BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Karakteristik Jasa Produk dapat diklasifikasi dengan berbagai cara. Salah satunya, dengan menggolongkannya berdasarkan pada apakah produk tersebut berwujud (tangible) atau tidak berwujud (intangible). Selain itu, produk juga dapat diklasifikasikan sebagai barang tahan lama (durable goods), dan barang tidak tahan lama (non durable goods). Namun, yang membedakan antara barang dan jasa sering sulit dilakukan karena pembelian suatu barang sering dilengkapi dengan jasa, atau sebaliknya, pembelian jasa sering melibatkan barang. Kotler (2005:111), ”jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu”. Menurut William J. Stanton dalam Sunyoto (2014:186), ”jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan, yang bersifat tak teraba, yang direncanakan untuk pemenuhan kepusan pada konsumen. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan tindakan yang dilakukan pihak penyedia jasa ke pihak lain yang berfokus pada transaksi menjalin hubungan jangka panjang, di mana pada prinsipnya tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apa pun. Jadi, jasa diklasifikasikan dua kelas, yaitu kelompok jasa yang tumpuan pentingnya dalam suatu transaksi dan barang yang berwujud dengan jasa pelayanan. Penentuan pasar sebagai sasaran yang ingin dilayani merupakan salah satu aspek penting dalam menyusun rancangan jasa. 16 Universitas Sumatera Utara
Adisaputro (2014:183), menyatakan produk jasa memiliki empat karakteristik yang sangat berbeda dengan barang, yaitu: 1. Aspek ketidaktampakan (intangibility): produk jasa tidak bisa dilihat, dicoba, dirasakan, didengar atau dicium sebelum produk jasa itu dibeli, perusahaan penyedia jasa dapat mencoba untuk memperlihatkan mutu jasanya melalui bukti fisik dan presentasi tertentu. 2. Ketidakterpisahan (inseparability): produk jasa dapat diproses atau diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang sama (simultan). Bila seseorang membeli produk jasa sering kali penyedia jasa merupakan sebagian dari produk jasa itu sendiri. 3. Kesulitan penyeragaman produk jasa (variability): produk jasa sangat bergantung pada siapa penyedianya, kapan dan di mana produk jasa itu disediakan. Terdapat kecenderungan sangat bervariasi mutu jasa itu. 4. Ketidakmungkinan disimpan (perishability): karena produk jasa tidak dapat disimpan, maka tidak ada persediaan produk jasa. Bilamana volume permintaan akan jasa berfluktuasi, sehingga perusahaan penyedia jasa akan menghadapi permasalahan untuk dapat mengatur volume jasa yang akan ditawarkan. Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas, sehingga pengawasan mutunya dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit dari pada pengawasan produk fisik. Ketiga, interaksi antara pelanggan dan petugas adalah penting untuk dapat mewujudkan produk yang dibentuk.
2.2. Pengertian Mutu Pelayanan Orientasi pemasaran modern saat tidak terbatas untuk mencari laba yang sebesar-besarnya, tetapi bagaimana keterpaduan sumber daya yang dimiliki perusahaan secara terkoordinasi untuk memuaskan pelanggan. Konsep mutu sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian. Mutu desain merupakan fungsi 17 Universitas Sumatera Utara
spesifikasi produk, sedangkan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek mutu. Mutu harus dipandang secara luas, di mana tidak hanya aspek dari hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan dan karyawan. Lupiyoadi (2001:148), mengemukakan “mutu pelayanan (service quality) dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh”. Candra (2005:6), “mutu mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan”. Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa mutu pelayanan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh penyedia jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perusahaan jasa yang menawarkan pelayanan terbaik dapat bertahan hidup dan berkembang, karena kunci keberhasilan perusahaan jasa terletak pada kemampuannya untuk menyediakan dan melayani para pelanggan. Gronroos dalam Tjiptono (2006:60), mutu suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: a. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan mutu output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Technical quality dapat diperinci lagi menjadi: 1. Search quality, yaitu mutu yang dapat dievaluasi pelanggan sebleum membeli. 2. Experience quality, yaitu mutu yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapian hasil. 3. Credence quality, yaitu mutu yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. b. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan mutu cara penyampaian suatu jasa. 18 Universitas Sumatera Utara
c. Corporate image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan. Berdasarkan komponen-komponen di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang dipergunakan dalam menilai mutu jasa. Oleh karena pelanggan terlibat dalam suatu proses jasa, maka seringkali penentuan mutu jasa menjadi sangat kompleks. Pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan dapat diwujudkan melalui tindakan penyempurnaan pelayanan secara berkesinambungan, yang didukung oleh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. Oleh sebab itu, organisasi perlu menetapkan prinsip pokok mutu pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan. Menurut Gaspersz (2003:43), langkah-langkah membangun penyebaran mutu pelayanan adalah: 1. Memasukkan pelanggan, yang berkaitan dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan yang menjadi prioritas untuk masing-masing karakteristik yang diinginkan. 2. Melakukan analisis setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan berdasarkan karakteristik produk yang ada, serta produk dari pesaing untuk semua dimensi kualitas yang dinyatakan itu. 3. Mengidentifikasi karakteristik teknik yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. 4. Menggambarkan hubungan diantara setiap kebutuhan dan keinginan dan berusaha memenuhinya. 5. Menilai derajat kesulitan dan menentukan target dari setiap kebutuhan teknik. Beberapa dari nilai target mungkin menggambarkan significant breaktroughs dalam desain dan apabila tercapai akan menghasilkan produk yang superior terhadap pesaing di pasar. 6. Melakukan analisis korelasi yang menunjukkan hubungan diantara keinginan dan kebutuhan dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhinya.
2.3. Perspektif Terhadap Mutu Ada lima perspektif mutu yang berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa mutu bisa diartikan secara beraneka ragam 19 Universitas Sumatera Utara
oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Garvin dalam Tjiptono (2006:51), mengemukakan kelima macam perspektif mutu tersebut meliputi: 1. Transcendental approach Dalam pendekatan ini, mutu dipandang sebagai innate excellence, di mana jmutu dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa. 2. Product based approach Pendekatan ini menganggap bahwa mutu merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitafkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam mutu mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual. 3. User based approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa mutu tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang palign memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang bermutu paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga mutu bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan. 4. Manufacturing based approach Perspektif ini bersifat supply based dan terutama memperhatikan praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan. Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa mutu bersifat operations driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. 5. Value based approach. Pendekatan ini memandang mutu dair segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, mutu didefinisikan sebagai affordable excellence. Mutu dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang bermutu paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli. Perbedaan pandangan terhadap mutu sebagaimana diuraikan di atas dapat bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang kadangkala timbul di antara para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Cara yang terbaik bagi 20 Universitas Sumatera Utara
setiap perusahaan adalah menggunakan perpaduan antara beberapa perspektif mutu dan secara aktif menyesuaikannya setiap saat dengan kondisi yang dihadapi.
2.4. Dimensi Mutu Pelayanan Salah satu pendekatan mutu pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model service quality yang dikembangkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa: reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan, ritel, dan pialang sekuritas. Service quality dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan. Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti apakah yang seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para pelanggan ini didasarkan pada informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya). Pasuraman, Zeithaml dan Berry merumuskan model mutu pelayanan yang menekankan berbagai persyaratan utama untuk dapat menyerahkan pelayanan yang bermutu tinggi. Adisaputro (2014:188), model mutu pelayanan juga disebut analisis gap yang mengidentifikasi adanya lima kesenjangan yang menyebabkan 21 Universitas Sumatera Utara
terjadinya kekecewaan konsumen. Model tentang mutu pelayanan disajikan pada gambar berikut: Mutu jasa yang diharapkan oleh konsumen Gap 5
Konsumen
Mutu jasa yang diterima konsumen
Produsen Mutu jasa yang diserahkan kepada konsumen
Gap 4
Mutu jasa yang diiklankan
Gap 3
Gap 1
Spesifikasi teknis tentang mutu jasa Gap 2 Persepsi manajemen tentang harapan konsumen
Gambar 2.1. Model Tentang Mutu Pelayanan Sumber:
Gunawan Adisaputro. Manajemen Pemasaran: Analisis untuk Perancangan Strategi Pemasaran, Edisi Pertama, Yogyarkarta: UPP STIE YKPN (2014:188)
Dari gambar di atas, dapat dijelaskan arti dari masing-masing gap sebagai berikut: 1. Gap 1: kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen tentang harapan konsumen. 2. Gap 2: kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dengan spesifikasi teknis tentang mutu jasa. Kualifikasi teknis mutu jasa 22 Universitas Sumatera Utara
itu direkayasa oleh para insinyur teknis di pabrik yang bertanggungjawab dalam kegiatan unit penelitian dan pengembangan produk. Unti ini bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari manajemen berdasarkan riset pemasaran tentang harapan konsumen. 3. Gap 3: kesenjangan antara spesifikasi teknis mutu jasa dengan mutu jasa yang diserahkan kepada dan diperoleh oleh pengguna jasa. Mutu jasa yang sebenarnya mereka peroleh itulah yang dimaksud dengan mutu jasa yang dirasakan. 4. Gap 4: kesenjangan antara mutu jasa yang diserahkan dengan pesan tentang mutu yang diiklankan melalui komunikasi pemasaran eksternal. Dengan demikian kesenjangan ini disebabkan karena perusahaan tidak memenuhi janjinya sesuai dengan iklan yang dibaca calon pelanggan. 5. Gap 5: kesenjangan antara mutu jasa yang diterima pelanggan (perceived service) dan mutu jasa yang mereka harapkan (expected service). Gap ini terjadi karena pengguna jasa melakukan evaluasi tentang mutu jasa yang sebenarnya mereka terima, dan membandingkannya dengan harapan yang muncul pada saat calon pengguna menentukan pilihannya. Perusahaan penyedia jasa yang terkelola dengan baik umumnya mengembangkan konsep strategik tentang mutu pelayanan, manajemen puncak memiliki komitmen yang sangat tinggi terhadap mutu pelayanannya, menetapkan standar yang tinggi untuk mutu pelayanan yang ditawarkannya, menggunakan fasilitas teknologi, menetapkan sistem monitoring, menjawab keluhan-keluhan pelanggan secara tepat, serta memenuhi kebutuhan karyawan. 23 Universitas Sumatera Utara
Pasuraman,
Zeithaml
dan
Berry
dalam
Lupiyoadi
(2001:148),
mengemukakan lima dimensi mutu pelayanan (service quality), yaitu: 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurat yang tinggi. 3. Responsibility, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan. 4. Assurance, atau jaminan yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun. 5. Empathy yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan mutu perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggan, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan profit perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Konsekuensi atas pendekatan mutu pelayanan suatu produk memiliki ensensi penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai 24 Universitas Sumatera Utara
kesuksesan dalam menghadapi persaingan. Mutu memiliki hubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Mutu memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikan perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan di mana perusahaan memaksimumkan pengalaman
pelanggan
yang
menyenangkan,
dan
meminimumkan
atau
meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan kepada perusahaan yang memberikan mutu pelayanan yang memuaskan.
2.5. Dasar-dasar Pelayanan Nasabah Bank sebagai lembaga keuangan memiliki tugas memberikan jasa keuangan melalui penitipan uang (simpanan), peminjaman uang (kredit) serta jasa-jasa keuangan lainnya. Oleh karena itu, bank harus dapat menjaga kepercayaan dari nasabahnya. Kepercayaan sangat penting, karena tanpa kepercayaan masyarakat mustahil bank dapat hidup dan berkembang. Untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan nasabahnya, maka bank perlu menjaga citra positif di mata masyarakat. Citra ini dapat dibangun melalui kualitas produk, pelayanan dan keamanan. Tanpa citra yang positif, maka kepercayaan yang sedang dan akan dibangun tidak akan efektif. Untuk meningkatkan citra perbankan, maka bank perlu menyiapkan karyawan yang mampu menangani keinginan dan kebutuhan nasabahnya. Kasmir (2005:205), mengemukakan dasardasar pelayanan nasabah yang harus dipahami oleh karyawan bank adalah: 25 Universitas Sumatera Utara
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Berpakaian dan berpenampilan rapi dan bersih Percaya diri, bersikap akrab, dan penuh dengan senyum Menyapa dengan lembut dan berusaha menyebutkan nama jika dikenal Tenang, sopan, hormat serta tekun mendengarkan setiap pembicaraan Bergairah dalam melayani nasabah dan tunjukkan kemampuannya Jangan menyela atau memotong pembicaraan Mampu meyakinkan nasabah serta memberikan kepuasan Jika tidak sanggup menangani permasalahan yang ada, minta bantuan Bila belum dapat melayani, beritahukan kapan akan dilayani.
Petugas bank harus menganggap nasabah adalah raja, artinya seorang raja harus dipenuhi semua keinginan dan kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan haruslah seperti melayani seorang raja dalam arti masih dalam batas-batas etika dan moral dengan tidak merendahkan derajat bank atau derajat petugas itu sendiri. Kedatangan nasabah ke bank untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan, baik berupa informasi, pengisian aplikasi atau keluhan-keluhan. Jadi, para petugas harus mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan nasabah, serta memberikan perhatian secara penuh, sehingga nasabah merasa benar-benar diperhatikan.
2.6. Kepuasan Pelanggan Secara linguistik, satisfaction berasal dari bahasa Latin yaitu satis berarti cukup, dan facere berarti melakukan atau membuat. Berdasarkan pendekatan linguistic ini, maka kepuasan dapat diartikan produk atau jasa yang mampu memberikan lebih dari pada yang diharapkan pelanggan. Kepuasan pelanggan mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk anggapannya atau hasil dalam kaitannya dengan ekspektasi (Kotler dan Keller, 2009:14). Gaspersz (2003:34), menyatakan ”kepuasan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan di mana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi”. 26 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan diperoleh jika kinerja pelayanan dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; dan pelanggan akan merasa tidak puas jika kinerja pelayanan kurang dari yang diharapkan. Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasi suatu pelayanan, masyarakat akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa organisasi yang sama dinilai berbeda oleh pelanggan. Harapan masyarakat pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan oleh organisasi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Harapan pelanggan ditentukan oleh informasi yang diterima dari mulut ke mulut (word of mouth), kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, serta komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi. Harapan pelanggan akan semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak informasi yang diterima, dan semakin bertambahnya pengalaman pelanggan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut Kristianto (2011:32), ”kepuasan pelanggan adalah strategi defensif dan ofensif”. Dikatakan sebagai strategi defensif karena kepuasan pelanggan adalah cara yang terbaik untuk menahan pelanggan dari gempuran pesaing, karena jika mereka merasa puas maka mereka akan tetap loyal. Dikatakan strategi ofensif karena pelanggan yang puas akan menyebarkan word of mouth dan mampu menarik pelanggan baru. Word of mouth merupakan pernyataan yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan. 27 Universitas Sumatera Utara
Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan, karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para pakar, teman, keluarga dan publikasi media massa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen biasanya sulit mengevaluasi produk yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri. Adanya kepuasan maupun ketidakpuasan yang disampaikan oleh pelanggan akan menyebabkan perusahaan melakukan evaluasi atas produk dan layanan yang telah diberikan kepada pelanggan, sehingga akan selalu diadakan perbaikan-perbaikan untuk lebih memuaskan pelanggan. Menurut Kotler (dalam Kristianto, 2011:33), kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan melakukan tindakan sebagai berikut: a. Tetap setia lebih lama. b. Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk-produk yang ada. c. Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produkproduknya. d. Memberi perhatian lebih sedikit kepada merek-merek atau iklan-iklan pesaing serta kurang peka terhadap harga. e. Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahaan. Ketidakpuasan pelanggan muncul apabila harapan pelanggan tidak terpenuhi yaitu apabila kinerja suatu produk yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang merasa tidak puas terhadap suatu produk, kemungkinan tidak akan melakukan pembelian ulang dan akan menceritakan pada orang lain, maka hal ini dapat menimbulkan image yang buruk bagi perusahaan. Dalam ketidakpuasan yang timbul pada pelanggan, terdapat dua keputusan utama yang muncul pada pelanggan yaitu tidak mengambil tindakan atau mengambil tindakan.
28 Universitas Sumatera Utara
Pelanggan yang tidak mengambil tindakan memutuskan untuk berada dalam situasi tidak puas. Dalam situasi seperti ini pelanggan tidak mengambil tindakan, namun pelanggan memiliki kecenderungan untuk bersikap kurang senang terhadap perusahaan atau merek produk tersebut. Hal-hal yang dilakukan pelanggan yang mengambil tindakan jika merasa tidak puas adalah melakukan komplain kepada perusahaan, berhenti membeli produk tersebut, memperingatkan teman agar tidak menggunakan produk tersebut, komplain kepada pemerintah, dan mengajukan tuntutan. Harapan pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan yang diberikan perusahaan dapat memenuhi keinginan pelanggan. Fokus kualitas pelayanan terletak pada kepuasan pelanggan, maka perlu dipahami komponen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan tersebut. Menurut Lupiyoadi (2001:150), ada lima faktor utama yang perlu dipertahankan perusahaan dalam upaya memuaskan pelanggannya adalah: 1. Kualitas produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Pelanggan rasional selalu menuntut produk yang berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak pelanggan. 2. Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan terutama dibidang jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas cenderung akan memberikan persepsi positif terhadap produk perusahaan. 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu. 29 Universitas Sumatera Utara
4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya. Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. Pelayanan yang diberikan petugas pelayanan masih diskriminatif, tidak transparan dan prosedur pelayanan berbelit-belit. Dalam hal ini, penyedia jasa perlu mengubah paradigma tersebut dengan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Menurut Sitorus (2014:67), terdapat empat faktor yang mempengaruhi harapan dan kepuasan si konsumen, yaitu: 1. Word of mounth communication, yaitu apa yang didengar dari konsumen lain melalui komunikasi dari mulut ke mulut, hal ini merupakan faktor yang sangat potensial dalam mempengaruhi konsumen. Konsumen akan memberikan saran atau menginformasikan pada konsumen lain tentang pelayanan yang didapatkannya. 2. Personel needs, yaitu kebutuhan individu yang sangat tergantung terhadap karakteristik individu demikian juga terhadap situasi dan kondisi yang ada, sehingga setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap pelayanan yang dibutuhkannya. 3. Past experience yaitu pengalaman di masa lampau mempengaruhi tingkat harapan yang diinginkan konsumen. Apabila konsumen terbiasa dengan mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka dia akan mengharapkan pelayanan minimal seperti yang pernah diterima bahkan lebih berkualitas lagi. 4. External communication from the service provider, yaitu komunikasi eksternal yang diberikan oleh pemberi layanan baik secara langsung maupun tidak langsung. Keempat faktor tersebut menumbuhkan harapan yang didambakan atau diinginkan oleh konsumen ketika mendapatkan pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Apabila harapannya terlampaui, berarti jasa tersebut telah memberikan suatu mutu yang sangat tinggi. Sebaliknya, apabila harapannya itu 30 Universitas Sumatera Utara
tidak tercapai, diartikan mutu pelayanan tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya atau penyedia jasa tersebut gagal melayani konsumennya. Mutu pelayanan dipengaruhi oleh pelayan, proses pelayanan dan lingkungan fisik tempat pelayanan. Ketiga hal tersebut mempengaruhi kepuasan masyarakat. Mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan, sehingga belum dapat memenuhi mutu yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra negatif terhadap penyedia jasa. Penyedia jasa sebelum mengembangkan dan mengimplementasikan strategi peningkatan kepuasan pelanggan, terlebih dahulu mengukur indeks kepuasan masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat mutu pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa. Data indeks kepuasan masyarakat dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Ratminto dan Winarsih (2006:222), menyatakan indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang dieproleh dair hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah pusat, daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pelayanan publik menggambarkan keseluruhan kegiatan pelayanan 31 Universitas Sumatera Utara
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Model penilaian mutu pelayanan yang dikembangkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dikembangkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan unit pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Model pengukuran mutu pelayanan dituangkan dalam Surat Keputusan Menpan Nomor KEP/25/M/PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat. Surat Keputusan ini menegaskan manakala dilakukan pengukuran, harus dibuat kuesioner yang mencerminkan tingkat kualitas pelayanan. Jawaban kuesioner ini dibuat dengan degradasi mulai dari sangat baik sampai dengan sangat tidak baik. Nilai indeks kepuasan masyarakat dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap unsur-unsur pelayanan yang dikaji. Mengingat unit pelayanan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka setiap unit pelayanan dimungkinkan untuk menambah unsur yang dianggap relevan, memberikan bobot yang berbeda terhadap setiap unsur yang dominan dalam unit pelayanan, dengan catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1. Dalam peningkatan mutu pelayanan, diprioritaskan kepada unsur yang mempunyai nilai paling rendah, sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan. Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalam masingmasing kuesioner, harus disusun dengan mengkompilasikan data responden yang
32 Universitas Sumatera Utara
dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis objektivitas.
2.7. Peneliti Terdahulu Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu Nama Peneliti Ida Manullang (2010)
M. Afifuddin (2009)
Syamsi (2008)
Judul Penelitian Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT Garuda Indonesia Airlines Bandara Polonia Medan
Variabel penelitian Variabel independen adalah kualitas pelayanan Variabel dependen adalah kepuasan pelanggan
Hasil Penelitian
Kualitas pelayanan yang dilihat dari lima dimensi: tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah reliability Analisis pengaruh Variabel Kualitas pelayanan yang kualitas pelayanan independen dilihat dari: tangibles, terhadap kepuasan adalah kualitas reliability, responsiveness, assurance dan empathy pelanggan pada PT pelayanan secara simultan maupun Angkasa Pura I di Variabel Bandar Udara dependen adalah parsial berpengaruh Ahmad Yani kepuasan signifikan terhadap pelanggan kepuasan pelanggan. Semarang Pengaruh kualitas pelayanan jasa tehadap kepuasan konsumen Pada Siswa Bimbingan dan Konsultasi Belajar AL Qolam Bandar Lampung
Variabel independen adalah kualitas pelayanan jasa Variabel dependen adalah kepuasan konsumen
Dimensi kualitas pelayanan jasa pendidikan: tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada Siswa Bimbingan
33 Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:
Tangibles (X1)
Reliability (X2) Kepuasan nasabah (Y)
Responsiveness (X3)
Assurance (X4) Emphty (X5) Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Keadaan persaingan dalam bisnis perbankan semakin kompetitif yang ditandai dengan semakin banyaknya bank yang menawarkan produk sejenis, sehingga keadaan persaingan semakin ketat. Untuk memenangkan persaingan, pihak harus mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada nasabahnya. Mutu pelayanan merupakan kinerja yang dapat memenuhi kebutuhan atau bahkan melampaui harapan nasabah, bukan saja satu kali tetapi berulang kali, sehingga nasabah merasa puas. Mutu pelayanan dipandang dari dua perseptif, yaitu internal dan eksternal. Mutu pelayanan internal didasarkan pada kesesuaian dengan spesifikasi. Mutu pelayanan eksternal didasarkan pada mutu yang dipersepsikan nasabah, artinya mutu pelayanan harus dilihat dari sudut pandang nasabah, bukan dari sudut pandang bank. Mutu pelayanan diukur dari lima dimensi yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy).
34 Universitas Sumatera Utara
Ratminto dan Winarsih (2006:222), menyatakan “kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik”. Jika kinerja pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa sesuai dengan harapan nasabah, maka nasabah merasa puas. Akan tetapi, jika kinerja pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan nasabah, maka nasabah merasa kecewa atau tidak puas.
2.9. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. H1 : Tangibles berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu. 2. H2 : Reliability berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu. 3. H3 : Responsiveness berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu. 4. H4 : Assurance berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu. 5. H5 : Empathy berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu. 6. H6 : Mutu pelayanan diukur dari lima dimensi (tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kepuasan nasabah pada PT Bank Sumut Cabang Pembantu Pancur Batu. 35 Universitas Sumatera Utara