BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.2
Klasifikasi dan Karakteristik Lanjut Usia
2.2.1 Klasifikasi Lansia Dikatakan lansia apabila sudah berumur lebih dari 55 tahun, sesuai umur pensiun pegawai negeri di Indonesia. Untuk negara-negara yang sudah maju dengan keadaan ekonomi, keadaan gizi, dan kesehatan yang telah baik, batas umur 65 tahun baru dikatakan lansia. Menurut Maryam, dkk (2008) lansia dibagi dalam lima klasifikasi, meliputi : 1. Pralansia yaitu seseorang yang berusia antara 45–59 tahun. 2. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih 4. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa. 5. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Karateristik Lansia Menjadi lansia tidak bisa dihindari karena merupakan tahapan dalam proses kehidupan manusia. Menurut Irwan ( 2008) lansia memiliki karateristik antara lain: 1. Berusia lebih dari 60 tahun. 2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif. 3. Lingkungan tempat tinggal bervariasi.
2.3
Proses Penuaan dan Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan
2.3.1 Proses Penuaan Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). 2.3.2 Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan Sejumlah perubahan fisiologis berlangsung dalam proses penuaan, meskipun laju dan besarnya perubahan tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Menurut Barasi (2007) perubahan yang terkait dengan kondisi medis dapat berdampak pada status gizi (mungkin disebabkan oleh penyakit atau pengobatannya) : 1. Berkurangnya mobilitas - muskuluskletal, saraf, sirkulasi darah, respirasi, dan kelebihan berat badan. 2. Fungsi koknitif – gangguan koknitif dan demensia.
Universitas Sumatera Utara
3. Gangguan jiwa – meliputi depresi (termasuk depresi reaktif setelah kehilangan orang yang mereka cintai) penyakit mental, kecanduan alkohol.
2.4 Makanan Bergizi dan Fungsi Makanan bagi Tubuh Manusia 2.4.1 Makanan Bergizi Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan tubuh yang dibagi dalam beberapa golongan yaitu, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan oksigen dan makanan berserat (Kusno dkk, 2007). 2.4.2 Fungsi Makanan Bagi Tubuh Manusia Fungsi makanan bagi tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitup: 1.
Sebagai bahan penghasil energi yang berguna untuk segala kegiatan hidup.
2.
Sebagai bahan pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan perbaikan sel–sel tubuh yang rusak.
3.
Sebagai bahan pelindung dan pengatur kerja fisiologis tubuh agar tetap lancar dan teratur.
2.5 Pentingnya Makanan Bagi Kesehatan dan Syarat-Syarat Makanan Sehat 2.5.1 Pentingnya Makanan Bagi Kesehatan Hukum kehidupan ialah: “Jika kita tidak makan, kita akan mati”. Begitu juga kalau kita tidak makan makanan atau jenis makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka kita bukan saja mati cepat, tetapi juga akan hidup menderita, bahkan sakit–
Universitas Sumatera Utara
sakitan. Yang dimaksud dengan “makanan” dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses dalam tubuh. 2.5.2 Syarat–Syarat Makanan Sehat Setelah mempelajari fungsi dan jenis bahan makanan, maka dapat disusun syarat-syarat yang harus dipenuhi zat makanan. Makanan sehat adalah makanan yang higienis serta banyak mengandung gizi. Makanan higienis, yaitu makanan yang tidak mengandung kuman penyakit dan tidak boleh meracuni tubuh serta lezat rasanya. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut : a. Harus cukup mengandung kalori. b. Protein yang dikonsumsi harus mengandung kesepuluh asam amino utama, yaitu lisin, triptopan, histidin, penilalanin, leusin, isoleusin, thereonin, metionin, valin dan arginin. c. Harus cukup mengandung vitamin. d. Harus cukup mengandung garam mineral dan air. e. Perbandingan yang baik antara sumber karbohidrat, protein, dan lemak. Menurut Kusno (2007) selain syarat-syarat tersebut, agar memberikan kesehatan bagi tubuh, sebaiknya juga harus : 1. Mudah dicerna oleh alat pencernaan. 2. Bersih, tidak mengandung bibit penyakit, karena hal ini tentu akan membahayakan kesehatan tubuh serta tidak bersifat racun bagi tubuh. 3. Jumlah yang cukup dan tidak berlebihan. 4. Tidak terlalu panas pada saat disantap. Makanan yang terlalu panas disajikan, mungkin sekali dapat merusak gigi dan mengunyah pun tidak dapat sempurna.
Universitas Sumatera Utara
5. Bentuknya menarik dan rasanya enak.
2.6
Pola Konsumsi Pangan, Menu Seimbang, Serta Syarat Menu Seimbang Lanjut Usia
2.6.1 Pola Konsumsi Pangan Lanjut Usia Menurut Sri (2007) yang mengutip pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa, pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sebenarnya pola konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau masyarakat (Supariasa dkk, 2002). Pengertian konsumsi makanan berbeda dengan kecukupan gizi. Konsumsi makan adalah sesuatu yang nyata, sedangkan kecukupan gizi adalah kandungan zat gizi yang terkandung didalam bahan makanan. Tingkat konsumsi seseorang sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari suatu makanan. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh yang terdapat dalam makanan, sedangkan kuantitas makanan menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Sediaoetama, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Menu Seimbang Lanjut Usia Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan untuk disajikan pada makan. Menu seimbang untuk lansia adalah susunan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan lansia (Nugroho, 2008). 2.6.3 Syarat Menu Seimbang Lanjut Usia Syarat menu yang seimbang untuk lansia menurut Nugroho (2008) antara lain : a.
Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
b.
Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lansia adalah 50% dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian).
c.
Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori.
d.
Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 810% dari total kalori.
e.
Dianjurkan mengandung tinggi serat (selulosa) yang bersumber pada buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah besar secara bertahap.
f.
Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-fat, yoghurt, dan ikan.
g.
Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan, hati, daging, bayam, atau sayuran hijau.
h.
Membatasi penggunaan garam.
Universitas Sumatera Utara
i.
Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.
j.
Hindari bahan makanan yang tinggi mengandung alkohol.
k. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan lunak.
2.7
Perilaku Lansia Terhadap Makanan Sehat Pengertian perilaku menurut Notoatmodjo (1993) dapat dibatasi sebagai
keadaan jiwa (pendapat, berfikir, bersikap dsb) untuk memberikan respon terhadap situasi di luar subjek tersebut, dimana respon tersebut dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan). Perilaku menurut Mantra (1994) adalah merupakan respon (tanggapan) individu terhadap stimulasi (rangsangan) baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dan dibedakan atas tiga jenis, yaitu : 1. Perilaku ideal Merupakan perilaku yang dapat diamati yang menurut para ahli perlu dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk mengurangi atau membantu memecahkan masalah. 2. Perilaku pada saat ini Merupakan perilaku yang dilaksanakan saat ini yang diidentifikasi melalui observasi dan wawancara dilapangan, kemudian dianalisis, dan dikaitkan dengan perilaku ideal serta dicari jawaban mengapa mereka berperilaku seperti itu pada saat ini.
Universitas Sumatera Utara
3. Perilaku yang diharapkan Merupakan perilaku yang diharapkan bisa dilaksanakan oleh sasaran atu sering disebut sebagai behavior yang akan dituju dalam pelaksanaan suatu program. Perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan lansia meliputi konsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku gizi lansia adalah cara seseorang berfikir, berpengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan memilih makanan. Jika keadaan ini terus-menerus berulang maka tindakan tersebut akan menjadi kepuasan makan (Khumaidi, 1997). Dari hasil penelitian Nainggolan (1997), diketahui bahwa dari 54 lansia, 6 orang lansia (11,2%) telah mengonsumsi energi ≥100% KGA, 12 orang (22,2%) mengonsumsi energi <80% KGA, dan sebanyak 36 orang (66,6%) yang mengonsumsi energi <80 % KGA. Menurut penelitian yang dilakukan Utami (2002) dari 88 lansia di pedesaan 23 orang (26,1%) yang mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dengan frekuensi sering, yang mengonsumsi protein hewani sangat jarang hanya 34 orang (38,6%), yang mengonsumsi sayuran kategori jarang dan kadang-kadang 27 orang (30,7%), yang mengonsumsi buah-buahan dengan kategori jarang dan kadang kadang 82 orang (92,7%).
Universitas Sumatera Utara
Menurut penelitian Dina (2008) dari 54 lansia diketahui 26 orang (48,1%) yang mempunyai susunan makanan yang baik, dan 24 orang (44,4%) yang kurang baik. Jumlah usia lanjut yang mengonsumsi jenis bahan makanan pokok lainnya seperti roti dengan frekuensi makan 4-6x/minggu sebanyak 24 orang (44,4%), mie dan umbiumbian dengan frekuensi makan 1-3x/minggu sebanyak 22 orang (40,7%) dan 25 orang (46,3%). 2.7.1 Pengetahuan Lansia Terhadap Makanan Sehat Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1993). Selanjutnya perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang bila dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan atau perilaku yang hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui apa tujuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan. Salah satu timbulnya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi. Solusi dapat dilakukan melalui suatu proses belajar mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan bagaimana zat gizi tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan. Seseorang yang didasari dengan pengetahuan gizi
yang
baik
akan
memperhatikan keadaan gizi setiap makanan yang dikonsumsinya, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh atau sering disebut gizi seimbang.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang menujukkan tentang pentingnya pengetahuan yang didasarkan pada kenyataan yaitu : 1. Status gizi yang baik sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya akan cukup jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan pertambahan energi. 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang penting sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi keseimbangan gizi. Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya pengetahuan lansia menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan kesehatan sekalipun didaerah tempat tingggalnya banyak tersedia bahan makanan (sayur dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Pengetahuan tentang gizi, sebaiknya lansia mendapat bimbingan dan pengawasan dari orang yang lebih mengerti tentang masalah tersebut, sehingga lansia semakin tau dan mengerti tentang gizi dan dapat melaksanakannya dengan baik. Pengetahuan lansia tentang gizi yang baik akan mendukung konsumsi makanan yang baik juga sehingga terjadi gizi seimbang untuk mengoptimalkan derajat kesehatan. 2.7.2 Sikap Lansia Tehadap Makanan Sehat Sikap merupakan reaksi
atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap hanyalah suatu
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk mengingini atau tidak objek tersebut. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang setuju (mendekat) atau tidak setuju (menjauhi) suatu hal. Tetapi ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini menurut Notoatmodjo (1993) disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : 1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap diikuti atau tdak diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain. 3. Sikap diikuti oleh tindakan nyata. Banyak sekali penemuan para ahli yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat. Unsurunsur budaya mampu mempengaruhi kebiasaan makan penduduk yang kadangkadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 1985). Sikap gizi adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatan. Kesenangan seseorang akan makan didasarkan pada dasar psikologi dan budaya yang berbeda. Selain itu, ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan akan mempengaruhi seseorang untuk menerima atau menolak makanan tersebut misalnya dari segi rasa, warna, bau, suhu, penampilan dan tekstur makanan. 2.8 Cara Penilaian Konsumsi Pangan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif
biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi
konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat-zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan (Supariasa, 2002). 2.8.1 Food Recall Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam: 1. Petugas menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. 2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). 3. Membandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi untuk Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Food Frequency Metode food frequency makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi tiap hari, sering, jarang dan tidak pernah oleh responden. Langkah-langkah metode frekuensi makanan: - Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya. - Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.
Universitas Sumatera Utara
2.9
Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian dan perumusan masalah, maka
kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Karateristik lansia : - Umur - Pendidikan - Pekerjaan
Perilaku lansia : -Pengetahuan -Sikap -Tindakan - Tindakan
Konsumsi makanan sehat lansia: - Jenis makanan - Jumlah makanan - Frekuensi makan
Gambar 2.1: Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : Karakteristik lansia yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dapat mempengaruhi perilaku lansia yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam konsumsi makanan sehat seperti jenis, jumlah dan frekuensi makanan sehat.
Universitas Sumatera Utara