16
BAB 2 TINJAUAN UMUM BANK SYARIAH DAN BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MENJALANKAN PRINSIP SYARIAH
2.1.
Bank Syariah di Indonesia
2.1.1. Dasar Hukum Didirikannya Bank Syariah
1. Periode Deregulasi 1 Juni 1983 Deregulasi di bidang perbankan pada tanggal 1 Juni 1983 ini membuka belenggu penetapan tingkat bunga. Dengan begitu maka dimungkinkan bagi suatu bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar nol persen (0%) yang berarti merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian murni berdasarkan prinsip bagi hasil. Akan tetapi pada saat dikeluarkan deregulasi ini belum diatur pendirian bank yang menerapkan prinsip bagi hasil, karena tidak sejalan dengan Undang-Undang Pokok Perbankan yang berlaku, UU No. 14 Tahun 1967.
2. PAKTO (Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober) 1988 PAKTO 1988 dikeluarkan pada tanggal 27 Oktober Tahun 1988 yang berisi tentang liberalisasi industri perbankan yang memungkinkan pendirian bankbank baru selain bank-bank yang telah ada.37
37
Wirdyaningsih, Op.cit., hlm. 50. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
17
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 diamandemen dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia Undang-Undang ini memberi kewenangan kepada BI sebagai otoritas pengawasan perbankan syariah, dan dimungkinkan BI untuk dapat menggunakan instrumen kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.38
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memperkenalkan sistem Perbankan dengan sistem bagi hasil. Dalam Undang-Undang ini data dilihat pada pasal sebagai berikut. 1) Pasal 6 huruf (m) “menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.” 2) Pasal 13 huruf (c) “menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.”
Kedua pasal di atas menerangkan, bahwa baik bank umum maupun BPR dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Untuk mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1992 tentang Perbankan diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 70, 71 dan 72 tahun 1992.39
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 merupakan Undang-Undang tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam UU ini terdapat
38
Bank Indonesia, “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah,”
, 26 Desember 2007. 39
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: AlvaBet, 1999), hlm. 169. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
18
beberapa
perubahan
yang
memberikan
peluang
lebih
besar
bagi
pengembangan perbankan syariah. Beberapa perubahan penting dalam UU No. 10 Tahun 1998, antara lain mengenai bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dapat menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Khususnya bagi bank umum yang selama ini menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dapat membuka cabang penuh (full branch) untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dengan dimasukkannya prinsip syariah pada sistem perbankan, maka diharapkan dapat mengakomodasi operasional bank syariah.40
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 merupakan Undang-Undang yang khusus mengatur Perbankan Syariah. Hal ini untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap perbankan syariah pada saat ini dan untuk memaksimalkan perkembangan bank syariah.
2.1.2. Kelembagaan Perbankan Syariah Secara kelembagaan, bank syariah di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :41 1. Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS dapat melakukan kegiatan usaha sebagai bank devisa atau non-devisa. 2. Unit Usaha Syariah Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah
40
Ibid., hlm. 135.
41
Ascarya Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, 2005), hlm. 68-70. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
19
dan unit syariah. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank nondevisa. UUS mempunyai tugas sebagai berikut. 1) Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah. 2) Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor cabang syariah. 3) Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor cabang syariah. 4) Melakukan tugas penatausahaan laporan keuangan kantor cabang syariah. 3. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.3. Fungsi dan Peran Bank Syariah Bank Syariah berkedudukan sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk jasa-jasa pembiayaan bank, seperti jasa kiriman uang, pembukaan letter of credit (L/C), jaminan bank dan jasa-jasa lainnya, seperti halnya dengan Bank Umum Konvensional.42 Fungsi dan peran Bank Syariah yang tercantum dalam pembukaan standar akutansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), yaitu sebagai berikut. 43 1. Manajer investasi; sebagai manajer investasi, bank syariah melakukan penghimpunan dana dari para investor/nasabahnya dengan prinsip Wadiah yad dhamanah (titipan), Mudharabah atau Ijarah.
42
M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia, (Jakarta: Bangkit, 2000),
hlm. 4. 43
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 24. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
20
2. Investor. sebagai investor, bank syariah melakukan penyaluran dana melalui kegiatan investasi dengan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. 3. Jasa pelayanan. Sebagai penyedia jasa perbankan, bank syariah menyediakan jasa keuangan, jasa non-keuangan, dan jasa keagenan. Dengan produk jasa berupa Wakalah Kafalah, Sharf, Qardh, Hawalah, Rahn, dan produk-produk lainnya. 4. Pelaksana Kegiatan Sosial. Bank syariah juga memiliki fungsi sebagai pengelola dana sosial sebagai suatu ciri yang melekat pada entitas keuangan Islam. Misalnya bank Islam memiliki kewajiban mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai badan usaha (tamwil) dan badan sosial (maal).
2.1.4. Produk Perbankan Syariah Program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) merupakan salah satu strategi pengembangan perbankan syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.44 Produk perbankan syariah dibagi menjadi tiga, yaitu: 45
44
Achmad Baraba, “Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah,” , 3 Desember 1999. 45 “Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” , Juli 2007. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
21
1. Produk Penghimpunan Dana a. Giro Syariah 1) Pengertian Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. 2) Akad : Wadiah dan Mudharabah b. Tabungan Syariah 1) Pengertian Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2) Akad : Wadiah dan Mudharabah c. Deposito Syariah 1) Pengertian Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank. 2) Akad : Mudharabah
2. Produk Penyaluran Dana a. Pembiayaan Mudharabah b. Pembiayaan Musyarakah c. Pembiayaan Murabahah d. Pembiayaan Salam e. Pembiayaan Istishna f. Pembiayaan Qardh g. Pembiayaan Multijasa
Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
22
3. Produk Penyediaan Jasa a. Letter of Credit (L/C Syariah) 1) Pengertian 2) L/C Impor adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh Bank (issuing bank) atas permintaan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu (Uniform Customs and Practice forDocumentary Credits/ UCP). 46 3) Akad :Wakalah bil Ujrah dan Kafalah b. Bank Garansi Syariah 1) Pengertian Bank Garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud.47 2) Akad: Kafalah c. Transfer dan Inkaso 1) Pengertian Transfer dan Inkaso merupakan jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari rekening nasabah (transfer) atau melakukan penagihan untuk untung rekening nasabah (inkaso).48 2) Akad : Wakalah d. Gadai Syariah 1) Pengertian Penyerahan barang sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. 2) Akad: Rahn, Qardh, dan Ijarah
46
Ibid.
47
Ibid
48
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
23
e. Syariah Change Card 1) Pengertian Alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut secara sekaligus pada waktu yang telah ditetapkan. 2) Akad: Kafalah, Qardh, dan Ijarah f. Penukaran Valuta Asing (Sharf) 1) Pengertian Penukaran Valas merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk membeli atau menjual valuta asing yang sama (single currency) maupun berbeda (multi currency), yang hendak ditukarkan atau dikehendaki oleh nasabah. 2) Akad : Sharf g. Jasa Pembayaran 1) Pengertian Jasa pembayaran merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah kepada pemegang rekening simpanan dan atau investasi dalam rangka mempermudah transaksi pembayaran atas beban rekening dimaksud. 2) Akad: Wakalah dan Ijarah
4. Lain-lain a. Surat Berharga Syariah (Sukuk) Surat bukti kepemilikan dan atau tagihan atas suatu obyek berupa barang dan atau manfaat. Akad : Mudharabah, Ijarah, Musyarakah, Salam dan Istishna’ b. Bancassurance49
49
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
24
Bancassurance merupakan kerjasama pemasaran antara Bank dengan perusahaan asuransi. Akad: Ijarah, Wakalah dan Musyarakah.
Akad atau perjanjian atau kesepakatan dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah.50 Berbagai jenis akad yang diterapkan dalam produk-produk perbankan syariah terbagi dalam enam kelompok pola, yaitu : 1. Pola titipan Wadiah Adalah titipan murni dari pihak penitip yang memiliki barang/aset kepada pihak penyimpan yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.51 2. Pola Pinjaman Qardh Pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.52 3. Pola Bagi Hasil a. Mudharabah Akad antara pihak pemilik modal dengan pengelola untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati pada awal akad.53
50
Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 35. 51
Ibid., hlm. 42.
52
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit.
53
Yumanita, Op.cit., hlm. 80. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
25
b. Musyarakah Kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.54
4. Pola Jual Beli a. Murabahah Akad jual-beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.55 b. Salam Merupakan bentuk jual-beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang di kemudian hari dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.56 c. Istishna’ Akad jual-beli barang antara pemesan dengan penerima pesanan. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati pada awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.57 5. Pola Sewa Ijarah Sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan/ atau jasa antara pemilik obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik obyek sewa.58
54
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit.
55
Yumanita, Op.cit., hlm. 80.
56
Ascarya, Op.cit., hlm. 90.
57
Yumanita, Op.cit., hlm. 79.
58
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
26
6. Pola lainnya a. Hawalah Pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menaggungnya atau dalam istilah Islam merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal ’alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang,59 b. Kafalah Pemberian jaminan oleh bank sebagai penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (yang ditangung, makfuul ‘anhu atau ashi) atas kewajiban pihak kedua. Atas pemberian jaminan ini bank memperoleh fee.60 c. Wakalah Akad perwakilan antara dua pihak, di mana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak dan atas nama pihak pertama.61 d. Wakalah bil Ujrah Akad Wakalah dengan memberikan fee atau imbalan kepada wakil. Akad Wakalah bil Ujrahdapat dilakukan tersendiri atau disertai dengan Qardh atau Mudharabah atau Hawalah.62 e. Rahn Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.63 f. Sharf Pertukaran mata uang secara spot dan tunai.64
59
Anshori, Op.cit., hlm. 146.
60
Wirdyaningsih, Op.cit., hlm. 133.
61
Dewi, Op.cit., hlm. 92.
62
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit.
63
Ascarya, Op.cit., hlm. 108.
64
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
27
2.2. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Keterangan
Bank Syariah
Falsafah65
Tidak Berdasarkan:
Bank Umum Konvensional
Berdasarkan bunga
1. Bunga 2. Spekulasi 3. Ketidakjelasan
Operasional66
Dana diakui sebagai:
Dana diakui sebagai:
1. Titipan
Simpanan
2. Investasi
Harus dibayar bunganya
Penyaluran untuk usaha
Penyaluran untuk sektor
yang halal &
yang menguntungkan
menguntungkan
Akad
dan
Aspek Hukum Islam dan Hukum Hukum Positif
Legalitas67
Positif
Lembaga Penyelesaian 1. Pengadilan
1. Pengadilan
Sengketa
2. BASYARNAS
2. BANI
Struktur Organisasi
Dewan Komisaris, Dewan Dewan Komisaris Syariah Nasional (DSN) dan
Dewan
Pengawas
Syariah (DPS) 68
Hubungan Nasabah 69
Tujuan
Kemitraan
Debitor dan Kreditor
Profit dan Falah oriented
Profit oriented
65 “Dual Banking System, Office Channelling dan Produk Syariah”, (Materi BTN Syariah Pendidikan Assesment & Kompetensi LPPI 2006-2007). 66
Loc.cit.
67
Dewi, Op. cit., hlm. 98.
68
Wirdyaningsih, Op.cit., hlm. 39. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
28
Prinsip Operasional
Bagi Hasil, Jual beli, Perangkat Bunga Sewa
Secara khusus perbedaan Bank Syariah dengan Bank Umum Konvensional dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:70 1. Akad dan Aspek Legalitas Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum Islam. Dalam Bank Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-Undang Perbankan Syariah, diantaranya : a. Asas Ridha’iyyah Ridha’iyyah (rela sama rela) b. Asas Manfaat c. Asas Keadilan d. Asas Saling Menguntungkan Selain asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang diperhatikan dalam suatu akad, yaitu : a. Akad yang dilakukan para pihak (bank dan nasabah) bersifat mengikat (mulzim). b. Para pihak yang melakukam akad harus memilki itikad baik (husnunniyah). c. Memerhatikan ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan dengan Konsep Hukum Perikatan Islam. d. Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan ketentuan umum yang berlaku. 2. Lembaga Penyelesaian Sengketa
69
Dewi, Op. cit.
70
Dewi, Op. cit., hlm. 100-102. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
29
Pada bank syariah, apabila terjadi sengketa maka para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikaannya di pengadilan umum atau di badan arbitrase yang menjalankan hukum materiil berdasarkan syariah yaitu Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). 3. Struktur Organisasi Bank Syariah pada dasarnya memiliki struktur yang sama dengan Bank Umum Konvensional dalam hal terdapat Dewan Komisaris dan Direksi, hal yang membedakan adalah keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan prinsip syariah. 4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai71 Bisnis dan Usaha yang dilaksanakan Bank Syariah tidak terlepas dari kaidah syariah. Dengan demikian, terdapat batasan-batasan yang membatasi proyek atau objek pembiayaan yang dapat didanai melalui dana bank syariah. Selain itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan. Jadi antara bank dan nasabah hubungannya sejajar. 5. Lingkungan dan Budaya Kerja72 Bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal ini menyangkut etika kerja yang mengikuti ketauladanan Rasulullah SAW dalam berperilaku seperti Shiddiq, Amanah, Al-Huriyah Wal Mas’uliyyah dan Tabligh yang kemudian diaplikasikan sebagai nilai-nilai syariah. 6. Paradigma Penghimpunan Dana73 Dalam
melakukan
penghimpunan
dana
masyarakat,
Bank
Umum
Konvensional dan Bank Syariah mempunyai perbedaan paradigma yang sangat mendasar, yaitu : a. Tujuan
masyarakat
menyerahkan
dananya
pada
Bank
Umum
Konvensional dimaksudkan untuk menabung dan mengamankan dananya
71
Ibid., hlm. 103.
72
Ibid., hlm. 107.
73
Ibid., hlm. 108. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
30
dari kemungkinan hal-hal yang tidak diharapkan disamping mengharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut. b. Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan dibagi sesuai nisbah bagi hasil, dan apabila menderita kerugian maka nasabah juga ikut menanggung kerugian. 7. Kegiatan Operasional dan Pengelolaan Resiko74 Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dalam dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial. 8. Karakteristik75 Dalam menjalankan
aktivitasnya bank syariah menganut prinsip-prinsip
sebagai berikut. a. Prinsip Keadilan Dengan sistem operasional yang berdasarkan “profit and loss sharing system,” bank Syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem
konvensional.
Bank
konvensional
dengan
system
bunga
memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian pada proyek yang didanai maka kekayaan peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannnya apakah untung atau rugi, sehingga keuntungan dan kerugiannya menjadi tanggungan bersama. b. Prinsip Kesederajatan76
74
Ibid., hlm. 109.
75
Muhammad, Op.cit., hlm. 78.
76
Ibid., hlm. 79. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
31
Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini dapat dilihat dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun Bank. c. Prinsip Ketentraman Menurut falsafah al-Quran, semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia patut dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman, kesejahteraan, atau kebahagiaan).77
2.3.
Bank
Umum
Konvensional
Melaksanakan
Kegiatan
Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah 2.3.1. Dasar Hukum Bank Umum Konvensional yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah 2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional 3. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 Tentang Perubahan atas PBI No. 8/3/PBI/2007 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip
Syariah
Dan
Pembukaan
Kantor
Bank
yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional.
2.3.2. Persyaratan Bank Umum Konvensional yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah 1. Konversi Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Syariah
77
Falah, yaitu
istilah yang dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan dunia dan
akhirat. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
32
Bank Umum Konvensional yang ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi bank yang berdasarkan prinsip syariah harus memenuhi ketentuan yang terdapat pada PBI No. 9/7/PBI/2007 jo. PBI No. 8/3/PBI/2006, yaitu harus dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia78 dengan mencantumkan rencana perubahan tersebut dalam rencana bisnis bank. Pemberian izin tersebut dilakukan dalam 2 tahap yaitu persetujuan perubahan kegiatan usaha dan persetujuan prinsip.79 Hal pertama yang harus dilakukan oleh Bank Umum Konvensional tersebut, yaitu mengajukan permohonan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia. Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh Bank kepada Gubernur Bank Indonesia disertai dokumen serta persyaratan lainnya.80 Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak izin perubahan kegiatan usaha diberlakukan.81 Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha tersebut wajib menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban debitur dan kreditur dari kegiatan usaha secara konvensional paling lambat 360 (tiga ratus enam puluh) hari sejak tanggal surat izin perubahan kegiatan usaha dikeluarkan.82 Selain itu Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib mencantumkan secara jelas kata “Syariah” sesudah kata “Bank” pada penulisan namanya83 dan Bank yang semula memiliki izin usaha sebagai Bank yang
78
Bank Indonesia (b), Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional,PBI Nomor 8/3/PBI/2006, LN No. 5 DPbs Tahun 2006, TLN No. 4599, Pasal 2 ayat (1). 79
Dewi, Op.cit., hlm. 67.
80
Bank Indonesia(b), Op. cit., Pasal 3 ayat (1).
81
Ibid., Pasal 7 ayat (1).
82
Ibid., Pasal 8 ayat (1).
83
Ibid., Pasal 9. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
33
melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dilarang untuk mengubah Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah menjadi kegiatan usaha secara konvensional.84
2.3.3. Kegiatan Usaha Bank Unit Usaha Syariah Pengaturan kegiatan usaha yang akan dilakukan oleh Bank Unit Usaha Syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah diatur pada Pasal 19 ayat (2). Kegiatan bank unit usaha syariah yang dilakukan seperti yang diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UU Perbankan Syariah adalah sebagai berikut.
“Kegiatan Usaha UUS meliputi : a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan berdasarkan Akad Wadiah atau Akad lainnya yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad Mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah, Akad Musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Salam, Akad Istishna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad Qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak begerak kepada Nasabah berdasarkan Akad Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah muntahiya bittamilk atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad Hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
84
Ibid., Pasal 10. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
34
i. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad Ijarah, Musyarkah, Mudharabah, Murabahah, Kafalah, atau Hawalah; j. membeli surat berharga berdasarka Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia; k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan Nasabah berdasarkan prinsip Syariah. n. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dalam bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dan selanjutnya selain Bank Unit Usaha Syariah melakukan kegiatan usaha yang diatur dalam Pasal 19 ayat (2), Bank Unit Usaha Syariah juga dapat melakukan kegiatan usaha lainya yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) adalah sebagai berikut.
“UUS dapat pula : a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah atau ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi kegagalan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik; e. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang dan f. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.”
UU Perbankan Syariah juga mengatur mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh Bank Unit Usaha Syariah yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UU Perbankan Syariah. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
35
“Larangan bagi Bank UUS: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan jual-beli saham secara langsung di pasar modal; c. melakukan penyertaan modal, kecuali untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.”
2.3.4. Kegiatan Usaha Layanan Syariah (Office Channeling) Pengaturan kegiatan usaha yang akan dilakukan oleh Bank yang melaksanakan Layanan Syariah berdasarkan PBI No. 9/7/PBI/2007 Tentang Perubahan atas PBI No. 8/3/PBI/2007 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional jo. PBI No. 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional, dan diatur pada Pasal 38. Rencana pembukaan Layanan Syariah wajib dicantumkan dalam rencana bisnis Bank yang telah mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia.85 Syarat Layanan Syariah dapat dibuka, yaitu :86
a. Di satu wilayah yang sama dengan Kantor Cabang Syariah induknya, dalam satu wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, atau dalam satu wilayah propinsi; b. Dengan menggunakan pola kerjasama antara Kantor Cabang Syariah induknya dengan Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu; c. Dengan menggunakan sumber daya manusia Bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional Bank Syariah;
85
Bank Idonesia (a) , Op.cit., Pasal 38 ayat (1).
86
Ibid, Pasal 38 ayat (2). Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
36
d. Dengan didukung oleh kesiapan teknologi sistem informasi yang memadai; dan e. Dengan didukung oleh sistem pengendalian yang memadai dari Kantor Cabang Syariah yang menjadi induknya.
Layanan Syariah memiliki kewajiban, yaitu :87 a. Dicatat dan dibukukan secara terpisah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu dimana Layanan Syariah berlokasi; b. Menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah.
Laporan keuangan pada Layanan Syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang Syariah induknya pada hari yang sama.88 Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank yang menjadi lokasi Layanan Syariah, wajib mencantumkan logo industri perbankan syariah dan/atau kata-kata Layanan Syariah di tempat yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas oleh masyarakat.89 Bank yang telah mememiliki rencana Layanan Syariah memiliki kewajiban, yaitu:90 a. Wajib menyampaikan laporan rencana Layanan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 kepada Bank Indonesia paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan kegiatan. b. Pelaksanaan kegiatan Layanan Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penegasan dari Bank Indonesia. c. Pelaksanaan Layanan Syariah wajib dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan. 87
Ibid, Pasal 38 ayat (3).
88
Ibid, Pasal 38 ayat (4).
89
90
Ibid, Pasal 38 ayat (5). Bank Indonesia (b), Op.cit., Pasal 39. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
37
2.4.
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
2.4.1. Visi dan Misi Pengembangan Perbankan Syariah 1. Visi Terwujudnya sistem perbankan syariah yang sehat, kuat dan selaras dengan prinsip syariah dalam kerangka keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan guna mencapai masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual.91 2. Misi Mewujudkan iklim yang kondusif untuk pengembangan perbankan syariah yang sehat, efisien dan kompetitif atas dasar prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor riil melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
2.4.2. Tujuan Pengembangan Perbankan Syariah Pengembangan sistem perbankan syariah merupakan salah satu langkah pemerintah untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan dan pemberdayaan ekonomi nasional selain restrukturisasi perbankan.92 Tujuan pengembangan perbankan syariah adalah sebagai berikut. 1. Kebutuhan Jasa Perbankan bagi Masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. Dengan diterapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan bank konvensional maka secara tidak langsung bank memperluas segmen pasar terutama dari masyarakat yang selama ini belum tersentuh oleh perbankan konvensional.
91 DPNP dan Biro Hubungan Masyarakat, “Perbankan Syariah Indonesia,”, 26 Desember 2007.
92
Antonio, Op.cit., hlm. 226. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
38
2. Peluang pembiayaan bagi Pengembangan Usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini kedudukan antara debitur dan kreditur dalam perbankan syariah adalah sejajar dan merupakan hubungan kemitraan. Berbeda dengan sistem konvensional kedudukan antara debitur dan kreditur tidak sejajar. 3. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan. Sistem perbankan syariah memiliki suatu produk-produk perbankan yang berbeda. Hal ini menguntungkan, sebab dapat memberikan suatu pembaharuan bagi dunia perbankan sehingga produk perbankan akan lebih banyak dan bervariasi dan nasabah memiliki banyak pilihan.
2.4.3. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah93 1. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional Perbankan Syariah. a. Konsisten terhadap penerapan syariah94 b. Terjaganya tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi dalam hal penerapan syariah dalam setiap transaksi. 2. Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah. 3. Terciptanya Perbankan Syariah yang kompetitif dan efisien, a. Menigkatkan mutu manajemen dan inovasi produk/jasa.95 b. Mewujudkan mekanisme kerja sama dengan lembaga-lembaga syariah yang lain atau dengan lembaga-lembaga pendukung lainnya yang tekait, salah satunya dapat dilakukan dengan cara Line Financing.96
93
Ibid.
94
Hendri Tanjung, “Formula Bintang Lima : Upaya Merebut Peluang dan Mengatasi Tantangan Perbankan Syariah di Indonesia,” Peluang dan Tantangan Bank Syariah di Indonesia, (Jakarta : Al-Kautsar Prima, 2006), hlm. 197. 95
Ibid.
96
Line Financing adalah link antar bank-bank umum syariah atau unit usaha syariah, dengan bank –bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) dan Baitul Maal waat Tamwil (BMT). Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
39
4. Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat. a. Melakukan Edukasi dan Komunikasi kepada masyarakat. b. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi perbankan syariah Kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan bertujuan untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai kegiatan usaha perbankan syariah kepada masyarakat. 97 c. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang menginginkan pelayanan bank syariah di seluruh Indonesia.98 5. Tercapainya SDM yang memadai dari segi kuantitas maupun kualitas untuk mendukung pertumbuhan perbankan syariah. 6. Optimalnya fungsi sosial bank syariah
2.4.4. Permasalahan Perkembangan Perbankan Syariah Dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia tentu saja banyak tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, terutama yang berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru dan memiliki perbedaan prinsip dengan sistem yang telah lama diterapkan pada dunia perbankan di Indonesia sebelumnya. Dengan demikian, perkembangan bank syariah harus mengatasi beberapa kendala yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya yang bertujuan untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Beberapa kendala tersebut adalah sebagai berikut.99 1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional Bank Syariah. Pemahaman sebagian masyarakat mengenai sistem dan prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Perbedaan karakteristik produk bank yang terdapat
97
Antonio, op.cit., hlm. 229.
98
Ascarya, op.cit., hlm. 66.
99
Ibid., hlm. 230. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
40
pada bank konvensional dengan bank syariah menimbulkan keengganan bagi pengguna jasa perbankan. Dan para pengguna jasa perbankan atau masyarakat juga kurang mengetahui dan mengerti produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah dan keuntungannya dibandingkan dengan produk bank konvesional. 2. Jaringan Kantor Bank Syariah yang belum luas. Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Dengan memperluas jaringan kantor bank syariah dapat diharapkan akan meningkatkan hubungan kerja sama antar bank syariah sehingga dapat menigkatkan efisiensi usaha pada perbankan syariah.
Berkembangnya
perbankan
syariah
juga
diharapkan
dapat
meningkatkan kompetisi dalam dunia perbankan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah. 3. Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian mengenai Perbankan Syariah masih terbatas. Kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan syariah disebabkan karena sistem ini merupakan sistem yang baru dikembangkan dan diperkenalkan pada masyarakat. Lembaga-lembaga akademik dan pelatihan mengenai perbankan syariah juga masih kurang sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman di bidang perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral masih sangat sedikit. Pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan syariah sangat diperlukan pada saat ini karena sumber daya manusia yang kompeten dan profesional merupakan faktor penting dalam hal pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
41
4. Inovasi pada produk atau instrumen syariah yang masih lambat.100 5. Sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya berkaitan dengan transaksi keuangan.101
100
Ascarya, op.cit., hlm. 64.
101
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
42
BAB 3 PELAKSANAAN LAYANAN SYARIAH (OFFICE CHANNELING) PADA BTN UNIT USAHA SYARIAH (UUS)
3.1.
BTN Unit Usaha Syariah (UUS)
3.1.1. Sejarah Singkat BTN UUS BTN Syariah merupakan Strategic Bussiness Unit (SBU) dari BTN yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, mulai beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor Cabang Syariah pertama di Jakarta. BTN Syariah sebelumnya dikenal dengan nama Unit Usaha Syariah Bank BTN, tetapi kemudian diadakan perubahan terhadap nama tersebut agar lebih mudah bagi masyarakat untuk mengingatnya. Pembukaan SBU ini guna melayani tingginya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan Syariah dan memperhatikan keunggulan prinsip Perbankan Syariah, adanya Fatwa MUI tentang bunga bank, serta melaksanakan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada tahun 2004.102 Adapun tujuan pendirian BTN Syariah adalah sebagai berikut.103 1. Untuk memenuhi kebutuhan Bank dalam memberikan pelayanan jasa keuangan syariah. 2. Mendukung pencapaian sasaran laba usaha Bank.
102 ”Website BTN Syariah,” , diakses 9 Juni 2008.
103
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
43
3. Meningkatkan ketahanan Bank dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha. 4. Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap nasabah dan pegawai.
3.1.2. Prinsip Operasional BTN UUS Landasan Operasional dari BTN Unit Usaha Syariah (UUS) adalah sebagai berikut. 1.
Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai landasan utama penerapan prinsip syariah dalam kegiatan perbankan.
2.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
3.
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan terutama Pasal 8 mengenai kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah
4.
PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah jo PBI No. 7/35/PBI/2005 tentang Perubahan Atas PBI No. 6/24/PBI/2004.
5.
PBI No. 4/1/PBI/2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
6.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI tentang Lembaga Keuangan Syariah.
7.
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf tentang Murabahah.
8.
PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia)
3.1.3. Visi dan Misi BTN UUS Sebagai Unit Usaha Syariah dari Bank induknya yaitu Bank Tabungan Negara, maka sudah tentu visi dan misi dari BTN UUS tidak terlepas dari visi, misi, dan tujuan dari Bank induknya yaitu BTN.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
44
1. Visi BTN Syariah Menjadi Strategic Bussines Unit BTN yang sehat dan terkemuka dalam penyediaan jasa keuangan syariah dan mengutamakan kemaslahatan bersama.104 2. Misi BTN Syariah105 a.
Mendukung pencapaian sasaran laba usaha BTN.
b.
Memberikan pelayanan jasa keuangan Syariah yang unggul dalam pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan Syariah terkait sehingga dapat memberikan kepuasan bagi nasabah dan memperoleh pangsa pasar yang diharapkan.
c.
Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip Syariah sehingga dapat meningkatkan ketahanan BTN dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha serta meningkatkan shareholders value106.
d.
Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap stakeholders107 serta memberikan ketentraman pada karyawan dan nasabah.
3.1.4. Produk BTN UUS Pada BTN UUS terdapat 2 (dua) jenis produk, yaitu produk penanaman dana dan produk pembiayaan yang pembahasannya adalah sebagai berikut.
104
Ibid.
105
Ibid.
106
Shareholders value is the part of its capitalization that is equity as opposed to longterm debt. In the case of only one type of stock, this would roughly be the number of outstanding shares times current shareprice. Things like dividends augment shareholder value while issuing of shares (stock options) lower it. This Shareholder value added should be compared to average/required increase in value, or cost of capital. 107
Stakeholders a third party who temporarily holds money or property while its owner is still being determined. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
45
1.
Produk Penanaman Dana108 a. Deposito Batara Syariah Yaitu penanaman dana nasabah yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah dengan bank. Prinsipnya adalah kerjasama investasi antara nasabah sebagai pemilik dana dan bank sebagai pengelola dana. Hasil keuntungan dari pengelolaan dana itu akan dibagikan sesuai dengan nisbah/rasio yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. b. Tabungan Batara Wadiah Yaitu titipan nasabah yang berbentuk tabungan sesuai prinsip Wadiah yad adh-dhamanah yang dapat diambil setiap saat. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian bonus yang bersifat sukarela dan tidak diinformasikan secara lisan maupun tertulis dari pihak BTN Syariah. c. Tabungan Batara Mudharabah Yaitu tabungan yang menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, ialah kerjasama investasi antara pemilik dana nasabah dengan pengelola dana/BTN Syariah yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana. Hasil keuntungannya dibagikan sesuai dengan nisbah/rasio yang telah disepakati dalam akad pembukaan rekening oleh kedua belah pihak, penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. d. Giro Batara Syariah Yaitu titipan nasabah yang berbentuk giro sesuai prinsip Wadiah yad adhdhamanah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan media cek, bilyet giro, atau media lainnya.
108
Website BTN Syariah, op.cit. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
46
e. Tabungan Haji Baitullah Tabungan Haji Baitullah merupakan Tabungan yang bersifat investasi atau berjangka yang diperuntukkan bagi calon jamaah haji dalam rangka persiapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji.
2.
Produk Pembiayaan. a. Produk Pembiayaan KPR BTN Syariah109 Pembiayaan untuk pembelian rumah berdasarkan prinsip murabahah sebesar harga beli ditambah marjin yang telah disepakati kedua belah pihak. b. Pembiayaan Istishna BTN Syariah110 Sistem pembiayaan syariah dimana BTN Syariah akan memesankan barang atau membangun rumah sesuai dengan pesanan dan pembayaran angsuran. c. Pembiayaan Multiguna BTN Syariah111 Pembiayaan
yang diberikan
untuk
pembelian
kendaraan bermotor
berdasarkan prinsip murabahah sebesar harga beli ditambah marjin yang disepakati kedua belah pihak. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara mengangsur sesuai dengan kesepakatan. d. Pembiayaan Musyarakah Konstruksi BTN Syariah112 Pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya disesuaikan dengan porsi penyertaan. Pembiayaan ini dapat disalurkan untuk berbagai jenis usaha konstruksi perumahan, perdagangan, pertanian, jasa, dan lainlain
.
109
BTN Syariah, Brosur Pembiayaan KPR BTN Syariah.
110
BTN Syariah, Brosur Pembiayaan.
111
Ibid.
112
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
47
e. Pembiayaan Mudharabah Modal Kerja113 Penyediaan dana oleh BTN Syariah untuk memenuhi kebutuhan modal kerja usaha Nasabah.
3.2.
Pelaksanaan Layanan Syariah (Office Channeling) Pada BTN UUS
3.2.1. Layanan Syariah (Office channeling) 3.2.1.1. Gambaran Umum Layanan Syariah (Office Channeling) Layanan Syariah atau Office channeling merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum konvensional dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS).114 Pada awalnya dalam pelaksanaannya Layanan Syariah hanya untuk menghimpun dana dari masyarakat, bukan untuk menyalurkan pembiayaan. Akan tetapi setelah dikeluarkannya PBI 9/7/PBI/2007 sebagai penyempurnaan dari PBI 8/3/PBI/2007, kegiatan Layanan Syariah diperluas menjadi tidak hanya pada produk penghimpunan dana saja. Layanan Syariah diatur dalam PBI 8/3/PBI/2006
tentang Perubahan
Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional yang diterbitkan pada tanggal 30 Januari 2006. Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kesempatan kepada Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS), untuk membuka layanan syariah pada Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas. Alasan bagi dimungkinkannya layanan syariah dijelaskan pada Bagian Umum Penjelasan PBI No. 8/3/PBI/2006 sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 9/7/PBI/2007, yakni: mendorong percepatan pertumbuhan jaringan kantor Bank Umum Konvensional yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
113
Ibid.
114
Zubairi Hasan, “Modifikasi Office Channeling,” , diakses pada tanggal 17 November 2008. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
48
syariah dalam rangka memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat.115 Dilatarbelakangi oleh masih rendahnya minat masyarakat untuk bertransaksi secara syariah disebabkan oleh masih terbatasnya layanan perbankan syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut, layanan syariah dapat dibuka oleh bank umum konvensional yang telah memiliki Unit Usaha Syariah dengan persyaratan.116 Dengan adanya layanan syariah bank tidak perlu membangun secara khusus kantor cabang bank syariah yang baru karena bank tersebut dapat melakukan pelayanan bank syariah melalui cabang bank yang telah ada. Dengan kata lain, dalam satu bank tersebut terdapat dua sistem layanan sekaligus yaitu layanan dengan mengunakan prinsip syariah dan layanan konvensional. Sistem ini tidak jauh berbeda dengan sistem perbankan yang diterapkan di Malaysia yaitu two windows system yang membedakan hanya di Indonesia untuk melaksanakan layanan syariah Bank Umum Konvensional tersebut harus membuka suatu Unit Usaha Syariah atau memiliki Kantor Cabang Syariah terlebih dahulu sedangkan pada bank di Malaysia Bank Umum Konvensional tersebut dapat melaksanakan dua sistem sekaligus
yaitu layanan dengan sistem syariah dan layanan
konvensional tanpa perlu membuka suatu unit usaha syariah atau memiliki Kantor Cabang Syariah.
3.2.1.2. Latar Belakang Layanan Syariah (Office Channeling) Layanan syariah dari BI merupakan suatu pembaruan yang dilakukan bagi pengembangan industri perbankan syariah. Kebijakan ini diterapkan dengan pola pembukaan rekening syariah pada kantor bank konvensional yang telah
115
Umam, Loc.cit,
116
“Upaya Meningkatkan Layanan Perbankan Syariah Melalui Office Channeling Layanan Syariah,” , diakses pada tanggal 2 Desember 2008. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
49
menjalankan prinsip syariah. Ditetapkannya Layanan Syariah oleh BI dalam rangka mendukung pengembangan perbankan syariah di Indonesia.117 Latar Belakang dari ditetapkan Layanan syariah oleh BI pada perbankan di Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Keinginan pemerintah untuk mengarahkan aktivitas perbankan agar mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional melalui kegiatan perbankan syariah.118 Dalam
hal
ini
Layanan
Syariah
diperlukan
untuk
menyelaraskan
perkembangan perekonomian nasional yang semakin kompleks, sehingga perbankan syariah dapat menyatu dan menyeimbangkan gerak laju perekonomian nasional. Penyesuaian kebijakan tersebut diharapkan dengan memperbaiki dan memperkokoh ketahanan perbankan nasional. Dengan demikian, Indonesia memerlukan sistem perbankan nasional yang tangguh dan dapat melayani seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi. 2. Keinginan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa pelayanan perbankan syariah yang semakin meningkat dengan menyiapkan jaringan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang lebih luas dan mudah dijangkau. Optimalisasi perluasan jaringan kantor bank dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kelayakan dan rencana bisnis bank. Perluasan jaringan kantor bank juga harus memperhatikan tingkat kejenuhan jumlah bank, tingkat persaingan antar bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dan pemerataan pembangunan ekonomi. 3. Mendorong percepatan pertumbuhan jaringan kantor bank umum konvesional yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagai misi untuk memperluas jangkaun layanan kepada masyarakat. 117
Biro Hubungan Masyarakat, “Penyempurnaan Ketentuan Pengembangan Jaringan Bank Syariah,” , 4 Mei 2007. 118
Agustianto, “Optimalisasi Office channeling Bank Syariah” , 5 Januari 2008. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
50
Dengan kebijakan ini maka bank syariah maupun bank konvensional yang telah memiliki unit usaha syariah dapat mengadakan kerja sama untuk memperluas jaringan mereka dan mereka juga bisa mengadakan kerja sama dengan bank konvensional atau pihak lain seperti Kantor Pos untuk menjual produk syariah .119 Menurut Burhanudin Abdulah, Gubernur Bank Indonesia, latar belakang ditetapkannya Layanan Syariah adalah untuk membuka ruang gerak perbankan syariah agar dapat terus berperan dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, Perbankan syariah butuh fasilitas yang dapat memperluas jaringan dan BI menyediakan aturan yang dapat memudahkan perbankan syariah untuk melakukan pengembangan120 dan kebijakan ini juga diharapkan dapat memperkuat fondasi industri perbankan sesuai Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
3.2.1.3.Tujuan Ditetapkannya Layanan Syariah (Office Channeling) Pertumbuhan bank syariah akan semakin pesat didukung dengan adanya penetapan Kebijakan Bank Indonesia yang membolehkan membuka layanan syariah. Tujuan dari Layanan Syariah adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah121 Dengan adanya kebijakan ini maka banyak bank-bank lain tertarik untuk menerapkan kebijakan ini pada bank-bank mereka sehingga dapat berdampak pada pertumbuhan perbankan khususnya pada perbankan syariah. 2. Memperluas jaringan pelayanan perbankan syariah kepada masyarakat Bank Indonesia berharap, dengan adanya layanan syariah dapat memberikan kemudahaan kepada nasabah yang menggunakan sistem perbankan syariah dapat bertransaksi di Kantor Cabang Bank Umum yang memiliki Unit Usaha 119
120
“Layanan ‘Office Channeling’ Diperluas,” Media Indonesia (1 Juni 2006). “’Office channeling’ Bank Umum Syariah,” Media Indonesia (13 Juni 2006)
121
“’Office Channeling’ Dongkrak Pertumbuhan Perbankan Syariah,” Media Indonesia (7 Maret 2006). Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
51
Syariah di seluruh Indonesia. Dengan adanya Layanan Syariah, kantor cabang konvensional dapat memberikan pelayanan perbankan secara syariah kepada masyarakat, jika di suatu daerah belum terdapat bank syariah sementara minat masyarakat cukup besar. 3. Unit Usaha Syariah bank yang bersangkutan dapat lebih mudah untuk melakukan perluasan aksesnya melalui cabang bank konvensional masingmasing. Unit Usaha Syariah yang menjadi objek aturan PBI No. 8/3/2006 juga akan lebih leluasa memperluas jaringan pelayanananya.122 Dengan demikian, Layanan Syariah merupakan salah satu cara untuk memperbesar pangsa pasar bank syariah. 4. Mendorong pesatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang akan memungkinkan perluasan networking bank syariah.123 5. Menjadi sarana edukasi bagi nasabah bank konvesional yang ingin mengetahui mengenai perbankan syariah.124 6. Menjadi platform bagi pengembangan usaha perbankan syariah di Indonesia, sehingga tingkat efisiensi investasi dapat tercapai.125 7. Untuk mengatasi kelangkaan outlet layanan bank syariah di Indonesia.126 Alasan masih kecilnya aset bank syariah adalah karena jaringan atau outletnya sangat terbatas, padahal permintaan masyarakat cukup tinggi dengan layanan syariah yang bisa menjangkau sampai daerah kabupaten hingga kecamatan, maka hambatan nasabah untuk ke bank syariah menjadi berkurang. 122 “BI Permudah Bank Beri Layanan Perbankan Syariah,” , diakses pada tanggal 6 Maret 2008.
123
“Permata Bank Syariah Hadir di Kota Surabaya Siap Berikan Pelayanan Perbankan Syariah Berkualitas, Dengan ditopang Teknologi Canggih,” , diakses pada tanggal 6 Maret 2008. 124
125
Ibid. Ibid.
126 “BI Kaji Office channeling, Pembukuan dan Pengelolaan Dana Tetap Terpisah,” , diakses pada tanggal 6 Maret 2008.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
52
8. Dapat menekan beban biaya perusahaan, karena investasinya lebih murah dan efisien dibandingkan harus membuka cabang baru.127
3.2.2. Pelaksanaan Layanan Syariah (Office Channeling) Pada BTN UUS 3.2.2.1. Landasan Hukum 1. Rencana Kerja Anggaran Perusahaan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan rencana bisnis (business plan) BTN Syariah Tahun 2005-2007. 2. Peraturan Direksi Nomor 03/PD/DSYA/2006 tanggal 16 Agustus 2006 tentang Layanan Syariah PT. Bank Tabungan Negara (Persero). 3. Surat Edaran Direksi Nomor 06/SE/DSYA/2006 tanggal 16 Agustus 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Layanan Syariah
3.2.2.2. Latar Belakang BTN UUS Melaksanakan Layanan Syariah (Office Channeling) Latar Belakang dari dilaksanakan layanan syariah pada BTN UUS adalah sebagai berikut.128 1. Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai Layanan Syariah(Office Channeling) yaitu PBI 8/3/PBI/2006. 2. Kebijakan
Perbankan
Indonesia
mengenai
Akselerasi
Pengembangan
Perbankan Syariah. Kebijakan ini ditetapkan oleh Bank Indonesia bertujuan untuk mencapai share perbankan syariah sebesar 5% pada akhir tahun 2008 dengan tetap mempertahankan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah.
127
Ardian Wibisono, “BSM akan Gaet Pegadain Buka Office channeling,” , 25 Januari 2006. 128
Berdasarkan wawancara dengan Sandi Edison, sebagai Staf Legal dan Kepatuhan Divisi Syariah BTN Syariah pada tanggal 25 Oktober 2008. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
53
3.2.2.3.Tujuan
BTN
UUS
Melaksanakan
Layanan
Syariah
(Office
Channeling) Tujuan dari BTN melaksanakan Layanan Syariah, yaitu sebagai berikut.129 1. Solusi untuk Mengembangkan outlet syariah; 2. Menambah pangsa pasar; 3. Menambah aset dan laba BTN secara keseluruhan; 4. Berdampak pada kesejahteraan karyawan BTN; 5. Strategi Bank untuk mengoptimalisasi penghimpunan dana masyarakat melalui Tabungan Batara berdasarkan prinsip wadiah dan berdasarkan prinsip mudharabah, Deposito Batara Syariah berdasarkan prinsip mudharabah serta produk penghimpunan dana lainnya berdasarkan prinsip syariah; 6. Strategi Bank untuk mengoptimalkan pelayanan kepada Nasabah Bank, khususnya nasabah yang menggunakan Sistem Perbankan Syariah; 7. Mendorong pertumbuhan aset dan Dana Pihak Ketiga Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh BTN; 8. Meningkatkan corporate image BTN secara keseluruhan dan mendukung visi dan misi BTN; 9. Untuk meningkatkan image BTN : Bank yang dikenal telah menerapkan “Dual System.”
3.2.2.4.Sistem Layanan Syariah (Office Channeling) pada BTN UUS Pengelolaan sistem dan aplikasi Layanan Syariah dilakukan oleh Kantor Cabang Syariah Koordinator, yang bersifat non transaksi atau non financial yang terdiri dari hal berikut.130 1. Pemeriksaan dan pemeliharaan nasabah Layanan Syariah. 2. Pembinaan nasabah Layanan Syariah termasuk penerapan prinsip pengenalan nasabah.
129
130
Berdasarkan data yang diperoleh dari BTN UUS. Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
54
3. Pengelolaan data transaksi penghimpunan dana di Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas. 4. Penyelesaian dan Pengadministrasian pengaduan nasabah dari Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas. 5. Pengelolaan Layanan Syariah dilakukan oleh Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas, terdiri dari : a. Customer Service 1) Administrasi a) Memeriksa formulir dan berkas pembukaan rekening nasabah. b) Melaksanakan
prinsip
pengenalan
nasabah
dan
mengadministrasikannya dengan baik. c) Melakukan konfirmasi kebenaran surat kuasa kepada pemberi kuasa (saat pembukaan rekening). d) Melakukan pelaporan data transaksi penghimpunan dana di KC, KCP, Kankas pada hari yang sama. e) Melakukan penyelesaian dan mengadministrasikan pengaduan nasabah layanan syariah. 2) Financial a) Pembukaan rekening. b) Pemblokiran rekening. c) Pemindahbukuan setoran deposito. d) Perubahan identitas nasabah. e) Penutupan rekening. 3) Teller Service a) Penabungan /atau penyetoran tunai. b) Pengambilan /atau pencairan tunai. c) Penerimaan angsuran pembiayaan melalui Rekening Tabungan d) Pelaksanaan prinsip mengenal nasabah
3.2.2.5.Tahapan Layanan Syariah (Office Channeling) pada BTN UUS Pada BTN Konvensional dan BTN UUS sistem yang digunakan berbeda sehingga dari segi sistem teknologi pun dibedakan khususnya dalam memasukkan Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
55
data-data untuk laporan keuangan. 131
BTN Konvensional menggunakan sistem
AS400 dan BTN UUS menggunakan sistem SIGMA.132 Cabang BTN Konvensional yang membuka Layanan Syariah pada
awalnya dimasukkan dulu sistem SIGMA agar antara data transaksi BTN konvensional dengan BTN sistem syariah terpisah. Setelah dimasukkan sistem tersebut pada Cabang BTN Konvensional yang membuka Layanan Syariah maka Cabang BTN Konvensional dapat melakukan transaksi seperti pada Bank BTN UUS walaupun masih terbatas pada penghimpunan dana. Pada tahap awal yang dilakukan pada BTN adalah sebagai berikut. 1. Head teller mengambil modal awal dari Divisi Akutansi Kantor Pusat 2. Head teller memberikan modal kepada teller (Teller I) bank dan teller pada cabang BTN layanan syariah (Teller II) untuk melakukan transaksi. Transaksi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut. a. Tabungan Batara Syariah 1) Landasan Hukum133 a) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan yang menyatakan bahwa Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah. b) PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah beserta ketentuan perubahannya.
2) Dua macam Tabungan Batara Syariah, yaitu : a) Tabungan atas dasar akad Wadiah (1) Fitur dan Mekanisme
131
AS400 merupakan nama suatu produk sistem teknologi perbankan.
132 SIGMA merupakan nama suatu produk sistem teknologi perbankan khususnya dengan sistem syariah. 133
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
56
(a) Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana; (b) Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; (c) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; (d) Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah. (2) Persyaratan Pembukaan Rekening134 (a) Calon nasabah dapat perorangan atau perusahaan/lembaga. (b) Berlaku untuk Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing. (c) Melampirkan foto copy KTP atau identitas diri lainnya. (d) Mengisi dan menandatangani formulir pembukaan rekening. (e) Penabungan pertama minimal sebesar Rp.50.000,-. (f) Penabungan lanjutan minimal sebesar Rp.10.000,-.
(3) Biaya-biaya 135 (a) Biaya penggantian buku apabila rusak atau hilang sebesar Rp.5.000,(b) Biaya pembayaran penutupan rekening sebesar Rp.20.000,(c) Nasabah tidak dikenakan biaya pengelolaan rekening setiap bulan.
134
“Produk BTN Syariah,” , diakses pada tanggal 20 Desember 2008. 135
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
57
(4) Pemberian Bonus136 (a) Bank dapat memberikan bonus atau yang sejenis secara sukarela/sesuai dengan kebijakan Bank kepada nasabah. (b) Pemberian bonus tidak disyaratkan atau tidak diinformasikan secara lisan maupun tertulis. (c) Bonus dapat diberikan pada akhir bulan. (d) Atas pemberian bonus, nasabah dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. (e) Atas pemberian bonus juga diberikan pilihan pemotongan Zakat.
b) Tabungan atas dasar akad Mudharabah (1) Fitur dan Mekanisme (a) Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal); (b) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; (c) Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati; (d) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya; (e) meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan (f) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
136
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
58
(2) Persyaratan Pembukaan Rekening137 (a) Calon nasabah dapat perorangan atau perusahaan/lembaga. (b) Berlaku untuk Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing. (c) Melampirkan foto copy KTP atau identitas diri lainnya. (d) Mengisi dan menandatangani formulir pembukaan rekening. (e) Penabungan pertama minimal sebesar Rp.100.000,-. (f) Penabungan lanjutan minimal sebesar Rp.50.000,- dan dalam kelipatan sepuluh ribuan. (g) Untuk setiap pembukaan rekening secara administrasi, penabung diharuskan mengisi formulir-formulir pembukaan rekening yang akan disediakan oleh petugas Bank dengan melampirkan KTP/SIM atau Surat Keterangan Lembaga.
(3) Penentuan Bagi Hasil138 (a) Bagi hasil diberikan setiap akhir bulan dan dihitung berdasarkan saldo harian yang mengendap pada bulan berjalan sesuai nisbah yang disepakati. (b) Bagi hasil dihitung melalui metode distribusi bagi hasil setiap akhir bulan dan nisbah ini bersifat tetap, sesuai nisbah yang disepakati.
(4) Biaya Administrasi Biaya administrasi hanya dikenakan kepada penabung dalam hal sebagai berikut. (a) Penggantian buku Tabungan karena rusak atau hilang Rp.10.000,-.
137
“Produk BTN Syariah,” , diakses pada tanggal 20 Desember 2008. 138
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
59
(b) Biaya penutupan rekening sebesar Rp.30.000,-. (c) Seluruh pemegang rekening Tabungan Batara Mudharabah dikenakan biaya pengelolaan rekening sebesar Rp.5.000,-/bulan. (d) Bagi nasabah yang memperoleh bagi hasil kurang dari biaya pemeliharaan rekening, maka biaya pemeliharaan rekening adalah sebesar bagi hasil yang diperoleh pada bulan tersebut. (e) Atas pendapatan bagi hasil Tabungan Batara Mudharabah, nasabah dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku. (f) Bagi nasabah yang mendapatkan bagi hasil diberikan pilihan untuk dipotong Zakat terhadap Bagi Hasil yang diterima oleh nasabah.
(5) Biaya-biaya 139 (a) Biaya penggantian buku apabila rusak atau hilang sebesar Rp.5.000,(b) Biaya pembayaran penutupan rekening sebesar Rp.20.000,(c) Nasabah tidak dikenakan biaya pengelolaan rekening setiap bulan.
(6) Pemberian Bonus140 (a) Bank memberikan bonus atau yang sejenis secara sukarela/sesuai dengan kebijakan Bank kepada nasabah. (b) Pemberian bonus tidak disyaratkan atau tidak diinformasikan secara lisan maupun tertulis. (c) Bonus diberikan pada akhir bulan. (d) Atas pemberian bonus, nasabah dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. (e) Atas pemberian bonus diberikan pilihan pemotongan Zakat.
139
Ibid.
140
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
60
3. Tahapan Penerimaan Transaksi dan Penarikan Tunai Tabungan141 1) Tahap Penerimaan Transaksi Pada BTN Layanan Syariah (1) Nasabah menyerahkan slip setoran atau slip setoran dan buku tabungan tersebut kepada teller (2) Tugas teller dalam hal ini adalah sebagai berikut. (a) Memeriksa kelengkapan slip setoran yang telah diisi nasabah (b) Mengecek jumlah nominal dan terbilang yang harus sama (c) Menghitung uang dari nasabah dan memeriksa keaslian uang menggunakan sinar UV (d) Meng-input transaksi pada menu teller – input tunai : Transaksi Setoran Non Tunai (e) Melakukan validasi terhadap slip setoran dan membubuhkan stempel teller “DITERIMA” (f) Mencetak buku tabungan di menu teller-input tunai : Proses Mencetak Data Passbook. (3) Menyerahkan copy slip setoran atau buku tabungan dan copy slip setoran
3) Tahap Penarikan Tunai Tabungan a) Nasabah menyerahkan slip penarikan dan buku tabungan kepada teller b) Tugas teller dalam hal ini adalah sebagai berikut. (1) Memeriksa kelengkapan slip penarikan yang telah diisi nasabah beserta buku Tabungan. (2) Memeriksa tanda tangan pada Buku Tabungan dengan sinar UV dan mencocokkan dengan tanda tangan pada Slip Penarikan, apabila kurang minta nasabah untuk menandatangani kembali di bagian belakang Slip Penarikan.
141
Berdasarkan data yang diperoleh pada BTN UUS. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
61
(3) Memeriksa kelengkapan slip penarikan yang telah diisi, apabila ada yang harus diisi minta kembali kepada Nasabah untuk melengkapinya. (4) Memeriksa jumlah nominal dan terbilang yang harus sama (5) Meng-input transaksi pada Menu Teller – Input Tunai : Transaksi Penarikan Tunai (6) Melakukan proses Validasi apabila saldo nasabah cukup (7) Melakukan validasi slip setoran dan membubuhkan stempel teller “DIBAYAR” (8) Menyiapkan uang yang telah disesuaikan dengan jumlah nominal dan terbilang yang tertulis pada slip penarikan Nasabah. (9) Mencetak buku Tabungan di Menu Teller-Input Tunai : Proses Mencetak Data Passbook. c) Menyerahkan buku tabungan dan copy slip setoran kepada nasabah.
b. Deposito Batara Syariah Berdasarkan Prinsip Mudharabah 1) Landasan Hukum142 a) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito yang menyatakan bahwa Deposito yang dibenarkan, yaitu Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah. b) PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah beserta ketentuan perubahannya. 2) Fitur dan Mekanisme143 a) Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal); b) Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah);
142
143
“Kodifikasi Produk Perbankan Syariah,” Loc.cit. Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
62
c) Dalam Akad Mudharabah Muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah; d) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; e) Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati; f) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan g) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
3) Persyaratan Pembukaan Rekening144 a) Dapat dibuka atas nama perorangan atau perusahaan/ lembaga b) Berlaku bagi Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing c) Mengisi dan menandatangani formulir Pembukaan Rekening d) Melampirkan foto copy KTP atau identitas diri lainnya e) Minimum penempatan: (1) Perorangan Rp.500.000,(2) Perusahaan/ lembaga Rp.2.500.000,-
4) Jangka Waktu145 a) Jangka waktu 1 (satu) bulan b) Jangka waktu 3 (tiga) bulan c) Jangka waktu 6 (enam) bulan
144
“Produk BTN Syariah,” , diakses pada tanggal 20 Desember 2008. 145
Ibid. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
63
d) Jangka waktu 12 (dua belas) bulan e) Jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan
5) Bagi Hasil146 a) Distribusi bagi hasil dihitung dengan menggunakan metode proporsional harian berdasarkan bagi hasil bulan sebelumnya. b) Bagi hasil diberikan setiap tanggal jatuh tempo dan dihitung berdasarkan saldo rata-rata harian yang mengendap selama 1 (satu) bulan sesuai nisbah yang disepakati. c) Pembayaran Bagi Hasil Dikapitalisasi ke Pokok Pada tanggal jatuh tempo pembayaran bagi hasil dapat langsung dikapitalisasikan ke pokok Deposito setiap bulannya dengan pembatasan fasilitas. 6) Tahap Penerimaan Deposito Debet Rekening/Pemindahbukuan147 a) Tahap I
(1) Nasabah menyerahkan slip deposito dan buku tabungan kepada teller (2) Tugas teller dalam hal ini adalah sebagai berikut. (a) Memeriksa kelengkapan slip deposito yang telah diisi nasabah, apabila ada
yang
harus
diisi
minta
kembali
pada
Nasabah
untuk
melengkapinya. (b) Memeriksa Jumlah Nominal dan terbilang yang harus sama. (c) Memeriksa tanda tangan pada buku tabungan dengan sinar UV dan mencocokkan dengan tanda tangan pada slip deposito. (d) Meng-input transaksi pada Menu Teller – Input Non Tunai : Transaksi Pemindahbukuan. (e) Melakukan validasi pada slip dan membubuhkan stempel teller : “PEMINDAHBUKUAN”
146
147
Ibid. Berdasarkan data yang diperoleh pada BTN UUS. Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
64
(f) Menyerahkan slip (asli dan copy) kepada Customer Service untuk diinput di Menu Customer Service, dan mengambil kembali slip asli dari Customer Service apabila sudah divalidasi sebagai bukti Teller dan disimpan. (3) Menyerahkan kembali buku tabungan kepada nasabah
b) Tahap II
(1) Nasabah menyerahkan slip deposito kepada teller (2) Tugas teller dalam hal ini adalah sebagai berikut. (a) Periksa kelengkapan slip deposito yg telah diisi nasabah, jika ada yang harus diisi minta kembali pada Nasabah untuk melengkapinya. (b) Jumlah Nominal dan terbilang harus sama (c) Hitung uang dari Nasabah disesuaikan dgn jumlah nominal dan terbilang yang tertulis pada slip deposito, periksa keaslian uang menggunakan sinar UV. (d) Input transaksi pada Menu Teller – Input Tunai : Transaksi Setoran Non Tunai. Setelah slip selesai di validasi, bubuhkan stempel teller : “DITERIMA” (e) Serahkan slip (asli dan copy) kepada Customer Service untuk diinput di Menu Customer Service, ambil kembali slip asli saja dari Customer Service jika sudah divalidasi sebagai bukti teller dan disimpan.
7) Tahap Pencairan Deposito Tunai dan Pemindahbukuan (1) Nasabah menyerahkan bukti pelunasan deposito dan bilyet deposito asli kepada teller. (2) Tugas teller dalam hal ini adalah sebagai berikut. (a) Memeriksa kelengkapan bukti pelunasan deposito yang telah diisi nasabah, apabila ada yang harus diisi minta kembali pada Nasabah untuk melengkapinya. (b) Memeriksa tanda tangan pada bilyet deposito menggunakan sinar UV dan mencocokkan tanda tangan pada bukti pelunasan deposito. (c) Pencairan Tunai: Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
65
Meng-input transaksi pada menu Teller – Input Tunai : “TRANSAKSI PENARIKAN TUNAI.” (d) Pencairan Pemindahbukuan : Meng-input transaksi pada menu Teller – Input Non Tunai : “TRANSAKSI PEMINDAHBUKUAN.” (e) Nomor rekening yang didebet pada transaksi pencairan tunai maupun pemindahbukuan. (f) Melakukan validasi pada slip dan membubuhkan stempel teller : “DIBAYAR,”
untuk
pencairan
tunai
dan
distempel
“PEMINDAHBUKUAN” untuk pencairan pindah buku.
Jika terdapat transaksi baik penyetoran maupun penarikan yang mengandung angka desimal / tidak bulat, maka pada akhir hari, saldo kas Teller menjadi tidak bulat pula. Kemudian Selisih tersebut dibukukan ke dalam pos pendapatan pembulatan administrasi rekening sebesar selisih (lebih) antara saldo di sistem dengan saldo fisik. Media yang digunakan untuk transaksi ini adalah Slip Setoran SPM, yang ditandatangani oleh teller yang bersangkutan dan disetujui oleh Kepala Seksi, Pada akhir hari kerja BTN, yang dilakukan oleh teller pada BTN yang menjalankan Layanan Syariah adalah sebagai berikut. 1. Sebelum Kantor Cabang Syariah melakukan pertanggungan akhir hari, teller Layanan Syariah terlebih dahulu wajib melakukan pemeriksaan antara validasi transaksi dan bukti transaksi dengan hasil pencetakan laporan layanan syariah. 2. Nominal kumulatif tagihan atau kewajiban transaksi Layanan Syariah disetorkan kepada Kantor Cabang, KCP, Kankas dengan dilampirkan hasil cetakan laporan layanan syariah dan bukti transaksi Layanan Syariah. Nominal kumulatif tersebut diinput pada suatu sistem Kantor Cabang, KCP, Kankas. 3. Pertanggungan Akhir teller sebagai berikut, a. mencetak laporan transaksi sendiri dan transaksi pembatalan di Menu Syariah Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009
66
b. melakukan vouching bukti dasar dan melakukan validasi pada laporan. 4. Pada akhir hari teller menyetorkan hasil dari transaksi yang dilakukan pada hari itu kepada head teller pada divisi akutansi Kantor Pusat. 5. Divisi Akutansi Kantor Pusat menyerahkan hasil transaksi tersebut kepada Direktorat Syariah BTN.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan kebijakan..., Maya Nurina Astria, FHUI, 2009