BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Internal Audit Internal audit merupakan unsur penting dari struktur pengendalian internal
dalam suatu organisasi karena dibuat untuk memonitor efektivitas dari aktiviyas internal perusahaan atau organisasi. Tugiman mendefinisikan internal audit sebagai berikut: “Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan” Tugiman (2006 : 11). Tunggal mendefinisikan internal audit sebagai berikut: “Internal Audit adalah pekerjaan penilaian yang bebas (independent) di dalam suatu organisasi meninjau kegiatan-kegiatan perusahaan guna memenuhi kebutuhan pimpinan” Tunggal (2005:3). Adapun pengertian Internal audit pada Konsorsium Organisasi Profesi Internal audit dalam Standar Profesi Internal audit (2013: 9): “Internal audit adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Internal audit membantu organisasi untuk mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance.”
10
11
Berdasarkan kedua definisi diatas dapat disimpulakn bahwa Internal audit merupakan kegiatan yang bersifat independen dan objektif dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance yang bersifat melindungi dan konstruktif bagi pimpinan perusahaan. Secara garis besar tujuan dari Internal audit adalah untuk membantu seluruh anggota organisasi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh Tunggal, yaitu: “Tujuan Internal audit adalah membantu semua unit pimpinan dalam melaksanakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab mereka dengan cara menyiapkan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar yang tepat mengenai kegiatan-kegiatan yang diperiksa.” Tunggal (2005 : 11) Dapat disimpulkan bahwa tujuan Internal audit adalah memberikan pelayanan kepada seluruh anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. Untuk hal tersebut, internal auditor akan memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan yang diperiksa. Selain dari pada itu dengan keberadaan Internal audit diharapkan mampu mampu menjamin lahirnya suatu pengendalian yang efektif pada suatu perusahaan yang diklakukan oleh seorang auditor internal. Hal ini sesuai dengan yang ditulis Coram et.all (2008:27) adalah sebagai berikut: “Internal audit adds value through improved control and environtmental and monitoring in the organization to detected self-reports fraud”
12
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Internal audit
memberikan nilai tambah melalui peningkatan kontrol dan pemantauan lingkungan dalam organisasi untuk mendeteksi penipuan. Ruang lingkup Internal audit adalah untuk menilai keefektifan sistem pengendalian internal, pengevaluasian terhadap kelengkapan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Biasanya manajemen dan direksi memberikan pengarahan umum mengenai ruang lingkup dan pekerjaan audit. Maka dari itu, pemeriksaan internal biasanya meliputi: 1.
Audit Finansial Meriview keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional. Integritas mempertahankan standar prestasi yang tinggi dan melakukan kompetensi yang berarti memiliki kecerdasan, pendidikan, dan pelatihan untuk dapat nilai tambah melalui kinerja (Mutchler, dalam Arens 2009). Sedangkan pengertian reliabilitas menurut FASB dalam SFAC nomor 2, yaitu suatu ukuran yang bertumpu pada kesetiaan (faithfulness) dimana ia mewakili apa yang dimaksudkan untuk diwakili, ditambah dengan sebuah jaminan bagi pengguna, yang datang melalui verifikasi, bahwa ia memiliki kualitas representational.
2.
Audit Operasional
Meriview berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuainnya dengan berbagai kebijakan perusahaan atau organisasi.
13
Meriview apakah aktivitas operasional perusahaan berjalan secara efektif dan efisien, serta mengevaluasi untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang.
Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber daya, program review internal, khususnya bagi bagian audit yang lebih sederhana,
akan
menghendaki
berbagai
penyesuaian
dengan
mempertimbangkan struktur bagian audit internal tersebut dan tingkat keterlibatan pimpinan dalam pemeriksaan.(Tugiman, 2006:12)
Meriview berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan atau program tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.
3.
Audit Ketaatan Mereiview apakah pelaksanaan kegiatan, telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Audit Fraud Mendeteksi hal-hal yang mungkin dapat menjadi sumber terjadinya fraud yang merugikan perusahaan. Tunggal (2005:4) Penjelasan diatas menunjukan bahwa ruang lingkup auditor internal tidak
semata-mata pada kefektifan dan kefisienan aktivitas operasional perusahaan saja namun dapat lebih fleksibel sejalan dengan kebutuhan manajemen. Buku karangan Tunggal menyebutkan, tanggung jawab auditor internal diklasifikasikan sebagai berikut:
14
1. Tanggung jawab direktur Internal audit adalah program Internal audit perusahaan. Direktur Internal audit mengarahkan personil dan aktivitasaktivitas depaertemen Internal audit, serta menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan. 2. Tanggung jawab auditing supervisor adalah membantu direktur Internal audit dalam mengembangkan program audit tahunan dan mebantu dalam mengkoordinasi
usaha
auditing dengan
auditor
independen
agar
memberikan cakupan audit yang sesuai tanpa duplikasi usaha. 3. Tanggung jawab senior audit adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang ditugaskan dari auditing supervisor. Senior auditor memimpin staf auditor dalam pekerjaan laporan audit . 4. Tanggung jawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit. Tunggal (2005:21) Auditor internal harus dapat bersikap independen dan objektif dalam pelaksanaan kegiatannya, itu berarti auditor internal harus dapat berdiri sendiri tanpa ada intervensi dari pihak mana pun serta tidak boleh memihak kepada siapapun. Hal ini dapat dicapai jika auditor internal memiliki status dan kedudukan yang jelas. Hal ini diperkuat oleh Mulyadi (2002 : 26-27), independensi adalah: “Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, dapat diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objekrtif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.”
15
Sedangkan dalam buku Tugiman: “Independensi : auditor internal harus mandiri dan terpisah dari kegiatan yang diperiksanya. Status organisasi : status organisasi dari auditor internal (bagian pemeriksaan internal) haruslah memberikan keleluasaan untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan kepadanya. Objektivitas : para pemeriksa internal (internal auditor) haruslah melaksanakan tugasnya secara objektif.” Tugiman (2006 : 16) Konsorsium Organisasi Profesi Internal audit (2004 : 16) menuliskan: “Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan professional. Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.” Dilihat dari pernyataan diatas, maka seorang auditor internal dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi melalui pengembangan professional yang berkelanjutan. Pelaksanaan audit haruslah direncanakan dengan sebaik-baiknya agar diperoleh hasil audit yang baik dan berkualitas. Auditor internal harus menyususun terlebih dahulu rencana pemeriksaan yang memadai serta sistematis mencakup semua unit yang diperiksa, sehingga seluruh pekerjaannya dapat terlaksana dengan lancar. (Tampubolon, 2005, www.audit.telkomuniversity.ac.id) Program audit adalah langkah terinci yang dilaksanakan selama pemeriksaan. Selain sebagai petunjuk mengenai langkah-langkah yang harus dilaksanakan, program pemeriksaan juga merupakan alat kendali audit intern.
Manfaat penyusunan program audit
16
Tanggung jawab untuk setiap prosedur pemeriksaan jelas. 1.
Pembagian kerja yang lebih rapi sehingga seluruh unit terperiksa secara menyeluruh.
2.
Menghasilkan pelaksanaan pemeriksaan yang tepat dan hemat waktu.
3.
Berfungsi sebagai pedoman pemeriksaan yang dapat digunakan secara berkesinambungan.
4.
Memudahkan
manajemen
dalam
penilaian
terhadap
pelaksanaan
pemeriksaan. Memastikan dipatuhinya norma-norma pemeriksaan dan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Tampubolon, (2005:4) Tahap pelaksanaan Internal audit terbagi menjadi empat tahap utama yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Perencanaan audit.
2.
Pengujian dan pengevaluasian informasi.
3.
Penyampaian hasil audit.
4.
Tindak lanjut (follow up) hasil audit. Tugiman (2006 : 53-78), Perencanaan dibuat dengan tujuan menetukan objek yang akan diaudit,
arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan proses audit. Dalam bukunya Tugiman (2006 : 53) internal auditor harus merencanakan setiap pemeriksaannya. Perencanaan harus didokumentasikan dan harus meliputi:
17
1.
Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaannya.
2.
Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatankegiatan yang akan diperiksa.
3.
Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit.
4.
Pemberitahuan kepada pihak yang dipandang perlu.
5.
Melaksanakan survey untuk menegnali kegiatan yang diperlukan, risikorisiko, dan pengawasan.
6.
Penulisan program audit.
7.
Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan.
8.
Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit. Pada tahap ini internal auditor harus mengumpulkan, menganalisa,
menginterpretasikan, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut: 1.
Dikumpulkannya
berbagai
informasi
tentang
seluruh
hal
yang
berhubungan dengan tujuan pemeriksaaan dan lingkup kerja. 2.
Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan, dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi.
3.
Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk tehnik-tehnik pengujian.
4.
Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran, dan pembuktian kebenaran informasi.
5.
Dibuat kertas kerja pemeriksaan. Tugiman (2006 : 59)
18
Laporan internal audit ditujukan kepada manajemen untuk menunjukan apakah prosedur atau kebijakan yang ditetapkan manjemen ditaati atau tidak. Internal auditor harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat penyelewengan atau penyimpangan yang terjadi di dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran untuk perbaikan. Audit intern harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakanya yaitu: 1.
Laporan tertulis yang ditandatangani oleh ketua audit intern.
2.
Pemeriksa intern harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi.
3.
Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, terstruktur, dan tepat waktu.
4.
Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan.
5.
Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi.
6.
Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan.
7.
Pimpinan internal audit mereview dan menyetujui laporan audit. Tugiman (2006 : 68) Proses yang menjadi elemen paling penting dalam pelaksanaan
pemeriksaan adalah tindak lanjut temuan pemeriksaan. ”Tindak lanjut (follow up) oleh Internal audit diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.” Tugiman (2006 : 75)
19
Berdasarkan pernyataan tersebut seorang auditor internal harus terusmenerus meninjau atau melakukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan audit yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk menentukan tindakan yang perlu untuk dilakukan sebagai tanggapan terhadap temuan-temuan audit yang dilaporkan. Hal ini bertujuan agar temuan audit dapat diselesaikan dan ditanggulangi secara tepat waktu serta tidak terulang di masa yang akan datang. Dalam menentukan tindak lanjut, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, antara lain: a.
Pentingkah temuan yang dilaporkan.
b.
Tingkat dari usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang dilaporkan.
c.
Risiko yang mungkin terjadi bila tindakan korektif yang dilakukan gagal.
d.
Tingkat kesulitan dari pelaksanaan tindakan korektif.
e.
Jangka waktu yang dibutuhkan. Tugiman (2006 : 76) Disamping prosedur, juga diperlukan cara untuk menyelesaikan tindak
lanjut dalam pelaksanaan audit. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam penyelesaian tindak lanjut sebagai berikut: 1.
Pengiriman laporan tentang temuan pemeriksaan kepada tingkatan manajemen yang tepat, yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan-tindakan korektif.
20
2.
Menerima dan mengevaluasi tanggapan dari manajemen terhadap temuan pemeriksaan selama pelaksanaan dilakukan, atau dalam jangka waktu yang wajar setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan.
3.
Menerima laporan perkembangan perbaikan dari manajemen secara periodik, untuk mengevaluasi status usaha manajemen untuk memperbaiki kondisi yang sebelumnya dilaporkan.
4.
Menerima dan mengevaluasi laporan dari berbagai organisasi yang lain yang ditugaskan dan bertanggung jawab mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan proses tindak lanjut.
5.
Melaporkan kepada manajemen atau dewan tentang status dari tanggapan terhadap berbagai temuan pemeriksaan. Tugiman (2006 : 76) Kode etik berkembang karena adanya hubungan khusus yang sangat erat
antara praktisi professional dengan kliennya. Kepercayaan klien akan meningkat jika professional diharuskan bersumpah dalam melayani masyarakat secara jujur dan bertanggung jawab, serta diatur oleh kode etik profesi yang ketat. Kepercayaan akan semakin besar jika pemakai jasa professional yang melanggar kode etik akan mendapat sanksi dari rekan-rekan seprofesinya. (Tugiman, 2006:24) Kode etik tersebut terdiri dari: 1.
Integritas Merupakan suatu indikator yang menjadi dasar bagi para auditor internal untuk mempercayai mereka.
21
2.
Objektivitas Tampilan seorang auditor internal dalam mengupayakan tercapainya level objektivitas
tertinggi
dalam
memperoleh,
mengevaluasi,
dan
menyampaikan informasi mengenai aktivitas atau proses yangs sedang dianalisa. 3.
Kerahasiaan Sikap auditor internal yang menghormati nilai dan kepemilikan informasi tersebut kecuali jika ada kewajiban professional atau secara hokum.
4.
Profesionalisme Sikap yang berkaitan dengan profesi yang dianut oleh seorang auditor internal dimana mereka dituntut memiliki kepandaian khusus dalm menjalankan tugasnya.
5.
Kompetensi Usaha yang dilakukan auditor internal dalam menerapkan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman
yang dimiliki dalm melaksanakan
pekerjaannya. Tugiman, (2006:24)
2.2
Fraud Di dalam Standar Audit ASA 240 yang dikutip oleh Coram dkk (2008),
mendefinisikan fraud adalah: “An intentional act by one or more individuals among management, those charged with governance, employees, or third parties, involving the use of deception to obtain an unjust or illegal advantage”.
22
Dapat diartikan yaitu tindakan yang disengaja oleh satu atau lebih individu antara manajemen, pemerintahan, karyawan atau pihak ketiga, yang melibatkan penipuan untuk mendapatkan keuntungan secara tidak adil atau ilegal). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa fraud adalah suatu tindakan yang sengaja diakukan oleh satu atau lebih individu dalam suatu manajemen yang terdiri dari pihak pemerintahan, karyawan, dan pihak ketiga, yang melakukan tindak penipuan untuk mendapatkan keuntungan secara ilegal. Sedangkan dalam Wikipedia (www.wikipedia.org), memberikan definisi mengenai kecurangan sebagai berikut: “a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In criminal law, fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to damage them – usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be accomplished through the aid of forged objects.” Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangana adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu ataupun keuntungan dengan cara curang. Fraud dapat melalui pemalsuan terhadap barang atau benda. Sedangkan definisi fraud adalah: “1. A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it may be a crime, 2. A misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act, 3. A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.” Black Law Dictionary (2003:39) Diterjemahkan (tidak resmi), fraud adalah :
23
1.
Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.
2.
Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.
3.
Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya. SAS 99 (AU316) yang dikutip oleh Arens (2008 : 340) terdapat tiga faktor
sesorang melakukan fraud yang dikenal sebagai fraud triangle: 1.
Pressure (tekanan) Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendorong seseornag berani melakukan tindak kecurangan. Faktor ini berasal dari individu si pelaku di mana dia merasa bahwa tekanan kehidupan yang begitu berat memaksa si pelaku melakukan fraud untuk keuntungan pribadinya. Hal ini terjadi biasanya dikarenakan jaminan kesejahteraan yang ditawarkan perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja kurang atau pola hidup yang serba mewah
24
sehingga si pelaku merasa terus-menerus kekurangan. Namun, tekanan (preassure) juga dapat berasal dari lingkungan tempatnya bekerja, seperti:
Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, misalnya perlakuan terhadap pegawai yang tidak wajar.
Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang tidak wajar sehingga karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil.
2.
Tidak adanya bantuan konsultasi pegawai.
Adanya proses penerimaan pegawai yang tidak fair.
Opportunity (kesempatan) Merupakan faktor yang sepenuhnya berasal dari luar individu, yakni berasal dari organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan. Kesempatan melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan. Dengan kedudukan yang dimiliki, si pelaku merasa memiliki kesempatan untuk mengambil keuntungan. Ditambah lagi dengan sistem pengendalian dari organisasi yang kurang memadai.
3.
Rationalitation (penjelasan) Maksdunya si pelaku merasa memiliki alasan yang kuat yang menjadi dasar untuk membenarkan apa yang dia lakukan. Serta memengaruhi pihak lain untuk menyetujui apa yang dia lakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko tersebut
adalah: a.
Penyaringan tenaga kerja yang semaksimal mungkin demi mencegah diterimanya pegawai yang tidak bermoral baik.
25
b.
Visi dan misi organisasi ditetapkan secara jelas agar dapat dicapai dengan melibatkan seluruh elemen organisasi.
c.
Aturan yang jelas mengenai perilaku para pegawai yang disesuaikan dengan lingkungan dan budaya organisasi.
d.
Gaya manajemen dan sistem pengendalian yang maksimal sehingga dapat memebrikan contoh bagi para pegawai bagaimana bekerja sesuai dengan visi dan misi perushaan. Jenis fraud adalah sebagai berikut: 1. Fraud Manajemen adalah suatu tindakan sengaja membuat laporan keuangan dengan memasukan jumlah angka yang palsu mengubah catatan akuntansi yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Seperti manipulasi, mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Albercht (2003;9) menyatakan bahwa; “in its common from, management fraud involves top managemen’s deceptive manipulation of financial statements” Albercht menyatakan bahwa kecurangan manajemen yang biasa dilakukan top manajemen adalah memanipulasi laporan keuangan. 2. Fraud Karyawan yang paling umum adalah pemalsuan daftar gaji. Dalam hal ini biasanya menciptakan karyawan palsu kemudian menguangkan gajinya. Pemalsuan palsu biasanya dengan cara membuat faktur palsu yang digunakan untuk menerima pembayaran.
26
Dan transfer cek palsu yaitu dengan melibatkan secara tidak benar transfer tersebut. Nanik (2000:17-18) Arrens (2008 : 338) mengklasifikasikan fraud kedalam dua kelompok utama, yaitu: 1.
Fraudulent Financial Reporting (kecurangan laporan keuangan) Penyajian laporan keuangan yang tidak sesuai dengan semestinya baik disengaja (intentional) maupun tidak disengaja (unintentional). Biasanya terjadia ketika seorang individu ingin mengambil keuntungan dari kejadian tersebut.
2.
Missappropriation of Assets (penyalahgunaan asset) Penipuan yang melibatkan pencurian aktiva suatu entitas untuk mngambil keuntungan didalamnya. Kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial reporting) dapat
menyangkut tindakan: a.
Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian lpaoran keuangan.
b.
Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, atau informasi signifikan.
c.
Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau perlengkapan. Tunggal (2009 : 89) Sedangkan penyalahgunaan asset (missappropriation of assets) mencakup
penggelapan atau pencurian asset entitas diaman penggelapan tersebut dapat
27
menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Tunggal (2009 : 103) Selain itu, fraud dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi, yakni: 1.
Berdasarkan pencatatan. Fraud berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
Pencurian aset yang tampak secara
terbuka pada buku, seperti
duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks, lebih mudah untuk ditemukan).
Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on thebooks)
Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).
2.
Berdasarkan frekuensi Pengklasifikasian fraud dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam fraud yang tidak berulang, tindakan fraud (walaupun terjadi beberapa kali) pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek
mingguan
karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
28
Berulang (repeating fraud). Dalam fraud berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya fraud terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek
terus
berlangsung
sampai
diberikan
perintah
untuk
menghentikannya. 3.
Berdasarkan konspirasi Fraud dapat diklasifikasikan sebagai terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya fraud terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan, sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya fraud.
4.
Berdasarkan keunikan Fraud berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Specialized fraud, yang terjadi secara unik pada orangorang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: o
Pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud).
o
Klaim asuransi yang tidak benar.
29
Garden varieties of fraud,
semua orang mungkin hadapi dalam
operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar. Simanjuntak (2007) Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan – pembatasan tertentu dalam melakukan audit. Ruang lingkup fraud auditing meliputi: 1.
Tingkat Materialitas Suatu fraud tetap dianggap material secara kualitatif dan tidak menjadi
masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari definisi ini adalah: a.
Fraud, menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah
b.
Eksistensi fraud sendiri menunjukan adanya suatu kelemahan dalam pengendalian.
c.
Fraud secara tidak langsung menyatakan masalah integritas mempunyai konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Misalnya, manajemen melakukan pembayaran yang ilegal, perusahaan dan eksekutif yang terlibat akan menghadapi konsekuensi hukum dan sangat merugikan publisitas perusahaan. Materialitas dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004) No. 1 tentang
Penyajian Laporan Keuangan paragraf 30 berbunyi: “Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan.
30
Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (ommision) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna”. Oleh karena itu, tingkat materialitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertimbangan Internal audit dalam menentukan jumlah bukti yang cukup. Informasi yang diperoleh dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. 2.
Biaya Manajemen harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atau
manfaat dari perluasan audit dan tindakan – tindakan yang diambil untuk mencegah fraud pada masa yang akan datang. Pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yang sanagt tinggi. Hal ini dikemukakan Arens, et.all (2006) adalah sebagai berikut: “Because fraud is difficult to detect due to colusion and false documentation, a focus on fraud prevention and deterrence is often more effective and less costly”. (fraud sulit dideteksi karena colusion dan dokumentasi palsu, fokus pada fraud penipuan dan pencegahan sering lebih efektif dan lebih murah). Dengan demikian jelas, bahwa untuk menemukan dan mengungkapkan fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak maksimal. Misalnya, jika terjadi fraud yang melibatkan persekongkolan beberapa karyawan
31
yang menyangkut pemalsuan dokumen, penipuan semacam itu cenderung tidak terungkap dalam audit yang normal. 3.
Informasi yang Sensitif Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud, segera membuat
kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya. 4.
Pengembangan Integritas Auditor internal sering diminta untuk melakukan program peningkatan
integritas, dimana prioritas manajemen ditinjau bersama seluruh karyawan. Sehubungan dengan itu, Tugiman (1999) dalam makalah Auditor Internal dalam Mengendus Berbagai Ketidakberesan dalam Perusahaan menyatakan bahwa: “Hal
yang berjalan seiring dengan pengungkapan fraud adalah
peningkatan integritas dalam organisasi. Tunggal (2009:77-80) Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dengan dengan peningkatan integritas dalam organisasi, fraud dengan mudah dapat diungkapkan karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan. Selain itu, keinginan untuk menghindari perbedaan pendapat, keinginan untuk menghindari pengambilan alih manajemen, adalah topik yang mungkin perlu ditekankan pada program peningkatan integritas. Pendekatan audit dilakukan agar Internal audit dengan mudah melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh. Pendekatan audit terdiri dari:
32
1.
Analisis Ancaman Dalam pendekatan fraud auditing. Analisis ancaman seperti analisis
pengungkapan fraud harus dilakukan. Analisis ancaman dapat memebantu mengarahkan rencana audit, misalnya melakukan pengawasan pada akitva untuk mengetahui kemungkinan terjadinya fraud. Masih dalam makalah yang sama, Tugiman (1999) menyatakan bahwa: “Dalam analisis ancaman, penjualan dan evaluasi kendali adalah cara utama mengevaluasi kemungkinan terjadinya ketidakberesan”. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa analisis ancaman merupakan cara yang paling tepat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya ketidakberesan atau fraud di dalam perusahaan. 2.
Survei Pendahuluan Tahap pokok dari survei ini adalah melakukan analisis ancaman (threat analysis). Hal ini dilakukan sehubungan dengan penilaian sebagai dasar untuk memformulasikan program audit. Tentunya akan sangat membantu jika masalah yang timbul selama fase ini dapat dikenali. Menurut Ratliff et al dalam “Internal Auditing”, Principles and Techniques (1996) manfaat dilakukannya survei pendahuluan adalah: “Preliminary survey give auditors the opportunity to get some initial on site information which can be extremely valuable in becoming familiar with current operations of the auditee and the controls to be audited”.
33
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan survei pendahuluan, auditor akan memperoleh informasi mengenai latar belakang perusahaan atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan audit. 3.
Audit Program Internal audit harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja
dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Tugiman (2003) menyatakan bahwa program audit harus: a.
Membuktikan prosedur audit dalam pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyimpangan informasi yang diperoleh selama audit.
b.
Menetapkan tujuan audit.
c.
Menyatakan lingkup dan pengujian yang diperlukan untuk mencapai tujuan audit.
d.
Mengidentifikasi aspek – aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang akan diteliti.
e.
Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan.
f.
Merupakan persiapan bagi awal pelaksanaan pekerjaan audit dan perubahan, bila dipandang perul selama pelaksanaan audit. Dengan demikian, jelas bahwa program kerja harus menetapkan prosedur
untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja juga harus mendapat persetujuan.
34
4.
Pemilihan Tim Auditor Tim audit harus mengumpulkan informasi mengenai catatan – catatan
yang tidak lemgkap, ketidakcukupan bukti – bukti, kesalahan penyajian, atau mengubah bukti secara sengaja dalam melaksanakan fraud audit. Dalam hal ini tenaga ahli diperlukan untuk melakukan proses audit yang lebih rumit. Tunggal (2009) Untuk memperoleh informasi khususnya yang berhubungan dengan fraud, tim auditor akan melakukan wawancara dengan banyak karyawan termasuk mereka yang dicurigai. Sehubungan dengan itu, anggota (fraud auditor) tim audit harus memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam mewawancarai untuk mendokumentasikan hasil diskusi. Pertimbangan dalam penugasan staf adalah bahwa fraud auditing tidak dapat diperkirakan sebelumnya, karena mereka ditemukan dan dibutuhkan tindak lanjut secepatnya. Pertimbangan juga perlu diberikan kepada orang lain yanf sering menjadi bagian dari tim fraud auditing yaitu staf dari bagian atau divisi akuntansi perusahaan, pengacara, dan staf legal perusahaan. Dalam keseluruhan kasus yang terjadi, tim audit harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, menghindari penuduhan, pengecekan ulang kesaksian dan bertindak secara profesional setiap waktu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fraud adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh satu atau lebih individu dalam suatu manajemen yang terdiri atas pihak pemerintahan, karyawan, dan pihak ketiga,
35
yang melakukan tindak penipuan untuk mendapatan keuntungan secara ilegal, dengan karakteristik: 1. Tingkat materialitas. 2. Biaya. 3. Informasi yang sensitif. 4. Pengembangan integritas.
2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1
Pengaruh
Pelaksanaan
Internal
Audit
Terhadap
Pencegahan
Terjadinya Fraud
Internal audit dapat mencegah terjadinya fraud. (Amrizal:2004:2). Albert dalam bukunya Fraud Examination (2003:96) menyatakan bahwa : “Fraud is reduce and often prevented (1) by creating a culture honesty, opennes, and assistance and (2) by eliminating opportunities to commit fraud”(kecurangan dapat dikurangi dan dicegah dengan (1) menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan bantuan (2) dengan menghilangkan kesempatan untuk melakukan kecurangan)
Sedangkan Effendi menyatakan : “Audit internal sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencegah fraud dalam suatu perusahaan yang kegiatannya meliputi menguji dan menilai efektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal yang ada dalam organisasi”. Effendi (2008)
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Festi, Andreas, Natariasari (2014) menunjukkan bahwa Internal audit berperan dalam pencegahan kecurangan dan memiliki hubungan yang kuat. Begitu pula dengan penelitian
36
yang dilakukan Yuanita Kurniawan, (2012) dimana kemampuan auditor internal dalam menjalankan tugasnya berperan penting untuk meminimalisasi fraud di BEI. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Rozmita Dewi Yuniarti R., (2011) Internal audit memiliki hubungan cukup kuat dan tidak signifikan hal ini karena pengetahuan yang kurang dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan profesinya adalah pengetahuan dalam memberikan konsultasi. Penelitian Noorsain, (2014) dimana Internal audit berperan dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan namun pada pelaksanaannya pengendalian hanya pada Unit Pengelola Keuangan. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya fraud itu dapat dikurangi bahkan dicegah dengan cara membudayakan iklim kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu, pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud, Misalnya dengan menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan fraud akan mendapat sanksi setimpal. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
X Internal Audit
Y Fraud
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
37
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut: Ho : Pelaksanaan Internal Audit tidak berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya fraud Ha: Pelaksanaan Internal Audit berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya fraud