui laporan pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut dikeluarkan, dan menentukan kepada siapa laporan tersebut akan disampaikan.
25
4. Tindak Lanjut Hasil Audit Pemeriksa internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan korektif yang diusulkan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas temuan yang dilaporkan . Prosedur pemantauan hasil audit menurut Tampubolon (2005:153) dari: a. Evaluasi terhadap anggapan yang diberikan oleh manajemen. b. Evaluasi terhadap jangka waktu yang dibutuhkan oleh manejemen untuk menanggapi hasil observasi dan rekomendasi yang termuat dalam laporan hasil audit, dengan pertimbangan bahwa semakin segera sebuah isu diselesaikan akan semakin baik c. Pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut Pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut harus dilakukan, agar dapat: 1. Diketahui perkembangannya. 2. Diingatkan apabila belum dapat melaksanakan komitmen perbaikan menjelang atau sampai batas waktu yang dijanjikan.
d. Analisis dan verikasi kecukupan tindak lanjut Dari hasil pemantauan tindaklanjut, dilaksankan analisis dan verifikasi kecukupan atas realisasi perbaikan. Apabila terdapat kesulitan atau hambatan
26
yang menyebabkan tindak lanjut tersebut tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya, perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap hal tersebut. e. Adanya sebuah prosedur komunkiasi yang memungkinakan SKAI mendorong manajemen untuk meningkatkan tanggapannya yang dinilai kurang memuaskan atau tidak sesuai yang diharapkan dan disepakati sebelumnya. f. Pelaporan tindak lanjut. SKAI memberikan laporan tertulis kepada direktur utama dan dewan komisaris/komite audit untuk tindakan administratif lebih lanjut. 2.2 Kecurangan (Fraud) Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan ketidakberesan (irregularities). Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindahbukuan, dan lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan (fraud).
Dalam istilah sehari-hari fraud dapat diartikan dengan istilah pencurian, pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian, dan lain-lain. Namun demikian, semua istilah ini merupakan tindakan kriminal atau kejahatan (crime). Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui pengertian fraud, faktor-
27
faktor yang mendorong terjadinya fraud, tanda-tanda fraud, unsur-unsur fraud, jenis dan bentuk fraud serta pencegahan yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya fraud.
2.2 Pengertian Kecurangan (Fraud) Kecurangan (fraud) dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan untuk menyembunyikan, menutupi atau tindakan tidak jujur lainnya, melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang salah dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan keuangan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban. Menurut Hiro Tugiman ( 2006:63) kecurangan didefinisikan sebagai berikut : “Fraud mencakup perbuatan melanggar hokum dan pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang.perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh orang diluar organisasi tersebut”. Sedangkan pengertian fraud menurut Ali(2004) adalah sebagai berikut : “fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan untuk menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan”.
Dapat disimpulakan bahwa fraud merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran dan dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya sehingga dapat mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
28
Fraud dapat melibatkan beberapa pihak, seperti : 1. Pihak internal, yaitu seperti pegawai ataupun manajemen. 2. Pihak eksternal, yaitu seperti costumer atau pihak ketiga. 3. Kerjasama, yaitu seperti fraud yang dilakukan secara kerjasama antara pihak eksternal dan pihak internal. 2.2.1 Klasifikasi Kecurangan Untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya kecurangan, maka harus mengetahui jenis-jenis kecurangan dalam buku Fraud auditing yang diterbitkan Yayasan Pendidikan Audit internal (2008:11) yaitu:
1. Employee embezzlement atau occupational fraud Kecurangan yang dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam organisasi. 2. Management fraud Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, biasanya dengan melakukan penyajian laporan keuangan yang tidak benar untuk keuntungan organisasi atau perusahaan.
3. Investment scam, Kecurangan yang dilakukan dengan membujuk investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi dengan janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam waktu cepat. Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi
29
investor diberikan hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu kemudian macet.
4. Vendor fraud Kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau organisasi yang menjual barang/jasa dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kwalitasnya atau barang/jasanya tidak direalisasikan walaupun pembeli telah membayar, korbannya adalah pembeli.
5. Customer fraud Kecurangan yang dilakukan pembeli/pelanggan. Pembeli tidak/kurang membayar harga barang/jasa yang diterima, korbannya adalah penjual.
6. Computer fraud Kecurangan yang dilakukan dengan cara merusak program komputer, file, data, sistem operasi, alat atau media yang digunakan yang mengakibatkan kerugian bagi organisasi yang sistem komputernya dimanipulasi.
30
2.2.2 Jenis-jenis Kecurangan (Fraud) Dalam artikel yang berjudul Komputer vs Fraud Audit disebutkan bahwa klasifikasi terjadinya fraud tergantung pada kreativitas pelaku fraud. Jenis fraud menurut Schulze dan Daviel L. Black yang dikutip oleh Nanik Wahyuni (2000:17-18) adalah sebagai berikut 1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud) 2. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud) Dari pernyataan di atas, jelas bahwa fraud dapat dilakukan oleh manajemen dan karyawan perusahaan. Berikut ini akan dijelaskan Kecurangan Manajemen (Management Fraud) dan Kecurangan Karyawan (Employee Fraud). 1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud) Manajemen mungkin akan terlibat dengan setiap macam fraud. Management fraud adalah suatu tindakan sengaja membuat laporan keuangan dengan memasukkan jumlah angka yang palsu atau mengubah catatan akuntansi yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Misalnya manipulasi, mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Sama halnya dengan W. Steve Albrecht (2003:9) menyatakan bahwa: "In its most common from, management fraud involves top management's deceptive manipulation of financial statements". Albrecht menyatakan bahwa kecurangan manajemen (management fraud) yang biasa dilakukan adalah memanipulasi laporan keuangan.
31
2. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud) Employee Fraud yang paling umum adalah pemalsuan daftar gaji (false payroll), penjual palsu (false vendor) dan transfer cek palsu (check kitting). Dalam hal ini, pemalsuan daftar gaji dilakukan dengan menciptakan karyawan palsu dan kemudian menguangkan gaji karyawan palsu tersebut. Pemalsuan penjual dilakukan dengan membentuk penjual palsu, faktur palsu yang digunakan untuk menerima pembayaran. Sedangkan cek palsu melibatkan pemindahan dana dari bank yang satu ke bank yan lain dan mencatat secara tidak benar transfer tersebut. Sehubungan dengan employee fraud, Alison (2004:2) menyatakan bahwa: "Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut". Dari pernyataan terdahulu, dapat disimpulkan bahwa fraud yang dilakukan oleh karyawan perusahaan adalah melakukan kesalahan dengan sengaja, yaitu penyalahgunaan aktiva disebabkan karena adanya kesempatan dan lemahnya pengendalian internal pada perusahaan. Fraud dapat terjadi pada perusahaan yang menggunakan sistem komputerisasi. Pada dasarnya computer fraud dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan menyalahgunakan waktu komputer atau mencuri sumber daya komputer dan memanipulasi data atau memasukkan data yang tidak benar.
32
Computer fraud dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang disajikan oleh Dr. Russell Smith yang dikutip oleh Arif (2000:42) bahwa: "Kejahatan fraud melalui komputer cenderung meningkat. Dari hasil survei yang dilakukan oleh KPMG, antara 1997 dan 1999 telah terjadi peningkatan sebesar 71% dari sebelumnya 12%. Hasil survei KPMG tahun 1999 juga menunjukkan total kerugian akibat kejahatan komputer lebih dari $16 juta". Dengan demikian, jelaslah bahwa kejahatan fraud selalu mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tahun 1997 sampai dengan tahun 1999 telah terjadi kenaikan sebesar 59% dan akibat tindakan ini perusahaan mengalami kerugian dalam jumlah yang sangat besar. Adapun bentuk-bentuk fraud menurut Amin Widjaja Tunggal (1992:30), fraud dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: 1. Fraud yang merugikan perusahaan 2. Fraud yang menguntungkan perusahaan Dengan demikian, jelaslah bahwa fraud tergantung pada siapa pelakunya. Untuk lebih jelasnya, akan dirincikan mengenai fraud yang merugikan perusahaan dan fraud yang menguntungkan perusahaan. 1. Fraud yang merugikan perusahaan Perusahaan merupakan korban fraud yang biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang menengah ke bawah. Bentuk fraud dalam kategori ini misalnya pencurian harta kekayaan perusahaan.
33
2. Fraud yang menguntungkan perusahaan Fraud ini biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang atas atau manajemen puncak. Bentuk fraud dalam kategori ini misalnya pencatatan laba dan aktiva yang lebih besar, mencatat biaya-biaya lebih kecil, tidak mencatat retur penjualan, dan lainlain. Sedangkan menurut Association of Certified Examination (ACFE, 2000) di USA mengkatagorikan kecurangan dalam 3 kelompok : 1. Kecurangan laporan keuangan Didefinisikan sebagai kecurangan yangdilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan, yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial dan nonfinansial. 2. Penyalah gunaan aset Digolongkan kedalam "kecurangan kas" dan "kecurangan atas persediaan dan asset lainnya" serta "pengeluaran biaya secara curang". 3. Korupsi Dalam konteks ini adalah menurut ACFE, yaitu pertentangan kepentingan, suap dan pemerasan.
2.2.3
Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Fraud Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
34
Sehubungan dengan itu, Amin Widjaja Tunggal (2001:10) menyatakan bahwa fraud paling sering terjadi bila: 1. Pengendalian intern tidak ada, lemah atau dilakukan dengan longgar 2. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka 3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar 4. Model manajemen sendiri korupsi, tidak efisien atau tidak cakap 5. Pegawai memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan 6. Perusahaan memiliki tradisi korupsi 7. Perusahaan jatuh pada saat yang tidak tepat Suatu hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi kecurangan sebagai akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungannya yang memungkinkan untuk bertindak Soedjono Karni (2000;38) menyatakan pendapat tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut : 1. Lemahnya pengendalian intern a. Manajemen tidak menekankan perlunya peranan pengendalian intern b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict interest d. Auditor internal tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki para eksekutif terutama menyangkur pengeluaran yang besar
35
2. Tekanan keuangan terhadap seseorang a. Banyaknya utang b. Pendapatan rendah c. Gaya hidup mewah 3. Tekanan non finansial a. Tuntutan pimpinan di luar kemampuan bawahan b. Direktur Utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa dikonsultasikan dengan bawahan c. Penurunan penjualan 4. Indikasi lain a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawaikan b. meremeh integritas pribadi c. kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal
Ciri-ciri atau kondisi adanya kecurangan menurut Soejono Karni (2000:43) adalah : 1. Terdapat angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya 2. Adanya perbedaan antara buku besar dan buku pembantu 3. Perbedaan yang dikemukakan melalui konfirmasi
36
4. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang umum maupun yang khusus 5. Terdapat perbedaan kepentingan pada tugas pekerjaan karyawan
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa fraud terjadi karena lemahnya pengendalian internal di dalam perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah karena manajemen tidak menekankan pentingnya pengendalian internal sehingga pegawai bekerja tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka terhadap perusahaan.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan, manajemen akan mengatur pegawainya dengan tindakan yang tidak benar. Hal ini disebabkan karena manejemen yang selalu melakukan tindakan korupsi, tidak efisien dan tidak cakap dalam memanage perusahaan. Apabila pendapatan rendah atau banyak hutang pegawai akan melakukan fraud karena merupakan masalah pribadi yang tidak dapat terpecahkan. Karena banyaknya fraud yang terjadi, perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar sehingga perusahaan dapat jatuh pada saat yang tidak tepat, misalnya kehilangan uang atau saham.
37
Teori mengenai kecurangan dan faktor penyebab terjadinya kecurangan lainnya
adalah
Triangle
fraud. Seperti yang dikutip oleh Theodorus. M,
Tuanakotta (2006:106). Gambar 2.1 Triangle Fraud
1. Perceived Opportunity yaitu kondisi yang bisa mendukung seseorang untuk menutupi kecurangan yang dilakukannya. 2. Pressure atau tekanan merupakan motivasi yang berasal dari seseorang umuk melakukan kecurangan. Termasuk didalamnya motivasi ekonomi. 3. Rationalization atau mencari kebenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya merupakan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan.
38
2.2.4
Syarat Penemuan Fraud Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang
disengaja atau tidak disengaja. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:71-73) bahwa syarat penemuan fraud terdiri dari: 1. Penemuan Fraud 2. Bukti yang Cukup dan Kompeten Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dalam syarat penemuan fraud, audit internal harus dapat menemukan fraud dan didukung oleh bukti yang cukup dan kompeten. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penemuan fraud serta bukti yang cukup dan kompeten. 1. Penemuan Fraud Audit internal diharapkan dapat menemukan kelemahan atau fraud yang terjadi di dalam perusahaan,sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan diatasi. Sehubungan dengan itu, temuan-temuan hasil audit harus didasarkan pada: (1) Kriteria: yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan dalam melakukan evaluasi. (2) Kondisi: yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh audit internal. (3) Sebab: yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan kondisi sesungguhnya.
39
(4) Akibat: yaitu berbagai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan ktiteria (dampak dari perbedaan). (5) Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diaudit, dan informasi lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain. Penemuan fraud, dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan (misalnya melalui audit internal), kebetulan (by accident), dan laporan dari pihak lain. Amin Widjaja Tunggal (2012:72) menyatakan bahwa: "Suatu studi yang dilakukan di Inggris, mengungkapkan bahwa diperkirakan hanya 19% fraud ditemukan oleh auditor, 51% ditemukan karena kebetulan, 10% ditemukan melalui pengendalian manajemen, dan lebih dari 20% merupakan "tips" atau laporan dari pihak luar".
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa fraud dapat ditemukan dari hasil audit yang dilakukan, secara kebetulan dan melalui pengendalian menajemen serta informasi dari pihak lain. 2. Bukti yang Cukup dan Kompeten Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan, sehingga orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan auditor. Sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya dan cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mempergunakan teknik audit yang tepat.
40
2.2.5 Penggolongan Pelaku Fraud Menurut Josua Tarigan (2013:64-65) penggolongan pelaku fraud: 1. Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crime): didefinisikan sebagai kejahatan yang tidak menggunakan kekerasan untuk mendapatkan keuntungan yang dilakukan dengan komitmen menggunakan penipuan oleh orang yang mempunyai status pekerjaan sebagai manajeman puncak, wirausaha, professional, atau semi professional menggunakan keahlian khusus dan kesempatan yang mereka miliki. Contoh kejahatan yang dilakukannya adalah korupsi. 2. Kejahatan Kerah Biru (Blue Collar Crime): didefinisikan sebagai kejahatan yang biasanya dilakukan oleh pegawai yang memiliki status rendah dalam struktur organisasi ataupun oleh buruh. Biasanya pelaku kejahatan kerah biru lebih banyak melakukan aksinya berdasarkan tindak kekerasan dan mudah dibuktikan secara fisik, misalnya pencurian barang persediaan.Adapun menurut Karyono (2013:100-101) pelaku white collar crime dan blue collar crime: Pelaku kecurangan ditingkat manjeman puncak: 1. Manajeman cenderung untuk meraih keuntungan pribadi sebanyakbanyaknya. 2. Cenderung memperlakukan orang sebagai objek, bukan pribadi, bahkan seringkali sebagai objek ekploitasi. 3. Seringkali melakukan cara-cara eksentrik untuk memamerkan kekayaannya. 4. Sangat egois dan lebih banyak membual tentang presentasi dan keunggulan yang mereka raih secara licik daripada kegagalan mereka.
41
5. Tampak sebagai pekerja keras tetapi sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk mereka-reka atau merancang jalan pintas agar bisa mendahului atau mengalahkan pesaingnya. Pelaku kecurangan ditingkat yang lebih rendah : a. Bonus-bonus bergantung pada tingkat kinerja jangka pendek, dan tidak mempertimbangkan kenyataan keadaan ekonomi walaupun persaingan yang terjadi. b. Pengendalian intern tidak ada atau tidak dilaksanakan sehingga membuka peluang bagi karyawan untuk melakukan fraud. c. Pengendalian manajeman terutama berupa penekanan pada kinerja "penuhi targetmu atau kami akan mencari orang lain." d. Kepentingan ekonomi lebih diutamakan daripada etika bisnis sehingga karyawan merasa tidak dihargai. e. Banyak sekali ketidak jelasan mengenai tugas dan tanggungjawab diantara bawahan.
2.2.6 Ruang Lingkup Fraud Auditing
Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu dalam melakukan audit. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:77-80) ruang lingkup fraud auditing meliputi: 1. Tingkat materialitas
42
2. Biaya 3. Informasi yang sensitif 4. Pengembangan integritas Berikut adalah penjelasan mengenai segala sesuatu yang terdapat dalam ruang lingkup fraud auditing menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:7780): 1. Tingkat Materialitas Dimana suatu fraud tetap dianggap material secara kualitatif dan tidak menjadi masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari definisi ini adalah: a. Eksistensi fraud sendiri menunjukan adanya suatu kelemahan dalam pengendalian. b. Fraud menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah. Fraud secara tidak langsung menyatakan masalah integritas mempunyai konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Misalnya, manajemen melakukan pembayaran yang illegal, perusahaan dan ekslusif yang terlibat akan. 2. Biaya Untuk biaya manajeman harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atas manfaat dari perluasan audit dan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk mencegah fraud pada masa yang akan datang. Karena pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yang sangat besar. Seperti yang dikemukakan oleh Arens et al., (2012:322) adalah sebagai berikut : "Because fraud is difficult to detect due to collusion and false documentation, a focus on fraud prevention, and deterrence is often effective and less costly."
43
Dari
pernyataan
tersebut,
tergambarkan
bahwa
untuk
menemukan
dan
mmengungkapkan fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak maksimal. 3. Informasi yang sensitif Apabila telah terdeteksi adanya fraud, auditor segera membuat kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya 4. Pengembangan integritas Auditor internal sering kali diminta untuk melakukan program peningkatan integritas, dan ditinjau bersama seluruh karyawan. Adapun menurut Akmal (2008:18) ruang lingkup pemeriksaan dalam fraud auditing meliputi: "a. Me-review keandalan dan integritas informasi b.Me-reviewkesesuaian/ketaatanterhadap kebijakan,rencana, prosedur peraturan dan perundang-undangan. c. Me-review alat untuk melindungi aktiva dan memverifikasi keberadaan aktiva.” d. Menilai penggunaan sumber daya apakah sudah ekonomis dan efisien Dari pernyataan Akmal (2008:18) di atas, dapat diartikan sebagai berikut: a. Memeriksa kembali apakah keandalan informasi sudah sesuai dengan fakta atau belum. b. Memeriksa kembali bahwa apa yang dilaporkan sudah sesuai dengan standar,kebijakan, rencana, prosedur dan perundang-undangan. c. Memeriksa kembali untuk melindungi harta perusahaan dan keberadaan harta tersebut.
44
d. Menilai apakah penggunaan sumber daya digunakan dengan semestinya dan efisien. Dengan melihat pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dengan peningkatan integritas dalam organisasi, fraud dengan mudah dapat diungkapkan karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan. 2.3 Pendekatan Audit
Dalam hal pendekatan audit dilakukan agar audit internal dengan mudah melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:81-84) bahwa pendekatan auditing terdiri dari: 1. Analisis ancaman Dalam pendekatan fraud auditing, analisis ancaman seperti analisis dari pengungkapan fraud harus dilakukan. Analisis ancaman dapat mengarahkan rencana audit, misalnya melakukan pengawasan pada aktiva untuk mengetahui terjadinya fraud. 2. Survey pendahuluan Audit internal dalam perusahaan melakukan survey pendahuluan dasar untuk memformulasikan audit program. 3. Audit program Audit internal diharuskan menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan. 4. Pemilihan tim auditor
45
Tugas dari tim audit ini yaitu harus mengumpulkan informasi mengenai catatancatatan yang tidak lengkap, ketidakcukupan bukti-bukti, kesalahan penyajian, ataumengubah bukti secara sengaja dalam melaksanakan kecurangan audit.Adapun menurut Hadi Setia (2013:57) pendekatan adalah sebagai berikut: 1. Prosedur yang sistematis Prosedur yang dirancang secara sistematis dan dapat dimengerti oleh auditor internal. 2. Penugasan Adanya seleksi dan penugasan personil yang qualified dan berpengaruh. 3. Tanggung jawab auditor Adanya alokasi tugas dan tanggung jawab yang jelas kepada yang diberi penugasan audit. Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya penugasan yang sesuai dengan kemampuan auditor dan adanya survey pendahuluan sebagai awal prosedur dalam pemilihan tim auditor yang akan melaksanakan tugas audit.
46
2.4
Peranan Audit Internal dalam Pencegahan Fraud
Audit internal sangat erat kaitannya dengan masalah pencegahan fraud di dalam perusahaan. Namun demikian, audit internal tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas terjadinya fraud, meskipun audit internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan fraud. W. Steve Albrecht (2003:96) menyatakan bahwa: "Fraud is reduced and often prevented (1) by creating a culture of honesty, openness, and assistance and (2) by eliminating opportunities to commit fraud".
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa aktivitas untuk melakukan fraud dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu, pencegahan fraud dapat dilakukan dengan menghapuskan peluang untuk melakukan fraud, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa setiap tindakan fraud akan mendapatkan sanksi yang setimpal. Audit internal harus bisa memastikan apakah fraud itu memang ada atau tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus mempunyai alat pengendalian yang efektif sehingga setiap fraud dapat dicegah
47
sedini mungkin. Dengan demikian, jelas bahwa audit internal membantu manajemen dalam memberikan saran dan nasehatnya sehubungan dengan sistem pengendalian yang dibuat oleh manajemen. Bukan menindaknya tapi sekedar menilai dan mengevaluasinya, karena tindakan lebih lanjut sepenuhnya ada ditangan manajemen. Berdasarkan hasil riset yang dilakukannya, Arif dan Satyo (2000:42) menyatakan bahwa: "Pengendalian intern yang baik dan keberanian serta keinginan seluruh anggota organisasi/perusahaan untuk melaporkan fraud kepada pihak berwenang merupakan kiat jitu mengatasi fraud".
Dari pernyataan terdahulu, dapat diketahui bahwa dengan pengendalian internal yang baik dan adanya suatu tindakan dari perusahan melaporkan kasus terjadinya fraud kepada aparat hukum merupakan salah satu kegiatan untuk mencegah terjadinya fraud di dalam perusahaan.
Untuk itu, pihak perusahaan perlu mengambil tindakan untuk tidak melakukan segala fraud dalam bentuk dan cara apapun karena dapat mengakibatkan kebangkrutan bagi perusahaan.
48
2.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Pemeriksaan atau yang sering dikenal dengan audit internal pada dasarnya adalah suatu fungsi penilaian independen yang ada dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengevaluasi keefektifan pengandalian internal dalam pelaksanaan aktivitas operasi perusahaan. Tanpa adanya pengujian dan evaluasi, pihak manajemen tidak akan mengetahui apakah audit internal yang diterapkan atas aktivitas operasi perusahaan telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Mulyadi (2002:9) menjelaskan bahwa definisi pemeriksaan adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataantersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Agar dapat melakukan pemeriksaan, seseorang terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana keadaan yang seharusnya terjadi(kriteria), bagaimana keadaan yang sebenarnya (kondisi). Hasil dari proses perbandingan antar kriteria dan keadaan ini dinamakan temuan. Kontribusi audit internal menjadi semakin penting seiring dengan makin berkembang dan kompleksnya masalah usaha yang menyebabkan banyaknya masalah diluar batas kemampuan manajemen, salah satu fungsi manajemen dalam melakukan kegiatannya adalah dalam bentuk pengawasan (controlling). Seiring dengan perkembangan perusahaan yang semakin meningkat dan permasalahan yang semakin kompleks, maka fungsi manajemen dalam hal pengendalian ini
49
menjadi tugas seorang auditor internal. Berdasarkan Standar Profesional Audit Internal, kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil-hasil dan menindak lanjuti (follow up). Salah satu kegiatan perencanaan pemeriksaan ini merupakan kegiatan yang penting, karena dengan dilakukannya perencanaan pemeriksaan ini, maka akan diperoleh bukti yang kompeten.Perencanaan pemeriksaan ini dapat membantu meminimalisasikan biaya audit serta dapat menghindari salah pengertian dengan pihak yang sedang di audit. Adapun kegiatan perencanaan pemeriksaaan ini meliputi penetapan berbagai tenaga yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan, pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan, melaksanakan survei yang tepat untuk lebih mengetahui kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dan pengawasan, serta penulisan program pemeriksaan, menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan ini akan disampaikan. Manajemen membutuhkan adanya fungsi audit internal dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan penilaian terhadap aktivitas unit-unit dalam suatu perusahaan biasanya dilakukan oleh seorang auditor internal. Internal auditor adalah orang atau badan yang melaksanakan aktivitas internal auditing. Oleh karena itu internal auditor selalu berusaha untuk dapat menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks. Dengan demikian internal auditor muncul sebagai suatu
50
kegiatan khusus dari bidang akuntansi yang luas dan dapat memanfaatkan metode dan teknik dasar dari suatu penilaian. Dengan demikian pemeriksaan intern (internal auditor) harus memahami sifat dan luasnya pelaksanaan kegiatan pada setiap perusahaan, dan juga diarahkan Auditor internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen, sehingga mereka dapat bekerja sama dengan pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaan secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. Seorang auditor harus independen dan objektif dalam pelakanaan kegiatannya, hal ini berarti auditor internal dalam memberikan penilaian tidak memihak kepada siapapun. Menurut SPAI (2004) auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan, sedangkan menurut Mulyadi (2002) definisi auditor internal adalah: "Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan kebijakan dan prosedur yang dltetapkan oleh manajemen puncak telah dipenuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, serta menentukan keandalan informasi.'' Auditor internal bertanggung jawab membantu manajemen dalam pencegahan,pendeteksian dan penginvestigasian fraud yang terjadi di suatu organisasi. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka auditor internal harus bekerja secara profesional. Namun masih banyak yang belum mengetahui apa sebenarnya profesionalisme itu dan bagaimana mencapai profesionalisme. Profesionalisme auditor digunakan sebagai suatu cara untuk mencegah kecurangan dalam perusahaan yang kegiatannya meliputi menguji dan menilaiefektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal yang ada dalam perusahaan.
51
Agar fungsi pencegahan kecurangan dapat berjalan dengan baik, maka auditor internal harus waspada dengan berbagai kesempatan serta kelemahankelemahan pengendalian internal yang dapat memungkinkan terjadinya kecurangan.Kemampuan profesional auditor internal tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup tetapi harus didukung dengan kesesuaian sikap yang positif dengan standar yang ditetapkan dalam melaksanakan pekerjaannya. Tugiman (2006) menyebutkan standar atau kriteria kemampuan auditor internal antara lain: 1. Independensi 2. Kemampuan profesional 3. Ruang lingkup pekerjaan 4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan 5. Manajemen bagian audit internal Apabila kelima syarat tersebut dapat dipenuhi, maka kemampuan profesional akan semakin terpercaya dalam melakukan fungsi pengawasan, karena profesionalisme merupakan kriteria untuk mengukur keberhasilan auditor internal dalam melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. Sikap profesionalisme yang ditujukan oleh auditor internal harus didukung oleh pihak manajemen perusahaan, sehingga mereka dapat bekerjasama dengan pihak yang akan diperiksa dan dapat menyelesaikan secara independen tanpa adanya campur tangan dari pihak lain.
52
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan untuk mengungkap kecurangan tersebut dilakukan oleh auditor internal yang meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian, dan pengevaluasian informasi, serta pelaporan hasil-hasil pemeriksaan dan menindak lanjuti temuan hasil pemeriksaan tersebut. Hasil pemeriksaan dapat berupa temuan, kesimpulan, atau pendapat, rekomendasi dan saran yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), temuan-temuan pemeriksaan adalah hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta. Seperti yang diungkapkan oleh Hiro Tugiman dalam buku Standar Profesional Internal Audit (1997: 72) menyatakan bahwa temuan- temuan pemeriksaan harus didasarkan pada berbagai hal, yaitu : 1. Kriteria, yaitu sebagai standar, ukuram, atau harapa yang digunakan dalam melakukan evaluasi dan verifikasi. 2. Kondisi, yaitu berbagai bukti nyata yang dikemukakan oleh pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan. 3. Sebab, yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sesungguhnya. 4. Akibat, yaitu risiko atau kerugian yang dihadapi oleh unit organisasi atau pihak yang diperlukan karena erdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria. 5. Dalam
laporan
tentang
temuan
dapat
dicantumkan
berbagai
rekomendasi,serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diperiksa Menurut Hall (2001), fraud menunjuk pada penyajian fakta yang bersifat material secara salah yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan
53
untuk membohongi dan mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta tersebut, fakta yang akan merugikan dan berdasarkan hukum yang berlaku. Menurut Soejono Karni (2000:35) Fraud diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Kecurangan manajemen 2. Kecurangan karyawan 3. Kecurangan komputer Menurut Tuanakotta (2007:159) ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah: fraud by need, by greed and by opportunity. Maksud dari ungkapan tersebut adalah jika kita ingin mencegah fraud, hilangkan atau tekan sekecil mungkin penyebabnya Karakteristik sebelumnya dari fraud manajemen menunjukkan bahwa pihak manajemen sering kali melakukan hal yang melanggar peraturan dengan mengesampingkan sistem pengendalian internal yang efektif. Ketika pihak manajemen menggunakan laporan keuangan tersebut untuk menciptakan ilusi, data yang diinput biasanya dimanipulasi dengan memasukkan transaksi yang salah atau dapat dipertanyaan atau penilaian yang dapat dipertanyakan berkaitan dengan alokasi biaya atau pengakuan pendapatan. Menurut Admin Wijaya Tunggal (2013), menyatakan bahwa pencegahan kecurangan meliputi : 1. Standar Pemeriksaan dalam audit kecurangan 2. Ruang Lingkup Fraud Auditing 3. Pendekatan Audit
54
Jadi, seorang auditor internal harus bekerja secara profesional dalam melakukan tugasnya sehingga keterjadian kecurangan dapat dicegah dengan memenuhi kriteria audit internal dan mengikuti metode pencegahan kecurangan untuk diterapkan di perusahaan seperti dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan logika diatas maka audit internal memiliki peranan dalam pencegahan kecurangan, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Audit Internal
Pencegahan Kecurangan
Dimensi:
Dimensi: 1. Standar Pemeriksaan
1. Independen 2. Tanggung jawab dan kewenangan
dalam Audit Kecurangan 2. Ruang Lingkup Audit Kecurangan
audit 3. Kemampuan
3. Pendekatan Audit
professional 4. Ruang Lingkup Audit 5. Pelaksanaan Kegiatan Audit
Hipotesis Penelitian: Audit Internal berperan positif dan signifikan dalam pencegahan kecurangan
55
Tujuan utama pencegahan fraud adalah untuk menghilangkan sebab- sebab munculnya fraud. Menurut Amrizal (2004:3) fraud sering terjadi apabila: 1. Pengendalian internal tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar atau tidak efektif. 2. Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. 3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau di-tempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan. 4. Model manajemen melakukan fraud, tidak efisien danatau tidak efektif serta tidak taat pada hukum dan peraturan yang berlaku. 5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang harus dipecahkan, masalah keuangan, masalah kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan. 6. Industri di mana perusahaan menjadi bagiannya memiliki sejarah atau tradisi terjadinya fraud. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menarik hipotesis sebagai berikut : "Audit internal berperan dalam pencegahan fraud (kecurangan)"
56
2.6
Persamaan dan Perbedaan dengan penelitian sebelumnya Penelitian yang dilakukan penulis memilik beberapa persamaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu : Nama Peneliti Sheila Fathia (2015)
Judul penelitian Peran auditor dalam mencegah terjadinya kecurangan
Indra Wiratama (2012)
Pengaruh kompetensi auditor internal terhadap pencegahan fraud
Meta Wardhini (2010)
Peran auditor dalam Pencegahan kecurangan
Jasmine Azizah Puteri (2015)
Peranan Audit internal Dalam Pencegahan Kecurangan
Persamaan Penelitian Variabel independen : auditor internal Variabel dependen : Pencegahan kecurangan Variabel independen : auditor internal Variabel dependen : Pencegahan kecurangan
Variabel independen : auditor internal Variabel dependen : Pencegahan kecurangan Variabel independen : auditor internal Variabel dependen : Pencegahan kecurangan
Perbedaan Penelitian Perbedaan Penelitian terdapat pada studi kasus yang dilakukan oleh peneliti yaitu PT.PINDAD Perbedaan penelitian terdapat penambahan variable independen yaitu kompetensi auditor internal penelitian ini dilakukan di Bank Danamon Perbedaan Penelitian terdapat pada studi kasus yang dilakukan oleh peneliti yaitu PT.PLN (PERSERO) Perbedaan Penelitian terdapat pada studi kasus yang dilakukan oleh peneliti yaitu PT.Bank Permata,Tbk Bandung
57