BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
1. Hasil penelitian Nanang Haryono yang berjudul ‘’Membangun birokrasi untuk Good Governance (relasi pejabat birokratis dan pejabat birokratis pada pemerintah lokal untuk mewujudkan governance). ( Jurnal kebijakan dan manajemen publik,2011 Volume 2).Dari hasil penelitian menunjukan Hubungan antara pejabat yang dipilih (politis) dan pejabat-pejabat yang diangkat (pejabat birokrasi) agar baik melaksanakan pembangunan untuk kepentigan masyarakat maka idealnya baik politisi maupun birokrasi mengunakan
logika
pelayanan
masyarakat.apabila
politisi
masih
mengutamakan kepentingan partai yang mengusungnya dan juga pejabat birokrasi menyusupkan kepentingan-kepentingannya yang ‘’rasional’’ maka proses pembangunan tidak akan brjalan dengan baik. Dengan adanya kesamaan perspektif dari politisi dan pejabat birokrasi dalam memberikan pelayanan pada masyarakat maka tujuan pembangunan untuk mensejaterahkan masyarakat akan lebih mudah diwujudkan.kedua, karena birokrasi pemerintah terdiri dari pejabat politik dan pejabat birokrasi karir maka diperlukan suatu produk undang-undang yang mengatur secara jelas batasan tugas,tanggung jawab dan kewenangan kedua jabatan dengan
6
7
didasarkan pada perundangan sehingga ketidak jelasan,kesimpangsiuran dan saling intervensi tidak terjadi.undang-undang tersebut nantinya perlu dilaksanakan dengan sepenuhnya jadi ada kemauan yang tinggi dari birokrasi pemerintah untuk menegakan perundangan tersebut.apakah para pejabat birokrasi dan politisi dinegara kita mmpu untuk melaksanakannya, maka tentunya memerlukan kontreol,dukungan dari segenap masyarakat.
2. Nining Ade Ningsih , Analisis Hubungan Prinsip-Prinsip GOOD GOVERNANCE
Dengan
Kinerja Pegawai Di Dinas
Kesehatan
Kabupaten Luwu Timur.(Tesis jurusan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin,2011). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara prinsip akuntabilitas dengan kinerja pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur. dengan nilai p=0,002; ada hubungan antara prinsip transparansi dengan kinerja pegawai di DinasKesehatan Kabupaten Luwu Timur dengan nilai p=0,000; ada hubungan antara prinsip keadilan dengan kinerja pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur dengan nilai p=0,000;ada hubungan antara prinsip partisipasi dengan kinerja pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur dengan nilai p=0,000; variabel yang paling berhubungan terhadap kinerja pegawai adalah prinsip keadilan dengan nilai wald=6,142 dan nilai sig=0,013.
8
2.2
Efektivitas Kerja
Definisi/pengertian efektivitas kerja menurut beberapa ahli :
Dalam kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily (1977 : 207), Efektivitas berasal dari kata “Effective”, yang artinya “Berhasil” atau “Ditaati”. Sedangkan menurut Emerson (dalam Handayaningrat, 1996 : 16), berpendapat bahwa efektivitas (effectiveness) adalah : “is masuring in term of attaining prescibed goals or objectives”. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Dunn, terjemahan Tim Universitas Gajah Mada, dalam konteks evaluasi analisis kebijakan (2000:640), memberikan kriteria tentang hasil-hasil pelaksanaan kebijakan, yaitu :
Efektivitas, sejauh mana hasil yang diinginkan dapat dicapai .
Efisiensi, seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah .
Kecukupan, seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah.
Perataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda.
Responsivitas, apakah hasil kebijakan memuasakan kebutuhan preferensi atau nilai kelompok tertentu .
Ketepatan, apakah hasil (Tujuan) yang diinginkan, benar-benar berguna atau bernilai.
9
Dalam organisasi modern di mana berbagai pekerjaan kompleks dan beragam, kriteria penilaian efektivitas cukup beragam pula. Steers (1985 : 44-48) mengetengahkan model-model efektivitas organisasi, yang olehnya diistilahkan dengan : kriteria berdimensi satu, yang meliputi ukuran : prestasi, produktivitas, laba, dan seterusnya. Yang dimaksud oleh Steers di sini adalah kriteria penilaian efektivitas organisasi yang muncul dari gejala-gejala dalam lingkup organisasi Kemudian efektivitas organisasi yang bervariasi ganda, dalam kriteria yang berbeda serempak, yang meliputi 19 (sembilan belas) kriteria yaitu : Efektivitas keseluruhan, kualitas, produktivitas, ke siagaan, efisien, laba atau penghasilan, pertumbuhan, pemanfaatan lingkungan, stabilitas, perputaran atau keluar masuknya pekerja, ke mangkiran, kecelakaan, semangat kerja, motivasi, kepuasan, penerimaan tujuan organisasi, kepaduan konflik-konflik kompak, keluwesan adaptasi, dan penilaian oleh pihak luar.
Dari kesembilan belas kriteria tersebut, ada beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan : 1). Efektivitas keseluruhan, adalah sejauh mana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya. Dalam konteks ini organisasi di nilai secara umum; 2) produktivitas, kuantitas, atau volume dari produk atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi. Dapat di ukur melalui tiga tingkatan : tingkat individual, kelompok dan keseluruhan organisasi. Ini bukan ukuran dari efisiensi, tidak ada perhitungan nisbah biaya dan keluaran. 3) Efisiensi, nisbah yang mencerminkan perbandingan beberapa aspek prestasi unit terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi. Contoh, berapa rupiah
10
dikeluarkan untuk tiap unit produksi, jumlah waktu turun mesin, tingkat penyelesaian rencana, standar karya atau lain-lain patokan dipenuhi. Kadangkadang hanya menggunakan total jumlah biaya (uang, bahan-bahan dan sebaginya) yang telah dikeluarkan oleh satu unit selama periode tertentu.
Efektivitas kerja menurut TR.MICHEL :
Efektivitas kerja pegawai :
1.(Quality of work) : Bagaimana pegawai memiliki kualitas pekerjaan dalam hal ketelitian dan kerapihan kerja. 2.(communication) : Hubungan komunikasi dengan sesama pegawai yang berkaitan dengan masalah pekerjaan. 3.(promptness) : Penyelsaian pekerjaan yang sesuai dangan waktu. 4.(Capability) kemampuan pegawai dalam pekerjaan dalam arti : Pekerjaan dapat dikerjakan dengan usaha yang maksimal. 5.(inisiativ) : Berinisiativ dalam setiap tindakan yang dilakukan pegawai.
Dari gambaran tersebut di atas, dapat disimpulkan tentang pengertian efektivitas organisasi ataupun efektivitas kerja, yaitu : pertama, hasil-hasil yang dicapai oleh suatu organisasi secara keseluruhan dalam periode tertentu. Sebagai perbandingan hasil ini, dapat berupa rencana, kebijaksanaan dan sarana-sarana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua, kriteria penilaian efektivitas kerja atau efektivitas organisasi, tidak saja menyangkut gejala-gejala dalam lingkup organisasi itu sendiri (hasil dalam lingkup internal organisasi) atau hasil-hasil
11
yang materil tapi berlaku untuk semua sasaran baik itu di luar organisasi atau yang non-materiil. Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi. Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka
12
kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga
(institutional
performance)
atau
kinrja
perusahaan
(corporate
performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.
SYARAT PENILAIAN KINERJA
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes, 2003:136).
13
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian (2008-223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik. Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian.
METODE PENILAIAN KINERJA
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu : 1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah : rating scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident. (a)
14
Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur
karakteristik,
misalnya
mengenai
inisitaif,
ketergantungan,
kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari : (1) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation : yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. (3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak. (c) Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. (d) Freeform essay. Dengan metode ini seorang penilai
diharuskan
membuat
karangan
yang
berkenaan
dengan
orang/karyawan/pegawai yang sedang dinilainya. (e) Critical incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
15
2. Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah : assesment centre, Management By Objective (MBO=MBS), dan human asset accounting.
Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam.
Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan.
Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan
terhadap
variabel-variabel
yang
dapat
mempengaruhi
keberhasilan perusahaan.
2.3
Pengertian Pelayanan Publik
“Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Keputusan Menteri
Pendayagunaan
63/KEP/M.PAN/7/2003)
Aparatur
Negara
(MenPAN)
Nomor
16
Pelayanan publik dapat juga diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya, pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan
setiap
anggota
masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
17
2.4
Unsur-Unsur Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri
Pendayagunaan
Aparatur Negara (MenPAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003
Berdasarkan berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 bahwa di dalam memberikan pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus jelas dan di ketahui sacara pasti oleh masing-masing. 2.
Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas.
3.
Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
4.
Apabila pelayanan umum yang oleh instansi pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
18
Asas Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
A. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dipahami dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. B. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. C. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan publik dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. D. Partisipatif Mendorong peran serta msayarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. E. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi . F.
Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
19
Prinsip Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
A. Kesederhanaan Proseduran pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. B. Kejelasan 1. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik 2.
Unit kerja/pejabat yang berwenang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
3. Rincian biaya pelayanan publik tata cara pembayaran C. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. D. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. E. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik rasa aman dengan kepastian hukum. F.
Tanggung Jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat
yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
20
G. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. H. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi dan informatika. I.
Kedislipinan, Kesopanan, Dan Keramahan Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan disiplin,sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan ikhlas.
J.
Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.
Standar Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
1. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan. 2. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan.
21
3. Biaya Pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. 4. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayan publik. 6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Petugas pemberi pelayanan harus memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak. Ia melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), dan dilakukan secara universal.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Moenir (1998:41) bahwa “hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu, dan oleh organisasi apa pun juga yang tugasnya
22
menyelenggarakan pelayanan.” Tugas pemerintah adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat, menurut Thoha (1995:4) bahwa :Tugas pelayan lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, memperisngkat waktu proses pelaksanaan urusan publik. Sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kepada kekuasan atau power yang melekat pada posisi jabatan birokrasi. 2.5
Pengertian Prinsip Prinsip merupakan petunjuk arah layaknya kompas. Sebagai petunjuk
arah, kita bisa berpegangan pada prinsip - prinsip yang telah disusun dalam menjalani hidup tanpa harus kebingunan arah karena prinsip bisa memberikan arah dan tjuan yang jelas pada setiap kehidupan kita. Seorang leader atau pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang berprinsip. Karena seorang pemimpin yang berprinsip pasti akan terarah dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi prinsip: # KAMUS BAHASA INDONESIA Prinsip adalah asas, kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak, dan sebagainya. # PALGUNADI TATIT SETYAWAN Prinsip adalah hal yang membatasi esensi .
23
# RUSSEL SWANBURG Prinsip adalah kebenaran yang mendasar, hukum atau doktrin yang mendasari gagasan. # TOTO ASMARA Prinsip adalah hal yang secara fundamental menjadi martabat diri atau dengan kata lain, prinsip adalah bagian paling hakiki dari harga diri # UDO YAMIN EFENDI MAJDI Prinsip adalah pedoman berprilaku yang terbukti mempunyai nilai yang langgeng dan permanen. # AHMAD JAUHAR TAUHID Prinsip adalah pandangan yang menjadi panduan bagi perilaku manusia yang telah terbukti dan bertahan sekian lama. # HERRY TJAHJONO Prinsip adalah hukum alam dan sudah jadi kebenaran hakiki. # AWANG, WIDAYANTI, HIMMAH, ASTUTI, SEPTIANA, SOLEHUDIN NOVEANTO Prinsip adalah suatu aturan dasar yang mendasari pola berpikir atau bertindak. # ANDI YOHANES Prinsip adalah hukum, tidak bisa tidak, harus seperti itu. # SAMUEL S. LUSI Prinsip adalah panduan yang mengompasi hidup anda untuk kembali ke diri sejati anda.
24
2.6
Teori Good Governance
Dalam rangka pencapaian pembangunan bangsa yang berkelanjutan, paradigma penyelenggaraan kepemerintahan kemudian mengacu kepada tata kelola yang bersih, bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Dalam administrasi publik, pelaksanaan good governance kemudian menjadi salah satu paradigma yang berkembang dengan pendekatan yang menyeluruh dalam melibatkan seluruh komponen dan pelaku pembangunan. Governance dapat dilihat sebagai pemanfaatan kekuasaan ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola semua urusan sebuah negara di semua level, yang mencakup mekanisme, proses, dan institusi sebagai tempat masyarakat menyampaikan kepentingannya, menggunakan hak-hak hukumnya, mentaati kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaannya (UNDP, 1997). Aspek dalam governance yaitu ekonomi, politik dan administrasi. Tata kepemerintahan ekonomi menyangkut proses pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi sebuah negara dan hubungan ekonomi dengan negara lain. Tata kepemerintahan politis adalah terkait dengan proses pengambilan keputusan dalam penyusunan kebijakan. Tata kepemerintahan administratif adalah terkait dengan sistem pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan good governance mencakup proses dan struktur hubungan politis dan sosioekonomi (UNDP, 1997). Menurut Leo Fonseka, governance (policy making, regulator, mengatur, administration, besturen, dan mengurus) menciptakan pengertian yang lebih luas daripada government (public policy making) saja.
25
Penyelenggaraan kepemerintahan dan administrasi publik dalam good governance seharusnya bersifat partisipatif, transparan, bertanggung jawab, efektif, adil, dan dapat meningkatkan supremasi hukum. Menurut Mustopadidjaja, good governance merupakan sebuah paradigma dimana sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi, profesionalitas dan akuntabilitas, dan berkomitmen tinggi pada tegaknya nilai dan prinsip desentralisasi, daya guna, hasil guna, pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab, dan berdaya saing. Dalam good governance, juga perlu ditegakkan keseimbangan posisi dan peran publik (masyarakat umum) dan berkembangnya sistem checks and balances dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa.
Good governance harus dapat menjamin prioritas politik, sosial, dan ekonomi yang berbasis pada konsensus dalam masyarakat, dan menjamin aspirasi masyarakat miskin dan rentan untuk dapat diakomodir dalam pengambilan keputusan terkait alokasi sumber daya pembangunan. Dalam good governance terdapat tiga pilar yang menentukan yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta. Ketiganya berperan penting dalam menciptakan keberlanjutan pembangunan manusia. Karena masing-masing tiga pilar tersebut memiliki kelemahan dan kekuatan, maka tujuan utama dari good governance adalah untuk meningkatkan kemungkinan interaksi paling konstruktif diantara ketiganya dalam rangka meminimalisasi kelemahan masing-masing dan memanfaatkan kekuatan secara
26
optimal. Hubungan rumit dari ketiganya memberi indikasi arah tujuan sosial ekonomi masyarakat. Semakin terintegrasi, berimbang, dan tercipta saling ketergantungan dari hubungan ketiga rejim, maka akan memberi hasil yang lebih baik bagi masyarakat. Untuk itu, dalam good governance, pemerintah meletakan dasar bagi ekuitas, keadilan, kedamaian, dan penciptaan lingkungan politik dan legal yang kondusif bagi pembangunan, sementara swasta meletakkan dasar bagi pertumbuhan ekonomi, kesempatan bekerja, dan pendapatan, sedangkan, masyarakat/civil society meletakkan bagi kemerdekaan, kesetaraan, tanggung jawab, dan ekspresi diri.
Sektor publik sebagai salah satu unsur good governance, terkait erat dengan tugas pokok dan fungsi lembaga penyelenggaraan kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Karena peran birokrasi/administrasi publik adalah membantu pemerintahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik, maka penerapan good governance di sektor publik akan sangat berpengaruh pada keberhasilan terselenggaranya good governance di sektor swasta/dunia usaha. Hal ini antara lain terwujud dalam mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi tumbuhkembangnya kegiatan produktif dan ekonomi masyarakat. Ketiga unsur, pemerintah, swasta dan masyarakat harus secara bersama-sama mengadakan hubungan kemitraan dalam mewujudkan terlaksananya good governance.
27
Gambar 2.1.Pilar Governance
Governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindunginya, Governance mencakup 3 (tiga) Domain :
STATE (negara/pemerintah)
PRIVATE SECTORS (sektor swasta/dunia usaha)
SOCIETY (masyarakat)
(World Conference on Governance, UNDP, 2001 ).
Jadi good governance akan bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik, yaitu: (1) Negara/Pemerintah: dapat menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil, membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan, menyediakan public service yang efektif dan accountable, menegakkan HAM, melindungi lingkungan hidup, dan mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik; (2) Sektor swasta/dunia usaha: dapat menjalankan industri, menciptakan lapangan kerja, menyediakan
insentif
bagi
karyawan,
meningkatkan
standar
kehidupan
masyarakat, memelihara lingkungan hidup, menaati peraturan, melakukan transfer
28
ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat, dan menyediakan kredit bagi pengembangan UKM; dan (3) Masyarakat : dapat menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi, mempengaruhi kebijakan, berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah, mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah, mengembangkan SDM, dan berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat. Pengaturan di sektor publik dalam upaya good governance tercapai apabila sebuah pengaturan dapat diterima oleh sektor publik, swasta, masyarakat, dengan ukuran: a. Pengaturan di sektor publik antara lain menyangkut keseimbangan kekuasaan antara badan eksekutif, yaitu presiden beserta pelaksana pemerintahan, legislatif yaitu DPR dan MPR, serta yudikatif yaitu lembaga peradilan dan atau pengadilan. Pembagian kekuasaan ini berlaku pula antara pemerintah pusat dan daerah; b. Sektor swasta mengelola pasar berdasarkan kesepakatan bersama, termasuk mengatur perusahaan dalam negeri besar maupun kecil, perusahaan multinasional, koperasi dan lainnya. c. Masyarakat madani mencapai kesepakatan bersama guna mengatur kelompokkelompok yang berbeda. Good governance akan terwujud dalam sistem pemerintahan yang efisien, sektor bisnis yang berhasil, dan organisasi masyarakat yang efektif, berdasarkan UNDP (1997), apabila mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Partisipasi. Baik perempuan maupun laki-laki, memiliki suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
29
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi secara luas dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul, berpendapat dan kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. b. Supremasi Hukum. Kerangka hukum seharusnya adil dan tidak memihak, terutama hukum yang menyangkut hak asasi manusia. c. Transparansi. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihakpihak yang berkepentingan, dan informasi perlu disediakan secara memadai untuk dipahami dan dipantau. d. Cepat tanggap. Lembaga-lembaga dan proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. e. Berorientasi pada konsensus. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk mencapai suatu konsensus yang luas mengenai hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. f. Kesetaraan.
Semua
perempaun
dan
laki-laki
mempunyai
kesempatan
memperbaiki dan mempertahankan kesejahteraan mereka. g. Efektivitas dan efisiensi. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga memproduksi hasil sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. h. Akuntabilitas. Para pengambil keputusan di pemerintahan, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban
30
tersebut berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan dan bagi organisasi itu, keputusan bersifat ke dalam dan ke luar. i.
Visi strategis. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan mengenai tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan tersebut. Selain itu, diperlukan pula pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. Dalam penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), good governance (tata kepemerintahan yang baik) secara tersurat dan tersirat telah tertuang dalam tata nilai penyelenggaraan pemerintah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang mancakup pinsip-prinsip supremasi hukum, keadilan, kesetaraan, transparansi, partisipasi, desentralisasi, kebersamaan, profesionalisme, cepat tanggap, efektif dan efisien, berdaya saing, dan akuntabel. Nilai-nilai tersebut juga telah tumbuh dan berkembang dalam akar budaya masyarakat Indonesia. Berdasarkan Bappenas, dalam penerapan di Indonesia, terdapat empat belas nilai yang menjadi prinsip tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007), yaitu:
a. Wawasan ke Depan (Visionary): kegiatan pemerintahan baik pelayanan publik dan pembangunan di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi, misi, dan strategi pelaksanaan yang tepat sasaran. b. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparency): tersedianya informasi dan kejelasan bagi masyarakat umum untuk mengetahui proses
31
penyusunan, pelaksanaan dan hasil yang telah dicapai melalui sebuah kebijakan publik. c. Partisipasi Masyarakat (Participation): keterlibatan secara aktif masyarakat dalam pengambilan
keputusan
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan
pemerintahan. d. Tanggung Gugat (Accountability): setiap pengambilan kebijakan/keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik terkait seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan publik dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pertanggunjawaban mencakup penyusunan program (program accountability), pembiayaan (fiscal accountability), pelaksanaan, pemantauan dan penilaian (process accountability), dan hasil/dampaknya (outcome accountability). e. Supremasi Hukum (Rule of Law): adanya penerapan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. f. Demokrasi (Democracy): perumusan kebijakan publik dan pembangunan adalah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, menyuarakan aspirasi rakyat, berbasis pada konsensus, dan sebagai hasil keputusan bersama. g. Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency): aparatur pengelola pelayanan publik dan pembangunan memiliki kualifikasi dan kemampuan yang memadai dan tepat. h. Daya Tanggap (Responsiveness): cepat tanggap dalam mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah dan krisis yang terjadi, dengan mengakomodir aspirasi
32
masyarakat, dan menindaklanjutinya dalam bentuk peraturan, kebijakan, kegiatan, proyek, maupun program. i.
Efisiensi dan Efektivitas (Efficiency and Effectiveness): adanya dukungan struktur kepemerintahan yang tepat, dan pemanfaatan sumber dana dan sumber daya lainnya yang efisien untuk mencapai hasil optimal.
j.
Desentralisasi (Decentralization): pendelegasian urusan pemerintahan disertai sumber daya pendukung kepada lembaga atau aparat yang ada di bawahnya untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
k. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private and Civil Society Partnership). l.
Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment to Reduce Inequality): komitmen untuk mengurangi kesenjangan ekonomi (antara pusat dan daerah, antar daerah, dan antar golongan), kesenjangan perlakuan antara laki-laki dan perempuan, dan kesenjangan lainnya di masyarakat.
m. Komitmen pada Perlindungan Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental Protection). n. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market): campur tangan pemerintah tidak berlebihan terhadap kegiatan ekonomi, sehingga tidak membebani anggaran dan merusak pasar, dan pemerintah perlu berupaya melalukan pembangunan dan pemantapan mekanisme pasar.
Pengertian istilah Good adalah Pertama; merupakan nilai-nilai yang sesuai keinginan rakyat atau nilai yang dapat meningkatkan kemampuan
33
rakyat dalam mencapai tujuan nasional : kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua; aspek-aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dalam pelaksanakaan tugas untuk mencapai tujuan.
Pendapat Pinto (1994), istilah Governance mengandung arti Praktek Penyelenggaraan Kekuasaan dan Kewenangan oleh Pemerintah dalam mengelola urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan ekonomi khususnya.OECD dan World Bank mensinonimkan Good Governance dengan penyelenggaraan manajemen yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi investasi, menghindarkan korupsi/KKN baik secara politik maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaaan legal and plotical framework bagi tumbuhnya wiraswasta.
Menurut UNDP tentang definisi Good Governance adalah sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara Negara, sektor swasta dan masyarakat,
dalam
prinsip-prinsip;
partisipasi,
supremasi
hukum,
transparansi, cepat tanggap, membangun konsesus, kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggungjawab serta visi stratejik.
34
1.
Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan.
Dalam pelayanan publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator da katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai.
Tujuan
utama
dari
adanya
partisipasi
sendiri
adalah
untuk
mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh.
Keterlibatan
masyarakat
lebih
kepada
pengharapan
akan
tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk mengedepankan keinginan terhadap pelayanan publik,
35
perumusan ataupun pembuatan kebijakan, serta juga sebagai pengawas kinerja pelayanan. Adapun criteria yang perlu dipenuhi dalam pengaplikasian pendekatan partisipatif ini (Lijan Poltak Sinambela, 2006), menyangkut;
1. Pelibatan seluruh stake holder untuk setiap arena perumusan dan penetapan kebijakan. 2. penguatan institusi-institusi masyarakat yang legitimate untuk menyuarakan seluruh aspirasi yang berkembang.
3. penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan prioritas atas collective agreement.
4. mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran kolektif sebagai bagian dari proses demokrasi.
2.
Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994), supremasi hukum mengandung arti;
1) Suatu tindakan hukunm hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam masyarakat (principles of natural justice)
36
2) Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.
3.
Transparansi
Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi harus. Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan. Dengan begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi tersebut.
4.
Responsif Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari
apa yang menjadi kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosasanan dengan hal yang stagnan atau tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. masyarakat selalu akan
37
menuntut suatu proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh karena itu, Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan publik.
5.
Berorientasi pada consensus
Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6.
Keadilan Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun
perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali. Konsep keadilan masih terlihat sulit diterpakan dalam pelayanan publik di Indonesia. Hal ini bisa dipengaruhi karena konflik kepentingan birokrasi.
7.
Efektif dan efisien Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien
merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana
38
pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.
Akuntabilitas Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk
member pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam
suatu organisasi.
Dalam
pemberian pelayanan publik,
akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja birokrat itu sendiri. Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam menutupi kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik.
Menurut Turner dan Hulme (Mardiasmo, 2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah sulit, bahkan lebih sulit dalam memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini menjadi konsep utama yang harus diterapkan dalam organisasi publik dalam mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan akan akuntabilitas tidak hanya menekankan pada tanggung gugat secara vertical dalam artaian antara bawahan terhadap atasan, tetapi juga secara horizontal yang berarti terhadap masyarakat.Elwood (Mardiasmo,2002) menyatakan bahwa ada empat
39
dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi dalam organisasi sector publik, yang juga termasuk birokrasi, yakni;
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality) b. Akuntabilitas Proses (process accountability) c. Akuntabilitas Program (program accountability) d. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)
9. Strategic vision Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.
Menurut AKIP (LAN & BPKP, 2000) bahwa proses penyelenggaraan kekuasaan Negara dalam menyediakan Public Good and Sevices di sebut Governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedang praktek terbaiknya disebut Good Governance (kepemerintahan yang baik). Dituntut dalam pelaksanaan yaitu; Koordinasi (aligment) yang baik dan Integrasi, Profesionalisme serta Etos Kerja dan Moral yang tinggi.
Mewujudkan pemerintah yang baik diperlukan komitmen dari semua pihak (pemerintah dan masyarakat). Sedangkan Wujud Kepemerintahan Yang
40
Baik (Good Governance) adalah Penyelenggaraan Negara yang solid dan bertanggung jawab dan efektif dan efisien dengan mensinergikan interaksi yang
konstruktif
diantara
domein
domein
Negara.
Good Governance bersenyawa dengan Sistem Administrasi Negara dengan berupaya menyempurnakan Sistem administrsi Negara tersebut. Oleh Bagir Manan (1999) menyatakan bahwa Sangat wajar apabila tuntutan penyelengaraan pemerintahan
yang
baik
terutama
ditujukan pada
pembaharuan adinistrasi negara dan penegakan hukum.
J.B.Kristiadi berpendapat bahwa Good Governance dicapai melalui pengaturan yang tepat diantara dua fungsi pasar dan fungsi organisasi termasuk organisasi publik, sehingga tercapai transaksi transaksi dengan biaya rendah.
Mustopadidjaja berpandangan bahwa kridibilitas manajemen Pemerintahan pada negara-negara Demokratis Konstritusional dimasa mendatang akan lebih banyak ditentukan oleh kompetensinya dalam pengelolaan kebijakan publik. Peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan penyimpangan terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Oleh karena itu, upaya-upaya perwujudan kearah Good Governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan Negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya pembenahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
41
2.7
Kerangka Konseptual
Beberapa dari penjelasan dan keterkaitan antara variabel penerapan prinsipprinsip good governance dengan evektivitas pegawai yang telah dipaparkan maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan dengan sekema sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
KERANGKA KONSEPTUAL (1) Accountability
(1) Quality of work
(2) Rule of low
Variabel (x) Good governance UNDP (united nation development program)
(3) Tranparancy (4) Responsiveness
Variabel (y) Efektivitas kerja pegawai
(5) Consensus orientation (6) Equity
TR.MICHEL
(2) Communication
(3) Promptness (4) Capability
(7) Efficiency and effectiveness
(5) Inisiativ (8) participation (9)Strategic vision
Output Terciptanya efektifitas kerja pegawai di Dinas Sosial prov jatim Yang dipengaruhi oleh penerapan prinsip-prinsip good governance Variabel x : Variabel bebas (yang mempengaruhi) Variabel y : variabel terikat ( yang dipengaruhi)
42
2.8
Hipotesis penelitian
‘’Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel atau lebih yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji,hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang telah dirumuskan untuk studi penelitian.dengan
menguji
hipotesis
dan
menegaskan
perkiraan
hubungan,diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi’’. Hipotesis tersebut diuji secara statistik dengan taraf kesalahan sebesar 5% sehingga menjadi : A. Apabila Ho (Hipotesis Nol ) : p (nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan ) = 0;berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan prinsip-prinsip good governance terhadap evektivitas kerja pegawai didinal sosial provisi jawa timur. B. Apabila Ha (Hipotesis alternatif ) : p (nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan) = 0;berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan prinsip-prinsip good governance terhadap efektivitas kerja pegawai didinas sosial povinsi jawa timur. Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan diatas,penulis mengajukan hipotesis penelitian seperti berikut :’’ terdapat pengaruh signifikan antara penerapan prinsip-prinsip good governance terhadap efektivitas kerja pegawai didinas sosial provinsi jawa timur’’.