11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia 1. Pengertian Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya menglami perubahan biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan). pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut: a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain 2. Batasan Lansia Menurut dokumen Pelembagaan lansia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perencanaan hari lansia nasional tanggal 29 Mei oleh Presiden RI, batas umur lansia adalah 60 tahun atau lebih (Setiabudhi, 1999), dan menurut Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia bagi petugas kesehatan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1999, umur dibagi lansia 3 yaitu: a. Usia pra senilis atau virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49 tahun 11
12
b. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih c. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau dengan masalah kesehatan. 3. Proses Menua Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara berlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap indvidu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Karakteristik proses penuaan menurut Crisofalo (1990) dalam Setiabudhi (1999) ada beberapa karakteristik tentang proses penuaan pada manusia dan hewan yang menyusui yaitu: a. Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia b. Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel jaringan tubuh yang mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang dikenal dengan age pigmen, serta perubahan diserat kolagen yang dikenal dengan cross-linking. c. Terjadinya perubahan yang progresif dan merusak
13
d. Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan di lingkungan e. Meningkatnya kerentaan terhadap berbagai penyakit tertentu Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penuaan adalah proses yang secara berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan di dalam tubuh yang berakibat dengan kematian. Menurut teori biologis penuaan terbagi menjadi dua tipe yaitu teori instrinsik yang menjelaskan perubahan berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab dari dalam sel sendiri dan teori ekstrintik yang menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh lingkungan. 4. Perubahan yang terjadi pada lansia Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes RI, 1998). Menurut Setiabudhi (1999) perubahan yang terjadi pada lansia yaitu: a. Perubahan dari aspek biologis Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein, gangguan metabolisme Nucleic Acid dan deoxyribonucleic (DNA), terjadinya ikatan DNA dengan protein stabil
14
yang mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan enzim dan sistem pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal darah dan hati, terjadinya pengurangan parenchim serta adanya penambahan lipofuscin. 1)
Perubahan yang terjadi di sel otak dan syaraf berupa jumlah sel menurun dan fungsi digantikan sel yang tersisa, terganggunya makanisme perbaikan sel, kontrol inti sel terhadap sitoplasma menurun, terjadinya perubahan jumlah dan struktur mitokondria, degenerasi
lisosom
berkuarngnya
butir
yang
mengakibatkan
hoidrolisa
sel,
Nissil,
penggumpalkan
kromatin,
dan
penambahan lipofiscin, terjadi vakuolisasi protoplasma 2) Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah otak menjadi trofi yang beratnya berkurang 5 sampai 10% yang ukurannya kecil terutama di bagian prasagital, frontal dan parietal, jumlah neuron berkurang dan tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi pengurangan neurotransmiter, terbentuknya struktur abnormal di otak dan akumulasi pigmen organik mineral (lipofuscin, amyloid, plaque, neurofibrillary tangle), adanya perubaan biologis lainnya yang mempengaruhi otak seperti gangguan indera telinga, mata, gangguan
kardiovaskuler,
gangguan
kelenjar
thyroid,
dan
kartikosteroid. 3) Perubahan jaringan yaitu terjadinya penurunan sitoplasma protein, peningkatan metaplastic protein seperti kolagen dan elastin.
15
b. Perubahan Fisiologis Menurut Arisman (2004) dan Nugroho (2000) perubahan fisiologis akibat penuaan terkait status nurtisi (gizi), meliputi: 1) Perubahan sistem gastrointestinal menurut Arisman (2004) yaitu: a) Rongga mulut: Tanggalnya gigi, dan ketidak bersihan mulut yang menyebabkan gigi, dan gusi kerap terinfeksi, serta sekresi air ludah berkurang, yang mengakibatkan pengeringan rongga mulut, dan berkemungkinan menurunkan cita rasa. b) Esofagus: Gangguan menelan akibat gangguan neuromuscular, seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot menebal c) Lambung: Lapisan lambung menipis, sekresi HCL dan pepsin berkurang akibatnya penyerapan vitamin B12 dan zat besi menurun. d) Usus: Berat total usus halus berkurang, peristaltic melemah, penyerapan kalsium dan zat besi menurun. c. Perubahan Psikologis Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berarti adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir menurun
16
(Darmojo, 1999). Daya ingat (memory) lansia memang banyak menurun dari lupa sampai pikiran dan demensia. Pada umumnya lansia masih ingat pada peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, tetapi lupa dengan kejadian yang baru (Darmojo, 1999). 5. Masalah yang Terjadi Pada Lansia a. Permasalah Umum Setiabudhi (1999) menegaskan kembali bahwa permasalahan secara umum lansia sebagai berikut 1) Besarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya persentase kenaikan lansia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan kesehatannya. 2) Jumlah lansia miskin semakin banyak 3) Nilai
kekerabatan
melemah,
tatanan
masyarakat
makin
individualistik 4) Rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional yang melayani usia lanjut 5) Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lansia 6) Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi dan polusi pada kehidupan dan penghidupan lansia. b. Permasalah Khusus Menurut Setiabudhi (1999) permasalahan khusus pada lansia terbagi 2 aspek yaitu:
17
1) Permasalahan dari Aspek Fisiologis Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomis dan medik. perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan berkeriput, rambut beruban dan rontok,
penglihatan
menurun
sebagian
atau
menyeluruh,
pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas jaringan paruparu berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ di dalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan terjadi tekanan darah tinggi, otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan fungsi organ reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun. 2) Permasalahan dari Aspek Psikologis Menurut Hadi Martono (1997) dalam Budi Darmojo (1999) beberapa masalah psikologis lansia antara lain: a) Kesepian (loneliness),
yang
dialami
lansia pada saat
meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
18
sensorik terutama gangguan pendengaran. harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup di lingkungan yang beranggota keluarga yang cukup banyak tetapi mengalami kesepian. b) Duka cita (beravement), dimana pada periode duka cita ini merupakan
periode
yang
sangat
rawan
bagi
lansia.
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu episode depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting. c) Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun. d) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobio, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsetif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
19
e) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terdapat pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul pada lansia. f) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa tetangganya mencuri barang-barangnya
atau
tetangga
berniat
membunuhnya.
Parafrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau di isolasi atau menarik diri dari kegiatran sosial. g) Sindroma Diagnosa, merupakan suatu keadaan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku yang sangat menganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena sering lansia ini bermain-main dengan urine dan fesesnya. Lansia sering memupuk barang-barangnya dengan tidak teratur (Jawa: “Nyusuh”). Kondisi ini walaupun kamar telah dibersihkan lansia dimandikan bersih namun dapat berulang kembali. 3) Permasalahan dari aspek sosial budaya Menurut Setiabudhi (1999) permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan,
dihargai
dan
dihormati,
berhubung
terjadi
perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih
20
mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu
kepada
individu
dan
menjalankan
kehidupan
berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lansia dalam berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
B. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia 1. Pengertian nutrisi Menurut Wartonah (2003) nutrisi merupakan zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan mengunakan bahan-bahan tersebut untuk aktifitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Dampak dari pemenuhan nutrisi pada lansia akan menjaga kondisi lansia menjadi sehat, tidak gampang terserang penyakit serta emmelihra status giznya. 2. Macam-macam zat gizi (Nutrisi) Zat-zat gizi (nutrisi) terdiri dari Karbohidrat, Protein, Lemak, air, mineral, vitamin dan serat. Sumber makanan mengandung KH terutama
21
bersama dari serealia (padi-padian), umbi dan olahannya. Sumber makanan yang mengandung lemak berasal dari minyak, lemak, binatang, kelapa dan kacang-kacangan (Almatzier, 2003). 3. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Menurut Sediaoetama (2000) jumlah nutrisi yang mencukupi pemenuhan kebutuhan tubuh meliputi : a. Bahan makanan pokok Bahan makanan pokok dianggap yang terpenting di dalam suatu susunan hidangan di Indonesia, karena bila suatu susunan hidangan tidak mengandung bahan makanan pokok tidak dianggap lengkap dan sering orang yang mengkonsumsinya mengatakan belum makan, meskipun perutnya telah kenyang. b. Bahan makanan lauk pauk Golongan bahan makanan ini disebut lauk pauk, karena memang mencakup bahan pangan (ikan, daging, kacang-kacangan). Pada umumnya kelompok bahan makanan ini merupakan sumber utama protein di dalam hidangan. c. Bahan makanan sayur dan bahan makanan buah Kedua kelompok bahan makanan ini termasuk bahan nabati, bahan makanan sayur dan buah, umumnya merupakan penghasil vitamin dan mineral.
22
4. Permasalah Nutrisi Pada Lansia Menurut Budi (1998) masalah nutrisi pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Nutrisi yang berlebihan Kebiasaan pola makan yang banyak pada usia muda yang menyebabkan berat badan berlebihan. kebiasaan itu sukar untuk dirubah pada masa lansia, padahal lansia dalam pola makan perlu mengurangi asupan makanan, karena aktivitas fisik yang menurun, apabila berlanjut akan terjadi kegemukan dan merupakan pencetus penyakit jantung, Diabetes Mellitus, hipertensi. b. Kurangnya Nutrisi Pada lansia apabila kekurangan nutrisi disebabkan adanya masalah-masalah sosial ekonomi serta gangguan penyakit. Konsumsi kalori, protein yang kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Jika berlanjut akan menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang berakibat rambut rontok, gaya tahan terhadap penyakit menurun. Pada lansia yang mengalami malnutrisi (kekurangan gizi) akibat penurunan nafsu makan yang disebabkan berkurangnya kepekaan indera perasa dan penciuman yang umum terjadi pada lansia. c. Kurang Vitamin Konsumsi makanan pada lansia berupa buah dan sayur sayuran dalam makanan maka akan menyebabkan nafsu makan berkurang, penglihatan menurun serta kulit kering lesu dan tidak semangat.
23
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia antara lain (Nugroho, 2000). a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat kerusakan gigi atau ompong) Pada lansia terjadi gangguan nutrisi terjadi pada gigi geligi dan semuanya tanggal yang akan mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan, apabila makanan yang disajikan tidak diolah sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan pengunyahan maka akan terjadi gangguan dalam pencernaan dan penyerapan oleh usus. b. Berkurangnya cita rasa (rasa dan buah) Hal ini terjadi pada lansia dengan berkurangnya cita rasa yang disebabkan oleh gangguan pada indera pengecap yang menurun serta adanya iritasi yang kronis dari selapur lendir. hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, serta hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit. Pada lansia apabila terjadi gangguan emosional seperti stress, putus asa dan rasa takut akan menyebabkan mulut kering, yang dipengaruhi oleh pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom yang menyebabkan
sekresa
saliva.
Keluhan
mulut
kering
dapat
menghambat nafsu makan pada lansia yang menyebabkan asupan nutrisi berkurang. Pada lansia sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisi sedikit (Ernawati, 2000).
24
c. Berkurangnya koordinasi otot-otot syaraf Sistem persyarafan yang terjadi suatu perubahan sistem persyarafan yang cepat dapat menurunkan hubungan persyarafan menjadi lambat dalam respon dan waktu bereaksi, serta mengecilnya syaraf panca indera, adanya gangguan pendengaran, penglihatan serta sistem respirasi. Pada lansia gangguan ini terjadi karena pengaruh pertambahan umur dan menurunnya fungsi organ tubuh misalnya pada gangguan refleks yang dapat menurun. Pada syaraf otot terejadi flaksi atau lemah, tonus kurang, tendernes dan tidak mampu bekerja. Untuk otot pada saluran cerna yang terjadi suatu kelemahan karena pengunaan yang menurun yang berakibat terjadinya konstipasi (Ernawati, 2000) d. Keadaan fisik yang kurang baik Keadaan fisik pada lansia terjadi suatu perubahan-perubahan fisik diantaranya dari perubahan sel yang lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya. Masalah yang menyangkut fisik yaitu lansia tidak bisa berjalan atau melakukan sesuatu sendiri. Masalah fisik misalnya apatis dan lesu dengan tanda-tanda fizik yaitu berat badan menurun, wajah pucat, sedangkan kelemahan fisik terjadi seperti artritis (cedera serebrovaskuler) yang menyebabkan kesulitan untuk berbelanja dan memasak (Darmojo, 2000).
25
e. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi mempengaruhi lansia dalam melaksanakan pengobatan. Pada lansia secara umu lansia yang memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain. Lansia yang tidak memiliki penghasilan akan menggantungkan hidupnya pada anak atau saudara meskipun status ekonomi mereka juga tergolong miskin, dimana lansia menggantungkan hidupnya terutama pada anak perempuan terdekat. Rata-rata penghasilan lansia adalah < Rp 300.000 lebih rendah daripada rata-rata pengeluaran >300.000. keadaan tersebut menunjukkan betapa rentannya kondisi ekonomi lansia apalagi kalau dilihat dari lansia yang tidak berpenghasilan yang secara langsung akan mempengaruhi dalam hal pemenuhan kebutuhan nutrisi lansia dan perawatan lansia (Siroit, 1999). f. Faktor Sosial lansia Pada lansia terjadi perubahan-perubahan psikososial yaitu merasakan
atau
sadar
akan
kematian,
penyakit
kronis
dan
ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas fisiknya. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial dari segi ekonomi akibat pemberhentian
jabatan
atau
pensiun
yang
dipengaruhi
oleh
meningkatnya biaya hidup dengan penghasilan yang rendah sulit, serta bertambahnya
biaya
untuk
pengobatan.
Keadaan
lansia
ini
membutuhkan dukungan keluarga sepeneuhnya khususnya dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi sehari-hari karena hal ini penting dan
26
bertujuan untuk menjaga kondisi dan status gizi lansia sehari-harinya. Tanpa adanya dukungan keluarga akan menyebabkan keadaan lansia tidak
baik
dan
menimbulkan
permasalahan
misalnya
akan
menimbulkan berbagai penyakitnya. Karena kurangnya pemenuhan asupan nutrisi. g. Faktor Penyerapan Makanan lansia Masalah nutrisi pada lansia dipengaruhi oleh fungsi obsorpsi yang melemah (adanya daya penyerapan yang terganggu. Apabila hal ini terjadi pada lansia maka akan mempengaruhi status gizinya yang berakibat timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh asupan makanan yang terganggu. 6. Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia Konsumsi kebutuhan makanan pada lansia bervariasi sesuai dengan keadaan tubuh, dimana kebutuhan Karbohidrat (KH), lemak (L) dan protein (P) merupakan zat gizi yang menghasilkan energi tergantung pada Basal Metabolisme Rate (BMR) dan kegiatannya. BMR dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, suhu, lingkungan penyakit dan komposisi tubuh. Setiap kelebihan energi yang tidak diperlukan untuk metabolisme akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adipose. Kecukupan energi per orang perhari laki-laki umur 60 tahun keatas adalah 2200 kalori/hari, untuk wanita umur 60 tahun keatas adalah 1500 kalori / hari (Almatsier, 2003).
27
Konsumsi
sumber
protein
pada
lansia
diperlukan
untuk
pembentukan dan perbaikan semua jaringan-jaringan di dalam tubuh termasuk darah, enzim, hormon, kulit, rambut dan kuku. Angka energi yang ditunjukkannya akan demikian tergantung dari macam dan jumlah bahan makanan nabati dan hewani yang dikonsumsi manusia setiap harinya. Ada dua jenis protein yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein hewani mengandung lemak jenuh, sedangkan protein nabati mengandung lemak tak jenuh. Kecukupan protein untuk laki- laki umur 60 tahun keatas adalah 55 gram/ hari, sedang untuk wanita dengan umur yang sama adalah 40 gram/ hari (Almatsier, 2003). 7. Usaha Perbaikan Gizi Lansia Pencegahan dalam mengurangi dan menghindari kemungkinan gangguan kesehatan dan serangan penyakit yang cenderung menyerang pada lansia, maka dianjurkan berpola makan yang tidak berlebihan yaitu a. Makanan yang konsumsi bervariasi baik dalam macam bahan makanan maupun cara memasaknya, b. Cukup mengandung protein dan membatasi konsumsi lemak dan makanan yang banyak mengandung lemak yang tidak kelihatan (kue, ikan, daging berlemak dan keju) c. Membatasi konsumsi gula, makanan dan minuman yang mengandung banyak gula d. Membatasi konsumsi garam dapur atau ikatan Na antara lain bumbu penyedap atau vetsin
28
e. Cukup mengandung serat, zat pembangun dan zat pengatur dengan makan beras setengah giling, tumbuk atau beras merah, kacangkacangan, sayur-sayuran dan sedapat mungkin secara teratur makan sayuran mentah (lalap, asinan, karedok), makan buah setiap hari, minum yang cukup, sedapat mungkin susu rendah lemak, minum sari buah segar yang mengandung vitamin C tinggi (jeruk, tomat, pepaya) (Almatsier, 2003). Adapun kecukupan gizi untuk laki-laki umur 60 tahun keatas adalah 55 gram/ hari, sedangkan untuk wanita dengan umur yang sama adalah 40 gram/ hari (Almatsier, 2003). Tabel.1. Rata-Rata AKG Yang Dianjurkan Umur (Th)
TB (kg)
Energi
Protein
62
165
(Kkal) 2050
(grm) 60
Wanita > 60 Th 55 (Sumber: Dep Kes RI, 2004)
156
1600
50
Pria
> 60 Th
BB (kg)
C. Status Gizi Lansia Menjadi tua merupakan proses alami maka perlu memperhatikan asupan nutrisi yang lansia konsumsi setiap hari. Pada lansia seringkali terjadi masalah dalam hal makan yaitu nafsu makan menurun, padahal pada lansia tetap membutuhkan asupan nutrisi yang lengkap seperti Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan mineral (Wulan, 2007). Status Gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat dan tinggi badan dengan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh). Penilaian klinis status gizi
29
yaitu penilaian yang mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik yang ditimbulkan sebagai akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Gejala dan tanda-tanda fisik yang tampak dapat menjadi bantuan untuk mengetahui
kekurangan
gizi.
Adanya
hambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan yang ditentukan dengan membandingkan individu atau kelompok dengan nilai-nilai normal (Depkes, 1999). Orang-orang yang berbeda di bawah ukuran berat normal mempunyai resiko penyakit infeksi, sementara yang berada di atas ukuran berat normal mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit degeneratif. Laporan FAON atau WHO/UNU tahun 1995 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Index Massa Tubuh (IMT). IMT adalah alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yagn berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Almatsier, 2003). Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/ WHO untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya diambil kesimpulan Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia yaitu kategori ambang batas IMT untuk Indonesia yang dihitung dengan rumus Berat Badan (BB) dibagi Tinggi Badan (TB) dikali Tinggi Badan (TB), dimana batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/ WHO
30
untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Untuk Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel. 2. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Wanita Normal (17 – 23) Kegemukan ( 23 -27) Obesitas (> 27) Sumber : Depkes RI 2000
Untuk Laki-laki Normal (18 – 25 ) Kegemukan ( 25-27 ) Obesitas ( > 27)
D. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Menurut sarason (1983) dalam Zainuddin (2002), dukungan keluarga adalah keberadaan,kesediaan,kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb (2002) dalam Zainuddin (2002), mendefinisikan dukungan keluarga sebagai suatu tempat yang ada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya. Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses untuk keluarga misalnya dukungan bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang
31
yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998). Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antar keluarga dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan frekuensi hubungan timbal balik), umpan balik (kualitas dan kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota-anggotanya, keluarga merupakan pelaku aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas hubungan personal untuk mencapai keadaan berubah. Berbagai bentuk kehidupan keluarga sekarang menunjukkan berbagai kemampuan untuk menyediakan dukungan yang diperlukan selama masa dimana permintaannya besar. Penyakit kronis biasanya menuntut pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis yang lebih besar dari keluarga (Friedman, 1998). 2. Batasan Dukungan Dukungan keluarga dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakeses atau diasakan untuk keluarga artinya dukungan keluarga bisa tidak digunakan tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolomgan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998). a. Jenis Dukungan 1). Dukungan Emosional
32
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Dukungan
emosionsl mencakup
ungkapan
empati,
kepedulian dan perhatian orang yang bersangkutan misalnya umpan balik, penegasan (Smet Bart, 1999). 2). Dukungan Penghargaan Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan emnengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota (Cohen, 1999). Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang tersebut, dorongan maju, persetujuan demgan gagasan atauperasaan individu dn perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain seperti msalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). 3). Dukungan Instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkrit (Friedman, 1998). Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stres. 4). Dukungan Informatif Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia (Friedman, 1998). Dukungan
33
informative mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik.
E. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia Secara spesifik dengan keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan status kesehatan yaitu terjadinya perubahan perilaku lansia, sehingga menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari sakit. Jadi dengan adanya dukungan dari keluarga maka status kesehatan lansia akan lebih baik yang berasal dari pemenuhan kebutuhan nutrisi semakin baik dan terkontrol. lebih meningkat. Dari berbagai strategi untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia merupakan salah satu perawatan pada lansia dan hal ini membutuhkan adanya keterlibatan keluarga, lingkungan
sosial.
Perawatan
lansia
sangat
penting
karena
dapat
meningkatkan status kesehatan lansia (Friedman, 1998). Salah satu faktor sosial yang perlu diperhatikan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia adalah adanya dukungan keluarga, karena sebagian besar lansia dalam masa kehidupannya keadaannya kurang berdaya, membutuhkan perawatan, baik secara fisik, mental, sosial, dan finansial. Oleh sebab itu para lansia menghadapi berbagai keterbatasan, maka lansia membutuhkan bantuan dalam mencapai rasa tenteram, nyaman, serta perlakuan layak dari lingkungan, dan yang lebih penting adalah mendapatkan perhatian dengan cara mengupayakan agar para lansia tidak tergantung dengan orang lain, dan mampu mengurus diri sendiri (mandiri) serta menjaga kesehatan diri (Friedman, 1998).
34
Lansia dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi sangat membutuhkan bantuan setiap anggota keluarga, hal ini disebabkan karena keadaan lansia yang sudah terbatas kemampuannya dalam melakukan segala sesuatunya sendiri, agar dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi mereka dapat tercapai sesuai dengan keadaan kondisi mereka. F. Kerangka Teori 1. Faktor Fisiologis a. Kejiwaan Sosial b. Ekonomis dan Medik 2. Faktor Psikologis a. Kesepian b. Duka cita c. Depresi d. Gangguan cemas e. Psikosis f. Parafrenia g. Sindroma diagnosa 3. Faktor Sosial Budaya a. Dukungan Keluarga b. Dukungan Teman a. Dukungan Tenaga Kesehatan
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Status Gizi
Skema.1.1. Kerangka Teori Sumber: Waspadji, 2003, Nugroho, 1995, Setiabudhi, 1999 dengan modifikasi
35
G. Kerangka Konsep Variabel Independent Dukungan Keluarga
Variabel Dependent Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Lansia
Skema 1.2 Kerangka Konsep H. Hipotesis Ho: Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia di Desa Tambahsari Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal.