BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
2.1.1 Definisi Lanjut Usia Lanjut usia adalah suatu proses menua yang bersifat alamiah terjadi secara terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokemis pada jaringan tubuh yang akhirnya berpengaruh pada fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Menurut Dep. Kes RI dalam Astuti (2007), lansia (lanjut usia) adalah merupakan istilah yang menunjuk pada kelompok manusia yang berumur di atas 55 tahun. Lebih lanjut, menurut WHO dalam Kushariyadi (2010), lansia dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu lansia usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
2.1.2 Proses Menua a.
Definisi Menua Menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Proses menua merupakan proses alamiah yang berlansung sepanjang hidup, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
11
12
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. b.
Teori-Teori Proses Penuaan
1.
Teori Biologis Teori biologis menjelaskan mengenai proses fisik penuaan yang meliputi
perubahan fungsi dan struktur organ, pengembangan, panjang usia, dan kematian (Christofalo dalam Stanley, 2006). Perubahan yang terjadi di dalam tubuh berfungsi secara adekuat untuk dan melawan penyakit dilakukan mulai dari tingkat molekuler dan seluler dalam sistem organ utama. 2.
Teori Genetika Teori genetika menjelaskan bahwa penuaan merupakan suatu proses yang
alami yang diwariskan secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari mengubah sel dan struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen. Teori ini juga bergantung dari dampak lingkungan pada tubuh yang dapat mempengaruhi susunan molekul (Christofalo dalam Stanley, 2006). 3.
Teori Imunitas Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran
dalam pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga pada lansia akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker (Christofalo dalam Stanley, 2006). Perubahan sistem imun ini diakibatkan oleh perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T untuk
13
memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh
menurun (Setiabudhi dan
Hardiwinoto,1999). 4.
Teori Lipofusin dan Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel juga (Goldman dan Klatz, 2007). c.
Teori Sosiologi
1.
Teori Kepribadian Teori pengembangan kepribadian yang dikembangkan oleh Jung
menyebutkan bahwa terdapat dua tipe kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert. Lansia akan cenderung menjadi introvert karena penurunan tanggung jawab dan tuntutan dari keluarga dan ikatan sosial (Stanley, 2006). 2.
Teori Disengagement (Penarikan Diri) Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat
dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan waktu untuk merefleksi kembali pencapaian yang telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai (Stanley, 2006).
14
3.
Teori Aktivitas Teori ini berpendapat bahwa apabila seorang lansia menuju penuaan yang
sukses maka ia harus tetap beraktivitas, kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan (Stanley, 2006). 4.
Teori Kontinuitas Teori
kontinuitas
mencoba
menjelaskan
mengenai
kemungkinan
kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan kualitas hidup. d.
Teori Psikologis Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena
penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan juga melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol perilaku atau regulasi diri. 1.
Teori Kebutuhan Manusia Banyak teori psikologis yang memberi konsep motivasi dan kebutuhan
manusia. Teori Maslow merupakan salah satu contoh yang diberikan pada lansia. Setiap manusia yang berada pada level pertama akan mengambil prioritas untuk mencapai level yang lebih tinggi. Aktualisasi diri akan terjadi apabila seseorang
15
dengan yang lebih rendah tingkat kebutuhannya terpenuhi untuk beberapa derajat, maka ia akan terus bergerak di antara tingkat, dan mereka selalu berusaha menuju tingkat yang lebih tinggi (Miller, 1999).
2.1.3 Perubahan-Perubahan Pada Lansia Menurut Kuntjoro (2002) adapun beberapa perubahan yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat. a.
Perubahan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, menurunnya elastisitas dan fleksibilitas persendian dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan. b.
Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan fisik, perubahan
mental
dan
perubahan
psikososial.
Gangguan
metabolisme,
vaginitis,
prostatektomi, penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer). Demikian juga halnya dengan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia,
16
sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun juga dapat mempengaruhi menurunnya fungsi seksual. c.
Perubahan Aspek Psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut: 1.
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.
2.
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya ada kecenderungan mengalami post power syndrome. Apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3.
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
17
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi berantakan. 5.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
d.
Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. e.
Perubahan dalam peran sosial di masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,gerak fisik,
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengekrengek bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
2.2.4 Masalah-Masalah pada Lanjut Usia Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan
18
semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada perananperanan sosialnya. Masalah-masalah pada lanjut usia dikategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia. Hal ini mengkibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya dan timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Stanley, 2006). Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih mempunyai kemampuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin timbul adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam situasi keterbatasan kesempatan kerja.
2.2 Tekanan Darah
2.2.1 Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer, 2007). Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Brunner & Suddarth, 2001).
19
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersirkulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding elastis dan ketahanan yang kuat. Oleh karena itu, di dalam sistem itu di antara denyut jantung ada tekanan. Sementara itu Mary (2001) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam millimeter (mm) raksa (Hg) dimana tekanan yang terbentuk tersebut akan mendorong darah ke dinding-dinding pembuluh darah.
2.2.2 Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung (Hayens, 2003). Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ (Hayens, 2003). Semua informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis (Hayens, 2003). Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan gas) di dalam tubuh (Hayens, 2003). Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin yang berfungsi merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi kuat sehingga tekanan darah meningkat (Hayens, 2003; Sobel, 1998). Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat
20
mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti kortison, adrenalin dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah (Hayens, 2003). Sementara itu jantung juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon natriuretik yang membantu mempertahankan pelebaran pembuluh darah sebagaimana mestinya. Arteri juga berfungsi mengontrol tekanan darah. Arteri terdiri dari pembuluh elastis mengalirkan darah ke seluruh organorgan tubuh yang dapat membesar untuk meningkatkan suplai darah ke suatu organ, ataupun dapat berkontraksi untuk mengeluarkan darah dan menyebarkan ke tempat lain yang membutuhkan (Hayens, 2003). Pada akhirnya, tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu, curah jantung dan resistensi perifer (Sobel, 1998). Frekuensi denyut jantung diatur oleh reseptor beta-1 yang dirangsang oleh saraf simpatis dan reseptor kolinergik yang diatur oleh saraf parasimpatis. Sedangkan, besar isi sekuncup ditentukan oleh kekuatan kontraksi miokard yang dipengaruhi rangsang otonom dan alur balik vena ditentukan oleh daya regang vena sera volume cairan intravaskuler (Sobel, 1998). Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol, dan elastisitas pembuluh darah (Ganiswara, 1995). Semakin banyak kandugan protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit
21
juga menyebabkan peningkatan viskositas. Begitu juga halnya pada panjangnya pembuluh darah, semakin panjang pembuluh darah maka semakin besar tahanan terhadap aliran darah (Sobel, 1998).
2.2.3 Gangguan Tekanan Darah Pengaturan tekanan darah secara normal seperti yang dipaparkan sebelumnya sangatlah kompleks. Ketika jantung berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah dan tekanan darah meningkat. Ini disebut tekanan darah sistolik, yakni angka tekanan darah tertinggi. Pada saat jantung rileks (tidak berdenyut) tekanan darah jatuh ke tingkat terendah. Ini disebut tekanan darah diastolik, yakni angka terbawah (Mary, 2001). Hayens (2003) menyatakan bahwa pada 10 sampai 15 persen orang dewasa, sistem regulasinya sering terjadi kelainan walaupun sedikit. Ada dua macam gangguan tekanan darah yaitu tekanan darah meningkat terus-menerus yang disebut tekanan darah tinggi atau hipertensi dan tekanan darah dibawah normal yang dapat memicu kelelahan yang disebut tekanan darah rendah atau hipotensi. Akan tetapi komplikasi yang terjadi pada penderita tekanan darah rendah tidak seberat tekanan darah tinggi (Hayens, 2003). Oleh karena itu, penelitian ini hanya berfokus pada informasi tentang tekanan darah tinggi atau hipertensi.
2.2.4 Cara Pengukuran Tekanan Darah Untuk mengontrol tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan
22
menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygnomanometer dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Brunner & Suddarth, 2001). Cara mengukur tekanan darah yaitu dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Brunner & Suddarth, 2001). Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul di antara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan detak awal yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Brunner & Suddarth, 2001).
23
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Pada populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2001). Ganong (1998) mengatakan bahwa hipertensi adalah peningkatan menetap tekanan arteri sistemik. Jadi tekanan di atas dapat di artikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa
faktor
yang
tidak
berjalan
sebagaimana
mestinya
dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003 ; Dekker, 1996).
2.3.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan
etiologinya,
penyakit
darah
tinggi
atau
hipertensi
dikelompokkan dalam 2 tipe klasifikasi, yakni hipertensi primer dan hipertensi sekunder. a.
Hipertensi primer Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan
24
atau obesitas, hal ini merupakan pemicu awal ancaman penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi, sangat mungkin terkena tekanan darah tinggi, termasuk pula orang yang kurang olahraga pun dapat mengalami penyakit tekanan darah tinggi. b.
Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Penyaki-penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi adalah: koarktasio aorta; kelenjar adrenal : pheochromocytoma, tumor cathecolamin yang terus menerus mengeluarkan lendir, penyakit chusing; penyakit ginjal, glomeuronefritis kronis (penyebab yang paling lazim diketahui); toxemia kehamilan; kenaikan tekanan intracranial oleh tumor atau trauma; penyakit kolagen; pengaruh sekunder dari obat tertentu, seperti obat kontrasepsi oral. Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan peninggian tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg menurut pedoman The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dibagi menjadi beberapa derajat.
Tabel 1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003 Kategori Normal Pre Hipertensi Hipertensi Derajat 1 Hipertensi Derajat 2
Tekanan Darah Sistolik < 120mmHg 120-139 mmHg 140-159 mmHg ≥160 mmHg
dan dan atau atau
Tekanan Darah Diastolik < 80mmHg 80-89 mmHg 90-99 mmHg ≥100 mmHg
Sumber: The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003
25
2.3.3 Faktor Risiko Hipertensi a.
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi Ada tiga faktor resiko utama yang tidak dapat diubah dan tidak dapat
dikendalikan pada hipertensi. 1.
Usia Peningkatan tekanan darah sesuai dengan pertambahan usia merupakan
fisiologis tubuh. Peningkatan tekanan darah ini disebabkan oleh perubahan fisiologis pada jantung, pembuluh darah, dan hormon (Sheps, 2005). Hal ini dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu karena pembuluh darah sering mengalami penyumbatan darah menjadi keras dan tebal serta berkurangnya keelastisitasannya sehingga tekanan darah menjadi tinggi (Guyton, 2007). 2.
Riwayat keluarga Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu dari
orang tua menderita penyakit hipertensi maka sepanjang hidup anaknya akan mempunyai 25% kemungkinan menderita hipertensi. Jika kedua orang tua menderita penyakit hipertensi maka kemungkinan anaknya menderita penyakit hipertensi menjadi 60% (Sheps, 2005). 3.
Jenis kelamin Hipertensi banyak diderita pada jenis kelamin laki-laki dikarenakan laki-
laki memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon seks mempengaruhi sistem renin angiotensin. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon (Julius, 2008).
26
b.
Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Asupan
a)
Konsumsi garam yang tinggi Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi
seacara aktif di usus halus setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kandungan natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99% dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormon aldosteron yang dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun (Kaplan, 1999). b) Asupan Kalium Cara kerja kalium adalah kebalikan dari Na. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah (Appel, 1999). Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air serta ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air serta penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal (Appel, 1999).
27
c)
Asupan Magnesium Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler
otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah (Appel, 1999). 2.
Kegemukan atau obesitas Pada penderita hipertensi ditemukan 20-30% menderita berat badan
berlebih (Nugrahini, 2008). Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri menjadi lebih besar. Obesitas dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskular melalui
mekanisme
pengaktifan
sistem
renin-angiotensin-aldosteron,
peningkatkan aktivitas simpatis, peningkatan aktivitas procoagulatory, dan disfungsi endotel (Krzysztof, 2005). 3.
Stres atau ketegangan jiwa Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin yang memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat (Notoadmojo, 2003).
28
4.
Merokok Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan
darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Gray, et al. 2005). 5.
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang
yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat (Sugiarto,2007).
2.3.4 Patofisiologis Hipertensi Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi akan menyebabkan timbulnya hipertensi. Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme:
29
a.
Curah jantung dan tahanan perifer Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan
volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer (Kaplan,2006). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila terdapat
peningkatan
volume
plasma
berkepanjangan
akibat
gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Lam, 2011). Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium
30
dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk dengan asupan tinggi garam (Callaghan, 2010). Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung
mulai
menegang
melebihi
panjang
normalnya
yang
akhirnya
menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Wibowo, 2011) b.
Sistem renin-angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Hanifa, 2010). Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon renin yang
31
diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu: 1.
Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah (Hanifa, 2010). 2.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah (Hanifa, 2010). c.
Sistem saraf simpatis Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
32
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Kaplan,2006) Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon. Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah pergerakan kalsium otot polos (Callaghan, 2010). d.
Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer (Hanifa, 2010). Paparan pendapat para ahli tersebut di atas dapat diringkas dalam suatu diagram alur sebagaimana ditunjukkan pada patofisiologi hipertensi berikut.
33
Tekanan perfusi Ginjal
volume cairan ekstraseluler
Konsentrasi Na+ Tubuh
Peregangan Afferen Arteri Glomerulus
Stimulus juxtaglomerulus aparantus (Apparatus) Renin
Angiotensinogen
Angiotensin I (hati) Dibantu angiotensin Iconverting enzyme (ACE)
stimulus korteks adrenal produksi aldosteron volume ekstraseluler
rangsangan saraf adrenergeik Curah jantung
rangsangan pusat vasomotor pada medula otak
ketidakadekuat an barorefleks
beban kerja jantung kontriksi vena
hipertrofi ventrikel kiri kontraktilitas jantung
Vasokontriksi perifer proliferasi otot polos vaskular afterload
cardiac out put Hipertensi
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi
saraf simpatis ganglia simpatis neuro preganglion
asetilkolin dilepas vasokonstriksi dan dilatasi arteriol
Angiotensin II (paruparu)
Pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional elastisitas jaringan ikat, dan relaksasi otot polos
kemampuan distensi
disfungsi endotel
34
2.3.5 Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis dan penatalaksanaan non farmakologis. a.
Penatalaksanaan Farmakologis Penatalaksanaan
farmakologis
untuk
hipertensi
adalah
pemberian
antihipertensi dengan tujuan untuk mencegah komplikasi hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah obat yang tidak mengganggu gaya hidup dan tidak menyebabkan simptomatologi yang bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu: 1.
Diuretik Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan (Dalimartha, et al, 2008). Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali.
35
2.
Penghambat adrenergik (β-bloker) Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Pemberian β-bloker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial karena pemberian β-bloker dapat menghambat reseptor beta 2 di jantung lebih banyak dibandingkan reseptor beta 2 di tempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi pembukaan ini dengan β-bloker dapat memperburuk penderita asma (Hayens, 2003). 3.
Vasodilator Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
merelaksasi otot pembuluh darah (Wikipedia, 2008). Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Dalimartha, et al, 2008). 4.
Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE) Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-angiotensin.
Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003). 5.
Antagonis Kalsium Antagonis kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi
jalan masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan
36
tekanan darah. Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar (Hayens, 2003). Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah: Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008). b.
Penatalaksanaan Non Farmakologis Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi dapat
dilakukan dengan pengobatan non farmakologis termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, faktor yang menentukan dan membantu kesembuhan pada dasarnya adalah diri sendiri (Palmer, 2007). 1.
Mempertahankan Berat Badan Ideal Penurunan berat badan dan pengaturan berat badan adalah pengobatan
efektif untuk hipertensi. Dengan menurunya berat badan, maka volume darah total pun menurun sehingga hormon-hormon yang berkaitan dengan tekanan darah akan berubah dan menyebakan tekanan darah menurun (Hull,1996). Dalimartha, et al (2008) menyarankan mengonsumsi lemak kurang dari 30% dari konsumsi kalori setiap hari. Mengkonsumsi banyak lemak akan berdampak pada kadar kolestereol yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi meningkatkan risiko terkena penyakit jantung (Sheps, 2005). 2.
Kurangi asupan natrium (sodium) Pembatasan
konsumsi
garam
sangat
dianjurkan.
Hayens
(2003)
menyarankan mengkonsumsi garam sebaiknya tidak lebih dari 2000 sampai 2500
37
miligram. Tujuan diet rendah garam adalah untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Diet garam dapat dibagi menjadi 3 yaitu diet garam rendah I, diet garam rendah II dan diet garam rendah III : a.
Diet garam rendah I (200-400 mg Na) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
b.
Diet garam rendah II (600-800 mg Na) Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
c.
Diet garam rendah III (1000 – 1200 mg Na) Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur.
3.
Makan K dan Ca yang Cukup dari Diet Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu
faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah (Dalimartha, et al, 2008). Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat
38
membantu menurunkan tekanan darah yang ringan. Peningkatan masukan kalium (4,5 gram atau 120-175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan darah. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dari rendahnya natrium. 4.
Batasi Konsumsi Alkohol Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi alkohol harus dibatasi
karena konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Menurut Sheps (2005) alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) dan hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air. Selain itu minumminuman alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium berkaitan dengan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2005). 5.
Menghindari Merokok Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya
hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi
seperti
mengkonsumsi
penyakit
tembakau
jantung dan
(rokok)
karena
stroke, dapat
maka
perlu
memperberat
dihindari hipertensi
(Dalimartha, 2008). Nikotin yang terkandung pada rokok diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin), sehingga dengan
39
pelepasan hormon ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah (Sheps, 2005). 6.
Olahraga Melalui olah raga yang teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit
per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Yundini, 2006). Manfaat olahraga teratur terbukti dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko terhadap stroke, serangan jantung, gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah lainya. 7.
Penurunan Stress Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi (Sheps, 2005). Perasaan gelisah dapat mengakibatkan ketegangan dan emosi terus menerus sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Usahakan dapat tidur dan beristirahat secukupnya untuk mempertahankan kondisi badan, karena tekanan darah menurun pada waktu tidur, lebih rendah dari pada waktu siang hari (Dekker, 1996). 8.
Bantuan dari Kelompok Pendukung Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup
sehat (Dalimartha, et al, 2008). Sehingga keluarga dan teman-teman mengerti sepenuhnya tentang besarnya risiko jika tekanan darah kita tidak terkendali. Dengan demikian keluarga dan teman akan membantu dengan memperhatikan makanan kita atau mengingatkan saat tiba waktunya untuk minum obat atau untuk
40
melakukan aktivitas berjalan-jalan setiap hari dan mungkin saja mereka bahkan akan menemani kita (Sheps, 2005). c.
Terapi Herbal Penyajian jenis obat-obatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi
disuguhkan dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan atau pun dimasak sebagai pelengkap menu sehari-hari (Dalimartha, et al, 2008). Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: mengkudu (Morinda citrifolia L), mentimun (Cucumis sativus L), bawang putih (Allimun sativum L), lidah buaya (Aloe vera), seledri (Apium graveolens L), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), belimbing (Averrhoa carambola L), teh (Camellia sinensis L), dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002).
2.4 Lidah Buaya (Aloe vera)
2.4.1 Morfologi Tanaman Aloe vera atau lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40-90 cm, lebar 6-13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun serta bunga berbentuk lonceng (Furnawanthi, 2002). Lidah buaya termasuk tanaman yang tahan dalam keadaan kekeringan karena dalam penggunaan air tidak terjadi penguapan air dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat dipertahankan.
41
Kelemahan lidah buaya adalah jika ditanam di daerah basah dengan curah hujan tinggi, mudah terserang cendawan, terutama fusarium sp. yang menyerang pangkal batangnya (Furnawanthi, 2002). Sementara itu, dari segi budi daya, tanaman lidah buaya sangat mudah dan relatif tidak memerlukan investasi besar sehingga tanaman ini dapat dipanen berulang-ulang dengan masa produksi 7-8 tahun (Astawan, 2008). a.
Batang Batang tanaman lidah buaya berserat atau berkayu. Pada umumnya sangat
pendek dan hampir tidak terlihat karena tertutupi oleh daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah. Melalui batang ini akan tumbuh tunas yang akan menjadi anakan (sucker) (Furnawanthi, 2002). b.
Daun Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang. Daunnya
berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan, serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah, atau lendir yang mendominasi daun. Pada daun lidah buaya yang muda terdapat bercak (totol) berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya dewasa. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Furnawanthi, 2002). c.
Bunga Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3
cm, berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit berjuntai melingkari ujung tangkai yang menjulang ke atas sepanjang sekitar 50-100 cm (Furnawanthi, 2002).
42
d.
Akar Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang pendek dengan akar
serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40 cm (Furnawanthi, 2002).
2.4.2 Jenis dan Varietas Lidah Buaya Terdapat lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk dalam suku Liliaceae. Di samping itu, tidak sedikit yang merupakan hasil persilangan. Jenis yang banyak dikembangkan di Asia termasuk Indonesia, adalah Aloe chinensis Baker yang berasal dari Cina, tetapi bukan tanaman asli Cina. Ciri-ciri tanaman ini adalah bunga berwarna orange, pelepah berwarna hijau muda, pelepah bagian atas agak cekung, dan mempunyai totol putih di daunnya ketika tanaman masih muda, lapisan lilinnya tipis di bawah daun dengan panjang daun 50-80 cm, lebarnya mencapai 10-14 cm dengan tebal 2-3 cm dan duri daun terdapat di bagian tepi (Jatnika & Saptoningsih, 2009).
2.4.3 Kandungan dan Manfaat Lidah Buaya (Aloe vera) Lidah buaya juga dikenal berkhasiat untuk mengobati sejumlah penyakit.. Manfaat lidah buaya beragam disebabkkan kandungan bahan aktif yang dimilikinya. Berikut manfaat dan kandungan yang dimiliki oleh lidah buaya.
43
Tabel 2. Zat-Zat Yang Terkandung Dalam Gel Lidah Buaya Zat Lignin
Kegunaan Mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi, sehingga memudahkan peresapan gel ke kulit. - Mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat antiseptik. - Bahan pencuci yang sangat baik. - Bahan laksatif - Penghilang rasa sakit, mengurangi racun. - Senyawa antibakteri. - Mempunyai kandungan antibiotik. Bahan penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara normal dan sehat. - Mengatur proses-proses kimia dalam tubuh. - Menyembuhkan luka dalam dan luar. - Memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. - Berfungsi untuk memproduksi mucopolisakarida. -
Saponin
Komplek Anthraquinone aloin, barbaloin, isobarbaloin, anthranol, aloe emodin, anthracene, aloetic acid, ester asam sinamat, asam krisophanat, eteral oil, resistanol Vitamin B1, B2, niacinamida, B6, cholin, asam folat Enzim oksidase, amilase, katalase, lifase, protease Mono dan polisakarida, selulosa, glukosa, mannose, aldopentosa, rhamnosa Sumber: Furnawanthi, 2002
Tabel 3. Komposisi Kimia Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Bahan
Kegunaan
Mineral
- Memberi ketahanan terhadap penyakit, menjaga kesehatan dan memberikan vitalitas. - Berinteraksi dengan vitamin untuk mendukung fungsifungsi tubuh.
Asam amino
- Bahan untuk pertumbuhan dan perbaikan - Untuk sintesa bahan lain. - Sumber energi
Protein Sumber : Furnawanthi, 2002
Unsur Kalsium(Ca) Fosfor(P) Besi(Fe) Magnesium(Mg) Mangan(Mn) Kalium(K) Natrium(Na) Tembaga Asam Aspartat Asam glutamat Alanin Isoleusin Fenilalanin Threonin Prolin Valin Leusin Histidin Serin Glisin Methionin Lysine Arginin Tyrosin Tryptophan
Konsentrasi (ppm) 458,00 20,10 1,18 60,80 1,04 797,00 84,40 0,11 43,00 52,00 28,00 14,00 14,00 31,00 14,00 14,00 20,00 18,00 45,00 28,00 14,00 37,00 14,00 14,00 30,00 0,1%
44
Tanaman lidah buaya mengandung dua jenis cairan, yakni cairan bening seperti jeli dan cairan berwarna kekuningan yang mengandung aloin. Jeli lidah buaya diperoleh dengan membelah batang lidah buaya. Jeli mengandung zat anti bakteri dan anti jamur yang dapat menstimulasi fibroblast, yaitu sel-sel kulit yang berfungsi menyembuhkan luka (Astawan, 2008). Lidah buaya jenis Barbadensis Miller aman dikonsumsi, karena mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh, diantaranya 18 macam asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat golongan obat (Freddy 2006, dalam Purwakarta, 2006). Kandungan dari lidah buaya yang diduga dapat menurunkan tekanan darah khususnya untuk pengikisan kolesterol adalah serat larut air yaitu glaukomanan, anti oksidan, flavonoid, niacin, vitamin C, magnesium, selenium, dan zinc (Hernani, 2005). Kandungan dari lidah buaya yang dianggap mampu menurunkan kadar gula darah adalah kromium, inositol, vitamin A, dan getah kering lidah buaya yang mengandung hypoglycemic (Jatnika& Saptoningsih, 2009). Selain itu, lidah buaya diyakini sangat mujarab karena mengandung salisilat, yaitu zat peredam sakit dan anti bengkak yang juga terdapat dalam aspirin. Cairan berwarna kekuningan mengandung aloin berasal dari lateks yang terdapat di bagian luar kulit lidah buaya. Cairan ini tidak sama dengan jeli lidah buaya, dianggap cukup aman dan banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar komersial (Furnawanthi, 2002). Jumlah asam amino, vitamin, enzim, anthraquinone, dan unsur lainnya tidak terdapat dalam jumlah besar, tetapi karena digabungkan menjadi satu,
45
membuahkan hasil yang menakjubkan. Hal ini disebabkan unsur yang terdapat di dalam lidah buaya ini menstimulasi macropage di dalam tubuh. Macropage adalah salah satu sel darah yang mengendalikan system kekebalan tubuh (Furnawanthi, 2002).
2.4.4 Cara Meramu Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Menurunkan Tekanan Darah Lidah buaya dapat diolah sebagai jus. Potong beberapa lembar daun lidah buaya yang cukup tua langsung dari tanaman. Kupas sisi daun lidah buaya yang berduri dengan menggunakan pisau kupas, lalu cuci daun lidah buaya dengan air matang. Belah daun lidah buaya menjadi dua. Keruk gel lidah buaya dengan menggunakan sendok, atau dapat juga dikupas keseluruhan kulit dan memotongnya kecil-kecil. Masukkan gel lidah buaya ke dalam blender, tambahkan air perasan buah jeruk secukupnya. Blender bahan-bahan ini selama 2 menit. Gel lidah buaya tanpa kulit tidak tahan lama karena akan teroksidasi oleh udara. Air jeruk berguna untuk menstabilkan gel lidah buaya supaya tahan lama dan untuk memberikan cita rasa. Tuang jus lidah buaya ke dalam wadah dengan tutup kedap udara. Diamkan di dalam lemari es minimal 2 jam. Jus lidah buaya siap dikonsumsi. Jus ini tahan selama seminggu, namun untuk mendapatkan manfaat
kesehatan
maksimal,
(Vizuhailinamaya, 2011).
sebaiknya
dihabiskan
dalam
3
hari
46
2.5 Belimbing (Averrhoa carambola L.)
2.5.1 Morfologi Belimbing (Averrhoa carambola Linn) termasuk dalam famili Oxadilaceae merupakan salah satu tanaman obat. Belimbing (Averrhoa carambola L.) memiliki bentuk seperti bintang, berlekuk-lekuk jika dilihat dari penampang melintangnya dan permukaannya licin. Kulit belimbing manis biasanya berwarna kuning kehijauan dengan rasa manis bervariasi sesuai dengan jenis dan varietasnya. Jenis belimbing yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis belimbing manis atau yang biasanya hanya disebut belimbing. Jenis belimbing ini yang umum dikonsumsi oleh masyarakat sebagai buah atau pencuci mulut karena rasa dan kandungaan airnya yang tinggi sehingga memberikan sensasi segar saat dikonsumsi (Puspaningtyas, 2013).
2.5.2 Varietas Belimbing Dibandingkan dengan buah tropis lainnya, belimbing memiliki kelebihan karena tersedia sepanjang tahun. Artinya, belimbing bukanlah buah musiman sehingga tidak perlu menunggu waktu kalau ingin mengkonsumsinya. Asalkan kondisi lingkungannya kondusif, yakni tersedia air yang cukup. Umumnya belimbing dipanen 3–4 kali setahun. Panen besar biasanya terjadi pada permulaan musim hujan (Plantus, 2008). Di Indonesia terdapat beberapa varietas belimbing unggul. Ciri-ciri belimbing unggul diantaranya ukuran buah besar, warna menarik, serat buat
47
halus, berair banyak dan rasanya manis segar. Varietas belimbing dibedakan menjadi 6 jenis yaitu: a.
Belimbing Dewi Belimbing ini memiliki ukuran cukup besar. Panjang buah bisa mencapai
lebih dari 15 cm dengan diameter lebih dari 10cm. Berat rata-rata 200-250 gram per buah, bahkan ada yang mencapai 500gram. Buah yang matang berwarna kuning kemerahan dan mengkilap dengan pinggiran berwarna hijau, sehingga membuat belimbing ini tampak menarik. Daging buahnya padat, manis dan mengandung sedikit air. Selain itu, varietas ini mempunyai tajuk daun yang rimbun dan berbuah lebat. Buah belimbing dewi cukup terkenal karena kualitasnya, sehingga banyak dikoleksi dan ditangkarkan. b.
Belimbing Demak Kapur Bentuk buah belimbing ini lonjong dan lebar memipih dengan daging yang
tipis. Belimbing demak kapur berwarna putih kekuningan, rasanya manis sedikit asam, segar, dan mengandung banyak air. Dalam hal rasa dan kualitas, belimbing kapur menempati urutan atas. Namun konsumen lebih menyukai demak kunir atau jingga karena warnanya yang lebih menarik. c.
Belimbing Bangkok Asal belimbing ini dari Thailand. Warna buahnya kuning kemerahan pada
waktu matang. Bentuk buahnya agak melebar dan pipih dengan bagian pinggir tetap berwarna hijau meskipun buah sudah tua. Rasa buahnya manis dan kandungan airnya banyak, tiap buah rata-rata beratnya 165 gram/buah.
48
d.
Belimbing Demak Kunir Belimbing varietas ini mampu memproduksi buah rata-rata 150-350 buah
per pohon. Belimbing demak kunir memiliki warna kulit buah kuning keemasan, sehingga lebih menarik dibandingkan demak kapur. Aroma yang dikeluarkan pun harum dan banyak mengandung air. e.
Belimbing Paris Belimbing ini memiliki tingkat kematangan buah yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan varietas lain. Belimbing jenis ini buahnya dapat dipetik pada umur 65-70 hari, pada umur tersebut buah berwarna kuning keemasan, tekstur buahnya mulai lunak dan rasanya manis namun rasanya akan semakin manis jika dipetik umur 75 hari. Daging buah varietas paris tergolong padat, rasanya manis, dan berserat halus. Produksi buah tergolong lebat. Panjang buah rata-rata 10 cm dengan diameter 7 cm. Sementara itu, berat per buah berkisar 125-200 gram (Agromedia, 2009).
2.5.3 Kandungan dan Khasiat Belimbing (Averrhoa carambola Linn) Buah belimbing memiliki kandungan zat yang sama walaupun memiliki berbagai jeneis vaietas. Berikut tabel kandungan zat gizi belimbing secara lengkap.
49
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Belimbing Per 100 Gram
Komponen Zat Kalori Karbohidrat Protein Lemak Kolesterol Serat
Konsentrasi 31 Kcal 6.73 g 1,04 g 0,33 10 mg 2,80 g
ppm 15% 5% 2% 1% 0% 7%
Folat Niacin Pyridoxine Riboflavin Thiamin Vtamin A Vitamin C Vitamin E Vitamin K
12µg 0,367 mg 0,017 mg 0,016 mg 0,014 mg 61 IU 34,4 mg 0,15 mg 0 g
3% 2,25% 1,5% 1,25% 1% 2% 57% 1% 0%
Sodium Kalium Mineral Kalsium Zat besi Magnesium Fosfor Seng
2 mg 133 mg
0% 3%
3 mg 0.08 mg 10 mg 12 mg 0,12 mg
0.3% 1% 2% 2% 1%
Vitamin
Elektrolit
Sumber: USDA – National Nutrient data base, 2013
Belimbing
tergolong buah yang dapat menurunkan kadar LDL (Low
Denstity Lipoprotein) dalam tubuh dan menempati posisi juru kunci dibandingkan dengan buah-buahan lainya karena kalorinya yang rendah cocok bagi penggemar buah-buahan yang kelebihan berat badan (Kholish, 2011). Buah belimbing yang dimakan beserta kulitnya akan memberikan jumlah serat bagi tubuh. Serat akan membantu mencegah penyerapan kolesterol LDL dalam makanan pada usus dan membantu melindungi selaput lendir pada usus besar dari paparan zat beracun dengan jalan mengikat bahan kimia penyebab kanker usus (Kholish, 2011).
50
Buah ini merupakan sumber vitamin, khususnya vitamin A dan C sebagai antioksidan tangguh dalam memerangi radikal bebas. Dalam hal ini adalah antioksidan dari polifenol flavonoid (Folin assay). Beberapa jenis flavonoid penting adalah quercetin, epikatekin, dan asam galat. Selain itu belimbing juga merupakan sumber vitamin B kompleks, seperti folat, riboflavin, dan piridoksin (vitamin B-6). Secara bersinergi jenis-jenis vitamin ini akan membantu sebagai kofaktor enzim metabolisme, serta digunakan untuk berbagai fungsi sintetis dalam tubuh (Kholish, 2011). Belimbing mengandung beberapa mineral dan elektrolit, seperti kalium, fosfor, seng dan zat besi. Kalium merupakan komponen penting dari sel dan cairan tubuh yang diperlukan untuk membantu mengendalikan detak jantung serta mencegah pengaruh buruk dari natrium. Dengan demikian buah belimbing juga bagus untuk membantu menurunkan tekanan darah tinggi (Puspaningtyas, 2013).
2.5.4 Cara Membuat Jus Belimbing Cara meramu atau membuat jus belimbing untuk penyakit hipertensi dan penggunaanya yaitu beberapa buah belimbing muda segar yang sudah dicuci kemudian diperas dan selanjutnya disaring. Pemarutan bisa dilakukan secara manual maupun non manual. Diparut lalu diminum perasaanya. Lakukan hal ini 2 kali sehari pada pagi dan malam hari (Wijoyo, 2012).
51
2.6 Pengaruh Jus Lidah Buaya (Aloe vera) dan Jus Belimbing (Averrhoa carambola Linn) terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada dasarnya lidah buaya dan belimbing mengandung kadar kalium yang tinggi serta natrium yang rendah sebagai obat anti hipertensi. Lidah buaya dan belimbing memiliki efek diuretik yang dapat memperlancar air seni sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung sehingga pengeluaran natrium cairan meningkat sehingga dapat membantu menurunkan tekanan darah. Kalium juga berguna
untuk
menghambat
renin
dalam
sistem
angiotensin
dimana
angiotensinogen tidak dapat membentuk angiotensin I (Wirakusumah & Emma S, 2006). Terjadinya penurunan tekanan darah disebabkan oleh karena kandungan lidah buaya maupun belimbing yang kaya akan kalium dan rendah natrium. Awal mula terjadinya hipertensi melalui 2 aksi utama, yaitu menurunnya cairan intraseluler dan meningkatnya cairan ekstraseluler dalam tubuh. Namun dengan pemberian jus lidah buaya maupun jus belimbing yang tinggi kalium dan rendah natrium menyebabkan 2 aksi utama tersebut telah mengalami perubahan arah dari semula. Dimana dengan tingginya kalium akan mampu menurunkan produksi atau sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. Dengan menurunnya ADH, maka urine yang diekskresikan keluar tubuh akan meningkat, sehingga menjadi encer dengan osmolalitas yang rendah. Untuk memekatkannya, volume cairan intraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian ekstraseluler. Sedangkan menurunnya konsentrasi NaCl akan dipekatkan dengan
52
cara menurunkan cairan ekstraseluler yang kemudian akan menurunkan tekanan darah (Astawan, 2010). Selain mengandung kalium yang tinggi, lidah buaya dan belimbing mengandung flavonoid yang dapat menyebabkan efek antihipertensi. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Fatah, 2006). Menurut Satria (2009), mekanisme kerja dari flavonoid yaitu melancarkan peredaran darah dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, sehingga darah dapat mengalir dengan normal dan mengurangi kandungan kolesterol serta meningkatkan antioksidan total pada darah. Flavonoid dapat memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah, melalui regulasi expresi ENOS (Endothelial Nitric Oxide Synthase) dan meningkatkan produksi NO (Nitric Oxide). NO merupakan vasodilator yang kuat. Pada keadaan stres oksidatif bioavailabilitas NO akan menurun. Pemberian antioksidan akan mengurangi radikal bebas sehingga tidak terjadi stres oksidatif dan pada akhirnya akan meningkatkan bioavailabilitas NO. Flavonoid dapat meningkatkan bioavailabilitas NO karena dapat sebagai antioksidan. Flavonoid yang terdapat pada sayur dan buah bila di konsumsi secara rutin dapat melindungi tubuh dari penyakit kardiovaskuler dan beberapa penyakit kronis lain, melalui efek antioksidan tersebut (Jawi, 2012). Flavonoid menghambat kerja dari angiotensin converting enzyme, sehingga angiotensin I tidak dapat diubah menjadi angiotensin II dan
53
menyebabkan berkurangnya efek vasokonstriksi dan sekresi alodesteron untuk reabsorbsi natrium dan air sehingga tekanan darah akan turun (Robinson, 1995). Selain itu peran flavonoid dalam tubuh adalah merawat dan membersihkan pembuluh darah dari penyumbatan sehingga risiko stroke dan darah tinggi bisa dihindari (Robinson, 1995; Mills & Bone, 2000). Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh jumlah NO dalam darah. Untuk merelaksasi arteri dan membuatnya lebih patuh serta mengerut dan mengembang sesuai kebutuhan. NO menghambat enzim ACE (Angiotensin Converting Enzyme) yang berfungsi meningkatkan elastisitas pembuluh darah. Saat usia semkakin lanjut jumlah NO menurun dan bukan hal yang mengejutkan tekanan darah meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan apabila produksi NO meningkat, arteri menjadi lebih sehat, ACE dapat dihambat dan tekanan darah akan turun (Robert, 2010). Selain mengandung kalium, lidah buaya juga mengandung arginin. Arginin merupakan salah satu asam amino yang dapat dijumpai dalam susunan protein normal makhluk hidup. Arginin ini juga dikenal sebagai asam amino esensial yang berarti dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, namun terkadang karena kondisi khusus pembentukannya kurang dari yang diharapkan, sehingga harus dipenuhi dari luar. Manfaat dan kegunaan arginin yaitu perkuatan dinding arteri darah, disebabkan oleh sintesa nitrogen oksida atau NO dan sintesa ornitin yang menyebabkan dinding arteri darah menjadi lebih lentur. Kelenturan dinding arteri darah ini akan mencegah risiko pecahnya pembuluh darah arteri akibat dorongan darah yang kuat yang berasal dari jantung. Penggunaan arginin dimaksudkan
54
untuk mencegah terjadinya arteriosklerosis yang disebabkan penumpukan plak arteri darah oleh kolesterol LDL (Low Denstity Lipoprotein) yang teroksidasi dengan cara melebarkan ataupun melenturkan dinding arteri darah agar mudah dilewati oleh aliran darah (Dimoji,2013). Arginin bersifat vasodilator atau menurunkan tekanan darah dan membantu meningkatkan aliran darah. Arginin berfungsi sebagai stimulator untuk memproduksi
nitrogen monoksida (nitric oxide/NO) bagi perlindungan
kardiovaskular yang kuat. Arginin mempengaruhi seluruh sistem kardiovaskular karena arginin dapat membuat arteri rileks sehingga darah mengalir lebih baik ke seluruh tubuh, perbaikan sirkulasi, dan membantu menjaga atau mengatur tekanan darah (Latief, 2011). Melihat banyaknya kandungan dan manfaat lidah buaya (Aloe vera) dan belimbing (Averrhoe Carambola L) sangat cocok jika pemberiannya saling dikombinasikan sehingga akan mennghasilkan pengaruh yang lebih besar dalam mengobati penyakit terutama pada penderita hipertensi. Menurut penelitian yang dilakukan Sianipar, Yulika, dkk (2012) dalam penelitiannya mengenai kandungan jus lidah buaya (Aloe vera) terhadap kadar LDL dan HDL dengan 3 kelompok yang dibagi secara acak, percobaan terkontrol, dan secara sistematis dengan hasil yang dapat disimpulkan bahwa terdapat signifikansi secara statistik dalam penurunan
kadar kolesterol LDL menurun
sebesar 20,36% dan kadar kolesterol HDL meningkat sebesar 18,87% setelah diberikan jus lidah buaya selama 14 hari.
55
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Heri Sulistiyono (2009) dari 34 sampel terdapat 17 orang (100%) mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan 16 orang (94,1%) mengalami penurunan tekanan darah diastolik pada kelompok perlakuan dengan jus belimbing Demak Riset menunjukkan jus dengan bahan herbal untuk hipertensi sebaiknya dikonsumsi pada pagi hari selain dapat menyegarkan tubuh, akan terserap lebih sempurna oleh usus karena pada pagi hari kinerja usus meningkat sehingga zat-zat yang terdapat dalam jus tersebut dapat segera diserap oleh tubuh. Disamping itu, pada pukul 08.00-11.00 menunjukkan kerja jantung yang kuat sehingga tekanan darah mencapai angka paling tinggi (Bangun, 2002). Mengacu pada beberapa sumber dan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh para peneliti, lamanya pemberian kombinasi antara jus lidah buaya dan jus belimbing akan diberikan selama dua kali dalam sehari selama 2 minggu yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pada pagi hari perut masih bersifat asam dan belum terisi makanan sehingga dapat mengiritasi lambung dan memicu naiknya asam lambung (Handayani & Syartiqa, 2013). Buah belimbing memiliki kandungan vitamin C yang lebih banyak dan rasanya lebih asam dibandingkan lidah buaya sehingga rentan mengiritasi lambung. Oleh karena itu jus belimbing akan diberikan pada sore hari sedangkan jus lidah buaya akan diberikan pada pagi hari.