BAB II
DASAR TEORI
Umum Bank Syariah 2.1. Tinjauan
Bank Syariah adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist NabiMuhammad SAW. Dengan
kata lain, Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsif syariat Islam (Muhammad,2002:1). Sehingga Pada dasarnya perbankan syariah itu mempunyai prinsif untuk menghindari MAGHRIB dalam kegiatannya. MAGHRIB disini, maksudnya adalah Maisir, Gharar, Haram,Riba dan Bathil. Untuk menghindari pengoprasian dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip Muamalah Islam. Dengan kata lain Bank Islam lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya Bank Syariah yang lahir di Indonesia sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah undang-undang No. 7 tahun 1992. Dan direvisi dengan Undang-Undang Perbnkan No. 10 tahun 1998 (Muhammad,2005:1). Kemudian diperbaharui denganUndang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2.1.1. Falsafah Operasional Bank Syariah Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat (Falah Oriented).Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama, harus dihindari. Menurut Muhammad (2005:2) falsafah yang harus diterapkan Bank Syariah adalah sebagai berikut:
11
12
a.
Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti
keberhasilan suatu usaha ( QS. Luqman;34), 2. Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur
melipat gandakan secara otomatis hutang atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. Ali-Imron; 130),
3. Menghindari penggunaan sistem perdagangan barang ribawi dengan imbalan
barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun
kualitas (HR. Muslim Bab Riba No 1551 s/d 1567)
4. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No 1569 s/d 1572).
b.
Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan Dengan mengacu pada Al- Qur’an (surat Al-baqarah ayat 275 dan Annisa ayat 29),maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus di landasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya di dasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barangsehingga akan mendorong kelancaran arus barang jasa, dapat di hindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.
2.1.2. Konsep Operasional Bank Syariah Manajemen aktiva dan pasiva disebut pula dengan ALMA yaitu Assets and Liability Management. ALMA ini digunakan setiap bank guna mengelola dan mengantisipasi risikorisiko yang mungkin timbul dalam kegiatan bisnis, sehingga mengoptimalkan pendapatan sekaligus membatasi risiko assets dan liabilitiesdengan mematuhi kebijakan moneter dan pengawasan bank. ALMA ini dikelola oleh Assetsand Liability Committee (ALCO) ( Veithzal dan Ariviyan Arivin,2010:572). Menurut Veithzal dan Ariviyan Arivin dalam bukunya Islamic Banking, bahwa dalam Manajemen assets dan liability ini terdapat dua pendekatan, yang terkait dengan perlakuan terhadap sumber dana. Dua pendekatan ini adalah Pool of Funds Approach dan Assets Allocation Approach.
13
2.1.2.1 Pool of Funds Approach
Penggunaan Dana Primary Reserve Secondary Reserve Loan
Sumber Dana Demand Deposit Saving Deposit Pool of Funds Approach
Time Deposit
Other Securities
Borrowing
Fixed Assets
Capital Funds
( Veithzal dan Ariviyan Arivin,2010:572) Gambar 2.1 Skema Pool of Funds Approach Manajemen Pool of Funds Approach mengasumsikan bahwa dana yang diperoleh dari berbagai sumber diperlakukan sebagai dana tunggal, sehingga sumber dana bank tidak lagi dapat diidentifikasikan secara individual, oleh karena itu, menurut pendekatan ini sumber dana tidak lagi dibedakan jenis, sifat, jangka waktu serta biaya masing-masing bank. Kemudian dana dialokasikan ke dalam berbagai bentuk berdasarkan prioritas dan strategi penggunaan dana. Prioritas pertama adalah liquiditas untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum yang ditetapkan Bank Sentral, untuk memenuhi semua penarikan oleh nasabah, dan kebutuhan dana untuk likuiditas tersebut dialokasikan dalam cadangan primer dan sekunder. Sedangkan penyaluran dana dalam kredit dan investment jangka panjang merupakan sumber penghasilan utama bagi bank. Pendekatan ini umumnya dianut oleh bank yang operasionalnya berdasarkan prinsif branch banking system seperti di Indonesia, kebijakan pengelolaan dana adalah wewenang kantor pusat sehingga biasanya dipusatkan di kantor pusat (Divisi Treasury). 1. Keunggulan
Perhitungan biaya relatif lebih sederhana dan mudah,
Pengelolaan dana sangat sederhana,
14
Lebih mudah dalam pengalokasiankarena menganggap semua jenis dana sama, dan Lebih leluasa dalam mengalokasikan.
2. Kelemahan
Tidak adanya acuan dalam menetapkan liquidity standar,
Pengabaian terhadap kemungkinan perubahan giro wadi’ah, tabungan, deposito Mudharabah dan sumber dana lainnya,
Pengabaian terhadap likuiditas yang bersumber dari portofolio kredit
melalui angsuran, bunga, dan pelunasan pinjaman,
Pengabaian peran secondary reserve sebagai salah satu sumber likuiditas,
Menganggap semua jenis dana mempunyai karakter dan risiko yang sama,
Dalam mengalokasikan dana mengabaikan sumber dana ( jumlah dana menurut jenis dana, jangka waktu dana, sifat dan karakter dana), dan
Dalam mengalokasikan dana cenderung menggunakan single rate.
1.1.2.2. Assets Allocation Approach
Penggunaan Dana
Sumber Dana
Primary Reserve
Demand Deposit
Secondary Reserve
Saving Deposit
Loan
Time Deposit
Other Securities
Borrowing
Fixed Assets
Capital Funds
( Veithzal dan Ariviyan Arivin,2010:572) Gambar 2.2 Skema Assets Allocation Approach Pendekatan ini mengasumsikan bahwa dalam prioritas pengalokasiannya, sumber dana bank harus diperlakukan secara individu mempertimbangkan karakteristik masing-masing sumber dana. Dana yang memiliki sifat perputaran
15
yang cukup tinggi hendaknnya diprioritaskan dalam cadangan primer dan
sekunder. Sedangkan dana yang perputarannya relatif rendah pengalokasiannya
diprioritaskan pada pemberian kredit dan aktiva jangka panjang lainnya. Pendekatan ini umumnya dianut bank yang operasionalnya berdasarkan prinsif unit banking system, dimana kantor cabang dapat langsung bertindak mengelola
dana seperti kantor cabang Bank Asing. 1.
Keunggulan
Mengalihkan pengutamaan likuiditas terhadap profitabilitas, dan
Agregate primary reserve mengalami penurunan sehinggga alokasi dana
dialihkan pada secondary reserve dan loan yang memberikan peluang
meraih keuntungan yang lebih besar.
2.
Kelemahan
Keputusan dalam menetukan primary reserve didasarkan pada perkiraan atau deposit velocity,
Setiap terjadi over liquid mengakibatkan keuntungan akan berkurang,
Adanya anggapan bahwa dana yang telah dialokasikan untuk kredit/ pembiayaan tidak likuid sehingga penyaluran untuk kredit/ pembiayaan dianggap bukan sumber likuiditas yang potensial, dan
Keputusan manajemen aset dan liabilitas dibuat secara independen.
2.1.3. Produk- Produk Bank Syariah Secara garis besar pengembangan produk Bank Syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu Produk Penghimpunan Dana, Produk Penyaluran Dana, dan Produk Jasa ( Muhammad dan Dwi Suwiknyo,2000:8).
2.1.3.1. Produk Penghimpunan Dana 1.
Prinsip Wadi’ah Wad’iah merupakan perjanjian antara pemilik barang termasuk uang, dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga
16
keselamatan barang yang dititipkan kepadanya ( Muhammad,2002:9). Prinsip
Wadi’ah dikembangkan menjadi dua jenis yaitu Wadi’ah Yad
Amanah dan Wadi’ah Yad Dhamanah. Prinsip ini dikembangkan dalam bentuk Current Account (Giro) dan Saving Account (tabungan dan simpanan berjangka).
2.
Prinsif Mudharabah Dalam mengaplikasikan prinsip Mudharabah, deposan bertindak
sebagai Shahibul Maal (pemilik modal) dan bank sebagai Mudharib ( pengelola), dana dapat digunakan bank untuk melakukan pembiayaan Murabahah,
Mudharabah
atau
Ijarah
(Mulya,2010:51).
Prinsif
Mudharabah ini dapat diaplikasikan pada tabungan berjangka dan deposito
berjangka. Berdasarkan kewenangan yang diberikan pada pihak penyimpan dana prinsip Mudharabah terbagi tiga yaitu:
Mudharabah Mutlaqah Berdasarkan prinsip ini tidak ada batasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Penerapannya dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu tabungan Mudharabah dan deposito Mudharabah.
Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet Jenis Mudharabah ini merupakan simpanan khusus dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank.
Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet Merupakan penyaluran danaMudharabah langsung pada pelaksana usahanya. Dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank dalam mencari kegitan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya.
3.
Akad pelengkap Guna mempermudah penghimpunan dana, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Akad
17
pelengkap ini adalah Wakalah (perwakilan), akad ini terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang (Mulya,2010:56).
2.1.3.2. Produk Penyaluran Dana
1.
Prinsif Jual Beli (Bai’) Dilaksanakan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau
benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual. Menurut Mulya (2010:38) Berdasarkan
waktu pembayaran dan waktu penyerahan barang dibedakan menjadi:
Pembiayaan Murabahah Transaksi jual beli dimana bank (penjual) menyebutkan jumlah keuntungannya kepada nasabah (pembeli), dimana harga jual adalah harga beli barang dari pemasok ditambah keuntungan yang disepakati kedua belah pihak.Dalam transaksi ini barang diserahkan diawal setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh (cicilan).
Salam Transaksi jual beli antara bank (pembeli) dan nasabah (penjual), dimana barang yang diperjual belikan belum ada, sehingga diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai.Dalam akad ini kuantitas, kwalitas, harga, dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti.Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembelian komoditi pertanian oleh bank kemudian dijual kembali secara tunai maupun cicilan.
Istishna Menyerupai Salam, namun dalam pembayarannya dilakukan bank dalam beberapa kali pembayaran, umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi.
2.
Prinsip Sewa (Ijarah) Dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat dengan objek transaksi berupa jasa.Ijarah dapat dibagi dalam dua jenis yaitu Ijarah
18
3.
murni,danIjarah Muntahiya Bittamlik, yaitu sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Musyarakah Musyarakahadalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi
kontribusi dana ( AkuntansiMusyarakah, PSAK 106)
Mudharabah Dalam PSAK 105, Akuntansi Mudharabah, Mudharabah
merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian
finansial
hanya
ditanggung oleh
pengelola
dana.
Mudharabah terbagi kedalam, beberapa jenis yaitu: Mudharabah Muthlaqahadalah mudharabahdimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah Muqayyadahadalah mudharabahdimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi. Mudharabah
Musyarakahadalah
bentuk
mudharabahdimana
pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
2.
Akad Pelengkap Guna mempermudah penghimpunan dana. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.
Hiwalah (Alih Utang Piutang) Adalah transaksi mengalihkan utang piutang.Dalam praktek Perbankan Syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu
19
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya.
Rahn (Gadai) Tujuan akad Rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Al-Qard (Pinjaman Kebaikan) Al-Qard digunakan untuk membantu keuangan nasabah
secara cepat dan berjangka waktu pendek.Aplikasi Al-Qard dalam
perbankan adalah dalam hal pinjaman talangan haji, sebagai
pinjaman tunai dari produk kredit syariah, sebagai pinjaman pada pengusaha kecil, dan sebagai pinjaman pada pengurus bank.
Wakalah (Perwakilan) Wakalah
adalah
aplikasi
perbankan
saat
nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang.
Kafalah (Garansi Bank) Kafalah dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
2.1.3.3. Produk Jasa Bank Syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut adalah: 1.
Sharf(Jual Beli Valuta Asing) Bank melakukan jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, dimana penyerahan harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valas ini.
2.
Ijarah (Sewa) Antara lain dalam transaksi penyewaan Safe Deposit Box dan jasa tata laksana administrasi dokumen. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
20
2.2.
Tinjauan Umum Pembiayaan
Menurut Muhammad (2002:17) pembiayaan merupakan pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada Perbankan Syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrative serta sertifikat wadi’ah Bank Indonesia (PBI No. 5/7/PBI/2003).
2.2.1 Tujuan dan Fungsi Pembiayaan 2.2.1.1.Tujuan Pembiayaan Secara umum tujuan pembiayaan menurut Muhammad (2002:17) dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, adalah sebagai berikut:
1
Peningkatan ekonomi umat,
2
Tersedianya dana bagi peningkatan usaha,
3
Meningkatkan produktivitas masyarakat,
4
Membuka lapangan kerja baru,
5
Terjadinya distribusi pendapatan. Adapun tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro, adalah sebagai berikut:
1
Upaya memaksimalkan laba usaha,
2
Upaya meminimalkan risiko,
3
Pendayagunaan sumber ekonomi
4
Penyaluran kelebihan dana Sehubungan dengan aktivitas Bank Syariah, maka pembiayaan merupakan
sumber pendapatan bagi Bank Syariah.Sehingga tujuan pembiayaan yang
21
dilaksanakan Bank Syariah adalah untuk memenuhi kepentingan stakeholder,
yakni:
1
Pemilik Pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2
Pegawai Para pegawai mengharapkan memperoleh kesejahtraan dari bank yang
dikelolanya.
3
Masyarakat
a.
Pemilik dana Mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasikanakan diperoleh
bagi hasil. b.
Debitur yang bersangkutan Dengan
penyediaandana
baginya,
mereka
terbantu
dalam
menjalankan usahanya. c.
Masyrakat umumnya atau konsumen Memperoleh barang-barang yang dibutuhkannya.
4
Pemerintah Terbantu dalam pembiayaan pembangunan Negara, dan diperoleh pajak.
5
Bank Hasil penyaluran pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dilayaninya.
2.2.1.2.Fungsi Pembiayaan Menurut Muhammad (2002:19) dalam bukunya Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah kepada masyarakat penerima, di antaranya: 1. Meningkatkan daya guna uang 2. Meningkatkan daya guna barang . 3. Meningkatkan peredaran uang 4. Menimbulkan kegairahan berusaha
22
5. usaha dalam stabilitas Ekonomi
6. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
7. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional
2.2.2 Jenis-Jenis Pembiayaan
Jenis pembiayaan pada Bank Syariah menurut Muhammad (2002:22) diwujudkan
dalam bentuk aktiva produktif dan aktiva tidak produktif.
1.
Jenis aktiva produktif pada Bank Syariah, dialokasikan dalam bentuk pembiayaan
sebagai berikut: a. Pembiayaan dengan prinsif bagi hasil
Pembiayaan Mudharabah Perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan sesuai nisbah yang telah disepakati kedua belah pihak saat akad berlangsung. Aplikasi: pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek, pembiayaan ekspor. Pembiayaan Musyarakah Perjanjian antara pemilik dana untuk mencampurkan dananya pada usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan sebelumnya. Aplikasi : pembiayaan modal kerja dan ekspor. b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang) Pembiayaan Murabahah Perjanjian jual beli antara bank dan nasabah, dimana Bank Syariah membeli barang yang diperlukan nsabah, kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah margin yang disepakati kedua belah pihak. Aplikasi:
pembiayaan
investasi/barang modal,
pembiayaan
konsumtif,
pembiayaan modal kerja dan ekspor. Pembiayaan Salam Perjanjian jual beli barang dengan pemesanan dan syarat tertentu dan pembayaran terlebih dahulu, dimana barang ditangguhkan. Aplikasi: pembiayaan sektor pertanian dan produk manufacturing. Pembiayaan Istishna
23
Perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati pemesan dan penjual, dimana
pembayaran dapat dicicil. c. Pembiayaan demgan prinsip sewa Pembiayaan Ijarah
Perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu malalui pembayaran sewa. Aplikasi: Pembiayaan sewa Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik
Perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan
perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa. d. Surat Berharga Syari’ah Surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang/ modal. e. Penempatan Penanaman danaBank Syariah pada Bank Syariah lainnya dan atau BPRS. f. Penyertaan Modal Penanaman dana Bank Syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah termasuk penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi dengan opsi saham atau transaksi tertentu yang didasarkan pada prinsif syariah yang berakibat Bank Syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah. g. Penyertaan Modal Sementara Penyertaan modal Bank Syariah dalam perusahaan untuk mangatasi kegagalan pembiayaan dan / piutang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, termasuk dalam bentuk surat utang konversi dengan opsi saham atau transaksi tertentu yang didasarkan pada prinsif syariah yang berakibat Bank Syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah. h. Transaksi Rekening Administratif
24
Komitmen dan kontijensi berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas
bank garansi, akseptasi atau endosemen, L/C, dll.
i. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)
Sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana
jangka pendek denga prinsip wadi’ah. 2.
Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman, yang disebut dengan: a. Pinjaman Qardh (talangan)
Penyediaan dana antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang
mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara
2.3.
cicilan dalam jangka waktu tertentu. Kualitas Aktiva
Tingkat kelangsungan usaha bank berkaitan erat dengan aktiva produktif yang dimilikinya, oleh karena itu manajemen bank dituntut untuk senantiasa dapat memantau dan menganalisis kualitas aktiva yang dimiliki. Kualitas aktiva produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko pembiayaan yang dihadapi bank akibat pemberian pembiayaan dan investasi dana. Dalam pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) No.31 tentang akuntansi perbankan (Revisi 2000), menyebutkan bahwa aktiva produktif adalah penanaman dana bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, efek (surat berharga), efek yang dibeli dengan janji dual kembali (reverserepo), tagihan derivatif, tagihan akseptasi, penempatan dana pada bank lain, penyertaan, dan lain-lain. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif Bank Syariah dinilai kualitasnya berdasarkan pendekatan jaminan, pendekatan karakter, kemampuan pelunasan, kelayakan usaha, dan pendekatan fungsi bank sebagai lembaga perantara keuangan (Muhammad,2002:305). Penilaian kualitas aktiva produktif dilakukan dengan menentukan tingkat kolektabilitasnya. Kolektabilitas merupakan tingkat kelancaran pembayaran kewajiban nasabah yang berdasarkan jumlah hari tunggakan. Kolektabilitas selain berpengaruh pada tingkat kesehatan Bank Syariah juga berpengaruh pada perolehan laba bank.Menurut
Muhammad
(2005:312)
secara
umum
kolektabilitas
pembiayaan
dikategorikan menjadi limamacam, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Menurut Muhammad (2002:165), kriteria kolektabilitas pembiayaan adalah sebagai berikut:
25
Lancar (pass)
1.
Pembiayaan dengan angsuran diluar PPR,
a. tidak terdapat tunggakan angsuran pokok,tunggakan bagi hasil, atau cerukan karena penarikan. b. Terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi:
Belum melebihi satu bulan, bagi pembiayaan yang ditetapkan masa angsurannya kurang dari satu bulan, atau Belum melebihi tiga bulan, bagi pembiayaan yang ditetapkanmasa angsurannya bulanan, dua bulanan, atau tiga bulanan, atau
Belum melampaui enam bulan bagi pembiayaan yang masa angsurannya
ditetapkan empat bulanan atau lebih
Terdapat tunggakan bagi hasil, tetapi: Belum melapaui satu bulan bagi pembiayaan yang sama angsurannya kurang dari satu bulan, atau Belum melampaui tiga bulan bagi pembiayaan yang masa angsurannya lebih dari satu bulan.
Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya belum melampaui 15 hari kerja.
2.
Pembiayaan dengan angsuran untuk PPR a. Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, atau b. Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi belum melampaui enam bulan.
3.
Pembiayaan tanpa angsuran atau pembiayaan rekening koran, a. Pembiayaan belum jatuh waktu dan terdapat tunggakan bagi hasil, b. Pembiayaan belum jatuh waktu dan terdapat tunggakan bagi hasil tetapi belum melampaui tiga bulan, c. Pembiayaan
telah
jatuh
waktu
dan
telah
dilakukan
analisis
untuk
perpanjangannya, tetapi karena kesulitan teknis belum dapat diperpanjang,dan d. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya belum melampaui 15 hari kerja. 4.
Cerukan rekening giro a. Terdapat cerukan rekening giro tetapi jangka waktunya belum melampaui 15 hari kerja.
Dalam Perhatian Khusus (special mention)
26
1.
Terdapat tunggakan angsuran pokok, dan belum melampaui 3 bulan, bagi
pembiayaan yang ditetapkan masa angsurannya bulanan. 2.
Terdapat tunggakan bagi hasil belum melampaui 3 bulan, bagi pembiayaan yang masa angsurannya bulanan
3.
Terdapat cerukan karena penarikan, tetapi jangka waktunya belum melampaui 15 hari kerja.
4.
Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur : atau
Dokumen pinjaman lemah.
5.
Kurang Lancar ( sub standard)
1.
Pembiayaan dengan angsuran di luar PPR: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang : Melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi pembiayaan dengan angsuran kurang dari 1 bulan, atau Melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi pembiayaan yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, dua bulanan atau tiga bulanan, atau Melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 12 bulan bagi pembiayaan yang masa angsurannya ditetapkan 6 bulanan atau lebih. b. Terdapat tunggakan bagi hasil, tetapi: Melampaui satu bulan, tetapi belum melampaui tiga bulan bagi pembiayaan dengan masa angsuran kurang satu bulan,atau Melampaui tiga bulan, tetapi belum melampaui enam bulan bagi pembiayaan yang masa angsurannya lebih dari satu bulan. c. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya belum melampaui 15 hari kerja.
2.
Pembiayaan dengan angsuran untuk PPR Terdapat tunggakan pokok yang telah melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 9 bulan.
3.
Pembiayaan tanpa angsuran a. Pembiayaan belum jatuh waktu, dan Terdapat tunggakan bagi hasil yang melampaui 3 bulan tetapi belum melampaui 6 bulan, Terdapat penambahan plafon atau pembiayaan baru dimaksudkan untuk melunasi tunggakan bagi hasil.
27
b. Pembiayaan belum jatuh waktu dan belum dibayar tetapi belum melampaui 3
bulan,
c. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah melampaui 15 hari kerja tetapi belum melampaui 30 hari kerja.
4.
Pembiayaan yang diselamatkan a. Tidak memenuhi kriteria tersebut pada kriteria lancar maupun dalam perhatian khusus dantidak ada tunggakan, b. Terdapat tunggakan tapi masih memenuhi kriteria pada kriteri lancar c. Terdapat cerukan karena penarikan tetapi jangka waktunya telah melampaui 15
hari kerja tetapi belum melampaui 30 hari kerja. Diragukan
Pembiayaan digolongkan diragukan apabila pembiayaan yang bersangkutan
tidak memenuhi kriteria lancar, dalam perhatian khusus dan kurang lancar, seperti pada kriteria lancar dan tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan, bahwa: 1. Pembiayaan masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang peminjam termasuk bagi hasil 2.
Pembiayaan tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurangkurangnya 100% dari hutang peminjam.
Macet Pembiayaan digolongkan macet apabila: 1. Tidak memenuhi kriteria lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar dan diragukan 2. Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetapi jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan 3. Pembiayaan tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara atau telah diajukan penggantian rugi kepada perusahaan asuransi pembiayaan atau di Badan Arbitrase Syariah. Adanya pembiayaan bermasalah yang semakin besar dibandingkan aktiva produktifnya dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan sehingga mempengaruhi perolehan laba dan berpengaruh buruk pada ROA dan ROE Perbankan Syariah. Dalam menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan bank, bank konvensional biasanya menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL). Menurut surat edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember
28
2001, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit
yang diberikan. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Risiko pembiayaan yang diterima bank merupakan
salah satu risiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak bank(Muhammad,2005: 359). Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan
sebagai pennyumbang pendapatan terbesar bagi Bank Syariah. Tingkat kesehatan pembiayaan ikut mempengaruhi pencapaian laba bank.
2.4.
Non Performing Financing (NPF)
Kualitas aktiva produktif pada Bank Syariah diukur dengan Non Performing Financing/
NPF(Muhammad,2009).
NPF
digunakan
untuk
mengukur
tingkat
permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh Bank Syariah. NPF mencerminkan risiko pembiayaan. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan Bank Syariah semakin buruk. Aktiva produktif Bank Syariah diukur dengan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan (Muhammad,2005:265). Dalam PSAK No.31 tentang akuntansi perbankan (revisi 2000), Kredit Non Performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit Non Performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet.Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh SE Bank Indonesia No. 09/24/DPbS/2007 besarnya NPL yang baik adalah dibawah 5%. Pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 8 dilakukan berdasarkan analisis dengan menerapkan prinsif kehati-hatian agar nasabah debitur mampu melunasi utangnya atau mengendalikan pembiayaan sesuai perjanjian sehingga resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya dapat dihindari. Walaupun demikian pembiayaan yang diberikan pada nasbah tidak akan lepas dari resiko terjadinya Non Performing Financing yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terhadap kinerja Bank Syariah. NPF dapat dihitung dengan rumus :
29
𝑁𝑃𝐹 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑁𝑜𝑛𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔𝐹𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑛𝑔
(𝐾𝐿,𝐷,𝑀)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
𝑥 100%(2.1)
Adapun kriteria tingkat kesehatan NPF yang di tetepkan oleh Bank Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tingkat Kesehatan NPF Peringkat Nilai NPF Predikat 1 NPF < 2% Sangat Baik 2 2% ≤ NPF < 5% Baik 3 5% ≤ NPF <8% Cukup Baik 4 8% ≤ NPF <12% Kurang Baik 5 NPF ≥ 12% Tidak Baik Sumber: SE BI No.9/24/DPbs tangggal 30 Oktober 2007
2.4.1 Faktor Penyebab Timbulnya NPF Mayoritas aset Bank Syariah adalah dalam bentuk penanaman dana, baik sebagai piutang (Murabahah), investasi (Mudharabah dan Musyarakah), dan atau aktiva sewa (Ijarah), yang semua ini identik dengan resiko (www.zonaekis.com). Ketidak pahaman atas faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Non Performning Financing dapat menimbulkan kondisi Perbankan Syariah melakukan aktivitas pembiayaan atau penanaman dana tanpa perencanaan matang, analisis kelayakan tidak mendalam dan komprehensif, serta mengbaikan faktor-faktor utama atau signifikan yang dapat menjadi pemicu potensial terjadinya Non Performing Financing. Dalam persfektif Islam, jaminan berfungsi sebagai kewajiban moral.Dalam kasus terjadinya penipuan, moral hazard, atau pelanggaran syarat-syarat akad / perjanjian, nasabah wajib bertanggung jawab atas tindakannya tersebut dan wajib membayar ganti rugi yang diderita mitra pemodalnya, yaitu bank. Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya Non Performing Financing menjadi modal yang sangat berharga bagi bank yang bersangkutan untuk membangun kebijakan analisis penanaman dana yang komprehensif, prudensial, serta memerhatikan berbagai resiko yang inheren atas setiap keputusan penanaman dana. Analisis penanaman dana pada Perbankan Syariah mempunyai banyak persamaan dengan
analisis
kredit
pada
perbankan
konvensional.
Sehinngga
faktor-faktor
30
penyebabNon Performing Loan sangat relevan menjadi rujukan bagi bank syariah dalam
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Non Performing Financing.
Hal ini dapat dilihat pada penjelasan Koch dan MacDonald (2003:567) bahwa setiap
kali seorang nasabah mengajukan permohonan kredit, pejabat bank akan melakukan analisis seluruh informasi yang tersedia ( datagathering) untuk menentukan apakah kredit
yang akan diberikan dapat memenuhi sasaran resiko keuntungan(risk-return) yang diinginkan bank. Esensi analisis kredit adalah analisis resiko kredit macet (default risk) dimana petugas bank berusaha mengevaluasi kemampuan (ability) dan keinginan
(willingness) debitur untuk membayar kembali.
a.
b.
c.
d.
Berikut adalah faktor penyebab pembiayaan bermasalah yang dipaparkan secara luas: Faktor Internal Bank 1.
Kelemahan dalam analisis pembiayaan
2.
Kelemahan dalam dokumen pembiayaan
3.
Kelemahan dalam supervisi pembiayaan
4.
Kecerobohan petugas bank
5.
Kelemahan bidang agunan
6.
Kelemahan kebijakan pembiayaan
7.
Kelemahan sumber daya manusia
8.
Kecurangan petugas bank
Faktor Internal Nasabah 1.
Kelemahan karakter nasabah
2.
Kecerobohan nasabah
3.
Kelemahan kemampuan nasabah
4.
Musibah yang dialami nasabah
5.
Kelemahan manajemen nasabah
Faktor Eksternal 1.
Situasi ekonomi yang negatif
2.
Situasi politik dalam negeri yang bersifat merugikan
3.
Politik negara lain yang merugikan
4.
Situasi alam merugikan
Faktor kegagalan Bisnis 1.
Aspek hubungan yang memburuk
31
2. 3.
4.
Aspek yuridis yang merugikan Aspek manajemen yang tidak mendukung keberhasilan pembiayaan Aspek pemasaran yang bersifat negatif
5.
Aspek teknik produksi yang tidak kompetitif
6.
Aspek keuangan yang tidak mendukung
7.
Aspek sosial ekonomi yang mengalami penurunan
e.
Faktor Ketidakmampuan Manajemen
1.
Pencatatan tidak memedai (inadequqte record)
2.
Imformasi biaya tak memedai (inadequate costing information)
3.
Modal jangka panjang tak cukup ( insufficient long term capital)
4.
Gagal mengendalikan biaya (failure to budget expenses)
5.
Overhead cost yang berlebihan
6.
Kurangnya pengawasan internal (no internal control)
7.
Gagal melakukan penjualan ( faulty furchasing)
8.
Investasi berlebihan (excessive investment)
9.
Kurang menguasai teknis (technical incompetence)
10.
Perselisihan antas pengurus
f. Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia
2.4.2. Dampak NPF Bank Syariah adalah suatu badan usaha yang memiliki tujuan Profit dan Falah Oriented (Mulya,2010:66), yang pada dasarnya menginginkan keuntungan yang sangat besar. Penghasilan terbesar bank syariah adalah dari penyeluran dana /pembiayaan. Adapun penghambat penyaluran dana adalah pembiayaan bermasalah yang disebut Non Performing Financing (NPF) yang berdampak terhadap bank itu sendiri, yang meliputi ; a.
Laba rugi moral, Dengan adanya NPF yang tinggi akan mengurangi kepercayaan dari masyarakat, Bank Indonesia, bank/lembaga lain dan dunia internasional. Jadi, kepercayaan terhadap suatu bank yang memiliki tingkat NPF tinggi akan semakin berkurang dan kesehatan suatu bank pasti dipertanyakan walaupun bank yang sehat
32
masih memiliki NPF namun dalam tingkatan yang rendah (tidak ada bank yang
tidak memiliki pembiayaan bermasalah/NPF) b.
Laba Rugi Material, diantaranya, 1.
Kehilangan memperoleh pendapatan ; Akibat NPF pihak dibitur kesulitan membayar utangnya, ini sangat berdampak bagi bank dari penyaluran dana
tersebut bank akan mengalami kerugian. 2.
Pokok pembiayaan tidak tertagih.
3.
Biaya
Pencadangan
Penghapusan
pembiayaan
bermasalah
(PPAP/Penyisihan
Aktiva Produktif). Ingat Tingkat NPF makin tinggi
cadangan/PPAP makin besar dan ini termasuk beban buat bank.
4.
Penghapusan pembiayaan (Write Off). Ada berbagai sebab kenapa pembiayaan itu dihapus, salah satunya usaha debitur terkena bencana alam, contohnya terkena letusan gunung merapi, banjir, gempa, dll.
5.
Biaya hukum/penyelsaian pembiayaan bermasalah. Jika sudah masuk ke ranah hukum bank pasti mengeluarkan lebih besar dana untuk penyelesaiannya.
6. c.
Biaya administrasi penyelsaian pembiayaan.
Tingkat Kesehatan bank, Memburuknya tingkat kesehatan yang akan mengurangi keleluasaan dalam melaksanakan kegiatan operasional bank tersebut ( Maulanaonline.com). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan danya pembiayaan bermasalah dalam
jumlah besar bank akan berdampak negatif terhadap kegiatan operasionalnya. Dimana pembiayaan dengan kualitas buruk memerlukan cadangan penghapusan yang semakin besar sehingga menyebabkan biaya yang harus ditanggung untuk mengadakan cadangan tersebut semakin besar, tentunya akan mempengaruhi profitabilitas bank sehingga akan mengalami penurunan pendapatan, yang akan mengurangi modal sendiri sehingga memerlukan modal dana segar. Apabila Bank Syariah tidak dapat menambah modal sendiri maka nilai kesehatan operasinya akan menurun yang akan menurunkan kepercayaan dan minat masyarakat terhadap bank. Karena keadaan bank yang seperti itu, maka bankir dan karyawan pun akan mendapat gangguan dari segi mental, karier, pendapatan dan bonus, moral waktu dan
33
tenaga. Pemegang saham pun akan mengalami penurunan deviden sehingga nilai
sahamnya jatuh yang berimbas pada penurunan nilai perusahaan.
Dampak terhadap dunia perbankan adalah akan terjadinya rush secara makro, dimana
nasabah bank melakukan pengambilan secaca bersama-sama dan besar- besaran pada bank, sehingga mengganggu transaksi pasar uang dan ekspor impor, karena modal bank berkurang dan dalam tingkat likuiditas yang rendah.
Sedangkan dampak terhadap ekonomi dan moneter Negara adalah dengan adanya
sistem perbankan yang terganggu karena pembiayaan bermasalah akan menghilangkan kesempatan bank untuk membiayai kegiatan operasinya dan perluasan debitur lain karena terhentinya perputaran dana yang akan dipinjamkan. Hal ini akan memperkecil kesempatan pengusaha lain untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi yang ada, yang pada
akhirnya akan mengurangi pendapatan masyarakat. Kondisi yang seperti ini dapat dikatakan fungsi bank sebagai financial intermediary terganggu. Yang akan menciptakan multiplier effect berupa penurunan percepatan pertumbuhan ekonomi sektor riil.
2.4.3
Strategi Penanganan NPF Muhammad dalam bukunya Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (2002:168)
penanganan pembiayaan bermasalah (NPF) ini disesuaikan dengan kolektabilitas pembiayaannya.Ada dua hal penting yang harus dilakukan dalam penanganan pembiayaan bermasalah, yaitu analisis dan penyelesaian pembiayaan bermasalah serta penyitaan barang jaminan nasabah. a. Analisis dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah 1.
Analisa sebab kemacetan, Analisa sebab-sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek internal dan eksternal nasabah yang bersangkutan.
2.
Menggali potensi peminjam Seorang nasabah yang telah mengalami kemacetan dalam pembayaran pembiayaannya harus dimotivasi untuk memulai kembali atau membenahi dan mengantisipasi penyebab kemacetan usaha atau angsuran. Sehingga pihak bank berkepentinagan untuk menggali potensi yang dimiliki nasabah agar dana yang telah dipinjamkan lebih efektif digunakan.
34
b. Penyitaan Barang Jaminan
Penyitaan atau eksekusi jaminan ini sangat tergantung pada kebijakan
manajemen.Jika terpaksa harus dilakukan penyitaan, maka penyitaan dilakukan pada nasabah yang memang punya niat yang tidak baik dan tidak dapat mengembalikan pembiayaannya. Namun penyitaan ini tetap dilakukan dengan cara yang diajarkan
menurut ajaran Islam, yaitu simpati, empati dan menekan, jika kedua tindakan sebelumnya tidak diperhatikan nasabah. Jika ke tiga cara diatas masih diacuhkan maka dengan terpaksa pihak bank
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Menjual barang jaminan Jika sebelumnya telah dilakukanperjanjian dalam akad secara tertulis untuk menjual barang jaminan.Jika jaminan tak sebanding dengan nilai pinjaman maka salah satu dari keduabelah pihak harus menutupinya.Prosedurnya adalah dijual lalu dikonversikan lalu ditutupi.
2.
Menyita barang yang senilai dengan nilai pinjaman Dilakukan jika sebelumnya telah ada perjanjian tertulis untuk menyita barang yang senilai dengan niali pinjaman. Kebanyakan Bank Syariah lebih memberlakukan upaya; rescheduling( menjadwal
kembali jangka waktu angsuran dan memperkecil jumlah angsuran), reconditioning ( memperkecil bagi hasil usaha), dan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk alQardul Hasan dan jaminan harus tetap ada sebagai penjaminan bahwa nasabah mampu mengembalikan dana Bank Syariah yang dipinjamnya.
2.4.4 Upaya Meminimalisir NPF Pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan, terutama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss.Sehingga Bank Syariah perlu mengatur strategi agar tingkat NPF di Bank Syariah tidak dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Berikut merupakan upaya lain yang dapat dilakukan Bank Syariah dalam meminimalisir pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing).
35
a.
Mencegah tindakan korupsi di Bank Syariah
b.
meningkatkan mutu para bankir syariah
c.
Jaminan (collateral) yang marketable (www.zonaekis.com).
2.5.
Inflasi Adiwarman Karim mengatakan bahwa menurut Syekh An Nabhani (2001) Inflasi
dalam perspektif ekonomi Islam tidak dikenal, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham yang mempunyai nilai stabil dan dibenarkan dalam Islam. Namun mau
tidak mau masyarakat Indonesia khususnya yang bermayoritas Islam selalu mendapatkan dampak dari Inflasi ini, disamping karena inflasi adalah faktor systemic dan karena memang bukan dinar dan dirham yang menjadi mata uang di Indonesia.Apalagi sebagian besar menganggap uang sebagai komoditas, dalam mendapatkan keuntungan yang mengarah pada kegiatan spekulasi yang sudah tentu hasilnya riba.Paradigma inilah yang memiliki kontribusi yang besar dan memberikan pengaruh negatif terhadap kesetabilan ekonomi yang selalu berujung pada meningkatnya inflasi. Inflasi itu sendiri merupakanmerupakan sebuah fenomena alam yang menimpa kehidupan masyarakat diseluruh dunia sejak masa dahulu hingga sekarang, inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung terus-menerus. Pada saat itu persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan, sementara konsumen harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk sejumlah barang dan jasa yang sama karena sangat membutuhkannya (Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi,1364-1441M). Sehingga secara umum inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara umum dari barang atau komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu (Adiwarman,2006:135). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada barang lainnya. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang mempunyai dampak luas terhadap makroekonomi agregate: pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, ting kat bunga dan bahkan distribusi pendapatan. Inflasi juga sangat berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal. Menurut Teguh (1999:158) rasio-rasio bank yang dipengaruhi inflasi diantaranya adalah ROA dan ROE.
36
2.5.1. Indikator Inflasi
Menurut Hera Susanti (2000:43) dalam bukunya Indikator-Indikator Makro
Ekonomi, tinggi rendahnya inflasi pada suatu Negara pada suatu waktu tertentu tergantung
pada indikator yang digunakan dan tahun dasar yang digunakan yaitu: Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH). a. Perubahan b. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
c. Perubahan Deflator PDB/GDY
Indeks Harga Konsumen mengukur harga barang yang mencerminkan konsumsi
masyarakat secara rata-rata, yang biasanya dihitung berdasarkan survey biaya hidup secara berkala. Perhitungan tingkat inflasi menurut IHK dilakukan dengan menggunakan formula
sebagai berikut:
𝜋=
𝐼𝐻𝐾𝑡 −𝐼𝐻𝐾𝑡−1 𝐼𝐻𝐾𝑡−1
(2.2)
Menurut Bank Indonesia nflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran berdasarkan Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP) yaitu: 1.
Kelompok bahan makanan,
2.
Kelompok makanan jadi, minuman, dan tembakau,
3.
Kelompok perumahan,
4.
Kelompok sandang,
5.
Kelompok kesehatan,
6.
Kelompok pendidikan dan olah raga, serta
7.
Kelompok transportasi dan komunikasi. IHK dan IHPB mempunyai perhitungan yang praktis sama, namun terdapat
perbedaan pada cakupan barang yang digunakan dan metode pengambilan sampel barangnya dimana IHPB mencerminkan harga pada tingkat produsen. Misalnya untuk penetapan upah riil lebih tepat digunakan IHK, sedangkan IHPB untuk menetapkan nilai riil suatu kontrak kerja yang dilakukan kontraktor besar.Sehingga dapat dikatakan Indeks Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara si penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah yang besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
37
IHPB mempunyai gejolak yang lebih besar dibanding indkator lainnya.Pergerakan
harga pada IHPB ini disebabkan pergerakan harga internasional dan perubahan nilai tukar.Dalam IHK terdapat barang dan jasa yang dikendalikan pemerintah yang dapat
dijadikan penyebab lonjakan inflasi pada indikator ini. Pada IHK dan Deflator PDB terdapat tiga perbedaan mendasar.Pertama, dalam hal cakupan barang dan jasa.Dimana IHK hanya mencakup sebagian barang dan jasa yang
dibeli konsumen dalam perekonomian.Sedangkan Deflator PDB mencakup semua barang dan jasa yang diproduksi perekonomian. Jadi barang yang dibeli oleh pemerintah atau
perusahaan hanya akan tercermin dalam Deflator PDB. Kedua, Deflator PDB hanya mencakup barang-barang yang diproduksi dalam negeri.Imported final Goods tidak tercakup dalam Deflator PDB, sehingga perubahan barang-barang impor tidak akan terlihat
dalam Deflator PDB dalam jangka pendek. Perbedaan ketiga, adalah bagaimana cara harga-harga dari berbagai barang diagregatkan dalam dua indeks harga. IHK dan IHPB didasarkan pada suatu set keranjang barang dan jasa yang diindekskan dengan timbangan yang konstan sedangkan dalam Deflator PDB dibiarkan untuk berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan komposisi barang dan jasa perekonomian. Dengan kata lain IHK dan IHPB menggunakan kuantitas tahun dasar sebagai timbangan sedangkan Deflator PDB menggunakan kuantitas tahun berlaku sebagai timbangan. Perhitungan Deflator PDB menggunakan perbandingan antara rata-rata harga dari seluruh barang tertimbang dengan kuantitas baranng-barang yang betul-betul dibeli.
𝐼𝑚𝑝𝑙𝑖𝑐𝑖𝑡𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒𝐷𝑒𝑓𝑙𝑎𝑡𝑜𝑟 =
Nominal PDB Real PDB
X 100
(2.3)
Analisis korelasi menunjukan ketiga indikator inflasi mempunyai hubungan yang kuat satu dengan yang lainnya. Sehingga penggunaan salah satu indikator saja sebagai dasar menentukan pergerakan tingkat harga telah memadai dan layak untuk menentukan tingkat inflasi di Indonesia(Hera Susanti, Moh. Ikhsan dan Widyanti,2000:43).
2.5.2. Jenis-Jenis Inflasi Menurut Adiwarman dalam bukunya Ekonomi Makro Islam (2006;138) jenis inflasi dapat dilihat segi penyebabnya, yaitu:
38
1. Natural inflation dan Human Error inflation. Natural inflation adalah inflasi yang
terjadi karena sebab alamiah yang tidak dapat dicegah oleh manusia, sedangkan human
error inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan manusia. Kedua jenis inflasi ini sejalan dengan pendapat seorang ekonom Islam yaituAl Maqrizi (1364M-1441M).
a. Natural Inflation Menurut Ibn Al Maqrizi, inflasi ini diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif (AS) atau naiknya permintaan agregatif (AD). Natural inflation dapat diartikan sebagai berikut:
Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T sedangkan M ( Jumlah Uang Beredar) dan V
( kecepatan peredaran uang) tetap, maka konsekuensinya P .
Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya, nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M sehingga jika V dan T tetap maka P .
Lebih jauh dapat dianalisis dengan persamaan berikut: AD = AS
(2.4)
AS = Y
(2.5)
AD = C + I + G + (X – M)
(2.6)
Dimana: Y : pendapatan nasional C : konsumsi I : investasi G : pengeluaran pemerintah (X-M)
: Net export
maka: Y = C + I + G + (X – M)
(2.7)
Berdasarkan penyebabnya, natural inflation dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
39
a.
Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dengan ekspor
meningkat
X
sedangkan impor menurun M . Nilai net export yang
sangat besar menyebabkan naiknya permintaan agregatif AD . Hal ini dapat
ditunjukkan oleh grafik berikut:
P
AS
P2 P1 AD1
0
AD2
Q1 Q2
Grafik 2.1
Grafik 1. Demand Pull Inflation
Demand Full Inflation
b. Akibat turunnya tingkat produksi AS
karena paceklik, perang, embargo
dan boikot. Hal ini dapat digrafikkan sebagai berikut:
P
AS2 AS1
P2 P1 AD
0
Q2 Q1
Q
Grafik 2.2 Grafik 2. Cost Inflation Cost Pust Push Inflation
40
b. Human error Inflation
Di luar penyebab yang tergolong natural inflation, inflasi yang terjadi tergolong human error inflation atau false inflation. Dalam hal ini yang diakibatkan
kesalahan manusia (sesuai dengan QS 30:41). error inflation disebabkan tiga hal berikut: Human
1. Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration)
Jika merujuk pada persamaan AS=AD, terlihat korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk menyebabkan kontraksi pada kurva
penawaran agregatif AS .
AS2
P
Rp ATC2
MC2
AS1
P2
MC1 ATC1
P1 AD
0
Q2 Q1
Q
Q
0
Macro Level
Micro Level
Grafik 2.3 Inflasi yang disebabkan adanya biaya Siluman akibat korupsi dan administrasi yang buruk Selain menyebabkan inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan kelemahan administrasi sangat membahayakan perekonomian yakni terjerat pada spiralling inflation atau hyper inflation. 2.
Pajak yang berlebihan (excessive tax) Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang
buruk yaitu kontraksi pada kurva penawaran agregatif AS . Namun, jika dilihat lebih jauh, excessive tax mengakibatkan apa yang dinamakan para efficiency loss atau dead weight loss.
41
3.
Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan secara berlebih
(excessive seignorage).
Arti tradisional seignorage adalah keuntungan yang didapat oleh percetakan dari pencetakan koin. Milton Friedman, seorang ekonom monetaris terkemuka mengatakan,”Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon.” Para otoritas moneter di negara-negara Barat umumnya
meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan keuntungan bagi
pemerintah (inflation tax).
Di pihak lain, ekonom Muslim Ibn Al Maqrizi berpendapat bahwa
pencetakan uang yang berlebihan jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat
harga P secara keseluruhan (inflasi).
2. Actual/anticipated/expected inflation dan unaticipated/unexpected inflation. Pada expected inflation, tingkat suku bunga pinjaman riil sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected inflation, tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi. 3. Demand pull dan cost pust inflation. a. Demand pull inflation diakibatkan oleh perubahan yang terjadi pada sisi permintaan aggregat (AD) barang dan jasa pada suatu perekonomian, dimana permintaan masyarakat terhadap barang maupun jasa terlalu kuat sehingga melebihi supply yang ditawarkan. b. cost push inflation terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregatif (AS) barang dan jasa pada suatu perekonomian, dimana biaya produksi mengalami kenaikan sehingga penawaran turun. Kenaikan produksi tersebut disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price)1, dan terjadi negative supply shocks2 akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Kedua Jenis inflasi ini sesuai dengan pendapat Boediono (1980:162) dalam bukunya Ekonomi Moneter. 1
2
Misalnya antara lain harga BBM, TDL, tarif telepon, cukai rokok, dan tarif angkutan. Misalnya gagal panen dan langkanya komoditi tertentu.
42
4. Spiralling inflation, yaitu inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya,
sementara inflasi yang sebelumnya itu terjadi sebagai akibat inflasi terdahulu, demikian
seterusnya.
5. Imported inflation dan domestic inflation.
a. Imported inflation
adalah inflasi yang dialami oleh suatu negara karena posisinya sebagai price
taker dalam pasar perdagangan internasional. Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga barang ekspor seperti teh dan kopi di luar negeri (negara tujuan ekspor), harganya mengalami kenaikan dan ini membawa pengaruh terhadap harga di dalam
negeri.Penyebab lainnya adalah naiknya harga barang impor yang secara tidak
langsung berpengaruh terhadap indeks biaya hidup masyarakat dalam negeri. b. Domestic inflation Domestic inflation hanya terjadi di suatu negara tanpa mempengaruhi negara-negara lain. Menurut Boediono (1980), inflasi ini timbul misalnya karena terjadinya defisit anggaran belanja negara yang secara terus menerus di atasi dengan mencetak uang. Hal ini menyebabkan jumlah uang yang dibutuhkan di masyarakat melebihi transaksinya dan ini menyebabkan nilai uang menjadi rendah dan harga barang meningkat.Boediono menggolongkan jenis inflasi ini ke dalam inflasi yang berdasarkan pada asal dari inflasi tersebut. Selain dari inflasi diatas, ada jenis lainnya, yang diantaranya adalah:
1. Inflasi bersarkan pada kenaikan harga-harga Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku.inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut : a.
Inflasi Tarikan Pemerintah Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan tinggi yang selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.Pengeluaran ini dapat menimbulkan inflasi.Dan pada masa ketidakstabilan politik yang terus menerus.Dalam masa seperti ini pemerintah belanja jauh melebihi pajak yang di pungutnya.Untuk membiayai kelebihan
43
pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank
sentral. b.
Inflasi Desakan Biaya Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat
ketika tingkat pengangguran adalah rendah.Apabila perusahan – perusahan masih menghadapi permintaan yang bertambah , mereka akan berusaha menaikkan
produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada
pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran dengan pembayaran gaji dan upah yang tinggi. Langkah ini menyebabkan biaya produksi meningkat yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga – harga berbagai barang.
c. Inflasi Di Impor Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga – harga barang yang di impor. Inflasi ini akanterjadi apabila barang – barang yang diimpor mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan – perusahaan.
2. Inflasi berdasar pada besarnya cakupan pengaruh terhadap harga Yaitu jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation).Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). 3. Inflasi berdasarkan pada tingkat keparahannya Menurut Boediono (1980:162), berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dapat dibagi kedalam empat golongan,yaitu: a.
Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
b.
Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
c.
Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
d.
Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun) Sedangkan menurut Paul A. Samuelson ( Adiwarman,2006:137), inflasi berdasar
tingkat keparahaanya hanya dibagi dalam tiga jenis inflasi saja, yaitu:
44
a.
Moderate inflation,
Moderate inflation disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi dengan
karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat.Pada umumnya, pada tingkat inflasi ini, orang masih mau memegang uang tunai dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.
b.
Galloping inflation, Galloping inflation yaitu inflasi yang terjadi pada tingkatan 20% sampai 200% per
tahun.Pada tingkatan inflasi ini, orang hanya mau memegang uang seperlunya, dan cenderung menyimpan kekayaan dalam bentuk aset-aset riil.Inflasi jenis ini
mengakibatkan terjadinya gangguan serius pada perekonomian karena masyarakat cenderung menyalurkan dananya untuk berinvestasi di luar negeri daripada di
dalam negeri (capital outflow). c.
Hyper inflation, Hyper inflation yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar antara jutaan persen per tahun. Jika banyak pemerintahan masih sanggup bertahan menghadapi galloping inflation, maka tidak ada yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ini.
2.5.3.
Penyebab Inflasi Penyebab inflasi dapat dilihat dari jenis-jenis inflasi yang telah dipaparkan diatas.
Namun secara jelas juga, penyebab inflasi dapat dilihat dari 3 kelompok teori mengenai inflasi (Boediono,1980:167). Teori tersebut adalah sebagai berikut: Teori Kuantitas Teori ini merupakan teori yang paling tua, namun telah mengalami penyempurnaan sehingga masih bisa menerangkan proses inflasi di zaman modern ini.Menurut teori ini, Inflasi disebabkanoleh jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga dimasa datang. Kenaikan jumlah uang yang beredar, akan menimbulkan inflasi. Dimana dengan meningkatnya jumlah uang yang beredar, maka kemampuan ekonomi suatu masyarakat
45
akan naik, sampai-sampai uang mengalami penurunan nilai atau kemampuan yang besar.
Dan menimbulkan kelebihan permintaan daripenawaran.
Harapan
masyarakat
mengenai
kenaikan
harga
di
masa
mendatang
pada penyebab inflasi ini ada 3 kemungkinan yaitu: a.
Masyarakat tidak mengharapkan harga-harga naik pada masa mendatang sehingga sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar yang diterima masyarakat disimpan untuk menambah liquiditasnya, akibatnya harga-harga tidak naik, kalupun naik hanya sedikit sekali dan ini merupakan awal munculnya inflasi, dan masyarakat belum sadar akan hal itu.
b.
Masyarakat mulai sadar bahwa ada inflasi sehingga penambahan jumlah uang tidak disimpan melainkan digunakan untuk membeli barang. Hal ini dilakukan karena orang berusaha menghindari kerugian jika memegang uang tunai. Dimana kenaikan harga merupakan suatu pajak atas saldo, karena uang makin tidak berharga. Hal ini menjadikan kenaikan permintaan sehingga harga-harga akan meningkat. Sehingga kenaikan inflasi sama dengan kenaikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa serta kenaikan harga.
c.
Dalam tahap hyperinflation, orang sudah mulai kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Peredaran uang makin cepat. Dalam keadaan ini, kenaikan harga lebih besar dari kenaikan inflasi.
Teori Keynes Inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuannya (secara ekonomis). Terjadi perebutan rezeki antar kelompok sosial yang mengakibatkan permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia dan menimbulkan celah inflasi atau inflationary gap.Permintaan yang meningkat menyebabkan harga barang naik dan terjadi inflasi. TeoriStrukturalis Menurut teori ini, inflasi disebabkan adanya dua ketegaran utama dalam perekonomian Negara yang sedang bekambang, yaitu: Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sektor lain. a.
Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan yang tumbuh tidak secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita.
46
SedangkanMenurut perspektif Al Qur’an, sumber penyebab munculnya gejolak
ekonomi, yang ditunjukkan dengan inflasi yang tinggi adalah akibat penggunaan mata uang yang menyimpang dari Al Qur’an. Penyimpangan itu tidak lain adalah menjadikan
mata uang sebagai alat komoditi dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu disebut oleh Al Qur’an dengan istilah riba, yang dalam pencapaian keuntungan tersebut melakukan tindakan spekulasi.
2.5.4. Dampak Inflasi Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi.Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan
membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat(www.wikipedia.com). Para penerima pendapatan tetap, seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun (Boediono,1980:168). Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena empat hal sebagai berikut: a.
Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi pembayaran di muka, dan fungsi unit penghitungan. Akibat beban inflasi tersebut, orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan. Inflasi juga mengakibatkan terjadinya inflasi kembali atau self feeding inflation.
b.
Melemahkan semangat masyarakat untuk menabung (turunnya marginal propensity to save).
47
c.
Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang non primer
dan mewah (naiknya marginal propensity to consume). d.
Mengarahkan investasi pada hal-hal tidak produktif seperti penumpukan kekayaan berupa tanah, bangunan, logam mulia, dan mata uang asing serta mengorbankan investasi produktif seperti pertanian, industri, perdagangan, dan transportasi
(Adiwarman,2006:139).
2.5.5.
Upaya Meminimalisir Inflasi
Sebagaimana diketahuibanyak para ekonom, baik itu ekonom konvensional maupun Islam, mengatakan bahwa salah satu permasalahan ekonomi yang harus atau wajib
dipecahkan adalah persoalan inflasi (www.google.com).Mereka semua memandang (dari segi dampak) bahwa inflasi sangat tidak baik bagi masyarakat, meskipun dalam hal tertentu mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda terutama dalam hal upaya penyelesaiannya. Betapa pentingnya penyelesaian masalah inflasi bukanlah tanpa alasan.Betapa tidak, inflasi secara faktual sesungguhnya menggambarkan tingkat harga dari barang dan jasa yang sejatinya sering dibutuhkan oleh masyarakat kebanyakan. Dari segi urgensitas penyelesaiannya, sesungguhnya permasalahan inflasi tidaklah memandang siapa dan dari mana orangnya, apakah orang Islam atau bukan.Hal ini dikarenakan inflasi sejatinya adalah sebuah fenomena faktual dalam sebuah ekonomi. Namun, dalam hal sebab dan bagaimana solusinya akan sangat berbeda bagaimana antara orang (ekonom) Islam dan konvensional dalam memandangnya. Namun secara umum Pemerintah dapat melakukan hal berikut dalam mengatasi Inflasi, melalui berbagai kebijakan yang ditetapkannya. 1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantaranya adalah jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal. Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut: • Politik diskonto (Politik uang ketat),
48
• Politik pasar terbuka,
• Peningkatan cash ratio,
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
• Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
• Menaikkan pajak.
3. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan non moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumlah uang yang beredar. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut: a.
Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
b.
Menekan tingkat upah.
c.
Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
d.
Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
e.
Melakukan saneering (pemotongan nilai mata uang). Kebijakan saneering antara lain: Penurunan nilai uang dengan pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
f. Kebijakan yang berkaitan dengan meningkatkan output. g.
Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan celling price.
2.6.
Profitabilitas
Profitabilitas sebagai salah satu rasio yang menunjukan tingkat efektivitas yang dicapai
melalui
usaha
opersional
bank
(Muhammad
dan
Dwi
49
Suwiknyo,2000:263).Menurut Tendi (2000:1)rasio yang lazim digunakan untuk mengukur
profitabilitas perbankan diantaranya adalah Return On Assets(ROA)dan Return On equity (ROE).
Return on Assets (ROA) menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola dana yang diinvestasikan dari keseluruhan assets yang menghasilkan keuntungan. ROA digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia
sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank, diukur dengan assetsyang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat (Lukman Dendawijaya,2009:119). Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan asset.
Rasio yang menjadi indikator tingkat profitabilitas yang digunakan setiap Perbankan
Syariah adalah Return On Assets. Husnan dan Pudjiastuti (2002:120), menyatakan bahwa rasio profitabilitas ekonomi mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan. Karena hasil operasi yang ingin diukur, maka dipergunakan laba sebelum pajak. ROA bagi Bank Syariah dapat dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total aktiva. ROA dirumuskan sebagaiberikut: 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
(2.8)
Adapun standar Return On Assets (ROA) untuk Perbankan Syariah menurut surat edaran BI No. 9/24/DPbs tahun 2007 mengenai system penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan prinsif syariah sebagai berikut: Tabel 2.2 Tingkat Kesehatan ROA
Peringkat 1 2 3 4 5
Predikat Perolehan laba sangat tingggi Perolehan laba tingggi Perolehan laba cukup tinggi Perolehan laba rendah Perolehan laba sangat rendah atau cenderung rugi Sumber: SE BI No.9/24/DPbs tangggal 30 Oktober 2007
Nilai ROA ROA.>1,5 % 1,25% < ROA≤1,5% 0,5% < ROA≤1,25% 0%< ROA ≤0,5% ROA ≤ 0%
50
ROE sangat penting artinya bagi para pemilik bank guna mengukur kemampuan
management dalam mengelola capiatal yang tersedia untuk mendapatkan net income (Teguh;1999,140). ROE diaanggap sebagai representasi dari nilai perusahaan, diamana
memaksimalkan nilai perusahaan
merupakan tujuan perusahaan dalam persfektif
manajemen keuangan (Handono,2009;4). Sehingga ROE penting artinya bagi para pemilik bank, karena ROE mencerminkan nilai perusahaan yang tercermin dari kenaikan saham
saham bank yang bersangkutan dipasar,disamping itu ROE juga merupakan ukuran yang
tepat untuk dapat mencerminkan kemampuan dalam membentuk pendapatan, efisiensi kegiatan usaha, struktur keuangan dan kebijakan perpajakan (Tendi, 2000;9)ROE
merupakan perbandingan antara Earning After Tax dengan Total Equity (Teguh;1999,140). Sehingga ROE dapat dirumuskan sebgai berikut:
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
(2.9)
Dengan menhitung ROA dapat diketahui seberapa besar prospek tingkat pengembalian dari operating assets yang diinvestasikan kedalam bank, sedangkan dengan menghitung ROE dapat diketahui berapa besarnya tingkat pengembalian yang diterima oleh pemilik modal sendiri (Tendi, 2000;10) 2.6.1. Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Tingkat kesehatan bank menggambarkan kondisi keuangan dan seberapa baik bank teersebut melakukan manajemen yang dapat diukur dari profit bank yang dapat dihitung dengan beberapa cara. Diantaranya adalah dengan ROA dan ROE yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan aset dan equity atau modal bank dalam memperoleh keuntungan. Menurut Kosmidou (2008) faktor - fakor yang mempengaruhi profitabilitas bank meliputi faktor internal dan faktor eksternal suatu bank tersebut. Faktor internal meliputi: Operation Cost Ratio, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, Non Performing Loan, dan Size. Sedangkan faktoe eksternal meliputi: Gross Domestic Product Growth, tingkat inflasi, Stock Market Capitalization dan Concentration.
51
2.6.1.1.Faktor Internal
1.
Operation Cost Ratio Operation Cost Ratio digunakan untuk mengukur biaya yang dikeluarkan bank
untuk melakukan kegiatan operasionalnya tersebut. Bila biaya operasi bank tidak dengan pendapatan bank maka bank tersebut memilik tingkat efisiensi yang sebanding
sendah dan sebaliknya. Dengan kata lain Operation Cost Ratio memiliki pengaruh yang negatif terhadap pendapatan bank, sehingga diharapkan tingkat rasio dari biaya operasi yang rendah agar pendapatan bank meningkat yang diiringi pula dengan
peningkatan kinerja bank. 2.
Capital Adequacy Ratio Capital Adequcy Ratio (CAR) dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri. Semakin tinggi CAR maka akan semakin baik kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya jika terjadi likuidasi bank. Kinerja bank dapat diketahui dengan cara mengukur rasio kecukupan modal yang dimiliki leh bank. Modal mempunyai pengaruh positif terhadap profit yang dimiliki, sehingga semakin besar tingkat permodalan bank maka akan meningkatkan profit bank dan akan mengurangi resiko dari kebangkrutan. Maksud dari pernyataan tersebut, jika tingkat permodalan bank tinggi maka bank akan mampu memenuhi kewajibannya untuk membiayai aktivitas bank. Aktivitas bank dapat meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dan penyaluran dana pada masyarakat (Kosmidou,2008). 3.
Loan to Deposit Ratio Loan to Deposit Raio/ Financing Deposit Ratio digunakan utuk mengukur seberapa besar kemampuan bank dalam membayar hutang kepada deposan serta dapat memenuhi
permintaan
kredit/
pembiayaan
yang
diajukan
tanpa
terjadinya
penunggakan. Maksud dari pernyataan tersebut semakin tinggi tingkat LDR/FDR maka akan semakin rendah likuiditas bank karena kredit yang diberikan kepada nasabah berasal dari dana pihak ke tiga, sehingga bank tidak mempunyai simpanan apabila ada nasabah yang mengambil dananya secara tiba-tiba. Maka dari itu rasio likuiditas memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja bank, khususnya profitabilitas bank. 4.
Non Performing Loan
52
Pemberian kredit/ pembiayaan kepada masyarakat tentunya tidak akan selancar
yang diharapkan bank, dalam hal pelunasan sesuai dengan jatuh tempo yang
dijanjikan. Satu kredit/pembiayaan dikatakan bermasalah jika nasabah gagal dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi pembayaran cicilan beserta bunga/imbal jasa seperti yang disepakati bersama. Kredit/pembiayaan bermasalah biasa disebut juga
dengan Non Performing Loan bagi bank konvensional dan Non Performing Financing bagi Bank Syariah. Pembiayaan merupakan pendapatan utama bagi bank sekaligus sebagai sumber resiko terbesar yang memungkinkan adanya pembiayaan yang tidak tepat waktu pembayarannya yang akan mendatangkan masalah bagi bank. Karena
bank tidak memperolah penghasilan dari bunga/bagi hasil dari pinjaman. Jumlah
pendapatan bunga/bagi hasil yang berkurang akan mengakibatkan pada turunnya profit serta tingkat kesetan bank. Semakin besar rasio dari kredit macet maka akan semakin menurunkan kinerja bank, sehingga rasio kredit/pembiayaan macet memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja bank ( Sharma,2005).
5.
Size. Size digunakan untuk mengetahui tingkat aktivitas yang dilakukan bank dalam menghimpun da menyalurkan dana kepada nasabah. Semakin besar aset dari bank maka maka akan semakain besar
aktivitas yanng dilakukan bank. Size mamiliki
pengaruh yang positif terhadap kinerja bank, karena besarnya aktivitas suatu bank dapat mengdentifikasikan besarnya pengeluaran dan penerimaan yang dialami bank (Kosmidou,2008).
2.6.1.2.Faktor Eksternal 1.
Gross Domestic Product Growth Gross Domestic Product meruakan variabelmakro ekonomi yang sering digunakan untuk mengetahui aktivitas dalam perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan Gross Domestic Prodct diharapkan dapat mempengaruhi jumlah penawaran dan permintaan atas tabungan dan pinjaman dari masyarakat terhadap suatu bank. GDP memiliki pangaruh positif terhadap profit bank yang dapat meningkatkan kinerja bank. Dengan kata lain semakin tinggi GDP dapat mengidentifikasikan semakin tinggi tingkat kemakmuran masyarakat, maka semak intinggi permintaan atau
53
penawaran pinjaman dan tabungan memiliki pengaruh positif terhadap pofit yang akan
mengakibatkan pada kenaikan kinerja bank ( Kosmidou,2008). 2.
Tingkat Inflasi Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat mempengaruhi profit bank secara langsung dan tidak langsung, tergantung dari tingkat
bunga (bagi bank konvensional) terhadap pendapatan bank, karena tingkat inflasi mengidentifikasikan dari harga suatu komoditas yang mengalami kenaikan harga dalam jangka yang cukup lama. Barang dan jasa yang mengalami inflasi dapat meningkatkan pendapatan secara nominal bukan hanya secara riil begitu juga dengan
secara nominal. Tingkat inflasi akan berpengaruh positif terhadap profit pengeluaran
bank, apabila perubahan pada pendapatan lebih besar jika dibanding dengan perubahan pada pengeluaran. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka inflasi akan berpegaruh negatif terhadap profit bank, sehingga tingkat kesehatan juga tergantung pada tingkat inflasi.
3. Stock Market Capitalization Sebagai salah satu variabel eksternal adalah besarnya saham yang diterbitkan dipasar modal. Stock Market Capitalization merupakan jumlah dari nilai saham yang dimiliki bank yang diedarkan dipasar modal. Stock Maket Capitalization memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja bank. Karena semakin banyak nilai saham yang diterbitkan maka akan menandakan bahwa bank tersebut sedang membutuhkan sejumlah dana untuk menjalankan aktivitasnya. 4.
Concentration. Pada umumnya bank yang memliki aset terbesar memiliki tingkat aktivitas dalam menghimpun dan menyalurkan pada nasabah yang tinggi dan dapat memonopoli pendapatan, sehingga concentration dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap profitabilitas bank yang berakibat pada peningkatan kinerja bank (Kosmidou,2008). Consentration melindungi bank dari persaingan. Concentration mengidentifikasikan aset bank. Sebesar apapun persaingan antar sektor perbankan, bank yang memiliki aset yang terbesar akan tetap dapat memonopoli industri perbankan. Semakin tinggi tingkat Concentration bank maka akan dapat dapat menyelamatkan bank dari tingkat persaingan dari pertumbuhan sektor perbankan yang pesat. Besarnya aset bank dapat menggambarkan tingginya tingkat aktivitas yang dilakukan bank, tingginya tingkat pengeluaran dan pemasukan bank. Sehingga
54
Concentration memiliki pengaruh positif terhadap kinerja bank ( Demirguc-kunt dan
Huizinga,1999).
Namun menurut Teguh (1999:142) yang mempengaruhi profitabilitas terdapat 3
faktor yaitu assetsmanagement, liabilities Management dan overall management yang merupakan tiga bidang yang disoroti tajam dalam Profit Sensitivity Analysis. Profit Sensitivity Analysis merupakan merupakan analisis suatu analisis yang mengukur
sebsb/akibat yang mempengaruhi profitabilitas suatu bank (Teguh,1999;142). Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank menurut Teguh (1999:142).
1.
Assets Management
Hal yang diperhitungkan adalah besarnya Return On Assets (ROA). Sehingga faktor
dalam assets management adalah Earning Before Interest adn Tax yaitu laba ditambah dengan pajak dan biaya bunga yang dibayarkan bank, dan Total Assets yaitu jumlah assets bank secara keseluruhan yang dimiliki bank yang bersangkutan.
2.
Liabilities Management Pada bidang ini ada tiga hal yang mempengaruhi profitabilitas yaitu Leverage Management, Cost of Debt, dan Spread Management. Leverage Management, Didapat dari perbandingan jumlah keseluruhan utang yang dimiliki bank dengan equity milik bank yang bersangkutan. Cost of Debt, Merupakan perbandingan dari seluruh biaya bunga yang dibayarkan oleh bank dengan total debt. Spread Management. Didapat dari perbandingan ROA dengan Cost and Debt.
3.
Overall Mangement Terdapat dua faktor yang diperhitunngkan yaitu Debt Management dan ROE. Sehingga komponen yang memberikan pengaruh yang signifikan pada bidang ini adalah Leverage Management, Spread Management, EBIT dan total equity. Sehingga terlihat dalam bagian ini merupakan faktor secara keseluruhan dari management suatu bank, karena menggabungkan unsur assets dan liabilities nya.
55
2.6.2. Pengaruh NPF terhadap Profitabilitas (ROA dan ROE) Bank Syariah
Rasio NPF menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola
pembiayaan yang diberikan oleh Bank Sariah. Semakin tinggi rasio NPF maka semakin
buruk kualitas pembiayaan yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar sehingga cadangan kerugian yang diakibatkan pembiayaan yang macet semakin
besar yang pada akhirnya akan menurunkan aktiva produktif, kemudian laba pun ikut terkena dampaknya bahkan menurunkan modal bank. Maka dalam hal ini semakin tinggi
rasio NPF maka semakin rendah profitabilitas Bank Syariah. 2.6.3. Pengaruh Inflasi Terhadap Profitabilitas (ROA dan ROE) Bank Syariah
Inflasi menjadi salah satu indikator makro ekonomi dalam perekonomian Indonesia.Inflasi sangat mempengaruhi aktivitas pelaku ekonomi baik itu di sektor riil maupun di sektor moneter.Transaksi berdasarkan prinsip syariahyang dilakukan Bank Syariah berhubungan langsung dengan sektor riil.Ketika inflasi tinggi berlangsung sektor riil biasanya dihadapi dengan dua kesulitan. Dari sisi produksi, biaya yang ditanggung perusahaan untuk berproduksi akan naik sehinggga harga jual outputnya akan ikut naik. Sedangkan dari sisi permintaan, inflasi menyebabkan pendapatan riil masyarakat berkurang, karena penurunan nilai uang, yang mengakibatkan orang enggan menabung dan berinvestasi. Yang mengakibatkan bank mengalami kekurangan dana dalam menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan yang merupakan penghasilan utama Bank Syariah. Sehingga akan mengurangi demandproduk dan jasaBank syariah. Sehingga pastinya akan berdampak negatif pada profitabilitas yang ingin dicapai Bank Syariah. Dengan kata lain jika inflasi naik maka tingkat profiabilitas atas aset dan modal Bank Syariah turun.
2.7.
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan selalu berdasarkan atas ilmu pengetahuan yang sudah ada,
yang diantaranya adalah berdasarkan pendapat para peneliti yang dapat menghasilkan pendapat yang kredibel dari penelitiannya. Penelitian terdahulu yang dapat saya jadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Dodi Santoso (2011) dengan judul Analisis Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO terhadap ROA (Perbandingan Bank Muamalat
56
Indonesia dan Bank Syariah Mandiri 2008-2010).Dengan Variabel bebas, adalah CAR,
NPF, FDR, serta BOPO, dan variabel terikat adalah ROA. Guna meneliti pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikatnya tersebut, penulis menggunakan analisis regresi
linear berganda, hasil penelitiannya menghasilkan bahwa CAR pada Bank Muamalat Indonesia berpengaruh negatif tidak signifikan secara linear terhadap ROA,sedangkan pada Bank Syariah Mandiri Berpengaruh positif tidak signifikan secara linear terhadap ROA.
NPF Pada Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri berpengaruh negatif tidak signifikan secara linear terhadap ROA.FDR pada Bank Muamalat Indonesia, berpengaruh positif tak signifikan secara linear terhadap ROA.Sedangkan pada BSM berpengaruh
negative tidak signifikan secara linearterhadap ROA.BOPO pada Bank Muamalat Indonesia dan BSM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Secara simultan
CAR,NPF,FDR,BOPOpada bank Muamalat Indonesia dan Bank syariah Mandiri secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. Pengaruh Modal Inti,DPK dan NPF terhadap Tingkat Profitabilitas pada Bank Muamalat Indonesia Periode 2002-2010, merupakan penelitian yang dilakukan Endry (2011). Dimana Variabel bebasnya adalah
Modal Inti, DPK,NPF dan ROA sebagai
variabel terikat. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Peneliti menyatakan bahwa tingkat kecukupan modal berpengaruh positif terhadap profit (ROA), Dana Pihak Ketiga berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA. Sedangkan NPF berpengruh negative dan tidak signifikan terhadap ROA. Sedangkan I’Shaam Abdul Baaqi (2011) atas dasar penelitiannya yang berjudul Pengaruh FDR dan NPF terhadap Profitabilitas pada PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk pada periode tahun 2002 sampai dengan 2010 menyatakan bahwa FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Untuk NPF berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA.Dan FDR dan NPF secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap ROA.Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Analisis Pengaruh Faktor Makro Ekonomi, Pangsa Pasar, dan Karakteristik Bank terhadap Profitabilitas Bank Syariah 2005-2008 merupaka penelitian yang dilakukan Adi Setiawan pada tahun 2009, dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Pada penelitiannya, Adi Setiawan dapat menarik kesimpulan bahwa Makro ekonomi, dengan indicator yang digunakan dalah inflasi dan GDP tidak berpengaruh terhadap ROA bank syariah di Indonesia. Sedangkan pangsa pasar berpengaruh signifikan terhadap ROA.Dan Karakteristik bank yang dilihat dari CAR, NPF, BOPO, dan ukuran bank.Dimana CAR
57
berpengaruh positif secara signifikan terhadap ROA dan FDR berpengaruh positif secara
signifikan terhadap ROA.NPF berpengaruh negative secara signifikan terhadap ROA.BOPO berpengaruh negative secara signifikan terhadap ROA.Size berpengaruh
negative terhadap ROA.Sedangkan Secara simultan semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Pada 2009 pun Eka Andriani Shandy, telah melakukan penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan judul Pengaruh tingkat Inflasi, Suku Bunga, nilai tukar Rupiah terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2007. Eka Andriani Shandy menyatakan bahwa Tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili
oleh ROA. Dan
Tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROE. Secara parsial Tingkat inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap profitabilitas baik yang diwakili oleh ROA maupun ROE.Suku bunga berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROA. Suku bunga berpengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROE. Dan nilai tukar berpengaruh positif secara signifikan terhadap profitabilitas baik yang diwakili oleh ROA amupun ROE. Dan pada tahun 2011 Asri Siti Nurhasanah telah melakukan penelitian mengenai Pengaruh Tingkat Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Tingkat Inflasi Terhadap Return On Assts (ROA) PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Dari hasil
penelitiannya, Asri Siti
Nurhasanah mengemukakan bahwa Tingkat bonus SBIS berpengaruh positif secara signifikan terhadap ROA, tingkat inflasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap ROA, dan secara simultan tingkat bonus SBIS dan inflasi mampu mempengaruhi ROA sebesar 16,7% dan sisanya 83,3 % dipengaruhi variabel lain. Sri Retno Wahyu Nugraheni dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Tahan Perbankan Syariah Terhadap Fluktuasi Ekonomi di Indonesia pada tahun 2005 sampai April 2010, menyatakan bahwa variabel ROA dan NPF lebih stabil hasilnya apabila terdapat suatu guncangan yang mengindikasikan variabel kinerja keuangan ini memiliki daya tahan yang baik terhadap keadaan makroekonomi, sedangkan ROE, memiliki dampak yang lebih berfluktuatif karena variabel ini berkaitan dengan saham
58
yang dimiliki bank. Penelitian ini menggunakan metode VAR dan VECM. Dengan
menggunakan suku bunga SBI, IPI, dan CPI sebagai keadaan makroekonomi.
Dan RR Tini Anggraeni dalam tesisnya yang berjudul Penngaruh Pembiayaan Bermasalah dan Faktor Eksternal terhadap Tingkat Kesehatan Bank Syariah (Studi Kasus bank Syariah X)
memperlihatkan adanya pengaruh negatif pembiayaan bermasalah
terhadap ROA dan pengaruh positif terhadap ROE. Sedangkan faktor eksternal dengan indikator inflasi berpengaruh dan mempunyai hubungan negatif terhadap ROA dan ROE Bank Syariah.
2.8. Kerangka Pemikiran
Atas uraian teori dan penelitian terdahulu diatas, maka dapat saya kemukakan bahwa Perbankan Syariah merupakan bagian dari entitas syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediary, sehingga dalam menjalankan kegitan bisnisnya Perbankan Syariah mengembangkan produknya kedalam tiga kelompok yaitu produk penghimpunan dana, penyaluran dana dan jasa bank lainnya ( Muhammad dan Dwi Suwiknyo,2009:8). Dana yang terhimpun akan disalurkan kedalam berbagai kegiatan opersionalnya untuk menghasilkan income. Salah stunyamelalui pembiayaan, dimana dana yang paling besar digunakan adalahDana Pihak Ketiga (DPK) yang terhimpun. Pembiayaan juga merupakan sumber pendapatan terbesar bagi bank, sekaligus sebagai sumber resiko operasi bisnis perbankan terbesar yang berakibat pada pembiayaan bermasalah bahkan macet yang sudah tentu akan mengganggu opersional bank (Muhammad,2002:59) karena kegiataanya yang selalu berhubungan dengan sektor riil yang selalu syarat dengan kendala-kendala, yang sudah pasti pada akhirnya akan berakibat pada pendapatan Bank Syariah tersebut. Pembiayaan bermasalah ini dapat dinyatakan sebagai Non Performing Financing yaitu suatu rasio dalam yang menunjukan kwalitas aset dengan membandingkan pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total pembiayaan yang disalurkan Bank Syariah (PSAK No.31, revisi 2000). Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tingginya pembiayaan bermasalah sebagai cermin semakin tinggi pula NPF bank syariah tersebut, yang sudah pasti akan menurunkan tingkat kesehatan bank yang berdampak buruk terhadap profitabilitasnya, karena dengan meningkatnya pembiayaan bermasalah maka bank harus melakukan pencadangan penghapusan piutang yang besar sehingga kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan pun menjadi sangat terbatas. Namun NPF merupakan faktor
59
internalyang artinya masih dapat dikendalikan oleh bank, melalui berbagai kebijakan
yang ditetapkan.
Namun disisi lain terdapapat factor eksternalyang dapat mempengaruhi pendapatan Bank Syariah, dimana faktor ini melekat pada sektor ekonomi makro, yaitu masalah suku bunga, kurs dan inflasi (www.Zonaekis.com).Dari ketiga indikator kesetabilan ekonomi
makro tersebut selalu saling berhungan. Yaitu disaat pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penurunan terhadap tingkat bunga melalui kebijakan moneternya, maka Jumlah Uang Beredar mengalami peningkatan, yang mengakibatkan kemampuan (nilai atau harga) mata uang domestik menurun, yang pada akhirnya akan menyebabkan inflasi. Inflasi merupakan kenaikan harga secara menyeluruh dari barang dan jasa selama suatu
periode waktu tertentu (Adiwarman,2006:135). inflasi sangat erat kaitannya dengan tingkat bunga, dimana Bank Syariah tidak menggunakan konsep bunga. Walupun begitu inflasi tetap berpengaruh terhadap profitabilitas Bank Syariah dimana kegiatannya selalu berhubungan dengan sektor riil. Inflasi dapat mempengaruhi pencapaian profit Bank Syariah yaitu melalui penurunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah yang diakibatkan dari persepsi masyarakat, bahwa tingginya inflasi akan menurunkan nilai uang sehingga masyarakat mengubah saldo kasnya menjadi barang, hal ini dilakukan guna menghindari kerugian seandainya mereka memeganng uang tunai (Boediono,1980:168). Disamping itu kemampuan masyarakat untuk membayar angsuran pembiayaan berkurang, karena akibat adanya inflasi terjadi peningkatan berbagai harga barang kebutuhan masyarakat, yang akan meningkatkan pembiayaan bermasalah yang tercermin dalam salah satu rasio kwalitas aktiva. Dengan berkurangnya Dana Pihak Ketiga pada Bank Syariah, maka porsi pembiayaan yang menjadi pendapatan utama Bank Syariah akan menurun, sehingga terjadi penurunan pendapatan Bank Syariah. Tinggi rendahnya pendapatan Bank Syariah dapat tercermin dalam Rasio Profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menunjukan tingkat efektivitas yang dicapai melalui usaha opersional bank ( Muhammad dan Dwi Suwiknyo,2009:263). Return On Assets (ROA) merupakan indikator untuk rasio profitabilitas pada Bank Syariah, yang merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total assets (Statistik Perbankan Syariah). Selain ROA, ROE juga merupakan rasio profitabilitas yang lazim digunakan bank dalam mengetahui seberapa besar net income yang dapat dihasilkan dari total modal yang dimiliki bank. Rasio ini merefleksikan nilai perusahaan, sehingga sangat penting artinya bagi para pemegang saham.
60
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan diatas maka kerangka pemikiran dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
PERBANKAN SYARIAH
Ekonomi Makro
Menghimpun Dana
Memberikan Jasa Bank Lainnya
Menyalurkan Dana
Suku Bunga pembiayaan
Jumlah Uang Beredar Pendapatan
NPF Kemampuan Mata Uang Domestik Profitabilitas (ROA dan ROE) Bank Syariah
Inflasi
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.9.
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2010; 84), hipotesis merupakan “ jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian”. Adapun hipotesis yang dapat saya ajukan dalam penelitian ini berdasarkan uraian diatas adalah: H1 :
Tingkat Non Performing Financing dan inflasi secara bersama-sama berpengaruh negatif signifikan terhadap ROABank Syariah,
H2 :
Tingkat Non Performing Financing berpengaruh negatifsignifikan terhadap ROABank Syariah,
61
H3:
Tingkat
inflasi
berpengaruh
negatifsignifikanterhadap
ROABank
Syariah,
H4:
Tingkat Non Performing Financing dan inflasi secara bersama-sama
berpengaruh negatif signifikan terhadap ROEBank Syariah.
H5:
Tingkat Non Performing Financing berpengaruh negatifsignifikan terhadap ROEBank Syariah,
H6:
Tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap ROEBank
Syariah,