BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian, Dasar Falsafah dan Hukum Bank Syariah Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk fasilitas pembiayaan.
2.1.2 Arti Perbankan Syariah Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992,”Bank syariah adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip syariat (Islam)”. Lebih jauh purwatmadja dan Antonio (1999:1) menjelaskan bahwa yang dimaksud bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam atau mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam hal ini praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dijauhi, untuk diganti dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan.
24 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Dasar dan Falsafah Bank Syariah Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, untuk dipergunakan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini, Allah tidak meninggalkan manusia sendiri tetapi diberikannya petunjuk melalui rasulNya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik aqidah,akhlak,maupun syariah. Dua komponen yang utama sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen syariah senantiasa diubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf perbedaan umat, dimana seoarang Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri, ia bukan saja komprehensif tetapi juga universal. Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak akan ada syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya. Komprehensif, berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun social (ibadah maupun muamalah). Ibadah diperlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan harmonisnya hubungan manusia dengan kholiqnya, serta untuk mengingatkan secara berkelanjutan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game dalam keberadaan manusia sebagai makhluk sosial. Universal, bermakna ia dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti, Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam special treatmentbagi muslim dan membedakannya dari non muslim. 25 Universitas Sumatera Utara
Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, yang artinya: dalam bidang kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita. Sifat eksternal muamalat ini dimungkinkan karenea adanya yang dinamakan tsabit wa mutaghayyirat (prinsip dan variabel) dalam islam. Kalau kita ambil contoh sektor ekonomi seperti: larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Variabel merupakan instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tadi seperti: mudharabah, musyarakah, murabahah,dan sebagainya. Disinilah tugas cendikiawan muslim sepanjang zaman untuk menerapkan teknik penerapan prinsip-prinsip tapi dalam variabel-variabel sesuai dengan situasi dan kondisi sesama. Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan didunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan agama harus dihindari: a. Menjatuhkan diri dari unsur riba, dengan cara: a. Menghindari penggunaan sistem yang menerapkan dimuka secara pasti keberhasilan usaha (QS.Luqman:34); b. Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang
26 Universitas Sumatera Utara
mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS.Ali Imran:130); c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR.Muslim); d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR.Muslim). b. Menetapkan sistem bagi hasil dan perdagangan Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa, uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.
2.1.4 Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia Bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya regulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen (satu peniadaan bunga). Sungguh demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak
27 Universitas Sumatera Utara
diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah disahkan UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga maupun keuntungan bagi hasil. Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa: “Bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (Bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil”. (pasal 6). Dikeluarkannya UU ini, maka operasional perbankan syariah semakin luas. Titik kulminasi telah tercapai dengan diadakannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa sajayang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari system konvensional ke system syariah. UU No. 10 sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No. 72/1992 yang melarang dual system. Dengan tegas pasal 6 UU No. 10/1998 memperbolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui:
28 Universitas Sumatera Utara
1. Pendirian kantor cabang atau dibawah kantor cabang baru, atau 2. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha secara syariah. Sungguhpun demikian bank syariah yang ada ditanah air harus tetap tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang berlaku pada umumnya sebagaimana diungkapkan Zainul (1999:25) antara lain: 1. Ketentuan perizinan dalam pengembangan usaha, seperti pembukaan cabang dan kegiatan devisa. 2. Kewajiban pelaporan ke Bank Indonesia. 3. Pengawasan intern. 4. Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan faktor yang lainnya. 5. Penggunaan sanksi atas pelanggaran. Disamping ketentuan-ketentuan diatas Bank Syariah di Indonesia juga dibatasi oleh pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Hal ini terakhir memberikan implikasi bahwa setiap produk Bank Syariah mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada masyarakat. Adanya tuntutan perkembangan maka Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 kemudian direvisi menjadi Undang-undang perbankan No. 10 Tahun 1998. Undang–undang ini melakukan revisi beberapa pasal yang dianggap 29 Universitas Sumatera Utara
penting, dan merupakan aturan hukum secara leluasa menggunakan istilah syariah dengan tidak lagi menggunakan istilah bagi hasil. Diantara perubahan yang berkaitan langsung dengan keberadaan Bank Islam adalah: 1. Pasal 1 ayat 12 menyatakan “Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk megembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. 2. Pasal 1 ayat 13 berbunyi: “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan barang atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtisna) 3. Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga pasal 6 huruf m menjadi berbunyi seperti: “ menyediakan pembiayaan dan melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia’’. 30 Universitas Sumatera Utara
4. Ketentuan Pasal 13 huruf c diubah, sehingga Pasal 13 huruf c menjadi berbunyi sebagai berikut: “ menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”. Untuk menjalankan Undang-undang tersebut selanjutnya dikeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat tahun 1999 dilengkapi Bank berdasarkan Prinsip Syariah. Aturan yang berkaitan dengan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 2 Mei 1999, yaitu: 1. Pasal 1 huruf a menyatakan: “Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah”. 2. Pasal 1 huruf g menyatakan: “Kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah adalah kegiatan usaha perbankan yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998”. 3. Bab IV kegiatan usaha, pasal 28 menyatakan bahwa “Bank wajib menerapkan Prinsip Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi: 31 Universitas Sumatera Utara
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: •
Giro berdasarkan prinsip wadi’ah
•
Tabugan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
•
Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau
•
Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
b. Melakukan penyaluran dana melalui: 1. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip •
Murabahah
•
Istishna
•
Ijarah
•
Salam
•
Jual beli lainnya
2. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip •
Mudharabah
•
Musyarakah
•
Bagi hasil lainnya
3. Pembagian lainnya berdasarkan prinsip •
Hiwalah
•
Rahn
•
Qard
32 Universitas Sumatera Utara
c. Membeli, menjual dan menjamin atas resiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (under transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah. d. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar syariah. e. Memindahkan uang atau kepentingan sendiri dan nasabah berdasarkan prinsip wakalah. f. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan dan/atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah. g. Menyediadakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yang amanah. h. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata usahanya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah. i. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di otoritas jasa keuangan berdasarkan prinsip ujr. j. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah,mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah serta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip wakalah. k. Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr. 33 Universitas Sumatera Utara
l. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah. m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah. 4.
Pasal 29 menyatakan: “Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, bank dapat pula: a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf. b. Melakukan
kegiatan
penyertaan
modal
berdasarkan
prinsip
musyarakahatau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakahatau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya. d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan
prinsip
syariah
sesuai
dengan
ketentuan
dalam
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan pijakan bagi Bank Syariah di Indonesia dalam mengembangkan produk-produknya dan operasionalnya. Berdasarkan hukum positif tersebut, Bank Syariah di Indonesia sebenarnya memiliki
keleluasaan
dalam
mengembangkan
produk
dan
aktivitas
operasionalnya.
34 Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Sistem
perbankan
syariah
berbeda
dengan
sistem
perbankan
konvensional, karena sistem keuangan dan perbankan syariah merupakan subsistem dari suatu sistem ekonomi syariah yang cakupannya luas. Oleh karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut secara sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilainilai syariah. Tujuan dari pendirian bank-bank Islam umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah, dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Menurut Wirdyaningsih (2005:39), prinsip utama yang dianut oleh bank islam adalah : 1.
Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transakso;
2.
Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah; dan
3.
Menumbuhkembangkan zakat Berdasarkan prinsip utama tersebut, maka secara operasional terdapat
perbedaan-perbedaan
yang
subtantif
antara
bank
syariah
dengan
bank
konvensional seperti terlihat pada tabel berikut:
35 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional No
Keterangan
Bank syariah
1
Akad dan aspek legalitas Hukum islam hukum positif
2 3
Lembaga penyelesaian sengketa Struktur organisasi
4 5
Investasi Prinsip operasional
6 7
Tujuan Hubungan nasabah
Bank Konvensional dan
BASYARNAS Ada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Halal Bagi hasil, jual beli, sewa Profit dan falah oriented Kemitraan
Hukum positif BANI Tidak ada DSN dan DPS
Halal dan haram Perangkat bunga Profit oriented Debitor dan kreditor
Sumber : Wirdyaningsih (2005 : 39) Dari tabel tersebut, perbedaan bank syariah dan bank konvensional dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Akad dan Aspek Legalitas Di dalam bank Islam, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.
36 Universitas Sumatera Utara
2. Lembaga Penyelesaian Sengketa Lembaga penyelesaian sengketa di perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antar bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikan di peradilan negeri, tetapi menyelesaikan sesuai tata cara dan hukum materi syariah. 3. Struktur Organisasi Unsur yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengurus Syariah dan Dewan Syariah Nasional. 4. Investasi Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Menyimpan uang di bank syariah termasuk kategori investasi karena perolehan kembalinya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. 5. Prinsip Operasional Ada beberapa perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan di bank konvensional dengan bank syariah, yaitu antara lain : a. Perbedaan Konsep Antara Bunga dan Bagi Hasil Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha 37 Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan mengandung risiko dan mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal. b. Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing : 1) Investasi adalah kegiatan usaha yang mendukung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan pengembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. 2) Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan pengembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. c. Perbedaan Utang Uang dan Utang Barang Terdapat dua jenis utang, yakni utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang atau yang terjadi karena pengadaan barang. Utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas. Utang yang terjadi karena pembiayaan harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut juga harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang disepakati. Apabila harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh naik, karena akan masuk ke dalam kategori riba. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk pengadaan barang, bukan utang uang. 38 Universitas Sumatera Utara
6. Tujuan Bank konvensional maupun bank syariah memiliki tujuan dalam pengoperasiannya. Hal yang mendasari tujuan bank syariah dalam beroperasi adalah untuk memenuhi profit pada bank syariah dengan cara bagi hasil antar pemilik dana atau bank (shahibul maal) dengan pengelola dana atau nasabah (mudharib) yang sesuai kesepakatan bersama. Sedangkan bank konvensional hanya berorientasi pada keuntungan yang diperoleh dari hasil bunga setiap nasabah. 7. Hubungan Nasabah Dalam bank syariah, hubungan antara bank (shahibul maal) dengan nasabah (mudharib) tidak hanya sebatas debitur dengan kreditor saja tetapi syariah memfokuskan pada hubungan kemitraan dimana shahibul maal dan mudharib mampu bekerja sama dengan baik dalam pencapaian profit yang telah disepakati.
2.2 Ruang Lingkup Mudharabah 2.2.1 Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usahanya. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara 39 Universitas Sumatera Utara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kesalahan sipengelola, sipengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
2.2.2 Landasan Syariah Secara
umum,
landasan
dasar
syariah
mudharabah
lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayatayat dan hadits berikut ini: a. Al-Qur’an “…dan orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al-Muzzammil : 20) Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah Al-Muzzammil 20 adalah kata yadhirbun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. “Apakah telah tunaikan sholat maka bertebarlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT” (Al-Jumu’ah : 10) “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhan…” (AlBaqarah : 198) Surat Al-Jumu’ah : 10 dan surat Al Baqarah : 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.
40 Universitas Sumatera Utara
a. Al-Hadits Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengurangi lautan, menuruni lembahyang berbahaya atau membeli
ternak
jika
menyalahi
peraturan
tersebut,
yangbersangkutan
bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah pun membolehkannya (H.R Thabrani) Dari Shahih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasullah SAW bersabda, tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli, mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (H.R Ibnu Majah).
2.2.3 Jenis-jenis Mudharabah Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: MudaharabahMuthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. a. Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi mudharabahmuthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibulmaal dan mudaharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama selafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
41 Universitas Sumatera Utara
a. Mudahrabah Muqayyadah Mudahrabah
Muqayyadah
atau
disebut
restiredmudaharabah/specifiedmudharabah
juga adalah
dengan kebalikan
selisih dari
mudharabahmuthalaqah. Si mudharib dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. Dalam melakukan aktivitas yang bersifat mudharabah ini ada beberapa rukun yang harus dipenuhi agar transaksi menjadi sah, yaitu: a. Ada Pemodal b. Ada Pengelola c. Ada Modal d. Ada Nisbah Keuntungan e. Ada Akad/shiqhat Sementara itu syarat-syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah: a. Pemodal dan Pengelola Keduanya harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum dan keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak. b. Shighat (Ucapan) Yaitu penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak. c. Modal 42 Universitas Sumatera Utara
adalah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas mudharabah. Untuk itu, modal harus memenuhi syarat-syarat berikut: harus diketahui jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang) dan harus tunai.
2.2.4 Aplikasi dalam Perbankan Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpun dana, mudharabah diterapkan pada: a). Tabungan berjangka, yaitu tabungan dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; b). Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: a). Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa; b). Investasi khusus, dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal. Dengan demikian, mudharabah merupakan kerjasama antara dua belah pihak, maka bila shahibulmaal memberikan dananya maka mudharib (pengelola) mengkontribusikan kerja dan keahliannya.
43 Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Manfaat Mudharabah a. Bank akan menikmati bagi hasil pada saat keuntungan nasabah meningkat. b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank. c. Pengembalian pokok pinjaman disesuaikan dengan cash flow (arus kas) usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.2.6 Resiko Mudharabah Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapan dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya: a. Sidestreaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak; b. Lalai dan kesalahan yang disengaja; c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
44 Universitas Sumatera Utara
2.3Pengertian Pendapatan dan Skema Mudharabah 2.3.1 Pengertian Pendapatan Syariah Sebelum penulis menguraikan pendapatan syariah maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang akuntansi syariah, karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Menurut Muhammad (2001 : 10) “akuntansi syariah adalah kegiatan melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah (transaksi)”. Dari hal tersebut diatas dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Ada beberapa prinsip yang terkandung dalam pengertian diatas, yaitu : a. Prinsip Pertanggungjawaban Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggunggajawaban manusia selalu pemegang amanah Allah dimuka
bumi.
Implikasi
dalam
bisnis
harus
selalu
melakukan
pertanggungjawaban apa yang telah diamanahkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawaban ini adalah dalam bentuk laporan.
45 Universitas Sumatera Utara
b. Prinsip Keadilan Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tapi juga merupakan nailai yang inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam akuntansi kata adil secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Maka kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian yaitu : 1. Kejujuran, yang merupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan merugikan masyarakat. 2. Kata adil merupakan sifat fundamental, yang berpijak pada nilai-nilai etika syariah dan moral mendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangunan akuntansi. c. Prinsip Kebenaran Dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran, dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran dan kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Kebenaran Al-Qur’an tidak memperbolehkan untuk mencampur antara yang benar dan yang batil. Menurut Muhammad (2001:204), pendapatan akuntansi syariah adalah kenaikan kotor dalam asset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan 46 Universitas Sumatera Utara
keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat pada investasi yang halal, perdagangan, memberikan jasa, atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan. Investasi yang halal dimaksud di sini adalah investasi yang tidak melanggar syariah Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi, bila kita pandang pendapatan dari sudut akuntansi syariah maka dapat kita lihat bahwa segala sesuatunya secara karakteristik operasional bank syariah selalu berdasarkan pada konsep yang mengacu pada kesatuan syariah.
2.3.2 Skema Mudharabah Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibulmaal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Menurut Mohammad Thohir (2009 : 110) Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba, dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan, dihitung dari total pendapatan
47 Universitas Sumatera Utara
pengelolaan mudharabah. Secara umum, aplikasi perbankan syariah dalam akad pembiayaan mudharabah dapat digambarkan dalam gambar berikut ini :
Nasabah (Mudharib)
1. Akad pembiayaan mudharabah
3. Modal 0%
Bank Syariah (Shahibul Maal)
2. Modal 100%
Kerja Sama Usaha 4. Pengelola usaha
5. Pendapatan % Nisbah bagi hasil
% Nisbah bagi hasil
6. Modal (100%) Sumber : Ismail (2013 : 173) Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah Keterangan : 1. Bank syariah (shahibul maal) dan nasabah (mudharib) menandatangani akad pembiayaan mudharabah. 2. Bank syariah menyerahkan dana 100% dari kebutuhan proyek usaha. 3. Nasabah tidak menyerahkan dana sama sekali, namun melakukan pengelolaan proyek yang dibiayai 100% oleh bank.
48 Universitas Sumatera Utara
4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh mudharib. Bank syariah tidak ikut campur dalam manajemen perusahaan. 5. Hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan mudharabah. 6. Persentase tertentu menjadi hak bank syariah, dan sisanya diserahkan kepada nasabah. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh mudharib, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh bank syariah dan mudharib.
2.4. Murabahah 2.4.1 Pengertian Murabahah Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad ini, penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli dan harga jual barang disebut dengan margin keuntungan. Dalam praktek bank syariah, bank merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah.
49 Universitas Sumatera Utara
Menurut Muthaher (2012:58) murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Pembayaran atas transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati. Dalam hal pembayaran secara angsuran, pihak bank syariah mengakui hal itu sebagai piutang murabahah. Piutang murabahah adalah tagihan yang timbul dari transaksi jual beli berdasarkan akad murabahah secara angsuran. Selain itu, piutang murabahah juga dapat diklasifikasikan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang.
2.4.2 Syarat Murabahah Di dalam murabahah terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Antonio (2001:102) syaratmurabahah adalah sebagai berikut : 1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. 2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3. Kontrak harus bebas riba. 4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. 5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
50 Universitas Sumatera Utara
Secara prinsip, jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan : 1. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya, 2. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual. 3. Membatalkan kontrak. Jual beli secara murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.
2.4.3 Skema Piutang Murabahah Dalam pembiayaan murabahah, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang melakukan transaksi jual beli, yaitu bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli barang.
51 Universitas Sumatera Utara
1. Negosiasi & persyaratan 2. Akad jual beli
Bank Syariah
Nasabah 6. Bayar 5. Terima barang & dokumen
3. Beli barang
Supplier Penjual
4. Kirim barang
Sumber : Ismail (2013:139) Gambar 2.2 Skema Piutang Murabahah
Keterangan : 1.
Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli yang akan dilaksanakan. Poin negosiasi meliputi jenis barang yang akan dibeli, kualitas barang, dan harga jual.
2.
Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah, di mana bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad jual beli ini, ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh nasabah, dan harga jual barang.
3.
Atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank syariah membeli barang dari supplier/penjual. Pembelian yang
52 Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh bank syariah ini sesuai dengan keinginan nasabah yang telah tertuang dalam akad. 4.
Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah.
5.
Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan barang tersebut.
6.
Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah ialah dengan cara angsuran.
2.5Akuntansi Tabungan Mudharabah Akuntansi tabunganmerupakan pencatatan untuk semua transaksi yang terkait dengan tabungan, yang meliputi setoran, penarikan, dan pemindah bukuan (Ismail, 2010:50). Perlakuan akuntansi tabungan adalah : a. Saldo tabungan dinilai sebesar jumlah kewajiban bank kepada pemilik tabungan. Saldo tabungan nasabah dicatat dalam kelompok kewajiban, karena tabungan nasabah merupakan utang bagi bank yang sewaktu-waktu bank harus membayarnya tanpa perjanjian. b. Transaksi tabungan diakui sebesar nominal penyetoran atau penarikan yang dilakukan oleh penabung. Pencatatannya sesuai dengan jumlah yang disetorkan atau yang ditarik secara tunai.
53 Universitas Sumatera Utara
c. Setoran tabungan yang diterima tunai pada saat uang diterima, dan setoran kliring diakui pada saat kliring berhasil ditagihkan atau kliring dinyatakan efektif. d. Bank memberikan bunga tabungan yang besarnya sesuai dengan kebijakan bank masing-masing dan jenis tabungan. Pada umumnya bank memberikan bunga
yang
diperhitungkan
secara
harian
sesuai
dengan
saldo
pengendapannya. Menurut Rizal (2014:92),akuntansi untuk tabungan mudharabah dan perhimpun dana bentuk lainnya yang menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola tabungan. PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai pencatatannya. 2.5.1 Transaksi Penambahan Tabungan Mudharabah Beberapa transksi terkait tabungan mudharabah dapat mengakibatkan bertambahnya saldo tabungan mudharabah. Transaksi tersebut antara lain adalah setoran tunai nasabah, transfer dari kantor cabang lain ke rekening nasabah,
54 Universitas Sumatera Utara
transfer dari bank lain ke rekening nasabah, dan penerimaan bagi hasil mudharabah ke rekening nasabah (Rizal, 2014:93). Berikut ini adalah ilustrasi yang mengakibatkan bertambahnya rekening tabungan mudharabah nasabah. Tabel 2.2 Contoh Kasus 1 Kasus 1 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah 01 Jan 2015
Ursila, nasabah BSM menerima setoran tunai pembukaan tabungan mudharabah sebesar Rp 3.500.000.
08 Jan 2015
Ursila, mentransfer sebesar RP 500.000. dari rekeningnya ke rekening tabungan BSM cabang petisah
17 Jan 2015
Ursila menerima kiriman dari rekening giro nasabah Bank Muamalat sebesar Rp 500.000.
31 Jan 2015
Ursila menerima bagi hasil tabungan mudharabah dari BSM sebesar Rp 20.000.
Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut:
55 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Jawaban Kasus 1 Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
01/01/15
Db Kas
3.500.000
Kr Tabungan Mudharabah 08/01/15
Db RAK cabang petisah
3.500.000 500.000
Kr Tabungan Mudharabah 17/01/15
Db Giro pada Bank Indonesia
500.000 500.000
Kr Tabungan Mudharabah 31/01/15
Db Hak pihak ketiga atas bagi
Kredit (Rp)
500.000 20.000
hasil Kr Tabungan Mudharabah
20.000
Untuk transaksi yang bersifat antarkantor, dalam praktik perbankan biasa digunakan rekening sementara dengan nama rekening antar kantor (RAK), seperti dapat dilihat pada jurnal tanggal 8 januari 2015. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antarbank yang berbeda, biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi oleh Bank Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Mekanisme ini biasa disebut dengan kliring. Pada transaksi
56 Universitas Sumatera Utara
kliring, semua penerimaan dari atau pembayaran kepada bank lain dilakukan melalui rekening giro pada Bank Indonesia, seperti yang terlihat pada jurnal transaksi tanggal 17 januari 2015. 2.5.2 Transaksi Pengurangan Tabungan Mudharabah Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan berkurangnya saldo tabungan mudharabah adalah penarikan tunai oleh nasabah, transfer ke rekening lain pada bank yang sama, transfer ke nasabah bank lain, serta penarikan biaya administrasi tabungan, pajak, dan lainnya oleh bank (Rizal,2014:94). Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan berkutangnya saldo rekening tabungan mudharabah nasabah. Tabel 2.4 Contoh Kasus 2 Kasus 2 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah 01 2015 08 2015 17 2015
Januari Ursila, nasabah BSM cabang gajahmada medan menarik tunai tabungan mudharabah sebesar Rp 1.500.000. Januari Ursila, mentransfer sebesar Rp 500.000 dari rekeningnya ke rekening tabungan nasabah BSM cabang petisah. Januari Ursila, menstransfer sebesar Rp 250.000 dari rekeningnya ke rekening giro nasabah Bank Muamalat.
57 Universitas Sumatera Utara
31
Januari Potongan tabungan mudharabah Ursila untuk administrasi tabungan
2015
sebesar Rp 2.000 dan pajak sebesar Rp 4.000 (20% dari bagi hasil yang diterima sebesar Rp 20.000 pada transaksi kasus 1 di atas).
Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Jawaban Kasus 2 Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
01/01/15
Db Tab.mudharabah
1.500.000
Kr Kas 08/01/15
1.500.000
Db Tab.mudharabah
500.000
Kr RAK cabang petisah 17/01/15
500.000
Db Tab.mudharabah
250.000
Kr Giro pada Bank Indonesia 31/01/15
Db Tab.mudharabah Pendapatan
Kredit (Rp)
250.000 2.000
administrasi
2.000
tab.mudharabah Db Tab.mudharabah Titipan kas negara-pajak tabungan
4.000 4.000
58 Universitas Sumatera Utara
2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu No.
Nama Peneliti
1.
Bambang Santoso Analisis (2004)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Sistem Seluruh rangkaian
Pembiayaan
prosedur aplikasi
Murabahah Pada pembiayaan Bank BNI Syariah murabahah di BNI Cabang Medan
syariah
telah
berjalan baik.
dengan Struktur
pengendalian intern
berjalan
dengan ditandai
baik dengan
adanya pemisahan batas
dan
wewenang di BNI Syariah. Kelemahan
yang
ditemukan
59 Universitas Sumatera Utara
sulitnya mendapatkan nasabah
yang
potensial
dan
dapat dipercaya. 2.
Hasri
Maulina Analisis
(2005)
Pembiayaan
Penerapan Sistem murabahah Pembiayaan
pada
PT. BPR Syariah
Murabahah
pada telah
PT.
Gebu dengan ketentuan
BPR
Prima Medan
sesuai
yang berlaku, baik dalam
sistem
penerpan, pengakuan
dan
pengukuran yang diperoleh. 3.
Widhayanti
Analisis
Prosedur
(2005)
Efektivitas
operasional,
Pembiayaan
administrasi
Murabahah
pada aplikasi
PT.
Bank pembiayaan
dan
kinerja
60 Universitas Sumatera Utara
SUMUT Syariah murabahah
pada
Cabang Medan
Bank
PT.
SUMUT Syariah telah
berjalan
dengan efektif. 4.
Liesma Maywarni Analisis Siregar (2005)
Sistem
penerapan sistem pembiayaan pembiayaan
murabahah telah
transaksi
sesuai
murabahah
dengan
yang PSAK 59 yang
diterapkan BPRS menyatakan Syariah
Al- bahwa
Washliyah Medan
dalam
murabahah, bank bertindak sebagai penjual, dansabah bertindak sebagai pembeli
atas
barang
tersebut
dalam
akad
menjadi
objek
pembiayaan
61 Universitas Sumatera Utara
dengan
nilai
pembiayaan sebesar pokok
harga ditambah
margin
yang
dkenakan bank. 5.
Nursamian
Penerapan Standar BNI
Simbolon (2007)
Akuntansi
dalam
menghimpun
Keuangan No.59 dana sari nasabah tentang Akuntansi terdiri Perbankan
dari
tabungan,
Syariah pada BNI deposito, wadiah. Syariah
Cabang Seluruh
Medan
produk
pembiayaan sudah
berjalan
dengan ketentuan yang
telah
ditetapkan. Tabel 2.6Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun letak perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang adalah pada variabel serta objek
62 Universitas Sumatera Utara
penelitiannya. Peneliti terdahulu menggunakan variabel pembiayaan Murabahah dalam judul penelitiannya dan kebanyakan melakukan objek penelitian langsung pada perusahaan yang dituju. Sedangkan penulis sekarang menggunakan variabel Pendapatan Tabungan Mudharabah¸ Murabahah, dan Perlakuan Akuntansinya dan melakukan penelitian pada Bursa Efek Indonesia dimana terdapat perbankan syariah didalamnya. 2.7Kerangka Konseptual Dalam melihat hubungan antara berbagai variabel, kerangka konseptual akan membantu menggambarkan hubungan yang dimiliki dari variabel yang ingin diketahui. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Mengacu kepada dasar dan landasan teori, serta penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
63 Universitas Sumatera Utara
Bank Syariah
Beberapa Produk Utama Bank Syariah - Mudharabah - Murababah
Perhitungan Pendapatan Mudharabah
Penerapan Murabahah
Analisis PSAK 105 dan PSAK 102
Perlakuan Akuntansi Gambar 2.7 Kerangka Konseptual Penelitian ini mengenai pengaruh Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah, Murabahah dan Perlakuan Akuntansi terhadap Bank Syariah yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dimana hasil penelitian terdahulu masih terdapat perbedaan. Pemilihan kedua variabel independen tersebut didasarkan pada teori dan penelitian terdahulu. Dengan demikian, penelitian ini adalah penelitian replikasi yang menguji kembali pengaruh Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah, Murabahah, dan Perlakuan Akuntansi terhadap Bank Syariah yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012-2014. 64 Universitas Sumatera Utara