BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Audit Internal
2.1.1
Pengertian Audit Internal Menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) (2012:2) definisi audit
internal yaitu : “An independent and objective assurances and consulting activity designed to Add value and improve an organization’s operations: It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance process” Pendapat serupa disampaikan oleh Sawreys dan Dittenhover (2003:6) yaitu: “internal auditing is a systematic objective appraisal by internal auditors of the diverse operation and controls within an organization to determine whether (1) financial and operating information is accurate and reliable, (2) risk to the enterprise are identified and minimized (3) external regulations and acceptable internal policies and procedure are followed (4) satisfactory operating criteria are met (5) resources are used efficiently and economically, and (6) the organization’s objectives are effectively achieved all for the purpose of assisting members of the organization in the effective discharge of their responsibilities.” Pengertian audit internal yang dikemukakan oleh Sawyers, secara garis besar sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Committee of Sponsoring Organization (COSO) yaitu : “Internal audit is the process affected by an entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objective in: 1) effectiveness and efficiency operations, 2) reability of financial reporting, 3) the compliance with applicable laws and regulations.” (Arens, 2008:65) Pengertian audit internal banyak dikemukakan oleh para ahli audit. Pada intinya semua memandang audit internal sebagai suatu fungsi yang independen,
15
16
yang
memberikan
pelayanan
kepada
organisasi
dalam
menilai
sistem
pengendalian intern suatu perusahaan. 2.1.2
Aktivitas audit internal Aktivitas audit internal sangat luas mencakup keseluruhan operasi
perusahaan, masih menurut Ratliff, R.L, Wallace, W.A, Sumners, G.E, McFarland, W.G. dan Loebbecke, J.K (1996:53) aktivitas audit internal mencakup : 1. Review the reliability and the integrity of Financial and operating information and the means used to identify, Measures, classify, and Duc information. 2. Review the systems established to ensure compliance with those policies, plans, procedure, laws, and regulation which could have a significant impact on operations and report, and should determine whether the organization is in compliance. 3. Review the mean of safeguarding asset and as appropriate, verify the axitence of such assets. 4. Appraise the economy and efficiency with which resources are employed 5. Review operations or program to ascertain whether result are consistent with established objective and goals and whether the operations or programs are being carried out the planned. IIA (2011:31) mengungkapkan bahwa tujuan audit internal adalah: The internal audit activity should evaluate risk exposures relating to the organization’s risk operations, and information system regarding the: 1. Reliability and integraty of financial and operational information 2. Effectiveness and efficiency of operations 3. Safeguarding of assets and compliance with laws, regulations, and constracs. 4. The internal audit activity should assist the organization in maintaining effective controls by evaluating their effectiveness and efficiency by promoting continuous improvement, Berdasarkan pandangan Ratliff, et al. (1996:53) dan IIA (2011:31) dapat dikatakan bahwa aktivitas audit internal mencakup keseluruhan organisasi yaitu audit atas catatan akuntansi, operasional,
program kerja kinerja, sistem dan
17
prosedur. Termasuk di dalamnya reviu dan evaluasi resiko dan efektivitas sistem pengendalian intern, reliabilitas, integritas, pengamanan kekayaan, ekonomisasi, efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan internal dan eksternal organisasi. 2.1.3
Tujuan Audit Internal Tujuan audit internal adalah membantu manajemen agar tujuan suatu
organisasi dapat tercapai, seperti apa yang dikemukakan oleh
The Chief of
Internal Auditors (Sawyer, 2005: 28) yaitu: “The objective of internal audit to provide guidance and related matters to the organizations so as to assist management in the dischange of its responsibilities for installing and maintaining controls that to ensure organizational objective are achieved. To this end it furnishes them with analysis appraisals, recommendation, consultation and information concerning the activities reviewed.” Pernyataan tujuan audit internal pun dikemukakan oleh Hiro Tugiman (2006: 2) sebagai berikut: ”Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.” Tujuan dari audit internal harus dimuat dalam suatu Charter Audit Internal, hal ini sesuai dengan pernyataan Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004: 15) yaitu: “Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.”
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi harus memahami dengan jelas tujuan dari pelaksanaan audit internal. Diharapkan dengan adanya pemahaman mengenai tujuan, tugas, dan tanggung jawab dari audit internal, maka akan
18
mendorong mereka (pihak-pihak yang memiliki
otoritas tinggi) untuk
memberikan dukungan sepenuhnya terhadap pelaksanaan fungsi audit internal. 2.1.4
Ruang Lingkup Audit Internal Menurut Arens (2008:123) Audit internal meliputi lima kategori yaitu
lingkungan kendali, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan. Lima kategori ini merupakan komponen pengendalian yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan jaminan bahwa sasaran hasil pengendalian manajemen akan terpenuhi. Terdapat ruang lingkup dalam internal audit seperti yang dinyatakan oleh IIA (Sawyer, 2005:23): “The scope of internal auditing work encompasses a systematic, disciplined approach to evaluating and improving teh adequacy and effectiveness of risk management, control and governance processes and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities.” Lingkup pengendalian audit internal yang dimuat dalam SPAI (2004: 13) adalah sebagai berikut: “Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan resiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.” 2.1.5
Wewenang dan Tanggung jawab Audit Internal Wewenang dan tanggung jawab audit internal harus dinyatakan secara
tegas dalam dokumen tertulis yang formal. Wewenang dan tanggung jawab dari fungsi audit internal ini dimuat dalam suatu Internal Audit Charter. Charter tersebut harus mendapat persetujuan dari Direktur Utama dan Dewan Komisaris.
19
IIA mengemukakan bahwa salah satu wewenang auditor internal adalah memiliki akses atas catatan-catatan, personil-personil dan sumber daya yang dibutuhkan untuk keperluan dalam menjalankan tugas audit. (Sawyer, 2005:33) Tanggung jawab dari auditor internal yang dikemukakan oleh (Amin Widjadja Tunggal, 2005: 21) adalah sebagai berikut : 1. Direktur audit internal memiliki tanggung jawab dalam menetapkan program audit internal organisasi. Direktur audit internal bertugas untuk mengarahkan personil atau karyawan dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal yang menyiapkan rencana tahunan, untuk memeriksa semua unit organisasi beserta aktivitas yang telah dilakukan organisasi. Direktur audit internal menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan. 2. Auditing supervisor memiliki tanggung jawab dalam membantu direktur auditor internal dalam mengembangkan program audit tahunan yang telah dibuat dan membantu dalam mengkoordinasi kinerja pihak auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai. 3. Tanggung jawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang telah ditugaskan oleh auditing supervisor. Senior auditor memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit, dengan memantau dan memberikan instruksi yang telah ia terima, agar pelaksanaan audit dapat berjalan sesuai. 4. Tanggung jawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit sesuai dengan aturan dan instruksi yang diterimanya.
20
Dari pernyataan di atas auditor internal tidak mempunyai wewenang untuk memberi perintah langsung pada pegawai-pegawai bidang operasi. Dengan demikian terlihat jelas bahwa audit internal hanya bertanggung jawab sebatas penilaian yang dilakukannya, sedangkan tindakan koreksinya merupakan tugas dari manajemen. Merujuk pada penelitian terdahulu, misalnya Moh Wahyudi zarkasyi (2007:20) peranan audit internal diukur dengan menggunakan indikator terdiri dari intergrity, objective, confidential, competence, conflict advoiding, material fact, skill ebhancement dan audit quality. Eddi kusmayadi (2005:104) audit operasional diukur dengan mengguanakan dimensi evaluasi ekonomisasi, efisiensi dan efektivitas operasional perlahan yang dikembangkan oleh Reider (2002:20). Sedangkan menurut Suryo Pratolo (2006) audit manajemen diukur dengan menggunakan evaluasi ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas. Mengacu kepada IIA (2011:2), Sawyers dan Dittengover (2003:6) dan Ratliff, et al . (1996:53) dalam penelitian Muhammad Dahlan (2013) dapat disimpulkan bahwa audit internal dapat diukur dengan menggunakan empat dimensi yaitu: 1. Pelaksanaan evaluasi sistem pengendalian internal. Auditor internal diharapkan melakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal perusahaan untuk meyakini operasionalnya dapat berjalan secara efektif. Pelaksanaan evaluasi SPI dalam penelitian ini akan difokuskan pada sistem pembagian tugas da fungsi karyawan, sistem penerimaan dan pengeluaran kas/bank, sistem pembukuan/pencatatan data akuntansi, sistem pelaporan keuangan perusahaan, sistem pengendalian dan
21
penilaian resiko, sistem pengamatan aset/kekayaan perusahaan serta kepatuhan pada kabijakan dan peraturan yang ada/berlaku. 2. Pelaksanaan evaluasi ekonomisasi. Auditor internal diharapkan melakukan evaluasi untuk meyakini apakah aktivitas operasional perusahaan sudah berjalan secara ekonomis dan hemat dalam hal penggunaan sumber daya yang ada. Pelaksanaan evaluasi ekonomi terfokus pada aktivitas-aktivitas praktisi pengadaan barang/jasa keperluan operasional perusahaan yang ekonomis, penggunaan peralatan dan mesin yang ada secara penuh(full-capacity) pendayagunaan sumber daya manusia yang ada secara penuh (Full-capacity), dan pengeluaran biaya-biaya untuk keperluan operasional perusahaan secara ekonomis. 3. Pelaksanaan evaluasi efisiensi. Auditor internal diharapkan melakukan evaluasi efisiensi untuk meyakini bahwa semua aktivitas dijalankan sudah mengacu pada prosedur dan metode yang ada dan dapat memberikan jaminan operasional perusahaan berjalan secara efisien. Pelaksanaan evaluasi efisiensi berfokus pada fungsifungsi sistem operasional perusahaan yang efisien, sistem administrasi perusahaan yang efisien, sistem penyusunan program kerja dan anggaran, dan struktur organisasi yang digunakan 4. Pelaksanaan evaluasi efektivitas. Auditor internal diharapkan melakukan evaluasi efektivitas untuk meyakini efektivitas pencapaian tujuan dan target-target perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya berjalan sesuai rencana. Pelaksanaan evaluasi
22
tujuan internal antara lain kepuasan kerja karyawan/bawahan, manajer dan direksi, kemampuan memperoleh laba bersih, kuantitas dan kualitas produk/jasa yang dihasilkan, dan terakhir efektivitas tujuan eksternal yaitu jumlah komplain dari pelanggan dan penyelesaiannya. Peran auditor internal menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:49), adalah sebagai Compliance Auditor dalam hal ini auditor internal bertanggung jawab kepada direktur utama dan mempunyai akses kepada komite, memonitor pelaksanaan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, mengevaluasi sistem pengendalian internal, memelihara dan mengamankan aktiva perusahaan dengan meminimalisir resiko yang terjadi, serta menelaah kinerja korporat melalui mekanisme audit keuangan dan audit operasional. Selain itu, audit internal juga berperan sebagai Internal Business Consultant dalam hal ini audit internal membantu komite audit dalam menilai resiko dengan memberi nasihat pada pihak manajemen, melaksanakan fungsi konsultan dan memastikan pelaksanaan corporate governance, serta menelaah peraturan corporate governance minimal dalam setahun sekali. 2.2 Good University Governance 2.2.1
Pengertian Good Corporate Governance Kata governance diambil dari kata latin, yaitu gubernance yang artinya
mengarahkan dan mengendalikan, dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance dan diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi,
23
termasuk perusahaan (Siswanto Sutojo dan John Aldrige, 2005:1). Menurut Bank Dunia (World Bank) dalam Effendi (2009:1) mengatakan bahwa : “Good Corporate Governance (GCG) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.” Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Sutedi, 2011:1). Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan dapat dikatakan bahwa Good Corporate Governance adalah suatu sistem yang mengatur, mengelola, dan mengevaluasi proses pengendalian usaha yang berjalan secara berkesinambungan untuk menaikkan nilai tambah dengan pola kerja manajemen yang bersih. Aristo, A.D (2005) mengemukakan wacana konsep serupa untuk perguruan tinggi, yaitu good university governance. Kedua konsep ini, baik konsep Good Corporate Governance
maupun Good University Governance
sebenarnya merupakan turunan dari konsep tata kepemerintahan yang lebih umum yaitu Good Governance. 2.2.2 Kajian Filosofi Good Governance Menurut keersbergen dan sarden (2004) kebutuhan tata kelola tidak hanya terjadi di dalam negara, tetapi telah terjadi baik di swasta, semi-swasta dan lingkungan publik dan pada tingkat yang berbeda (global, internasional, nasional, regional, lokal, organisasi). Governance mengacu pada struktur dan proses dimana organisasi diarahkan dan dikontrol agar tujuan organisasi dapat tercapai.
24
Tata kelola yang baik dapat menjamin organisasi agar: 1. Mampu memberikan barang, jasa atau program secara efektif dan efisien 2. Mampu menciptakan kinerja yang baik 3. Mampu memenuhi persyaratan hukum, peraturan yang diterbitkan (gaston,et all, 2003) 2.2.3 Dasar Pemikiran Atas Good University Governance (GUG) Negara-negara yang telah memimpin melaksanakan good university governance yaitu Australia, Denmark, dan Inggris (John fielden, 2008:45) Australia bahkan menetapkan persyaratan wajib melaksanakan good unversity governance untuk mendapatkan tambahan dana (swanson, 2005). Di Inggris, menerbitkan dokumen Statement of primary responsibilities yang dirancang untuk menetapkan peran utama dari badan / wali amanat. Di Denmark, sebuah komite yang dibentuk oleh para menteri telah menghasilkan “sejumlah prinsip” yang terutama dekonsentrasi pada fungsi dan peran dewan universitas. Dasar pemikiran atas kebutuhan akan good university governance (fabrice henard, 2008, 6 ) yaitu: a. Pelaksanaan good university governance harus merupakan kehendak dari lembaga, sehingga perguruan tinggi dapat menggunakan otonomi yang diberikan secara baik b. Pengadopsian good governance dalam perguruan tinggi harus sejalan dengan filosofi New Public Management(NPM) c. Pelaksanaan good university governance akan dapat melindungi institusi dari penipuan atau salah urus oleh pemegang hak otonomi dan mampu memberikan saran perbaikan Secara sederhana, good university governance dapat kita pandang sebagai penerapan prinsip prinsip dasar konsep good governance dalam sistem dan proses governance pada institusi perguruan tinggi. Universitas membutuhkan mekanisme
25
kunci atas penyelenggaraan tata kelola yang menggunakan pengaturan institution’s governing Board dan tim manajemen senior. Keterwakilan institution’s governing Board dan sejauh mana otoritas mereka, bagaimana mereka bertanggung jawab, dan bagaimana mereka berinteraksi akan memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja lembaga (Salmi, 2009: 26-31 ; aghion, 2009:3). Karena itu tata kelola perguruan tinggi telah menjadi fokus utama pendidikan tinggi dan hal ini menjadi inisiatif reformasi universitas di seluruh dunia 2.2.4 Prinsip Prinsip Dalam Good University Governance (GUG) Pengaturan atas prioritas alokasi sumber daya merupakan tantangan khusus mewujudkan good university governance. Beberapa negara menggunakan beberapa prinsip prinsip good university governance sebagai berikut: 1. Di Inggris, good university governance menggunakan acuan dari committee of university chairs (CUC) UK tahun 2004 yaitu selflessness, intergrity, objectivity, accountability openness (Transparency), honesty and leadership 2. Irlandia menetapkan komponen tata kelola perguruan tinggi dengan mengikuti HEA (Higher Education Authority – ireland) / IUA (Irish Universities Association), 2007 yaitu openness And Transparency, selflessness, honesty, leadership, fairnes, intergrity, Independence, accountability, objectivity, efficiency and effectiveness, value of Money. 3. Denmark menetapkan komponen good university governance mengacu pada recommendations for good university governance in Denmark
26
(danish guidelines) yaitu Independence, openness (Transparency), efficiency, quality 4. Amerika serikat mengacu pada The Association of governing Board of universities and collages (AGB) dan mengiakan komponen good university governance yaitu: “ setting mission and purposes, appointing the president or chancellor, supporting the chief executive, monitoring the chief executive’s performance, assessing board performance, insisting on strategic planning, reviewing educational and public-service programmes, ensuring adequate resources, ensuring good management, preserving institutional independence, relating campus to community and community to campus, serving as a court of appeal (very selectively and sparinly)” 5. Australia mengacu pada australian universities quality agency (AUQA) dengan menggunakan komponen autonomy, indepedent inquiry, integrity of academic programmes and self-management 6. MENA (Midle East And North Africa), menetapkan good university governance mengacu pada Autonomy Score Card – European University Association, CUC in the UK, The Benchmarking Guidelines-Australian Universities, The West Coast Guidelines-USA. Prinsip yang digunakan dalam tata kelola universitas adalah overall context, mission and goals, governance structures, management, autonomy, accountability and participation Berdasarkan uraian diatas maka beberapa prinsip dalam good university governance akan diuraikan di bawah ini : 1. Governing board
27
Inti dari proses governance yang baik adalah bagaimana hubungan antar stakeholder di dalamnya. Stakeholder perguruan tinggi terdiri: “goverment; governing Board (board of trustees); the rector (or vicechanceller/president); academic staff; central administration; students; stakeholder representation" (jochen Fried, 2006,79) Dalam keanggotaan board di luar universitas dan pemerintah terkadang memasukan konstituen khusus seperti alumni (misalnya: Australia,
Kolombia,
Filipina),
perempuan
(misalnya
Tanzania),
perwakilan donor (misalnya Universitas Cape Town), atau daerah / lokasi dimana universitas terletak (misalnya: Chile, Malaysia, Spanyol). Bahkan beberapa
universitas
telah
memilih
untuk
menyertakan
anggota
internasional pada board mereka agar dapat mempunyai wawasan yang lebih luas menyangkut pengelolaan universitas (University of Botswana, University of Nairobi(Kenya), Universitas Tokyo, dan perguruan tinggi di thailand) 2. Otonomi European University Association (EUA) mengembangkan lebih lanjut konsep otonomi universitas dan telah menentukan empat dimensi otonomi yaitu: akademik, keuangan, organisasi dan staf. 1. Otonomi akademik adalah otonomi yang berkaitan untuk menyusun desain kurikulum, memberikan atau membatalkan program gelar, menentukan struktur akademik, menentukan jumlah keseluruhan siswa, dan penentuan kriteria penerimaan mahasiswa dan aturan
28
kehadiran, evaluasi program, evaluasi hasil belajar, dan menggunakan metodologi mengajar 2. Otonomi keuangan. Otonomi yang berkaitan dengan kemampuan universitas untuk menetapkan biaya kuliah, untuk mengakumulasi cadangan dan surplus dana tetap dari negara, untuk meminjam uang, dana untuk menginvestasikan uang dalam aset keuangan atau aset fisik, kemampuan mereka untuk memiliki dan menjual tanah dan bangunan yang mereka tempati dan untuk memberikan layanan kontrak 3. Otonomi staf. Berkaitan dengan prosedur perekrutan, pengangkatan staf akademik senior, status karyawan (apakah dianggap sebagai pegawai tetap atau tidak) dan prosedur untuk menentukan tingkat gaji, insentif dan beban kerja, kebijakan SDM, kebijakan pengembangan karir, kinerja manajemen dan yang lainnya. 4. Otonomi organisasi adalah kemampuan untuk menetapkan struktur dan governing bodies, menetapkan pimpinan universitas, dan menentukan model kepemimpinan Neave dan van vught (1994) dalam William Saint (2009) mengungkapkan otonomi dengan model akuntabilitas sebagai hasil dari interaksi dinamis dalam tata kelola universitas. penelitian William Saint (2009) mengungkapkan bahwa otonomi universitas di Indonesia masuk kategori tinggi. 3. Akuntabilitas
29
Akuntabilitas didefinisikan sebagai, kewajiban atau kemauan untuk menerima tanggung jawab (Meriam-Webster, 2003). Akuntabilitas memaksakan beberapa tuntutan terhadap pejabat, agen sebagai pelayan dari organisasi pelayanan pemerintah atau publik, termasuk di dalamnya universitas. Penelitian William Saint (2009) mengungkapkan bahwa akuntabilitas universitas di Indonesia masuk kategori moderate Sehubungan dengan itu terdapat beberapa jenis akuntabilitas, sebagaimana dikemukakan vidovich dan slee (burke,2005:3) sebagai berikut: Upward accountability menujukan hubungan tradisional dalam bentuk tanggung jawab bawahan kepada atasan, mencakup akuntabilitas prosedural, birokratik, legal, dan vertikal Downward accountability berfokus pada tanggung jawab pimpinan terhadap bawahan dalam pengambilan keputusan atau akuntabilitas kesejawatan pada perguruan tinggi Inward accountability sebagai organisasi yang didominasi oleh para profesional, maka berpusat pada tingkatan staf pengajar dalam menerapkan berbagai standar profesional dan etis yang disebut sebagai akuntabilitas profesional Outward accountability dimaksudkan terkait dengan pelanggan luar, para pemangku kepentingan, pendukung (donatur), dan pada akhirnya kepada masyarakat dalam arti luas 4. Kepemimpinan Reed, meek dan jones (2002); marginson dan considine (2000:2832), melihat leadership suatu lembaga, manajemen dan administrasi sebagai komponen dalam governance. Kepemimpinan kelembagaan mengacu pada arah strategis, manajemen mengacu pada pemantauan akuntabilitas, dan efektivitas kelembagaan dan administrasi mengacu pada pelaksanaan prosedur Good university governance juga membutuhkan pemimpin yang selalu mempunyai inspirasi, kemampuan dalam membuat visi dan strategi
30
yang kuat, serta mempunyai kekuatan dalam kelembagaan. Menurut jago (1982:315) dalam abby Mc Leod (2007) proses kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh yang tidak memaksa untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan anggota kelompok yang terorganisir menuju pencapaian tujuan kelompok. The European University Association (EUA) mendukung adanya otonomi dan leadership dalam perguruan tinggi dan menekankan agar semua negara eropa melaksanakan Lisbon Declaration Europe’s Universities Beyond “Governments are urged to bencmark progress against target level set in relation to both autonomy and funding of universities. Universities will stive to reinforce further leadership and strengthen professional management”(Lisbon Declaration, 2007:6)” Menurut AGB (2006:10) dalam Fabrice Henard, et all(2008) kepemimpinan terdiri dari : 1. Leadership of the institution (goverment and president) which fasters A shared mutual understanding of expectations, responsibilities and institutional culture The development of a strategic plan A united front on contentionus issues 2. Internal leadership that helps to Engange faculty in pursuing a shared academic vision Connect effectively with students needs and aspirations Recognise the essential constributions of high-quality institutional staff 3. External leadership that Engages alumni, donors and parents in a shared sense of the institution’s history, recent accomplishments and future apportunities Establishes partnership for common civic, economic and workforce goals with policymakers and the business community Bulids relationships and open lines of communication with all level of local and regional news media
31
5. Transparansi Transparansi
adalah
prinsip
yang
menjamin
akses
atau
keberhasilan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan tata kelola, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan Transparansi
dan
pelaksanaannya,
berarti
terbukanya
serta akses
hasil-hasil bagi
semua
yang
dicapai.
pihak
yang
berkepentingan terhadap setiap informasi terkait (clarisa, 2009) Belanda dan Denmark mewajibkan perguruan tinggi untuk memberikan informasi kepada publik (misalnya informasi yang dihasilkan dari pertemuan dengan wali amanat / Board dan kepentingan – kepentingan yang menyangkut anggota Board.) Di Inggris, paling tidak harus tersedia informasi untuk staf dan siswa (misalnya melalui internet) (CUC, Johansen, 2003 :24-25) 2.3 Kerangka Pemikiran Satuan pengawasan intern atau yang sering disebut dengan audit intern merupakan pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur dan mengevaluasi sistem pengendalian dengan tujuan membantu semua anggota manajemen dalam mengelola secara efektif pertanggungjawaban dengan cara menyediakan analisis, rekomendasi, dan komentar komentar yang berhubungan dengan kegiatankegiatan yang telah ditelaah (Sitompul, 2008:18). Audit internal merupakan aktivitas independen yang memberikan jaminan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Aktivitas ini membantu organisasi mencapai
32
tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola (The IIA Research Foundation, 2011:2). Audit internal dilaksanakan oleh pihak internal dalam organisasi yang dikenal dengan auditor internal. Dana, et al (2008), menyatakan auditor internal adalah pakar dalam tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern. Audit internal berusaha untuk meningkatkan operasi organisasi dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal negatif termasuk pelaporan keuangan yang tidak dapat diandalkan. Auditor internal membantu manajemen dalam mendisain serta memelihara kecukupan dan efektivitas struktur pengendalian intern. Auditor internal juga bertanggung jawab untuk
menilai
kecukupan
dan
keefektifan
dari
masing-masing
sistem
pengendalian yang memberikan jaminan kualitas dan integritas dari proses pelaporan keuangan. Sukirman dan Mayla Praono Sari (2012) mengemukakan internal audit dianggap penting dalam mewujudkan penciptaan perguruan tinggi yang mampu melaksanakan perannya serta mampu mencegah terjadinya kecurangan(fraud) yang terjadi di manajemen perguruan tinggi agar dapat menjalankan fungsi transfer knowledge-nya secara maksimal dan akuntabel dalam mengelola dan pertangungjawaban keuangannya serta mematuhi segala peraturan yang berlaku. Dalam hal ini auditor internal tidak lagi hanya memfokuskan laporan keuangan, tetapi juga memberikan penilaian kegiatan operasi manajemen agar tidak berjalan di luar kendali dan sesuai dengan tujuan suat entitas.
33
Pelaksanaan good university governance akan dievaluasi oleh internal audit dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana proses governance dapat memenuhi harapan stakeholder. Audit internal berkontribusi secara aktif mendukung budaya dan etika organisasi melalui pelaksanaan tata kelola yang baik dan untuk menentukan apakah para manajer dan karyawan dalam entitas (ion croitoru, 2011). Penelitian allegrini dan d’onza (2003), sarens (2005) goodwin (2004), gramling and myers (2006), zeleke belay (2007), gusnardi (2008) menyatakan terdapat hubungan antara good governance dengan efektivitas audit internal melalui mekanisme pelaksanaan manajemen risiko. Berikut ini akan disajikan beberapa rangkuman mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini, yaitu : Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Nama Rozmita Dewi YR dan R. Nelly Nur Apandi (2012)
Judul penelitian Gejala Fraud Dan Peran Auditor Internal Dalam Pendeteksian Fraud Di Lingkungan Perguruan Tinggi
Variabel penelitian X1: Gejala Fraud X2: Peran Auditor Internal Y: Pendeteksian Fraud
Hasil penelitian Auditor internal berperan dalam mendeteksi tindakan fraud akan tetapi peran manajemen puncak dalam melakukan review atas pengendalian internal memberikan peran yang lebih penting dalam upaya pendeteksian tindakan fraud sesuai dengan konsep “tone at the top”. Tugas Auditor internal untuk melakukan penilaian resiko tindakan fraud belum sepenuhnya dilakukan oleh auditor dilingkungan Perguruan
34
Tinggi. Maylia Pramono Sari dan Raharja (2011)
Peran Audit Internal Dalam Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) Pada Badan Layanan Umum (BLU) Di Indonesia
X1: Peran Audit Internal Y: Upaya Mewujudkan Good Corporate Governance (GCG)
Anastasia Rasia Rahma Kresiadanti (2013)
Pengaruh Internal Control Dan Internal Auditor Terhadap Akuntabilitas Di Universitas Brawijaya
X1: Pengaruh Internal Control X2: Internal Auditor Y:Akuntabilitas
Siti Aisyah, Husaini, Halimatusyadiah, Abdullah. (2013)
Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) Di Perguruan Tinggi Negeri Indonesia
X: Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI)
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara peran auditor internal terhadap Good Corporate Governance (GCG) pada entitas berstatus Badan Layanan Umum (BLU), jadi dapat dikatakan bahwa peningkatan peran auditor internal akan mempengaruhi tata kelola suatu entitas. Terbukti terdapat hubungan internal control dan internal auditor terhadap akuntabilitas di lingkup fakultas di Universitas Brawijaya. Organisasi pemerintahan di Indonesia terutama di Perguruan Tinggi Negeri mengalami perubahan dalam mekanisme menuju good corporate governance yang menuntut adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan yang bersumber dari masyarakat. Dengan demikian, peran pengendalian dari unit yang independen di dalam organisasi sangat dibutuhkan.
35
Patricia Saptapradipta (2014)
Resa Dewitasari (2009)
Sukirman, dan Maylia Pramono Sari (2012)
Pengaruh Audit Internal dan Pengendalian Internal Terhadap Pelaksanaan Good Governance Pada Badan Layanan Umum Universitas Brawijaya Malang Pengaruh Audit Intern Dan Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
X1: Pengaruh Audit Internal X2: Pengendalian Internal Y: Pelaksanaan Good Governance
Peran Internal Audit Dalam Upaya Mewujudkan Good University Governance Di Unnes
X: Peran Internal Audit Y: Upaya Mewujudkan Good University Governance
Noviana Dyah Peran Satuan Puspitarini (2012) Pengawasan Intern Dalam Pencapaian Good University Governance Pada Perguruan Tinggi Berstatus Pk-BLU Sri Trisnaningsih Independensi Auditor (2007) Dan Komitmen
X1: Pengaruh Audit Intern X2: Pengendalian Intern Y: Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
X: Peran Satuan Pengawasan Intern Y: Pencapaian Good University Governance
Dalam penelitian ini terdapat pengaruh positif dan signifikan dari audit internal terhadap good governance di lingkungan Universitas Brawijaya 1. Audit Intern (X1) berpengaruh positif terhadap Penerapan Good Corporate Governance(GCG) (Y) akan tetapi hasil tidak signifikan. 2. Pengendalian Intern (X2) berpengaruh positif terhadap penerapan Good Corporate Governance (GCG) (Y) dan signifikan. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara peran auditor internal terhadap Good University Governance. Jadi dapat dikatakan bahwa peningkatan peran auditor internal akan mempengaruhi tata kelola suatu institusi pendidikan. Satuan Pengawasan Intern berpengaruh positif dalam pencapaian GUG.
X1: Pemahaman Good 1. Pemahaman good Governance governance
36
Organisasi Sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor
X2: Gaya Kepemimpinan X3: Dan Budaya Organisasi Y: Kinerja Auditor Z1: Independensi Auditor Z2: Komitmen Organisasi
berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja auditor, melalui independensi auditor. 2. Pemahaman good governance tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja auditor melalui komitmen organisasi. Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran dan identifikasi masalah, serta tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis di bawah ini : Ha
: Satuan Pengawasan Intern berpengaruh terhadap Good University Governance Gambar 2.1
Pengaruh Satuan Pengawasan Intern Terhadap Good University Governance
Pengaruh Satuan Pengawas Intern
Good University Governance