BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi 2.1.1. Pengertian Persepsi Pada dasarnya persepsi merupakan suatu proses yang terjadi di dalam pengamatan seseoang terhadap orang lain. Persepsi terhadap satu objek yang ada di sekitar manusia pada dasarnya berbeda dengan lainnya karena sebagai makhluk individu setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahamannya. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang dipersepsikan maka semakin baik bentuk persepsi orang tersebut terhadap objek begitu pula sebaliknya. Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003). Persepsi seseorang bisa diartikan sebagai proses, pemahaman terhadap suatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi, berhubungan atau kerjasama. Jadi setiap orang tidak terlepas dari persepsi. Persepsi menurut Rukminto (1994), persepsi menunjuk bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium dunia sekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat pula didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh manusia. Sedangkan menurut Walgito (1999), persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktifitas, merasakan, mengidentifikasi dan memahami objek fisik maupun sosial. Definisi ini menekankan bahwa persepsi akan timbul setelah
Universitas Sumatera Utara
seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakannya tersebut. 2.1.2. Proses Persepsi Adapun proses persepsi menurut Sabur (2003) antara lain: 1. Proses menerima rangsangan Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui pancaindera. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari segi-segi lain sesuatu itu. 2. Proses menyeleksi rangsangan Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Ada dua kumpulan faktor menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu : a. Faktor intern 1) Kebutuhan psikologis Kebutuhan seseorang mempengaruhi persepsinya. Kadang-kadang, ada hal yang “kelihatan” (yang sebenarnya tidak ada), karena kebutuhan psikologis. Misalnya, seseorang yang haus bisa melihat air di banyak tempat; fatamorgana seperti itu bisa sekali terjadi di padang pasir. Jika seseorang kehilangan hal tertentu yang dibutuhkan, mereka lebih sering melihat barang itu.
Universitas Sumatera Utara
2) Latar belakang Latar belakang mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsi. Orangorang dengan latar belakang tertentu mencari orang-orang dengan latar belakang yang sama. 3) Pengalaman Pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang, halhal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya. Seseorang yang mempunyai pengalaman buruk dalam bekerja dengan jenis orang tertentu, mungkin akan menyeleksi orang-orang ini untuk jenis persepsi tertentu. 4) Kepribadian Kepribadian juga mempengaruhi persepsi. Seseorang yang introvert mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang serupa atau sama sekali berbeda. Berbagai faktor dalam kepribadian mempengaruhi seleksi dalam persepsi. 5) Sikap dan kepercayaan umum Sikap dan kepercayaan umum juga mempengaruhi persepsi. Orang-orang yang mempunyai sikap tertentu terhadap karyawan wanita atau karyawan yang termasuk kelompok bahasa tertentu, besar kemungkinan akan melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan oleh orang lain. 6) Penerimaan diri Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima
Universitas Sumatera Utara
kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang kurang ikhlas menerima realitas dirinya. Untuk yang terakhir ini cenderung mengurangi kecermatan persepsi. Implikasi dari fakta ini ialah kecermatan persepsi dapat ditingkatkan dengan membantu orang-orang untuk lebih menerima diri mereka sendiri. b. Faktor Ekstern 1) Intensitas Pada umumnya, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih banyak taggapan daripada rangsangan yang kurang intens. 2) Ukuran Pada umumnya, benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatian. Barang yang lebih besar lebih cepat dilihat. 3) Kontras Biasanya, hal-hal lain dari biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian. Jika orang bisa mendengar suara tertentu dan adanya perubahan dalam suara itu, hal itu akan menarik perhatian. Banyak orang secara sadar atau tidak, melakukan hal-hal yang aneh untuk menarik perhatian. Perilaku yang luar biasa menarik perhatian karena prinsip-prinsip perbedaan itu. 4) Gerakan Hal-hal yang bergerak lebih menarik perhatian dari pada hal-hal yang diam.
Universitas Sumatera Utara
5) Ulangan Biasanya hal-hal yang berulang dapat menarik perhatian. Akan tetapi, ulangan yang terlalu sering, dapat menghasilkan kejenuhan semantik dan dapat kehilangan arti perseptif. 6) Keakraban Hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Hal ini terutama jika hal tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu. 7) Sesuatu yang baru Faktor ini kedengarannya bertentangan dengan faktor keakraban. Akan tetapi, hal-hal baru juga menarik perhatian. Jika orang sudah bisa dengan kerangka yang sudah dikenal, sesuatu yang baru menarik perhatian. 3. Proses Pengorganisasian Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yaitu : a. Pengelompokan Berbagai rangsangan yang telah diterima dikelmpokkan dalam suatu bentuk. Beberapa faktor digunakan untuk mengelompokkan rangsangan itu, antara lain : 1) Kesamaan, rangsangan-rangsangan yang mirip dijadikan satu kelompok. 2) Kedekatan, hal-hal yang lebih dekat antara satu dan yang lain juga dikelompokkan menjadi satu. 3) Ada suatu kecenderungan untuk melengkapi hal-hal yang dianggap belum lengkap.
Universitas Sumatera Utara
b. Bentuk timbul dan latar Prinsip lain dari dalam mengatur rangsangan disebut bentuk timbul dan latar. Hal ini merupakan salah satu proses persepsi menarik dan paling pokok. Dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala-gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan rangsangan atau gejala lainnya berbeda di latar belakang. c. Kemampuan persepsi Ada satu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan perubahanperubahan konteks tidak mempengaruhinya. Dunia persepsi diatur menurut prinsip kemantapan. Dalam persepsi dunia tiga dimensional, faktor ketetapan memainkan peranan yang penting. 4. Proses penafsiran Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persesi pada kelompoknya memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima. 5. Proses pengecekan Sesudah data diterima dan ditafsirkan, sipenerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses pengecekan ini mungkin terlalu cepat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan atau data baru. Data atau kesan-kesan itu dapat dicek dengan menanyakan kepada orang-orang lain mengenai persepsi mereka.
Universitas Sumatera Utara
6. Proses Reaksi Tahap terakhir dari proses perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang berbuat suatu sehubungan dengan persepsinya. Misalnya, seseorang bertindak sehubungan dengan persepsi yang baik atau yang buruk yang telah dibentuknya. Lingkaran persepsi ini bisa tersembunyi dan bisa pula terbuka. Tindakan tersembuyi berupa pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindakan yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan dengan persepsi itu. Satu gejala yang telah menarik perhatian sehubungan dengan tindakan tersembunyi ialah “pembentukan kesan”.
2.2. Mutu Pelayanan Defenisi mutu berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wickof (1998) dalam Soejitno (2002) mutu adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan.Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsiten. Menurut Al-Assaf (2002) mutu adalah melakukan hal yang benar sejak pertama kali dan melakukannya lebih baik lagi pada saat yang beikutnya. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan mutu adalah memenuhi persyaratan yang diminta konsumen, baik konsumen internal maupun eksternal dalam hal layanan dan produk yang bebas cacat. Selaras dengan pendapat tersebut mengatakan bahwa mutu adalah menyediakan konsumen kita dengan produk yang inovatif dan layanan yang
Universitas Sumatera Utara
sepenuhnya memuaskan permintaan mereka. Pendapat lainnya menyebutkan mutu adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen baik internal maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap dan terus menerus. Beberapa pendapat lainnya tentang mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan/atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Azrul,2001). Roberts dan Provost dalam Azrul (2001) dimensi mutu yang dianut antara pemakai jasa, penyelenggara pelayanan kesehatan, penyandang dana pelayanan kesehatan adalah sangat berbedabeda dimana menurut dimensi pemakai jasa pelayanan kesehatan mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien. Menurut Soejitno, (2002) dimensi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi kedokteran mutakhir dan/atau adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Sedangkan menurut dimensi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, kesehatan, dan/atau kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Pemenuhan kebutuhan (bukan keinginan konsumen) adalah hal yang harus dilakukan, tentu
saja
masalah
keterjangkauan
dan
ketersediaan
sumber
daya
harus
dipertimbangkan. Kebutuhan dan harapan konsumen internal dan eksternal juga harus dipelajari. Staf dan pegawai merupakan konsumen internal bagi administrasi dan kebutuhan serta harapan mereka harus diketahui dan dipelajari serta setiap upaya harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ini Konsumen eksternal pada dasarnya diwakili pasien, tetapi entitas lain yang terkait dengan organisasi tersebut juga harus diselidiki dan dipelajari untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta harapan mereka. Mutu pelayanan atau jasa merupakan suatu kajian yang sangat menarik sehingga banyak para ahli yang menganalisanya antara lain model kesenjangan (Gap Model) dari parasuraman (dalam Tjiptono,2004) yaitu kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (ansurance), empati (empathy) dan bukti fisik (tangible), sedangkan model dimensi kualitas dari Gonroes (dalam Tjiptono 2004) lebih menekankan evaluasi kualitas jasa dari aspek output, proses, dan citra (result and process-oriented)
2.3. Kepuasan Pelayanan 2.3.1. Pengertian Kepuasan Pasien selaku pengguna jasa menuntut pelayanan yang berkualitas dari rumah sakit. Dahulu pasien menggunakan jasa rumah sakit demi kesembuhan mereka saja. Sekarang pasien lebih bersifat kritis, terinformasi dan menuntut serta lebih memperhatikan masalah kualitas sehingga kepuasan pribadi menjadi semacam
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan yang ingin dipenuhi selain kesembuhan mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien sehingga mereka merasa puas dan berkeinginan menggunakan rumah sakit yang sama jika suatu waktu mereka diharuskan dirawat di rumah sakit (Ayuningtyas dkk, 2005). Lewis dkk (1996) menyatakan bahwa kepuasan pengguna pelayanan kesehatan (dalam hal ini adalah pasien) mempunyai kaitan dengan hasil pelayanan kesehatan yang penting baik secara medis maupun secara ekonomis seperti kepatuhan terhadap pengobatan, pemahaman terhadap informasi medis, dan kelangsungan perawatan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi pasien itu sendiri dan bagi perawat yang merawatnya serta rumah sakit sebagai tempat yang memberikan pelayanan kepada pasien. Engel dkk (1995) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen merupakan faktor dasar yang menentukan proses pembelian selanjutnya. Kepuasan dibentuk dari harapan atau kepercayaan pasien atas apa yang akan diterimanya dari jasa yang dipilihnya. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien akan mempengaruhi pemikiran pasien dalam menggunakan rumah sakit yang sama dimasa yang akan datang. Kotler (1995) menyatakan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja (hasil) suatu produk atau jasa dengan harapan yang dimiliki. Apabila kinerja yang dihasilkan suatu produk atau jasa berada di bawah harapan maka konsumen merasa kecewa dan tidak puas. Sebaliknya bila kinerja yang dihasilkan oleh suatu produk atau jasa dapat
Universitas Sumatera Utara
memenuhi atau melampaui harapan maka konsumen akan merasa puas. Begitu juga perasaan pasien terhadap kinerja yang dihasilkan oleh perawat. Jika perawat menghasilkan kinerja yang memenuhi atau melampaui harapan dari pasiennya dengan memberikan pelayanan yang baik maka pasien akan merasakan kepuasan yang tinggi. Pasien yang merasakan kepuasan yang tinggi akan menciptakan kelekatan emosional terhadap rumah sakit tersebut. Hal ini dapat menyebabkan pasien menjadi pelanggan setia di rumah sakit tersebut. Tetapi sebaliknya jika kinerja perawat dalam memberikan
pelayanan
kepada
pasiennya
buruk
maka
pasien
merasakan
ketidakpuasan dan hal ini akan mempengaruhi penilaian pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit terutama perawat yang merawatnya. Lefrancois (1990) menyatakan bahwa kepuasan merupakan kebutuhan dasar yang dapat digambarkan sebagai suatu hal yang menyenangkan. Kebutuhan dasar ini muncul karena adanya dorongan-dorongan tertentu yang harus disalurkan. Rasa puas akan muncul jika dorongan tersebut dapat disalurkan dan sebaliknya jika dorongan tersebut tidak disalurkan maka akan muncul perasaan tidak puas. Tjiptono (dalam Musanto, 2004) mengatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelanggan terhadap evolusi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan. Persaingan yang semakin ketat ini menyebabkan banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen termasuk rumah sakit yang berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada pasien selaku konsumen sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan yang dialami oleh pasien berkaitan dengan hasil pelayanan yang diberikan oleh perawat. Pasien sebagai konsumen akan merasa puas bila diberi pelayanan yang baik dan diperlakukan dengan baik serta mendapatkan kemudahan dalam pelayanan. Swastha dan Handoko (1997) juga menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan mempengaruhi dalam pengambilan ulang atau pembelian yang sifatnya terus menerus terhadap pembelian jasa yang sama dan juga akan mempengaruhi ucapan konsumen kepada pihak lain atau pihak luar tentang jasa yang dihasilkan. Rumah sakit selaku produsen jasa dan pasien selaku pengguna jasa rumah sakit mengharapkan adanya hubungan timbal balik yang seimbang diantara keduanya. Selain itu kepuasan tidak semata-mata didapatkan dari kualitas jasa yang ditawarkan tetapi juga melalui pelayanan yang diberikan dengan memperhatikan keinginan dan menyesuaikan dengan kebutuhan serta harapan konsumen. Rumah sakit dan perawat dituntut untuk memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada pasien dengan memperhatikan apa yang menjadi keinginan, kebutuhan, dan harapan dari pasiennya sehingga pasien merasa puas dan menggunakan rumah sakit yang sama dikemudian hari jika pasien diharuskan dirawat di rumah sakit. Pasien yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat dan rumah sakit akan merekomendasikan kepada pihak lain sehingga pihak lain bisa menggunakan rumah sakit yang sama. Dalam hal ini kepuasan yang dirasakan oleh pasien tidak semata-mata didapat dari kualitas jasa yang diberikan oleh rumah sakit tetapi juga dari pelayanan yang diberikan oleh perawat. Engel dkk (dalam Widyaratna dkk, 2001) menyatakan bahwa kepuasan pasien merupakan evaluasi setelah pemakaian dimana pelayanan yang diberikan sekurang-
Universitas Sumatera Utara
kurangnya sama atau melampaui harapan dari pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diterimanya dan dari evaluasi itulah pasien mengetahui apakah mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat atau tidak. Bagi pasien, kepuasan selalu dikaitkan dengan lingkungan rumah sakit, suhu udara, kenyamanan, kebersihan, kecepatan pelayanan, ramahnya perawat dan perhatian dari perawat. Pelayanan yang diberikan oleh perawat yang tidak sesuai dengan harapan pasien akan menimbulkan ketidakpuasan. 2.3.2. Aspek-Aspek Kepuasan Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat penting bagi
kelangsungan
suatu
rumah
sakit.
Junadi
(dalam
Sabarguna,
2004)
mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu itu. Sabarguna (2004) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu : a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan. b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas rumah sakit terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.
Universitas Sumatera Utara
c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal. d. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien. 2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Griffith (dalam Leger, dkk, 1992) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi perasaan puas pada seseorang yaitu : a. Sikap dan pendekatan petugas rumah sakit kepada pasien yaitu sikap petugas rumah sakit kepada pasien ketika pasien pertama kali datang di rumah sakit, keramahan yang ditunjukkan petugas rumah sakit, dan kecepatan penerimaan pasien yang datang ke rumah sakit. b. Kualitas pelayanan perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien berupa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit. c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien mulai masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, dan ketika keluar dari rumah sakit, kecekatan petugas dalam melayani pasien, dan penjelasan rincian biaya yang digunakan pasien selama berada di rumah sakit. d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan, kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, dan lokasi rumah sakit. Kepuasan yang dialami oleh pasien sebagai pengguna jasa rumah sakit hanya dapat berkembang apabila terdapat hubungan antara penyedia layanan dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit terutama perawat yang merawat pasien dengan pasien yang dilayani (Kotler, 1995). Selain itu jika pasien merasakan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit maka pasien akan memberitahukan kepada teman, keluarga, maupun tetangganya tentang pelayanan yang didapatkannya sehingga teman, tetangga atau keluarganya juga akan menggunakan jasa rumah sakit yang sama. Oleh sebab itu, rumah sakit harus dapat meningkatkan kinerja dari para perawatnya sehingga para perawat di rumah sakit tersebut dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien yang menggunakan jasa rumah sakit tersebut (Kotler, 1995).
2.4. Jaminan Kesehatan Masyarakat Adalah jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan program bantuan sosial kepada masyarakat miskin dan kurang mampu di bidang pelayanan kesehatan. Adapun yang menjadi tujuan dan sasaran dari Jamkesmas sebagai berikut : a. Tujuan Umum Yaitu untuk meningkatkan akses dan mutu kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efesien dan efektif. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari Jamkesmas adalah : 1. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan Rumah Sakit. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin 3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel
Universitas Sumatera Utara
4. Sasaran Sasaran program jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya (Depkes, 2008).
2.5. Jaminan Kesehatan Aceh 2.5.1. Latar Belakang JKA Ada beberapa latar belakang dibentukan Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu (Depkes Aceh, 2010) : 1. Amanat UUD 45 pasal 28H ayat 1 memberikan hak kepada penduduk untuk mendapatkan palayanan kesehatan. Harus dipahami bahwa hak rakyat tersebut bukanlah hak alamiah yang dapat diperoleh tanpa ada kewajiban. Hak rakyat atas layanan kesehatan diperoleh setelah rakyat melaksanakan kewajiban seperti membayar pajak dan iuran jaminan sosial. Oleh karenanya hak atas pelayanan kesehatan tersebut telah dirumuskan lebih lanjut dengan pasal 34 ayat 2 UUD 45 yang memerintahkan negara untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial untuk Seluruh Rakyat. Amanat UUD 45 ini telah dijabarkan dengan lebih rinci dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mewajibkan rakyat yang mampu untuk membayar iuran jaminan sosial, diantaranya jaminan bantuan iuran, yang sifatnya sementara sampai rakyat mampu, guna mendapatkan jaminan kesehatan. 2. Amanat Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang tertuang pada Pasal 224, Pasal 225, dan Pasal 226 yaitu kewajiban Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan terlantar. 3. Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program Jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Selain itu, terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin membuat penduduk miskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya. 4. Masih ada 29% penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan sama sekali, meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif murah terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya. 5. Berdasarkan kondisi di atas, maka Pemerintah Aceh merancang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) untuk mendorong terlaksananya sistem penyelenggaraan jaminan kesehatan di Aceh. 2.5.2. Tujuan Jaminan Kesehatan Aceh Adapun tujuan Pemerintah Aceh merancang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), yaitu (Depkes Aceh, 2010) : 1. Tujuan Umum Mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam rangka meningkatkan produktifitas dn kesejahteraan.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan Khusus a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh penduduk Aceh. b. Menjamin akses pelayanan bagi seluruh penduduk dengan mencegah terjadinya beban biaya kesehatan yang melebihi kemampuan bayar penduduk. c. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pelayanan kesehatan primer/tingkat pertama sampai pelayanan rujukan yang memuaskan rakyat, tenaga kesehatan, dan Pemerintah Aceh. d. Mewujudkan reformasi sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan di Aceh secara bertahap. 2.5.3. Kebijakan Operasional Kebijakan operasional dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu (Depkes Aceh, 2010) : 1. Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah jaminan sosial bidang kesehatan untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Aceh secara optimal dan komprehensif. 2. Pelayanan
kesehatan
masyarakat
menjadi
tanggung
jawab
Pemerintah,
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten /Kota, dan berkewajiban memberikan kontribusi bersama sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal. 3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada penduduk mengacu pada prinsipprinsip: a. Prinsip kegotong-royongan di masa depan yang dimulai oleh bantuan iuran oleh Pemerintah Aceh. Pada tahap awal, penduduk di sektor informal akan
Universitas Sumatera Utara
mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh untuk menjadi peserta JKA. Dikemudian hari, seluruh penduduk Aceh harus bergotong-royong dengan wajib mengiur dana untuk jaminan kesehatan bagi dirinya. Sebagaimana diatur UU SJSN, iuran wajib akan mewujudkan kegotong-royongan dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. b. Prinsip Keadilan dan Jaminan yang sama. Seluruh penduduk Aceh harus mendapat jaminan kesehatan yang sama, tanpa memandang pekerjaan penduduk Aceh, tingkat sosial ekonomi, atau latar belakang etnik, budaya, agama, jenis kelamin dan usia. c. Prinsip nirlaba. Pengelolaan iuran dari peserta dan bantuan iuran dari pemerintah Aceh tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan. d. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efesiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta (termasuk bantuan iuran dari Pemerintah
Aceh)
dan
hasil
pengembangannya.
Seluruh
pemangku
kepentingan seperti pejabat Pemerintah Aceh, pejabat rumah sakit, tokoh masyarakat, pengusaha membayar iuran dan sebagainya harus mendapat askes tentang penggunaan dana JKA. e. Prinsip portabilitas. Jaminan kesehatan harus berkelanjutan mulai dari lahirnya seorang penduduk Aceh sampai ia meninggal dunia, meskipun ia
Universitas Sumatera Utara
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Aceh atau bepergian sementara ke luar Aceh, misalnya dalam menempuh pendidikan atau tugas di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. f. Prinsip cakupan semesta. Program JKA pada prinsipnya menjamin seluruh penduduk Aceh. Pada 3 tahun pertama iuran premi dibayar oleh Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota. Pada tahap selanjutnya penduduk Aceh yang bekerja mandiri dan memiliki kemampuan ekonomi wajib mengiur. Penduduk miskin dan hampir miskin mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh dan Kabupaten /Kota. g. Prinsip pelayanan yang menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis. h. Prinsip pelayanan berkualitas sesuai dengan standar pelayanan medis dan standar pelayanan minimal (SPM). i. Prinsip pelayanan terstruktur dan berjenjang mulai dari pelayanan rawat jalan primer sampai pelayanan tersier baik di fasilitas kesehatan publik maupun swasta yang dikontrak oleh BPJKA. 2.5.4. Ketentuan Umum Kepesertaan Ketentuan umum dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Aceh adalah (Depkes Aceh, 2010) : 1. Penduduk Aceh adalah masyarakat yang berdomisili di Aceh yang memiliki : a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan Kartu Keluarga (KK) Aceh, atau b. Kartu Keluarga bagi yang belum berhak mendapatkan KTP.
Universitas Sumatera Utara
2. Peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah seluruh penduduk Aceh tidak termasuk Peserta Askes Sosial, Pejabat Negara yang iurannya dibayar Pemerintah dan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. a. Peserta Askes Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan TNI/Polri, Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan anggota keluarga, dokter PTT dan Bidan PTT. b. Peserta JPK Jamsostek adalah peserta yang mendapat jaminan kesehatan sesuai dengan Peraturan dan Per Undang-Undangan. 3. Peserta JKA digolongkan dua jenis kepesertaan yaitu: a. Peserta JKA Jamkesmas adalah peserta yang bersumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi penduduk miskin sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Jamkesmas. b. Peserta JKA Non Jamkesmas adalah peserta yang jaminan kesehatan bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) diperuntukkan bagi penduduk yang tidak terjamin melalui asuransi kesehatan sosial PT. Askes dan JPK Jamsostek. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) yang memiliki KTP Aceh termasuk peserta JKA. 4. Peserta JKA Jamkesmas berhak mendapatkan jaminan kesehatan Aceh melalui integrasi pembiayaan kesehatan antara APBN dan APBA. 2.5.5. Sosialisasi Program Adapuan tujuan dilakukannya sosialisasi program JKA dan media yang digunakan untuk mensosialisasikan program JKA adalah (Depkes Aceh, 2010) :
Universitas Sumatera Utara
1. Agar masyarakat Aceh memperoleh informasi tentang Jaminan Kesehatan Aceh, mengetahui hak dan kewajiban, mengetahui prosedur serta ketentuan lain yang haru dipahami, maka harus dilakukan sosialisasi dan pemberian informasi langsung dan tidak langsung. 2. Media yang digunakan untuk sosialisasi dapat melalui media televisi, radio, surat kabar, spanduk, poster, leaflet, penyuluh langsung (antara lain: Walikota dengan wartawan, pengumuman melalui mesjid, kesenian tradisional Aceh, Penyuluh Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit), dan media lainnya. 3. Sosialisai melalui spanduk digunakan untuk penyampaian informasi dasar/pokok berupa beberapa bentuk pesan singkat yang dipasang pada tempat-tempat strategis seperti jalan protokol, kantor Pemda, RS, Puskesmas dan Kecamatan. 4. Sosialisasi melalui poster digunakan untuk penyampaian informasi yang lebih lengkap tentang program JKA, hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan. Poster dipasang pada tempat-tempat yang strategis frekuensi di ibu kota kabupaten/kota, kecamatan dan desa. 5. Sosialisasi melalui leaflet dilakukan untuk menjamin seluruh peserta telah memahami hak, kewajiban dan prosedur kepesertaan serta pelayanan. Leaflet dibagikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan pendistribusian kartu peserta. 6. Selain itu juga dilakukan sosialisasi langsung melalui kegiatan penyuluhan tingkat kecamatan yang melibatkan unsur muspika, kepala desa dan bidan desa. 7. Permintaan informasi juga bisa dilayani melalui media yang ada di Dinas Kesehatan Aceh dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Universitas Sumatera Utara
8. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan sosialisasi menjadi beban anggaran pelayanan kesehatan tidak langsung.
2.6. Landasan Teori Engel dkk (dalam Widyaratna dkk, 2001) menyatakan bahwa kepuasan pasien merupakan evaluasi setelah pemakaian dimana pelayanan yang diberikan sekurangkurangnya sama atau melampaui harapan dari pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang diterimanya dan dari evaluasi itulah pasien mengetahui apakah mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan atau tidak.
2.7. Kerangka Konsep Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut.
Persepsi Pasien Peserta JKA Terhadap Pelayanan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Langsa : 1. Pelayanan administrasi 2. Pemeriksaan oleh dokter 3. Perawatan di ruang perawatan 4. Pemeriksaan penunjang diagnostik 5. Tindakan medis
Kepuasan Pasien Peserta JKA terhadap Pelayanan
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara