Laporan Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI
2.1
Umum
Pemilihan pondasi tiang dilakukan apabila penggunaan pondasi dangkal dapat menyebabkan penurunan yang tidak dapat diterima atau memunculkan resiko yang dapat merusak struktur di masa depan. Pondasi dalam biasanya terdiri dari tiang-tiang yang pemasangannya dilakukan dengan cara dipancang atau dicor di tempat (dibor terlebih dahulu). Fungsi dari pondasi dalam adalah menyalurkan beban dari struktur bagian atas (upper structure) ke lapisan tanah yang lebih dalam. Desain pondasi dalam dimulai dengan analisis bagaimana penyaluran beban yang diterima pile-head disalurkan pada tanah. Dalam merencanakan suatu pondasi dalam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti berat sendiri struktur dan konstruksi bangunan, ketinggian bangunan, beban fungsi dari aktifitas yang diwadahi di dalam bangunan serta keadaan tanah di mana bangunan didirikan. Beban dari luar seperti beban angin dan beban akibat gempa pun harus diperhitungkan saat merencanakan suatu pondasi dalam. Untuk itu dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori dasar yang dibutuhkan untuk merencanakan pondasi tiang bor pada studi tugas akhir ini. Perencanaan pondasi tiang ini meliputi penentuan parameter-parameter tanah, perhitungan daya dukung tiang, perencanaan grup tiang dan penurunan tiang. 2.2
Penentuan Parameter Tanah
Penentuan parameter tanah merupakan tahapan yang paling penting dalam perencanaan pondasi. Kesalahan dalam mengklasifikasikan jenis tanah dan menentukan parameternya dapat berakibat buruk pada kestabilan bangunan.
2-1
Laporan Tugas Akhir
Untuk melakukan perkiraan dan penilaian teknis tentang daya dukung tanah pondasi maka diperlukan pengertian mengenai karateristik mekanis dari tanah. Ada beberapa parameter tanah yang sangat penting seperti cu (undrained shear strength) dan ø (sudut geser dalam). Parameter tanah ini bisa didapat dengan menggunakan korelasi dengan persamaan empiris dari hasil tes lapangan. Namun dalam mendapatkan parameter tanah ini lebih disarankan diperoleh dari hasil tes triaxial. Beberapa parameter penting lainnya adalah berat jenis tanah γ, sensitivitas tanah dan sejarah pembebanan (proses konsolidasi) pada tanah tersebut. Dalam menginterpretasi data, terutama dalam memperoleh parameter tanah yang akan digunakan untuk menentukan daya dukung tanah, dapat dilakukan korelasi melalui persamaan empiris. Salah satu data lapangan yang dapat digunakan untuk mencari parameter tanah adalah melalui data N-SPT. Data yang didapatkan dari tes di lapangan kemudian diolah lebih lanjut untuk mendapatkan parameter tanah. Berikut adalah data-data yang dapat digunakan untuk mencari parameter pada tanah dengan melakukan korelasi terhadap nilai N-SPT yang didapat dari tes di lapangan. a. Korelasi N-SPT terhadap Nilai φ dan Berat Volume ( γ ) pada Pasir Tabel 2-1 Korelasi Nilai N-SPT dengan φ dan γ pada Tanah Berpasir
Keterangan: 1 pcf = 0.157087 kN/m³ Sumber : after Teng 1962
2-2
Laporan Tugas Akhir
b. Korelasi antara Cu dan nilai N-SPT pada Lempung Hubungan antara kohesi tanah lempung dengan nilai N-SPT dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 2-1 Korelasi antara Cu dan nilai N-SPT pada Lempung (after K. Terzaghi)
Nilai Cu juga dapat diperoleh dengan menggunakan korelasi Stroud (1974):
(
C u = (3.5 − 6.5) N kN
m2
)
(2.1)
c. Korelasi N-SPT terhadap Berat Volume Tanah ( γ ) pada Lempung Untuk mengetahui nilai berat volume tanah ( γ ) pada tanah lempung dengan menggunakan nilai N-SPT dapat melihat tabel korelasi berikut ini:
2-3
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2-2 Korelasi Nilai N-SPT dengan γ pada Tanah Lempung
Sumber : Meyerhoff, 1956
d. Faktor Adhesi (α) pada Tanah Kohesif untuk Tiang Bor Untuk mendapatkan nilai adhesi pada tanah lempung untuk jenis tiang bor dapat menggunakan tabel korelasi berikut ini: Tabel 2-3 Faktor Adhesi Tanah Kohesif Undrained Shear Strengt h (Cu)
Nilai α
< 2 tsf
0.55
2 – 3 tsf
0.49
3 – 4 tsf
0.42
4 – 5 tsf
0.38
5 – 6 tsf
0.35
6 –7 tsf
0.33
7 – 8 tsf
0.32
8 – 9 tsf
0.31
> 9 tsf
Treat as Rock
Ket: 1 tsf = 95.76052 kN/m2
Sumber : Reese & O’Neil, 1988
e. Korelasi N-SPT terhadap Nilai Modulus Elastisitas Tanah dan Poisson’s Ratio Schmertmann (1970) mengatakan bahwa modulus elastisitas tanah dapat diperoleh dengan menggunakan korelasi dari data N-SPT. Korelasi tersebut dapat dilihat pada beberapa jenis tanah berikut:
2-4
Laporan Tugas Akhir
Tanah Pasir Es (kN/m2) = 766 N dimana : N Es
(2.2)
= N-SPT = 2qc
Tanah Lempung Nilai modulus elastisitas pada tanah lempung sangat tergantung pada riwayat pembebanannya. Tanah Lempung Normally Consolidated Es = 250 Cu – 500 Cu
(2.3)
Tanah Lempung Over Consolidated Es= 750 Cu – 1000 Cu
(2.4)
dimana : Cu = undrained cohesion Berikut adalah hubungan nilai Modulus Young dengan nilai Poisson’s Ratio untuk berbagai jenis tanah. Tabel 2-4 Hubungan Tipe Tanah dengan Modulus Young dan Poisson’s Ratio Type of soil Loose sand Medium dense sand Dense sand Silty Sand Sand and Gravel Soft clay Medium clay Stiff Clay Sumber : Meyerhoff, 1956
2.3
Young's modulus, E s MN/m² lb/in.² 10.35-24.15 1500-3500 17.25-27.60 2500-4000 34.50-55.20 5000-8000 10.35-17.25 1500-2500 69.00-172.50 10000-25000 2.07-5.18 300-750 5.18-10.35 750-1500 10.35-24.15 1500-3500
Poisson's ratio, 0.20-0.40 0.25-0.40 0.30-0.45 0.20-0.40 0.15-0.35 0.20-0.50
Pondasi Bored Pile
Pondasi tiang bor (bored pile) atau drilled piers merupakan salah satu tiang dengan tipe pemasangan cast-in-place. Pondasi ini dapat dibentuk dengan cara mengebor atau menggali pada bagian bawah pondasi struktur hingga berlubang, kemudian diisi dengan beton. Sebagai tambahan, dapat digunakan casing atau
2-5
Laporan Tugas Akhir
lagging (berupa papan atau lembaran tiang) agar tanah di sekeliling lubang tersebut tidak mengalami keruntuhan. Beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan dalam penggunaan tiang bor, diantaranya : •
Satu buah tiang bor bisa digunakan untuk mengganti tiang grup dan pile cap.
•
Lebih mudah mengeluarkan tiang bor daripada tiang pancang pada lapisan pasir padat dan kerikil.
•
Pembangunan tiang bor dapat diselesaikan sebelum berakhirnya operasi perataan (grading).
•
Saat tiang dipancang dengan palu, vibrasi pada tanah dapat menyebabkan kerusakan pada struktur eksisting terdekat. Resiko tersebut tidak akan ditemui pada penggunaan tiang bor.
•
Tiang yang dipancang pada tanah lempung dapat menyebabkan dorongan (heaving) pada tanah dan juga menyebabkan gerakan lateral pada tiang pancang sebelumnya. Kondisi tersebut tidak ditemukan pada pembangunan tiang bor.
•
Tidak ada suara berisik dari palu pada pembangunan tiang bor seperti halnya pada tiang pancang.
•
Karena dasar tiang bor bisa membesar, hal itu memberikan tahanan yang besar untuk beban uplift.
•
Tiang bor mempunyai tahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
•
Pembangunan tiang bor umumya memerlukan peralatan yang ringan, sehingga lebih ekonomis dibanding pondasi tiang lainnya.
•
Permukaan atas dasar tiang bor yang dibangun dapat diperiksa secara visual.
Di luar pembahasan di atas, ada beberapa kekurangan dalam penggunaan tiang bor, yaitu pada waktu pengecoran selalu membutuhkan pengawasan yang ketat. Pengecoran bisa tertunda beberapa tahap dikarenakan cuaca buruk. Selain itu, pada kasus braced cut, penggalian tanah yang dangkal untuk posisi tiang bor bisa menyebabkan hilangnya kekuatan tanah dan bisa merusak struktur terdekat.
2-6
Laporan Tugas Akhir
2.3.1 Jenis-Jenis Bored Pile a. Straight Shaft Pier Jenis tiang bor ini memanjang melewati lapisan tanah paling atas tanah yang lunak dan berhenti pada lapisan tanah atau batuan yang mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi. Straight Shaft Pier bisa menggunakan selubung kulit atau pipa baja kalau diperlukan. Tahanan terhadap beban yang bekerja bertambah dari daya dukung ujung (end bearing) dan juga gesekan dengan muka tanah (skin friction). b. Belled Pier Jenis ini terdiri dari straight shaft pier dengan menggunakan bell pada bagian bawahnya. Bell tersebut terletak pada tanah yang tahanannya kuat dan bentuknya bisa berbentuk kubah atau menyudut 300 atau 450 terhadap arah vertikal, seperti terlihat pada gambar.
Gambar 2-2 Ilustrasi Jenis-jenis Pondasi Bored Pile Sumber : Bowles, Joseph E (Foundation Analysis and Design, 1996), figure 19-1
2.3.2 Instalasi Pondasi Bored Pile Salah satu metode terlama dalam pembuatan pondasi tiang bor adalah metode Chicago. Pada metode ini, lubang bundar dengan diameter 1.1 m atau lebih digali
2-7
Laporan Tugas Akhir
dengan tangan pada kedalaman 0,6-1,8 meter dan sisi lubang tersebut dibatasi dengan papan vertikal, yang dinamakan lagging. Lagging ditahan kuat-kuat dengan menggunakan dua buah cincin baja. Setelah itu penggalian diteruskan untuk kedalaman berikutnya. Pada saat mencapai kedalaman yang diinginkan , dilakukan penggalian untuk bell dari tiang bor tersebut. Setelah selesai, lubang diisi dengan beton secara merata. Selain metode Chicago, dikenal juga metode Gow dalam pembuatan pondasi bored pile. Penggalian lubang untuk pondasi pada metode Gow menggunakan tangan. Selonsong baja teleskopis digunakan dan dibuang satu bagian pada suatu waktu saat pengisian beton. Diameter minimum yang digunakan Gow drilled pier sekitar 1,22 m. Bagian selanjutnya kira-kira 50 mm kurang dari diameter bagian atasnya pier sedalam 30 m sudah pernah dibuat menggunakan metode ini. Kebanyakan penggalian lubang untuk pondasi tiang bor sekarang ini dilakukan dengan alat dibanding dengan tangan. Alat penggali yang digunakan biasanya open helix augers (flight augers), yang mempunyai cutting edge atau cutting teeth. Alat penggali yang lainnya yang biasa digunakan adalah bucket type drill, berupa ember yang terbuka dengan cutting edge di bawahnya. Dengan alat ini lubang bisa dibor berdiameter 5-5,5 m. Pada saat tanah keras dijumpai selama pemboran, core barrels dengan tungsten carbide teeth dipasang pada bagian bawah barrel yang digunakan. Shot barrels juga digunakan untuk pemboran pada tanah yang sangat keras. 2.3.3 Kapasitas Daya Dukung Pondasi Bored Pile Untuk Beban Aksial Kapasitas daya dukung pondasi bored pile untuk beban vertikal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu daya dukung ujung (end bearing) dan daya dukung friksi (skin friction).
2-8
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2-3 Daya Dukung pada Pondasi Dalam
Apabila keduanya dikombinasikan akan didapat: Qult = Qp + Qs Qall =
Q ult SF
(2.5) (2.6)
dengan, Qult = kapasitas daya dukung maksimum Qp
= kapasitas daya dukung ujung yang didapat dari tanah di bawah ujung tiang
Qs
= kapasitas daya dukung yang didapat dari gaya geser atau gaya adhesi diantara bored pile dengan tanah
Qall = kapasitas daya dukung izin tiang SF
= faktor keamanan
2-9
Laporan Tugas Akhir
2.3.3.1 Kapasitas Tahanan Ujung (Qp) Menghitung kapasitas daya dukung ujung tiang dapat menggunakan beberapa persamaan, antara lain: Metode Tomlinson (1975) Menurut Tomlinson, perhitungan kapasitas daya dukung ujung tiang adalah sebagai berikut: Untuk tanah berbutir halus (c – soils) Qb = Ab .C.N c (nilai Nc = 9)
(2.7)
Untuk tanah berbutir kasar (φ – soils) Qb = Ab .q .N q
(2.8)
Untuk tanah pada umumnya (c – φ soils)
[
]
Q b = N c .C b + q.N q . Ab
(2.9)
dimana: Nc = faktor daya dukung (yang telah disesuaikan) di bawah ujung tiang pancang. Meyerhoff secara teoritis menunjukkan bahwa besarnya faktor daya dukung di bawah ujung tiang pancang adalah 9. Nq = faktor daya dukung q
= tekanan overburden efektif = Σ (γHi), dimana h = dalamnya lapisan tanah q = banyaknya lapisan tanah
Cb = kohesi tanah yang terdapat pada ujung tiang pancang Ab = luas penampang melintang tiang pancang
2-10
Laporan Tugas Akhir
Metode Meyerhoff (1976) Menurut Meyerhoff (1976), perhitungan kapasitas daya dukung ujung tiang adalah sebagai berikut: Untuk tanah berbutir halus (c – soils) Qb = Ab .c.N c ' dimana:
(2.10)
Qb
= kapasitas daya dukung ujung
Nc
= faktor daya dukung. Untuk tanah berbutir halus = 9
c
= kohesi tanah (hasil UU test) pada ujung tiang pancang
Ab
= luas penampang tiang pancang
Untuk tanah berbutir kasar (φ – soils) Bila kondisi tanahnya berpasir maka rumus daya dukungnya dibedakan menjadi dua hal, yaitu: •
Untuk
L Lc < , maka kapasitas daya dukungnya adalah sebagai berikut: B B
Qb = Ab .c.N c ' •
Untuk
(2.11)
L Lc > , maka: B B
Qb = Ab .q .N c '
(2.12)
Qb = Ab.(50.Nq’)tanφ
(2.13)
dengan:
B
= lebar penampang tiang
L
= panjang tiang
Ab
= luas penampang tiang pancang
q
= tekanan overburden efektif
Nq ’
= faktor daya dukung yang telah disesuaikan
φ
= sudut geser dalam
2-11
Laporan Tugas Akhir
Untuk tanah berbutir kasar yang menggunakan data dari Standard Penetration Test (SPT), menurut Meyerhoff (1976) kapasitas daya dukung ujungnya adalah: N Qb = 0,4 .D f . Ab ≤ 4.N . Ab B
(2.14)
N = C N .N
(2.15)
20 C N = 0,77 log10 t ; σ vt ≥ 0.25kN / m 2 σv
(2.16)
Untuk tanah pada umumnya (c – φ soils) Kapasitas daya dukung ujung untuk kondisi tanah pada umumnya yaitu:
[
]
Qb = Ab . N c '.C b + η .q .N q '
(2.17)
Dengan memperhitungkan berat pondasi tiangnya, kapasitas daya dukung ujung menjadi sebagai berikut:
[
]
Qb = Ab . N c '.C b + η .q .(N q '−1)
(2.18)
dengan,
η=
1 + 2 .K o ; K o = 1 − sin φ 3
(2.19)
Metode Terzaghi (1967) Menurut Terzaghi (1967), perhitungan kapasitas daya dukung ujung tiang dibedakan atas: Untuk tanah berbutir halus (c – soils) Qb = Ab.qult
(2.20)
dimana qult = 1,3.c.Nc + q .Nq sehingga
2-12
Laporan Tugas Akhir
(2.21)
Qb = Ab.(1,3.c.Nc + q .Nq) dengan:
Ab
= Luas penampang tiang
c
= Kohesi tanah
q
= Tekanan effective overburden
Untuk tanah berbutir kasar (φ – soils) (2.22)
Qb = Ab.(ac.c.Nc + q .Nq + αγ.γ.B.Nγ) dengan Nγ
= Faktor daya dukung
ac,aq,aγ = faktor penampang, dengan: - penampang menerus
ac=1
aq=1 aγ=0.6
- penampang persegi
ac=1.3 aq=1 aγ=0.4
- penampang lingkaran
ac=1.3 aq=1 aγ=0.3
Untuk tanah pada umumnya (c – φ soils) Qb = Ab.(1,3.c.Nc + q .Nq + αγ.γ.B.Nγ)
(2.23)
2.3.3.2 Kapasitas Tahanan Friksi (Qs) Kapasitas daya dukung friksi sepanjang pile dirumuskan sebagai: L= L
Qs = p ∑ f s ∆L
(2.24)
L =0
dimana, p
= Keliling penampang pile.
fs
= friksi sepanjang ∆L.
L
= panjang pile yang menerima gaya gesek.
Qs = kapasitas daya dukung friksi
2-13
Laporan Tugas Akhir
a. Kapasitas Daya Dukung Friksi untuk Tanah Berpasir (c = 0) Untuk menentukan nilai tahanan friksi f, ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan, antara lain: •
Untuk tiang yang dipancang di tanah pasir akan terjadi kompaksi tanah di sekitar tiang.
•
Nilai f untuk tanah pasir meningkat secara linier hingga suatu kedalaman kritis tertentu (L’ = 15 – 20 diameter). Setelah kedalaman tersebut nilai f akan konstan.
•
Untuk kedalaman yang sama, pada tanah pasir lepas, nilai tahanan friksi untuk Bored Pile lebih kecil daripada untuk tiang pancang.
Nilai pendekatan terhadap tahanan friksi pada tanah pasir dapat ditulis sebagai berikut: 0 < z ≤ L’, f = Kσ’v tanδ L’ < z ≤ L, f (z) = F(L’) Menghitung kapasitas daya dukung friksi untuk tanah berpasir dapat menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut: Metoda Meyerhoff (1967) Qs = fav.p.L dimana
(2.25)
fav(kN/m2)
= 2Ncor
Ncor
= nilai rata-rata N-SPT yang dikoreksi
Coyle and Castello (1981) Qs = K. σ’v.tan(0.8φ).p.L dimana
σ’v
= nilai rata-rata tegangan efektif tanah
K
= koefisien tekanan lateral tanah
(2.26)
2-14
Laporan Tugas Akhir
b. Kapasitas Daya Dukung Friksi untuk Tanah Lempung (φ = 0) Memperkirakan nilai tahanan friksi untuk tanah lempung hampir sama sulitnya dengan memperkirakan tahanan friksi untuk tanah pasir. Hal ini disebabkan karena kehadiran beberapa variabel yang sulit untuk dikuantifikasi. Ada tiga metoda untuk menentukan Qs pada tanah lempung, yaitu: Lamdha Method Metoda ini diperkenalkan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972). Metoda ini mangasumsikan bahwa perpindahan tanah disebabkan oleh pemancangan tiang yang mengakibatkan tekanan lateral pada setiap kedalaman, dan nilai rata-rata tahanan friksinya dapat ditentukan oleh persamaan berikut ini: fav = λ.( σ’v + 2cu) dimana
σ’v
= Nilai rata-rata tegangan efektif tanah
cu
= Rata-rata undrained shear strength
(2.27)
Nilai dari λ akan berubah berdasarkan kedalaman penetrasi tiang. Selanjutnya, daya dukung friksi dapat dihitung dengan persamaan: Q = pLfav
(2.28)
Alpha Method Jika mengacu kepada metoda α, nilai tahanan friksi pada tanah lempung diwakili oleh persamaan: f = α.cu
(2.29)
Dimana α ialah emperical adhesion factor. Nilai α ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
2-15
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2-4 Grafik Faktor Adhesi terhadap Shear Strength (Kulhawy, 1984)
Perlu dicatat bahwa untuk lempung normally consolidated dengan cu ≤ 50 kNm2, nilai α sama dengan satu.Selanjutnya, daya dukung friksi dapat dihitung dengan: Qs = ∑ f.p.∆L = ∑ αcup ∆L
(2.30)
Beta Method Persamaan yang digunakan dalam metode β ialah: f = β.σ’v dimana
(2.31) β
= K.tanφR
K
= Koefisien tekanan tanah = 1 – sin φR
untuk tanah lempung normally consolidated
= (1 – sin φR).
OCR untuk tanah lempung over
consolidated 2.3.3.3 Negative Skin Friction Tahanan friksi negatif (negative skin friction) merupakan gaya gesek menurun yangterjadi pada sisi-sisi tiang oleh tanah di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa kondisi, diantaranya adalah :
2-16
Laporan Tugas Akhir
a. Jika suatu timbunan tanah lempung diletakkan di atas lapisan tanah pasir dimana tiang dipancangkan, maka timbunan akan mengalami konsolidasi secara bertahap. Proses konsolidasi ini akan memberikan gaya gesek menurun pada tiang selama periode konsolidasi. b. Jika suatu timbunan tanah pasir diletakkan di atas lapisan tanah lempung, maka akan mengakibatkan terjadinya konsolidasi pada lapisan lempung dan akan timbul gaya gesek menurun pada tiang. c. Penurunan muka air tanah akan meningkatkan tegangan vertikal efektif tanah, sehingga menyebabkan penurunan konsolidasi pada tanah lempung. Jika tiang berada pada lapisan lempung, maka tiang akan mengalami gaya gesek menurun. d. Besarnya nilai tahanan friksi negatif pada tanah pasir dan tanah lempung dihitung seperti tahanan friksi positif, hanya bernilai negatif.
Gambar 2-5 Negative Skin Friction Sumber : Das, Braja, M., (Principles of Foundation Engineering, 1998), figure 9.48
2.3.3.4 Kapasitas Ijin Tiang Dalam menghitung kapasitas ijin tiang, terdapat beberapa rumusan yang dapat digunakan, diantaranya : Van der Veen : Qijin =
Q p + Qs FS
− (Q p + Qn )
(2.32)
atau
2-17
Laporan Tugas Akhir
Qijin =
Q p + Qs
(2.33)
FS V.N.S Murthy (1992):
Qijin =
Q p + Qs
(2.34) 2,5 dan pada kasus dimana nilai Qp dan Qs dapat dicari secara bebas, beban ijin dapat dinyatakan dengan rumus :
Qp
Qs (2.35) 3 1,5 Nilai FS = 1,5 diijinkan untuk skin friction karena nilai puncak dari tahanan friksi Qijin =
+
pada tiang terjadi penurunan 3-8 mm. 2.3.4 Kapasitas Daya Dukung Pondasi Bored Pile Untuk Beban Lateral 2.3.4.1 Hipotesis Winkler Kebanyakan solusi teoritis untuk beban lateral dari tiang mengacu pada konsep yang diajukan oleh Winkler (1867), yang berasumsi bahwa medium tanah dapat dianggap sebagai sejumlah (tidak terbatas) pegas elastis bebas yang berjarak dan tertutup. Untuk lebih dapat memahaminya, perhatikan gambar berikut :
Gambar 2-6 Beam pada fondasi elastis menurut Winkler (1867)
Gambar 2-7 Permodelan Spring pada idealisasi Winkler (1867)
2-18
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2-8 Defleksi tiang dengan beban lateral menurut Winkler (1867)
Asumsi yang digunakan yaitu beam didukung oleh tanah. Pada model Winkler, dimodelkan medium tanah elastis sebagai seri pegas elastis yang disusun berdekatan, tak berhingga dan bersifat independent. 2.3.4.2 Beban Lateral Tiang Pada Tanah Pasir Matlock dan Reese (1960) memberikan solusi umum untuk perhitungan momen dan perpindahan dari tiang vertikal terhadap beban lateral dan momen pada permukaan tanah. Dimisalkan sebuah tiang dengan panjang L menerima gaya lateral Qg dan momen Mg pada permukaan tanah (z = 0). Mengacu pada model sederhana yang diajukan Wlinker, maka dapat dinyatakan: k=
(2.36)
p' atau p ' = − kx x
dimana
k = modulus subgrade
x = defleksi
p’ = tekanan pada tanah Modulus subgrade untuk tanah pasir pada kedalaman z dapat dihitung dengan k z = nh z dimana
(2.37) nh = konstanta modulus subgrade horizontal
2-19
Laporan Tugas Akhir
Dengan menggunakan teori balok pada pondasi elastik, dapat ditulis bahwa EpI p
d 4x = p' dz 4
(2.38)
EpI p
d 4x + kx = 0 dz 4
(2.39)
atau
dimana
Ep = Modulus Young dari material tiang Ip = momen inersia dari potongan melintang tiang
Sehingga solusi dari hasil persamaan diatas dapat dinyatakan sebagai berikut: Defleksi tiang pada kedalaman tertentu [xz(z)] : x z ( z ) = Ax
Qg T 3
M gT 2
+ Bx
EpI p
(2.40)
EpI p
Sudut tiang pada kedalaman tertentu [θz(z)] :
θ z ( z ) = Aθ
Qg T 2 EpI p
M gT
+ Bθ
(2.41)
EpI p
Momen tiang pada kedalaman tertentu [Mz(z)] : M z ( z ) = Am Q g T + Bm M g
(2.42)
Gaya geser pada tiang pada kedalaman tertentu [Vz(z)] : V z ( z ) = Av Q g + Bv
(2.43)
Mg T
Reaksi tanah pada kedalaman tertentu [p’z(z)] : p' z ( z ) = A p '
Qg T
+ B p'
Mg T
(2.44)
2
dimana Ax, Bx, Aθ, Bθ, Am, Bm, Av, Bv, Ap’, Bp’, adalah koefisien.
2-20
Laporan Tugas Akhir
T = panjang karateristik dari sistem tanah-tiang. =
5
(2.45)
EpI p nh
nilai nh dapat dihitung dengan persamaan kz = nh.z 2.3.4.3 Beban Lateral Tiang Pada Tanah Lempung Solusi yang sama dengan persamaan telah diberikan oleh Davisson dan Gill (1963) untuk kasus tiang pada tanah lempung. Mengacu pada solusi tersebut, maka x z ( z ) = A' x
Qg R 3 EpI p
+ B' x
M g R2 EpI p
dan M z ( z ) = A' m Q g R + B' m M g
dimana A’x, B’x, A’m, B’m, adalah koefisien, dicari dengan grafik R = nilai magnitude panjang karaktersitik =
4
(2.46)
EpI p nh
Nilai Z dihitung dengan rumus Z=
(2.47)
z R
dan mencapai maksimum pada kedalaman z = L. Pada tanah lempung, nilai reaksi subgrade diasumsikan konstan terhadap kedalaman. Vesic (1961) memberikan persamaan untuk menghitung nilai k, yaitu:
E D 4 E s k = (0.65) 12 s E p I p 1 − µ s2
(2.48)
2-21
Laporan Tugas Akhir
dimana
Es = Modulus Young dari tanah =
3(1 − µ s ) mv
D = lebar / diameter tiang µs = Poisson Ratio dari tanah mv = koefisien volume compressibility =
∆e ∆p (1 + eav )
2.3.4.4 Hubungan Pembebanan Lateral dan Deformasi Tanah Pembebanan yang terjadi secara lateral akan berpengaruh terhadap deformasi tanah itu sendiri. Pada peristiwa pembebanan dalam skala kecil, umumnya tanah akan berdeformasi secara elastis. Pada fase ini tekanan yang terjadi ditransfer ke lapisan tanah yang cukup dalam dikarenakan adanya pergerakan dari tiang itu sendiri. Selanjutnya, apabila pembebanan yang terjadi semakin besar, maka pergerakan tiang juga semakin besar. Tanah yang tadinya berdeformasi secara elastis berubah menjadi deformasi plastis dan mengalami keruntuhan. Hal ini membuat beban ditransfer oleh tiang ke bagian tanah yang lebih dalam lagi. Proses tersebut akan berlanjut terus seiring dengan perbesaran beban lateral yang terjadi. Hal ini pada akhirnya akan menciptakan suatu mekanisme keruntuhan dimana tingkat kekakuan tiang sangat dipengaruhi. 2.3.5 Grup Tiang Di dalam perkembangan saat ini, konstruksi pondasi yang mengandalkan satu buah tiang di tiap titiknya sudah sangat jarang diaplikasikan. Selain dikarenakan sistem satu tiang (single pile) memiliki daya dukung yang relatif kecil, dan tingkat kestabilan yang kurang baik disebabkan adanya eksentrisitas yang terjadi.
2-22
Laporan Tugas Akhir
2.3.5.1 Jarak antar Tiang Dalam Grup Tiang Dalam mendesain grup tiang, perlu dipertimbangkan jarak yang perlu diberikan antar tiangnya. Tekanan-tekanan tanah yang bekerja di dalam tanah sebagai penghambat akan timbul setiap saat tiang ditancapkan. Namun, apabila didesain suatu grup tiang dimana jarak antar tiang relatif saling berdekatan dan beban yang terjadi pun cukup besar, dikhawatirkan area tekanan tanah tersebut akan saling tumpang tindih (overlapping). Gangguan akibat peristiwa overlapping ini dapat mengakibatkan tanah runtuh sebelum beban yang terjadi mencapai batas maksimal yang dapat dipikul setiap tiangnya. Intensitas tekanan bertumpuk (superimposed) menyebabkan tanah mengalami pergeseran dan/atau penurunan yang berlebihan sehingga daya dukung tanah menjadi berkurang. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa jarak yang terlalu besar seringkali tidak praktis.
Gambar 2-9 Konfigurasi Umum Tiang Grup Sumber: Bowles (1997)
2-23
Laporan Tugas Akhir
Peraturan BOCA mengatakan bahwa jarak antar tiang gesek (friction pile) pada pasir lepas atau pasir kerikil lepas dinaikkan 10% untuk tiap-tiap tiang pancang interior menjadi maksimum 40%. Untuk beban-beban vertikal, jarak antara yang optimal berkisar 2,5D sampai dengan 3,5D atau 2H sampai dengan 3H. Untuk kelompok tiang yang memikul beban-beban lateral dan/atau beban dinamis, jarak antara tiap yang lebih besar biasanya lebih efisien. Jarak maksimum antara tiang tidak diberikan dalam peraturan bangunan tetapi jarak antara 8-10D pernah juga dipakai. 2.3.5.2 Efisiensi Grup Tiang Secara matematis, daya dukung grup tiang bisa dikatakan sebesar kapasitas daya dukung satu tiang dikalikan banyaknya tiang dalam satu grup tiang tersebut. Namun, perhitungan tersebut tidak berlaku dalam menentukan daya dukung grup tiang. Apabila pengaturan tiang-tiang yang membentuk suatu grup tiang telah memenuhi persyaratan, maka daya dukung grup tiang dapat didefinisikan sebagai besarnya kapasitas dukung satu tiang dikalikan jumlah tiang dalam satu grup dikalikan efisiensi grup tiang. Dengan kata lain, efisiensi grup tiang dapat didefinisikan sebagai berikut:
η=
(2.49)
Qg (u )
∑Q
u
dimana:
η
= Efisiensi grup tiang
Qg(u)
= Kapasitas daya dukung maksumun grup tiang
Qu
= kapasitas daya dukung maksimum satu tiang
Dalam ilmu geoteknik, ada banyak persamaan yang dapat digunakan untuk mencari efisiensi grup tiang. Diantara persamaan-persamaan tersebut, yang umumnya dipakai adalah sebagai berikut: (n − 1) ⋅ m + (m − 1) ⋅ n θ 90 ⋅ m ⋅ n
η = 1−
dimana:
η
(2.50)
= Efisiensi grup tiang
2-24
Laporan Tugas Akhir
θ
= arc tan d/s
d
= Diameter tiang
s
= Spacing (jarak antar tiang)
m
= Banyaknya baris dalam tiang
n
= Banyaknya tiang pancang dalam baris
2.3.5.3 Kapasitas Daya Dukung Grup Tiang Pada pembahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa kapasitas daya dukung grup tiang dipengaruhi oleh kapasitas daya dukung untuk setiap tiang. Akan tetapi, terkadang kapasitas daya dukung grup tiang juga dapat dihitung berdasarkan keruntuhan blok (block failure). Faktor yang menentukan apakah perhitungan kapasitas daya dukung tiang menggunakan individual pile failure atau block failure adalah dengan melihat klasifikasi tanahnya dan jarak antar tiang (spacing) dari fungsi yang bersangkutan. 2.3.6 Settlement Bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya (misalnya akibat pondasi atau akibat lapisan tanah di atasnya), maka pada tanah akan mengalami penambahan tegangan, sehingga tanah akan mengalami penurunan (settlement). Penurunan itu merupakan proses pemampatan atau deformasi tanah yang diakibatkan oleh: •
Deformasi butiran-butiran tanah
•
Keluarnya air pori dari dalam tanah
•
Relokasi (penyusunan kembali) butiran-butiran tanah ke dalam posisi yang lebih stabil.
Secara umum, penurunan (settlement) tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
2-25
Laporan Tugas Akhir
•
Penurunan elastik (immediate settlement), yang merupakan akibat dari deformasi tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Penurunan elastik umumnya didasarkan pada penurunan yang diturunkan dari teori elastisitas.
•
Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah.
2.3.6.1 Immediate Settlement Pada Pondasi Tiang Immediate Settlement dari pondasi tiang yang menerima beban vertical (Qw) mempunyai persamaan seperti berikut: s = s1 + s 2 + s 3 dimana
(2.51)
s = penurunan total tiang s1 = penurunan batang tiang s2 = penurunan tiang akibat beban pada ujung tiang s3 = penurunan tiang akibat beban pada selimut tiang
Apabila diasumsikan material dari tiang bersifat elastic, maka deformasi atau penurunan dari batang tiang tiang dapat dihitung dengan menggunakan prinsip dasar mekanika bahan, yaitu: s1 =
dimana
(Q
wp
+ ξQws )L
(2.52)
Ap E p
Qwp = beban yang diterima pada ujung tiang Qws = beban yang diterima oleh tahanan friksi Ap = luas penampang tiang L = panjang tiang Ep = modulus young material tiang
2-26
Laporan Tugas Akhir
Nilai ξ tergantung dari distribusi unit tahanan friksi sepanjang batang tiang (f). Apabila distribusi f seragam atau parabolic maka ξ = 0.5, dan untuk distribusi f yang membentuk segitiga nilai ξ sekitar 0.67 (Vesic, 1977). Penurunan tiang akibat beban yang diterima oleh ujung tiang dapat dihasilkan dengan berbagai persamaan. Vesic (1977) memberikan suatu metoda semi empirik untuk menghitung penurunan tersebut, yaitu: s2 =
(2.53)
Qwp .C p D.q p
dimana
qp= lebar atau diameter tiang ; Cp = koefisien empiris Tabel 2-5 Koefisien Empiris pada Pondasi Dalam
Tipe Tanah Sand (dense to loose) Clay (stiff to soft) Silt (dense to loose)
Jenis Tiang Pancang Bor 0.02 - 0.04 0.09 - 0.18 0.03 - 0.05 0.03 - 0.06 0.02 - 0.04 0.09 - 0.12
Settlement tiang akibat beban yang diterima oleh batang tiang (pile shaft) dapat dapat dihasilkan dengan berbagai persamaan. Vesic (1977) memberikan rumus empiris untuk menghitung penurunan tersebut, yaitu: s3 =
(2.54)
Qws .C s L.q p
dimana:
Cs
L C p = konstanta empiris = 0.93 + ξ D
Immediate Settlement Pada Grup Tiang Vesic (1977) memberikan persamaan yang sederhana untuk menghitung settlement pada grup tiang, yaitu sebagai berikut: s g (e) =
dimana
Bg D
(2.55) s
sg(e)
= penurunan elastik pada grup tiang
2-27
Laporan Tugas Akhir
Bg
= lebar penampang grup tiang
D
= lebar atau diameter tiap tiang dalam grup
s
= penurunan elastik tiap tiang saat pembagian beban
2.3.6.2 Consolidation Settlement pada Pondasi Tiang Settlement Grup Tiang pada Tanah Kohesif Terdapat dua macam settlement pada tanah kohesif, yaitu settlement jangka pendek dan settlement jangka panjang. Pada dasarnya settlement pada tanah kohesif adalah hasil penjumlahan dari kedua settlement tersebut. Metode untuk menghitung settlement jangka pendek dapat dihitung dengan metode yang sama untuk menghitung settlement pada tanah non-kohesif (immediate settlement). Untuk menentukan besarnya settlement jangka panjang pada tanah kohesif dihitung dengan cara sebagai berikut:
Normally Consolidated: (2.56)
∆H
= penurunan konsolidasi
σ'
= tegangan overburden di tengah lapisan
v
∆σ '
= penambahan tegangan dari beban tiang ditengah lapisan
Cc
= koefisien konsolidasi
eo
= initial void ratio
v
2-28
Laporan Tugas Akhir
Overconsolidated:
∆Η = ∆Η1 + ∆Η2
(2.57)
2-29