BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jasa
2.1.1
Pengertian Jasa Produk dapat diklasifikasi dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan
menggolongkannya berdasarkan apakah produk tersebut berwujud (tangible) atau tidak (intangible). Dengan kriteria ini, produk dapat diklasifikasikan sebagai barang tahan lama (durable goods) atau barang yang tidak tahan lama (non durable goods) dan jasa (service). Namun membedakan antara barang dan jasa sering sulit dilakukan. Ini karena pembelian suatu barang sering dilengkapi dengan jasa, atau sebaliknya. Kotler dan Amstrong (2004:337), “jasa didefinisikan sebagai kegiatan atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dan tidak menghasilkan perpindahan kepemilikan”. Menurut Umar (2003:2), “jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak”. Bertitik tolak dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa jasa merupakan tindakan yang dilakukan pihak penyedia jasa ke pihak lain yang berfokus pada transaksi memilih hubungan jangka panjang, dimana pada prinsipnya tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Penentuan pasar sebagai sasaran yang ingin dilayani merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
satu aspek penting dalam menyusun rancangan jasa. Pasar dapat diartikan sebagai semua konsumen potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia atau sanggup untuk melibatkan diri dalam proses pertukaran guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Berbagai
riset
dan
literatur
manajemen
dan
pemasaran
jasa
mengungkapkan bahwa jasa memiliki empat karakteristik yang membedakan barang dan jasa yang dinamakan paradigma IHIP : Intangibility, Heterogeneity, Inseparability dan Perishability (Lovelock dan Gummesson, dalam Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra, 2005). 1. Intangibility. Jasa bersifat Intangibility artinya jasa tidak dapat dilihat, dirawsa, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengalami atau mengkonsumsinya sendiri. Apabila pelanggan membeli jasa tertentu maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan atau menyewa jasa tersebut, namun tidak memiliki jasa yang dibelinya. 2. Heterogeneity. Jasa bersifat Heterogeneity karena merupakan nonstandardized output artinya terbanyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut di produksi. 3. Inseparability. Jasa bersifat Inseparability artinya jasa dijual terlebih dahulu kemudian baru diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Berbeda dengan produk yang biasanya diproduksi terlebih dahulu baru dapat dikonsumsi.
Universitas Sumatera Utara
4. Perishability. Jasa bersifat Perishability artinya jasa merupakan komuditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu yang akan datang, dijual kembali atau dikembalikan. 2.1.2 Karakteristik Jasa Griffin dan Lupiyoadi (2001) menyebutkan karakteristik Jasa yaitu : a.
Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, dan rasa aman.
b.
Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat (inseoarability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
c.
Customization. Jasa juga sering kali di desain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.
2.2
Pengertian Pelayanan Perkembangan perusahaan jasa di Indonesia saat ini semakin kompetitif,
khususnya di bidang doorsmeer mobil. Penyedia layanan jasa doorsmeer yang ingin bertahan dan berkembang adalah doorseer yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi konsumennya. Kotler (2000:37), “pelayanan merupakan suatu tindakan yang diberikan oleh seseorang atau perusahaan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan selera orang lain”.
Universitas Sumatera Utara
Ratmianto dan Winarsih (2006:18), menyatakan bahwa “pelayanan adalah segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan jasa. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu tindakan dimana apabila produk atau jasa tersebut telah memenuhi persyaratan sehingga mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai dengan tujuannya. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi tingkah laku konsumen berikutnya. Perbandingan antara pelayanan yang diharapkan oleh konsumen dengan perilaku yang diekspresikan dengan rasa puas dan tidak puas.
2.3
Kepuasan Konsumen
2.3.1. Pengertian Kepuasan Konsumen Dewasa ini banyak perusahaan jasa yang menyatakan bahwa tujuan perusahaan yang bersangkutan adalah untuk memuaskan konsumen. Cara pengungkapannya beragam, ada yang merumuskannya dengan memberikan segala sesuatu yang diharapkan konsumen dan memperlakukan konsumen sebagai raja. Sebelum dibahas lebih lanjut, penulis mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kepuasan konsumen. Tjiptono (2002:146), “kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau dikonfirmasi yang dirasakan antara harapan lanjut, Kotler (2000:52), mengatakan bahwa “kepuasan konsumen adalah
Universitas Sumatera Utara
tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Berdasarkan pengertian di atas, dikatakan bahwa kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dengan kinerja atau hasil yang diharapkan. Pengertian tersebut dapat ditetapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep konsumen. 2.3.2 Metode dan Teknik Pengukuran Kepuasan Konsumen Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan telah menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap
usaha. Hal ini menjadi umpan balik dan masukan bagi
keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasaan pelanggan. Pada prinsipnya, kepuasan mengidentifikasi empat (4) metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Sistem Keluhan dan Saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (Customer-oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya berupa kotak saran yang diletakkan di tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati oleh pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung), saluran telepon khusus dan lainlain. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka akan sulit mendapatkan gambaran lengkap mengeni
Universitas Sumatera Utara
kepuasan pelanggan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja meeka langsung beralih dan tidak akan menggunakan jasa perusahaan tersebut lagi. Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan timbal balik dan tindak lanjut yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah berpikir (menyumbangkan ide) kepada perusahaan. 2. Ghost Shopping. Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (Ghost Shopper) untuk berperan dan bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk jasa pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk jasa tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan , menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui
langsung
bagaimana
karyawannya
berinteraksi
dan
memperlakukan perusahaannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalo atasannya sedang melakukan penilaian (misalnya dengan menelepon perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan).
Universitas Sumatera Utara
Apabila mereka tahu sedang dinilai tentu saja perilaku mereka akan menjadi sangat “manis” dan hasil penilaian akan menjadi bias. 3. Lost Costumer Analysis. Perusahaan seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti menggunakan jasa perusahaan atau yang telah pindah ke pesaing agar dapat mengetahui dan memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebujakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, dimana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. 4. Survey kepuasan pelanggan. Banyak penelitian mengenai survey kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik dengan survei melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya. Tjiptono (1997), teknik pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan : 1. Pengukuran secara langsung dengan berbagai pertanyaan. Misalnya: seberapa puas anda terhadap pelayanan kepuasan perusahaan kami. Jawabannya dapat dibuat dengan skala : sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas.
Universitas Sumatera Utara
2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka menerapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang emreka rasakan (deriverd dissatisfaction) 3. Keberkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk
menuliskan
perbaikan-perbaikan
yang
mereka
sarankan
(problem analysis) 4. Responden dapat diminta merengking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli Tse dan Wilton dalam Tjiptono (1997) bahwa: KEPUASAN PELANGGAN = 𝑓 (Expectations, perceived performance ) Berdasarkan persamaan di atas ada dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan yaitu : Expectations dan Percieved Performance. Apabila Percieved Performance melebihi Expectations, maka pelanggan akan puas demikian juga sebaliknya. Apabila Percieved Performance lebih rendah dari Expectations maka pelanggan akan merasa tidak puas. Tse dan Wilton menemukan bahwa ada pengaruh langsung dari Percieved Performance terhadap kepuasan pelanggan. Pengaruh Percieved Performance lebih kuat daripada Expectations di dalam penentuan kepuasan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan akan menimbulkan loyalitas pelanggan, maka loyalitas sebagai variable endogemous disebabkan oleh kombinasi dari kepuasan,
Universitas Sumatera Utara
rintangan pengalihan (switching barrier) pemasok dan keluhan. Maka dapat dirumuskan : LOYALITAS = 𝑓 ( Customer satisfaction, switching barriers, voice ) Model pengukuran kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dapat digambarkan sebagai berikut: Switching Expectations
Barriers
Customer Loyality Satisfactions Percieved Performance Voice Gambar 2.2. Model Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Sumber : Disesuaikan dari Tjiptono (1997) Strategi Pemasaran, Edisi Kedua, Cetakan Keempat, Penerbit Andi, Yogyakarta. Teknik pengukuran kepuasan pelanggan masih terus mengalami perkembangan sehingga sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai bagaimana mengukur kepuasan pelanggan. Oleh karena itu terdapat cukup banyak variasi teknik pengukuran tingkat kepuasan mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks. Teknik pengukuran dapat menggunakan berbagai metode statistik seperti : Analisis regresi, korelasi, anova (Analysis of Variances), analisis diskriminan, analisis cluster, analisis faktorial, dan analisis conjoin.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Faktor kualitas pelayanan terletak pada kepuasan pelanggan, maka perlu
dipahami komponen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan tersebut. Menurut Lupiyodadi (2001:150), ada lima faktor utama yang perlu dipertahankan perusahaan dalam upaya memuaskan pelanggannya adalah : 1. Kualitas produk. Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Pelanggan rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak pelangggan. 2. Kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan terutama dibidang jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas akan cenderung untuk memberikan persepsi positif terhadap produk perusahaan. 3. Emotional. Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu. 4. Harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya. Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan menggunakan lima dimensi kualitas
pelayanan yaitu tangibles, reability, responsiveness, assurance, and
emphaty. Kepuasan pelanggan selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas pelayanan, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat sesaat. Persepsi pelanggan mengenai kualitas
Universitas Sumatera Utara
pelayanan tidak mengharuskan pelanggan menggunakan jasa tersebut terlebih dahulu untuk memberikan penilaian.
2.5.
Perilaku Beralih pada Pelanggan Dharmesta (2002:82), “switching behavior adalah perilaku beralih yang
dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu atau diartikan sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke jasa lain”. Penilaian konsumen terhadap suatu produk atau jasa dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman konsumen terhadap produk sebelumnya dan pengetahuan konsumen terhadap produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen terhadap merek tersebut. Pencarian merek lain dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi media cetak, media audio ataupun melalui interpersonal, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah. Junaidi dan Dharmesta (2002:80), perilaku beralih merupakan gambaran dari beralihnya pengkonsumsian konsumen atas suatu produk ke produk lainnya. Banyak penyebab yang mengakibatkan beralihnya konsumen ke produk lain antara lain: 1. Berubahnya daya beli pesaing 2. Berubahnya variabel marketing mix suatu produk 3. Gempuran produk pesaing Berbagai penyebab tersebut memungkinkan konsumen untuk mengalihkan pembelian dari suatu produk ke produk lain. Lebih lanjut lagi, Junaidi dan Dharmesta (2002:81) menjelaskan tentang keberadaan perilaku beralih dari sisi perusahaan
merupakan
kemampuan
perusahaan
untuk
mengalihkan
Universitas Sumatera Utara
pengkonsumsian suatu produk yang lain ke produk yang ditawarkan perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut, perilaku beralih juga bisa dianggap sebagai kemampuan perusahaan untuk memperluas pasaran, karena dengan perpindahan merek tersebut memungkinkan perusahaan mendapatkan tambahan jumlah konsumen yang berasal dari konsumen perusahaan pesaing. Seperti yang sudah diungkapkan Schifman dan Kanuk (2004:112), bahwa tidak semua pelanggan itu setia, beberapa dari pelanggan melakukan peralihan (switching behavior) disebabkan karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk yang sudah dibeli, layanan yang tidak memuaskan atau hanya karena bosan. Diehl dan Gilman (1999:106) meneliti hubungan umur dengan perilaku berpindah pelanggan, menyimpulkan bahwa: 1. Pelanggan lebih muda memiliki kecenderungan berpindah lebih tinggi daripada pelanggan lebih tua. 2. Pelanggan yang sebelumnya pernah berpindah, cenderung lebih mudah untuk berpindah. 3. Loyalitas yang paling kuat disebabkan oleh pengguna yang telah lama dan image perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 No
1
Penelitian Terdahulu
Nama
Judul
Peneliti
Penelitian
I
Gede Analisis
Manuadi
Hasil Penelitian
1. Ketidakpuasan
Perilaku Beralih
konsumen
Pada Konsumen
berpengaruh
Jasa
signifikan
Telekomunikasi
terhadap perilaku
Seluler di Kota
beralih konsumen
Denpasar.
jasa
Metode
Tahun
Penelitian
Penelitian
Metode Survey
2011
tidak
telekomunikasi seluler
di
Kota
Denpasar,
yang
disebabkan
oleh
karakteristik yang berupa rendahnya tingkat
kontak
dengan karyawan pada
jasa
telekomunikasi. 2. Persepsi
kondisi
siruasional berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku beralih konsumen jasa telekomunikasi selular
di
kota
Denpasar.
Universitas Sumatera Utara
3.
Switching yang
cost
dipersepsi
konsumen berpengaruh signifikan negatif terhadap perilaku beralih konsumen jasa telekomunikasi selular di Kota Denpasar. 2
Putri Ariva
Nurul Analisis Faktor- Hasil Faktor
peneletian Metode
yang menunjukkan
bahwa Deskriptif
Menyebabkan
secara serempak harga Kuantitatif
Pelanggan
dan iklan berpengaruh
Beralih Pesaing
Ke signifikan
2013
terhadap
(Studi keputusan beralih ke
Kasus Pengguna pesaing pada operator Operator
Telkomsel.
Telkomsel Pada Mahasiswa
FE
UISU di Kota Medan) 2.7
Kerangka Konseptual Banyaknya bengkel doorsmeer yang ada saat ini menyebabkan tingkat
persaingan yang tinggi antara para pemilik bengkel doorsmeer. Oleh sebab itu, sangat penting bagi setiap pemilik bengkel doorsmeer untuk mengetahui faktorfaktor apa sajakah yang menyebabkan pelanggan beralih ke pesaing. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Schiffman dan Kanuk (2004:6). “perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, menentukan barang, jasa, dan ide yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka”. Salah satu faktor yang menyebabkan konsumen beralih ke pesaing adalah harga. Swastha (2000:76). Harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Harga suatu produk yang terlalu mahal dengan karakteristik yang sama dengan yang ditawarkan oleh produk pesaingnya, dapat menyebabkan pelanggan berpindah ke pesaing. Konsumen akan loyal pada produk berkualitas tinggi dengan harga yang wajar. Harga merupakan salah satu variabel penting dalam pemasaran dimana harga dapat mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk karena berbagai alasan. Faktor lain yang menyebabkan konsumen beralih ke pesaing adalah lokasi. Tempat yang tidak bersih, dan tidak memberikan kenyamanan kepada konsumen dapat menyebabkan konsumen beralih ke pesaing. Lokasi usaha
yang sulit
dijangkau, sementara ada lokasi usaha lain yang lebih mudah dijangkau yang dimiliki oleh pesaingnya juga dapat menyebabkan pelanggan beralih ke pesaing. Selain faktor yang diatas, faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah faktor proses. Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktifitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Proses meliputi prosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanisme, kegiatan dan rutinitas dimana suatu produk atau jasa disampaikan kepada pelanggan (Kotler:2005:28). Elemen proses
Universitas Sumatera Utara
ini mempunyai arti suatu upaya perusahaan dalam menjalankan dan melaksanakan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Untuk perusahaan jasa, kerja sama antara pemasaran dan operasional sangat penting dalam elemen proses ini, terutama dalam melayani segala kebutuhan dan keinginan konsumen. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka kualitas jasa diantaranya dari bagaimana jasa menghasilkan fungsinya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Harga (x1)
Lokasi (x2)
Perilaku Beralih Ke Pesaing
Proses (x3) Sumber : Dharmesta (2002), Kotler & Amstrong (2008), Data Diolah Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
2.8
Hipotesis Hipotesis menurut Sugiyono (2005:70) adalah “jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penilitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Berdasarkan perumusan masalah sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: “Faktor harga, lokasi, dan proses berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pelanggan beralih ke pesaing pada usaha bengkel doorsmeer Fara Auto Spa (FAS) 23 Setia Budi Medan.”
Universitas Sumatera Utara