BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Lanjut usia 2.1.1 Lanjut Usia Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut WHO 2008, dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk berdasarkan kelompok usia lainnya, peningkatan proporsi jumlah lansia penduduk berusia lebih dari 60 tahun meningkat cukup cepat di berbagai negara sebagai hasil dari semakin panjangnya tingkat harapan hidup dan menurunnya angka kematian. 2.1.2 Batasan-Batasan Lanjut Usia Menurut WHO (1999) batasan lanjut usia meliputi: a. Usia pertengahan (Middle age) ialah kelompok usia 45-59 tahun b. Lanjut usia (Elderly) antara 60-70 tahun c. Lanjut usia tua (Old) antara 75-90 tahun d. Usia sangat tua (Very old) diatas 90 tahun.
2.1.3 Teori Penuaan Teori penuaan terbagi atas dua, meliputi: A. Teori Genetik
Teori genetik memfokuskan mekanisme penuaan yang terjadi pada nucleus sel. Penjelasan teori yang berdasarkan genetik diantaranya: 1. Teori Hayflick. Menurut studi hayflick dan Moorehead (1961), penuaan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek kumulatif dari tidak normalnya sel, dan kemunduran sel dalam organ dan jaringan. 2. Teori Kesalahan. Dalam teori ini dinyatakan bahwa kesalahan dalam proses atau mekanisme pembuatan protein akan mengakibatkan beberapa efek. Penurunan ketepatan sintesis protein secara spesifik telah dihipotesiskan penyebabnya, yaitu ketidaktepatan dalam penyiapan pasangan kodon Mrna dan atikodon tRNA. 3. Teori DNA lewah (kelebihan DNA). Medvedev (1972) mengemukakan teori yang berhubungan dengan teori kesalahan, ia percaya bahwa perubahan usia biologis merupakan hasil akumulasi kesalahan dalam memfungsikan gen (plasma pembawa sifat). 4. Teori rekaman. Rekaman (transcription) adalah tahap awal dalam pemindahan informsi dari DNA ke system protein. Teori yang mengacu pada teory Hayflick itu menyatakan 4 kondisi berikut: a. Dengan peningkatan usia terjadi perubahan yang sifatnya merusak metabolisme Posmitotic cells yang berbeda. b. Perubahan merupakan hasil dari kejadian primer yang terjadi pada inti kromatin. c. Perubahan itu terjadi dalam inti kromatin kompleks, merupakan satu mekanisme kontrol yag bertanggung jawab terhadap penampilan dan urutan penuaan primer.
d. Mekanisme kontrol itu meliputi regulasi transkripsi meskipun regulasi lain dapat terjadi. B. Teori Non Genetik Teori non genetik memfokuskan lokasi diluar nucleus, seperti organ, jaringan, dan system. Teori yang berdasarkan non genetik antara lain: 1. Teori radikal bebas. Pada dasarnya radikal bebas adalah ion bermuatan listrik yang berada diluar orbin dan berisi ion tak berpasangan, radikal bebas mampu merusak membran sel, lisosom, mitokondria dan inti membran melalui reaksi kimia yang disebut peroksidasi lemak. 2. Teori autoimun. Menurut teori autoimun, penuaan diakibatkan oleh antibody yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi itu terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan memproduksi antibodi yang salah. 3. Teori hormonal. Donner Denckle percaya bahwa pusat penuaan terletak pada otak. Pernyataan ini didasarkan pada studi hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat menjadi fatal apabila tidak di obati dengan tiroksi, sebab seluruh menifestasi dari penuaan akan tampak, seperti penuaan system kekebalan, kulit kriput, uban dan penuaan proses metabolisme secara berlahan. 4. Teori pembatasan energy. Roy Walfrod (1986) adalah penganut kuat diet yang di dasarkan pada pembatasan kalori yang di kenal sebagai pembatasan energy. Diet nutrisi tinggi yang rendah kalori berguna untuk meningkatkan untuk tubuh agar tidak cepat tua. 2.1.4 Permasalahan Kesehatan Lansia
(Hardywinoto, 2005) Permasalahan kesehatan lanjut usia sebagai berikut: 1) Permasalahan Umum a.
Besarnya jumlah penduduk lanjut usia dan tingginya presentase kenaikan lanjut usia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan kesehatan lanjut usia.
b.
Jumlah lanjut usia miskin makin banyak.
c.
Nilai perkerabatan melemah, dan tatanan masyarakat makin individualistik.
d.
Rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga professional yang melayani lanjut usia.
e.
Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lanjut usia.
f.
Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi dan populasi pada kehidupan dan penghidupan lanjut usia.
2) Permasalahan Khusus a.
Terjadinya perubahan normal pada fisik lanjut usia. Perubahan akan terlihat pada jaringan dan organ tubuh, seperti: 1. Kulit menjadi kering dan berkeriput 2. Rambut beruban dan rontok. 3. Penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh. 4. Pendengaran juga berkurang. 5. Indra perasa menurun. 6. Daya penciuman berkurang 7. Tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan bungkuk. 8. Tulang keropos massanya berkurang, kekuatannya berkurang dan mudah patah. 9. Elastisitas paru-paru berkurang, nafas menjadi pendek.
10. Terjadi pengurangan fungsi organ di dalam perut. 11. Dinding pembuluh darah menebal dan terjadi tekanan darah tinggi. 12. Otot jantung bekerja tidak efisien. 13. Terjadi penurunan fungsi organ reproduksi, terutama ditemukan pada wanita. 14. Otak menyusut dan reaksi menjadi lambat, terutama pada pria. 15. Seksualitas tidak selalu menurun. b.
Terjadinya perubahan abnormal pada fisik lanjut usia. Perubahan yang terjadi misalnya: 1.
Katarak
2.
Kelainan sendi
3.
Kelainan prostat
4.
Inkontinensia
2.2 Tinjauan Umum Kemandirian 2.2.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri dalam arti tidak bergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan dan mampu melaksanakan tugas hidup dengan penuh tanggung jawab. Dalam kamus psikologi kemandirian berasal dari kata “independen” yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap percaya diri (Chaplin, 2002). Kemandirian merupakan sikap individu yang diperoleh secara komulatif dalam perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu mampu berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang ke yang lebih mantap. (Mu’tadin, 2002)
2.2.2 Aspek-Aspek Kemandirian Menurut Mu’tadin (2002) seorang dapat di katakan mandiri bila ia memenuhi aspek-aspek kemandirian, yang terdiri dari empat aspek yaitu :
a. Emosi. Aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya dari emosi keluarga. b. Ekonomi. Aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi keluarga. c. Intelektual. Aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan mengatasi berbagi masalah yang di hadapi. d. Sosial. Aspek ini di tunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lanjut usia meliputi faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi dan faktor kondisi sosial.
a. Kondisi Kesehatan Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Presentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan baik mereka dapat melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti: mengurus dirinya sendiri, bekerja
dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiati (2000) bahwa kemandirian bagi lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). AKS ada dua yaitu, AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil, dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang komplek seperti, memasak, mencuci, menggunakan telepon dan menggunakan uang. Sedangkan pada lanjut usia dengan kesehatan sedang cenderung tidak mandiri. Hal ini disebabkan karena kondisi kesehatan mereka baik fisik maupun psikis yang kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan, sehingga aktivitas sehari-hari semuanya dapat dilakukan sendiri. Pada beberapa kegiatan mereka memerlukan bantuan orang lain, misalnya mengerjakan pekerjaan berat atau mengambil keputusan. b. Kondisi Ekonomi Lanjut usia yang mandiri pada kondisi ekonomi sedang karena mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang mereka alami sekarang, misalnya perubahan gaya hidup. Dengan berkurangnya pendapatan setelah pensiun, mereka dengan terpaksa harus menghentikan atau mengurangi kegiatan yang dianggap menghamburkan uang (Hurlock, 2000). Pekerjaan jasa yang mereka lakukan misalnya mengurus surat-surat, menyampaikan undangan orang yang punya hajatan, baik undangan secara lisan maupun berupa surat undangan. Walaupun upah mereka terima sedikit, tetapi mereka merasa puas yang luar biasa. Karena ternyata dirinya masih berguna bagi orang lain. Lanjut usia yang tidak mandiri juga berada pada ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan pada anak-anak atau keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk
acara sosial. Sikap anak terhadap orang tua yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia lanjut. c. Kondisi Sosial Kondisi yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman (Hurlock, 2000). Hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan anak yang telah dewasa adalah menyangkut tentang keeratan hubungan mereka dan tanggung jawab anak terhadap orang tua yang menyebabkan orang lanjut usia menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa baik yang telah berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal satu rumah, tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal atau yang tinggal berjauhan (tinggal diluar kota) masih memiliki kewajiban bertanggung jawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut usia seperti sandang, pangan, kesehatan dan sosial. Hal ini merupakan kewajiban anak untuk menyantuni orang tua mereka sebagai tanda terima kasih atas jerih payah orang tua yang telah membesarkan mereka. Sebagaimana pendapat (Hurlock, 2002) yang menjelaskan bahwa sikap anak yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah berusia lanjut dan sering berhubungan dengan mereka dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi orang-orang berusia lanjut. 1.2.4 Tingkat Kemandirian Menurut pendapat Lovinger di kutip oleh Yuliana (2009) tingkat kemandirian adalah sebagai berikut:
a. Tingkat impulsive dan melindungi
Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah:
1. Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain. 2. Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka memanfaatkan orang lain) dan hedonistic (orang yang suka hidupnya untuk senang-senang tanpa tujuan yang jelas). 3. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu. 4. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game. 5. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. b. Tingkat komformistik Ciri tingkatan kedua ini adalah: 1. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial. 2. Cenderung berpikir stereotif (anggapan) dan klise (tidak nyata). 3. Peduli akan komformitas (orang yang hati-hati dalam mengambil keputusan) terhadap aturan eksternal. 4. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian. 5. Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi. 6. Perbedaan kelompok di dasarkan atas ciri-ciri eksternal. 7. Takut tidak diterima kelompok. 8. Tidak sensitive terhadap ke individu. 9. Merasakan berdosa jika melanggar aturan. c. Tingkat sadar diri
Adalah merasa tahu dan ingat pada
keadaan diri sebenarnya ciri–ciri tingkat ketiga
adalah:
1. Mampu berfikir alternative dan memikirkan cara hidup. 2. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada. 3. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi. 4. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 5. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan. d. Tingkat seksama(conscientious) Seksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan ke empat ini adalah: 1. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal. 2. Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan pelaku tindakan. 3. Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perpistik diri sendiri maupun orang lain. 4. Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri. 5. Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling menguntungkan). 6. Memiliki tujuan jangka panjang. 7. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial. 8. Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis. e.
Tingkat induvidualistik Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai induvidu dari semua ciri-ciri dimiliki seseorang yang membedakan dari orang lain. Ciri-ciri tingkat kelima adalah:
1. Peningkatan kesadaran individualistik. 2. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan.
3. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain. 4. Mengenal eksistensi perbadaan individual. 5. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan. 6. Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya. f. Tingkat mandiri Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkat ke enam ini adalah: 1. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan. 2. Cenderung bersikap realistik dalam objektif tarhadap diri sendiri maupun orang lain. 3. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial. 4. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan. 5. Toleran terhadap ambigiutas (keadaan yang sama atau mirip seseorang). 6. Peduli terhadap pemenuhan diri. 7. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal. 8. Respon positif terhadap kemandirian orang lain. 2.3 Tinjauan Umum Keluarga 2.3.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. (Friedman, 1998) 1) Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan individu,
2) Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota keluarga dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, 3) Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosio ekonomi dan kebutuhan seksual. 4) Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga diri. (Andarmoyo, S. 2012 ) 2.3.2 Fungsi Keluarga Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998) adalah sebagai berikut: a. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian): untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. b. Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial: proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan. c. Fungsi reproduktif: untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. d. Fungsi ekonomis: untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan. e. Fungsi perawatan kesehatan: untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. 2.4 Dukungan Keluarga 2.4.1 Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. (Friedman, 1998)
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga, yaitu: Menurut Purnawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah: 1. Faktor Internal a. Tahap Perkembangan Artinya dukungan dapat di tentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. b.Pendidikan atau Tingkat pengetahuan Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yangn terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termaksud kemampuan untuk memahami faktor-faktor berhubungan dengan penyakit dan untuk menjaga kesehatan dirinya. c. Faktor Emosi Faktor emosi juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara menghawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit. Seseorang individu yang tidak mampu melakukan
koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengalaman. d.Spiritual Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang mengalami kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. 2. Faktor Eksternal a. Praktik di keluarga Cara bagaimana keluarga memberi dukungan biasanya mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
b.Faktor sosial ekonomi Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya. c. Latar belakang budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
2.4.3 Jenis Dukungan Sosial Keluarga Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa jenis dukungan yaitu: a. Dukungan Informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
b. Dukungan Penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
c. Dukungan Instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istrahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan Emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istrahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek- aspek dari dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
2.4.4 Sumber Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal. (Friedman, 1998) 2.4.5 Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. (Friedman, 1998)
2.5 Kerangka Berfikir 2.5.1 Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan teori tentang dukungan keluarga dan kemandirian lansia telah di bahas sebelumnya, peneliti merangkumnya dalam kerangka teori berikut ini.
Dukungan keluarga:
Dukungan Informasional
Kemandirian lansia Mandiri
Dukungan
Pemenuhan ADL
Instrumental
Spiritual
Dukungan
Psikososial
Emosional
Fisiologis
Ketergantungan
Dukungan Penilaian
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.5.2 Kerangka Konsep: Variabel Independen yang di teliti meliputi Dukungan Keluarga. Selanjutnya Variabel Dependen yang diteliti meliputi Kemandirian Lansia. Variebel Independen
Variabel Dependen
Dukungan Keluarga
Kemadirian Lansia
Dukungan Instrumental Dukungan Informasional Dukungan Emosional Dukungan Penilaian
Pemenuhan ADL Spiritual Psikososial Fisiologis
Gambar 2.2 Kerangka Konsep KETERANGAN = Variabel Independen = Garis Penghubung = Variabel Dependen
2.6 Hipotesis: 2.6.1 Hipotesis Statistik
HA
= Ada hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari-hari di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.
H0 = Tidak ada hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari-hari di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. 2.6.2 Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari-hari di Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.